Anda di halaman 1dari 16

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PERSEPSI STIGMA

TERHADAP ODHA PADA MAHASISWA S1 KEPERAWATAN


DI STIKES MUHAMMADIYAH CIAMIS

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Melakukan Penelitian Sebagai Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Program Studi S1 Keperawatan

Oleh:
FANNY RIFATUL FUADAH
1703277090

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
CIAMIS
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kasus HIV/AIDS masih menjadi perhatian dunia dikarenakan angka kejadian kasus
yang terus meningkat. Berdasarkan data WHO, hingga akhir tahun 2017 terdapat 36,9 juta
orang hidup dengan HIV, dengan 1,8 juta infeksi baru di tahun yang sama. Pada tahun 2019,
indonesia menduduki peringkat ketiga yang diestimasikan sebagai penyumbang ODHA
( Orang Dengan HIV/AIDS ) terbanyak di Asia Tenggara setelah India dan China. Tahun
2016, estimasi jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebanyak 640.433 dengan
penyebaran ke seluruh provinsi di Indonesia. Sedangkan dalam laporan Ditjen P2P,
Kemenkes RI pada 29 Mei 2020 wilayah Jawa Barat berada diperingkat ke-4 nasional
dengan kasus HIV berjumlah 41.878 dan kasus AIDS berjumlah 7.562. Salah satunya di
Kabupaten Ciamis dimana angka kasus HIV/AIDS terbilang cukup tinggi, hingga November
2019 sebanyak 497 orang positif HIV dan 272 orang sudah masuk ke fase AIDS. Hal ini
manandakan bahwa tidak ada daerah yang benar-benar bebas dari HIV/AIDS.
Sejak pertama kali penyakit HIV/AIDS di dunia sekitar tahun 1987 berbagai respon
seperti ketakutan, penolakan, stigma dan diskriminasi telah muncul bersamaan dengan
terjadinya epidemik. Stigma dan diskriminasi telah tersebar secara cepat, menyebabkan
terjadinya kecemasan dan prasangka terhadap ODHA. Penyakit HIV/AIDS menjadi
fenomenal biologis, medis, dan menjadi fenomena sosial di masyarakat. (Situmeang et al.,
2017).
Salah satu kendala dalam pengendalian HIV/AIDS adalah adanya stigma dan
diskriminasi terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Stigma menurut United Nations
Programme On HIV/AIDS (2017) telah tejadi lebih dari 65 negara yang memberikan stigma
terhadap ODHA. Bentuk stigma yang diberikan diantaranya seperti >50% laki-laki dan
perempuan yang berusia 15-49 tahun dilaporkan mereka tidak membeli sayur-sayuran dari
penjual yang berstatus ODHA yang telah terjadi diantara tahun 2009-2014. Dalam 22 negara
diantaranya >10% ODHA ditolak untuk memperoleh perawatan kesehatan, ditolak untuk
melamar pekerjaan karena berstatus HIV dan dalam 30 negara diantaranya dipecat dari
pekerjaannya karena berstatus HIV.
United Nations Programme on HIV/AIDS (2017) telah mencatat prevalensi stigma
urutan ketiga terjadi di kawasan Asia Pasifik dan Indonesia menduduki posisi tertinggi yaitu
sebesar 62,8%. Tingginya prevalensi stigma pada HIV dimungkinankan banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti diantaranya rendahnya pengetahuan tentang HIV, persepsi negatif
yang tinggi terhadap HIV, jenis kelamin dan lain-lain.
Stigma dan diskriminasi tidak saja dilakukan oleh masyarakat awam yang tidak
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang HIV/AIDS, tetapi juga oleh petugas kesehatan
termasuk mahasiswa kesehatan.
Stigma pada ODHA terjadi karena mahasiswa beranggapan bahwa penyakit HIV/AIDS
berkaitan dengan perilaku menyimpang, seks bebas, dan penyalahgunaan narkoba
Diskriminasi terhadap ODHA berdampak pada terbentuknya penyakit AIDS, hal ini karena
stigma yang merupakan penyebab diskriminasi akan mematahkan semnagat orang untuk
berani melakukan tes dan bahkan akan juga membuat orang merasa enggan untuk mencari
informasi dan cara perlindungan dari penyakit HIV/AIDS.
Tingginya kasus HIV memerlukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV. Salah
satu hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS adalah masih
tingginya stigma tehadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA). ODHA seringkali mengadapi
permasalahan yang kompleks. Selain merasakan sakit di dalam tubuhnya yang semakin hari
semakin menurun, terdapat juga berbagai stigma tentang penyakit yang dideritanya dari
lingkungan. Jika label negatif pada diri ODHA berkembang semakin kuat maka dalam
waktu yang bersamaan akan menimbulkan diskriminasi pada ODHA. Lingkungan akan
memberikan berbagai bentuk diskriminasi pada ODHA seperti penolakan melakukan
perawatan untuk ODHA, pembedaan tempat makan, dikucilkan, mengisolasi dan pemutusan
hubungan kerja (Shaluhiyah et al., 2014)
Stigma terhadap ODHA menjadi salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan,
perawatan, pengobatan, dan dukungan HIV/AIDS.Bentuk stigma diantaranya tidak tersedia
makan makanan yang disediakan atau dijual oleh ODHA, tidak membolehkan anaknya
bermain bersama dengan anak HIV, tidak mau menggunakan toilet bersama dengan ODHA,
bahkan menolak untuk tinggal dekat dengan orang yang menunjukan gejala HIV/AIDS.
Stigma berasal dari fikiran seorang individu atau masyarakat yang mempercayai bahwa
penyakit HIV merupakan akibat dari perilaku amoral yang tidak dapat diterima masyarakat
yang tergambar dalam pandangan negatif sebagai akibat dari perasaan takut berlebihan jika
berada dekat ODHA (Shaluhiyah et al., 2015).
Munculnya stigma dapat disebabkan karena kurangnya keterlibatan masyarakat dalam
setiap upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS seperti penyuluhan kesehatan
tentang HIV/AIDS. Akibatnya banyak masyarakat yang kurang mendapatkan informasi
yang tepat mengenai HIV/AIDS, khususnya mekanisme penularan HIV/AIDS. Perilaku
diskriminatif pada ODHA tidak hanya melanggar hak asasi manusia, melainkan juga sama
sekali tidak membantu upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS (Shaluhiyah et
al., 2015).
Padahal, Pada dasarnya ajaran islam mengajarkan untuk merawat serta memperlakukan
orang yang sakit dengan baik.

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya pula. QS. Al-Zalzalah [99]: 7-8.
Adanya stigma pada ODHA akan mengakibatkan berbagai dampak seperti isolasi sosial,
depresi, stres, dan harga diri rendah sehingga berpengaruh pada kualitas hidup. Akibat dari
diskriminasi ini banyak ODHA yang tidak berani untuk keluar rumah untuk berinteraksi
dengan lingkungannya. Tingginya penolakan masyarakat dan lingkungan akan kehadiran
orang yang terinfeksi HIV/AIDS juga menyebabkan ODHA harus hidup menyembunyikan
status, bahkan ada kasus ODHA yang pergi meninggalkan kampung halamannya untuk
pindah ke daerah lain, dimana daerah tersebut belum mengetahui status mereka, hal ini
menyebabkan petugas kesehatan sulit dalam memantau baik dalam pengobatan maupun
dalam penularan ke orang lain.penyebarluasan status HIV dan penolakan dalam lingkup
kegiatan kemasyarakatan seperti dunia pendidikan, dunia kerja, dan layanan kesehatan
Terhadap orang sakit, apapun sebabnya harus tetap mendapatkan tempat khusus dalam
masyarakat islam, dengan memberikan bantuan moril maupun materiil, sehingga mereka
tidak terkucil, Rasulullah SAW, bersabda :
Barangsiapa membesuk orang sakit, maka akan ada Malaikat yang menyerunya dari
langit ‘ engkau telah berbuat baik dan baik pula langkahmu dan engkau akan menempati
rumah di surga kelak’.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aunana (2019) menunjukan bahwa terdapat
hubungan persepsi dengan stigma masyarakat terhadap ODHA dimana sebagian masyarakat
memberikan stigma terhadap ODHA sebesar 63,3%.
Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni’mal (2017) yang
menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan tidak bermakna secara signifikan terhadap sikap
stigma ODHA. Melainkan ada faktor yang lebih mempengaruhi stigma yaitu usia dan jenis
kelami. (Ni’mal Baroya, 2017).
Sedangkan, menurut penelitian Sosodoro (2009) pada pelajar usia 15-25 tahun
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan stigma
terhadap ODHA, dengan hasil stigma terhadap ODHA lebih banyak pada pelajar dengan
tingkat pengetahuan HIV/AIDS yang rendah dari pada pelajar yang mempunyai tingkat
pengetahuan tentang HIV/AIDS yang tinggi.
Sampai saat ini stigma dan diskriminasi diketahui tidak hanya dilakukan oleh
masyarakat awam tetapi juga oleh petugas kesehatan termasuk mahasiswa kesehatan. Maka
dari itu penulis mengambil responden Mahasiswa S1 keperawatan Stikes Muhammadiyah
Ciamis.
Melihat cukup tingginya kasus HIV dan AIDS yang ada di Kabupaten Ciamis, respon
penolakan, pengucilan dan penghakiman pada ODHA sangat rentan di kalangan muda.
Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan
mahasiswa S1 Keperawatan dan persepsi stigma terhadap ODHA di STIKes
Muhammadiyah Ciamis

1.2 Rumusan Masalah


Stigma masyarakat terhadap ODHA telah diakui sebagai pelanggaran Hak Asasi
Manusia (HAM) yang secara luas menjadi penghalang bagi respon masyarakat terhadap
HIV. ODHA masih kerap ditolak dan diusir dari keluarga dan komunitas, Hak atas
pendidikan dan hak atas pekerjaan dan pengobatan ODHA masih sering disangkal. Dari
hasil beberapa penelitian faktor yang berhubungan dengan stigma terhadap ODHA yaitu
persepsi dan tingkat pengetahuan yang diduga menjadi faktor dominan pemicu terjadinya
stigma di masyarakat. Stigma dan diskriminasi tidak saja dilakukan oleh masyarakat awam
yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang HIV/AIDS, tetapi juga oleh petugas
kesehatan termasuk mahasiswa kesehatan.
Rumusan masalah dalam penelitian yang akan dilakukan adalah Bagaimana Hubungan
Tingkat Pengetahuan Mahasiswa S1 Keperawatan dan Persepsi Stigma Terhadap ODHA di
STIKes Muhammadiyah Ciamis ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum :
Untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan mahasiswa S1
Keperawatan dan persepsi stigma terhadap ODHA di STIKes Muhammadiyah
Ciamis.
1.3.2 Tujuan khusus:
1. Mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan
stigma terhadap ODHA pada Mahasiswa S1 Keperawatan di Stikes
Muhammadiyah Ciamis
2. Mengetahui adanya hubungan antara sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma
terhadap ODHA pada Mahasiswa S1 Keerawatan di Stikes Muhammadiyah
Ciamis

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Mengembangkan ilmu pengetahuan tentang hubungan tingkat pengetahuan dan
persepsi stigma Mahasiswa S1 keperawatan terhadap ODHA di Stikes
Muhammadiyah Ciamis
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Penelitian ini diharapkan menambah informasi bagi mahasiswa serta dapat
menurunkan stigma mahasiswa terhadap ODHA.
b. Bagi petugas kesehatan
Menambah informasi bagi petugas kesehatan tentang pentingnya pengetahuan
kesehatan penularan HIV/AIDS dalam upaya pencegahan munculnya stigma
pada ODHA.
c. Bagi peneliti lain
Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitain yang berhubungan dengan masalah yang serupa.

1.5 Keaslian Penelitian


1. Hubungan tingkat pengetahuan dan persepsi dengan stigma masyarakat terhadap odha di
desa pandowoharjo, kecamatan sleman, kabupaten sleman oleh Aunana Finnajakh tahun
2019. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan
persepsi dengan stigma masyarakat terhadap ODHA di Desa Pandowoharjo, Kecamatan
Sleman, Kabupaten Sleman dengan menggunakan metode survey analitik dengan desain
cross-sectional dengan hasil penelitian menyimpulkan Ada hubungan persepsi dengan
stigma masyarakat terhadap ODHA (dan tidak ada hubungan tingkat pengetahuan
dengan stigma masyarakat terhadap ODHA. Terdapat perbedaan dengan penelitian yang
akan dilakukan dimana populasi dan sampel yaitu mahasiswa di STIKes Muhammadiyah
Ciamis sedangkan penelitian ini meleniti di Desa Pandowoharjo, Kecamatan Sleman,
Kabupaten Sleman.

2. Stigma masyarakat terhadap orang dengan HIV AIDS (ODHA) tahun 2017. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui stigma masyarakat terhadap ODHA di wilayah
Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri menggunakan metode kualtitatif dengan wawancara
mendalam dan pendekatan fenomenologi dengan hasil terdapat stigma simbolis, stigma
instrumental, dan stigma kesopanan/hukuman sosial di desa Menang Kecamatan Pagu.
Stigma simbolis berupa persepsi tentang HIV AIDS. Stigma instrumental berupa
ketakutan tertular saat berjabat tangan, ketakutan tertular apabila anak bermain dengan
anak penderita ODHA, ketakutan membeli makanan yang dijual penderita HIV-AIDS,
keprihatinaan atau rasa malu HIV-AIDS, stigma kesopanan/hukuman sosial berupa
menyalahkan atau menghakimi dan persepsi perilaku sex ODHA. Tedapat perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada variabel penelitian dimana pada
penelitian yang akan dilakukan meneliti tentang hubungan pengetahuan dan persepsi
stigma mahasiswat terhadap ODHA sedangkan pada penelitian ini mengenai bentuk-
bentuk stigma yang dilakukan masyarakat kepada ODHA.

3. Hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma terhadap ODHA pada siswa
kelas XI SMK VI Surabaya tahun 2016.penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
hubungan antara pengetahuan mengenai HIV/AIDS dan stigma terhadap Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) pada siswa SMK VI Surabaya.Penelitian ini merupakan penelitian
observasional analisis dengan design cross-sectional dengan hasil terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan mengenai HIV/AIDS dan stigma terhadap ODHA.
Terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan dimana pada penelitian ini
sampel yang digunakan adalah pada siswa kelas XI SMK VI Surabaya sedangkan pada
penelitian yang akan dilakukan sampel yang akan digunakan adalah mahasiswa dengan
rentang usia 19-25 tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
2.1 HIV / AIDS
a. Pengertian HIV / AIDS
HIV adalah Human Imunnedefinciency Virus (virus yang melemahkan daya
tubuh manusia). Virus ini adalah “retrovirus” yang menyerang sel-sel pembentukan
sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga fungsinya akan terhalang atau bahkan
hancur. Infeksi HIV menyebabkan kelemahan terus menerus pada sistem pertahanan
tubuh atau bisa disebut lemahnya kekebalan tubuh. . Dengan begitu seseorang tidak
mempunyai perlindungan lagi berhadapan dengan berbagai penyakit, yang pada
akhirnya tidak dapat dirawat lagi dan menuju dalam kematian. AIDS merupakan
syindrome dari bebagai gejala dan tanda-tanda penyakit yang terjadi oleh karena
lemahnya sistem kekebalan tubuh sebagai akibat dari infeksi HIV. AIDS adalah fase
terakhir dari penyakit HIV dan ditandai melalui munculnya berbagai infeksi yang
merupakan kelanjutan dari gagalnya daya tahan tubuh yang termasuk didalamnya
adalah radang paru-paru, penyakit-penyakit kulit, diare, dan radang selaput otak.
gejala gangguan saraf selanjutnya adalah hilangnya kesadaran dan terjadi gangguan
berjalan. Selain itu muncul banyak tumor seperti sarkom kaposi (Mu, 2019).
b. Tanda dan Gejala HIV/AIDS
Riwayat alamiah infeksi HIV dari tahap awal hingga ke tahap akhir AIDS
tergantung pada kekebalan dan kondisi individu, yang memerlukan waktu 2-15
tahun. Orang yang hidup dengan HIV umumnya tidak menyadari tentang status HIV
mereka tanpa tes HIV karena mereka terlihat sehat dan setelah beberapa minggu
terinfeksi, mereka mungkin mengalami tanda-tanda dan gejala atau hanya penyakit
seperti demam, sakit kepala, ruam atau sakit tenggorokan. Namun, HIV terus
berkembang dan menginfeksi sel T-Helper yang mengandung reseptor CD4 sampai
virus ini melemahkan system kekebalan tubuh dan menyebabkan gejala lebih lanjut,
termasuk pembengkakan kelenjar getah bening, penurunan berat badan, demam,diare
dan batuk dan juga penyakit berat berikutnya seperti tuberculosis, meningitis
kriptokokus dan kanker seperti limfoma dan sarcoma kaposi (Mu, 2019).
c. Transmisi HIV/AIDS

Di Indonesia ada dua acara utama penularan HIV/AIDS, pertama yaitu melalui
perilaku seksual yang tidak aman, kususnya dikalangan kelompok berisiko tinggi seperti
pekerja seks perempuan, homoseksual dan transgender laki-laki.  hal ini tercermin pada
masa Nabi Luth As, yang sesuai pada firman Allah SWT dalam Q.S Al A’raaf Ayat 80-
87.

“Dan (kami telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa
kamu melakukan perbuatan keji?”, sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu
kepada sesama laki-laki bukan kepada perempuan. Kamu merupakan kaum yang
melampaui batas. “usir mereka (Luth dan pengikutnya) dari negeri ini. kemudian
kami selamatkan dan pengikutnya kecuali istrinya. Dan kami hujani mereka dengan
hujan batu.”

Kedua, trasmisi juga terjadi melalui praktik- praktik yang tidak aman dari
penggunaan narkoba suntik.
Umumnya, Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat masuk kedalam
tubuh melalui tiga cara, yaitu dengan hubungan seksual (Vaginal,anal dan oral seks),
penggunaan jarum yang tidak steril atau terkontaminasi dengan HIV di fasilitas
kesehatan, penggunaan narkoba suntik atau tato/tindik, penularan dari ibu yang
terinfeksi HIV ke janin yang ada dalam rahim yang dikenal sebagai penularan HIV
dari ibu ke anak (Mother to Child HIV Transmission/MTCT).

HIV AIDS adalah musibah bagi penderita yang tak melakukan hal-hal yang
Menyimpang agama  karena adanya penularan dari pengidap HIV. Bahaya penyakit
ini tidak hanya mengancam pelaku perbuatan terkutuk itu saja, namun juga akan
menyebar kepada orang lain. Padahal Islam adalah agama yang melarang terjadinya
bahaya (dharar) pada umat manusia. Rasulullah SAW bersabda,"Tidak  boleh
menimpakan bahaya pada diri sendiri dan juga bahaya bagi orang  lain dalam Islam
(laa dharara wa laa dhiraara fi al-islam)." (HR Ibnu Majah no 2340, Ahmad 1/133;
hadits sahih).

d. Pencegahan HIV/AIDS
Upaya pencegahan HIV/AIDS dapat berjalan efektif apabila adanya komitmen
masyarakat dan pemerintah untuk mencegah atau mengurangi perilaku risiko tinggi
terhadap penularan HIV. Berikut ini merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan
dalam mencegah penularan HIV/AIDS:
1. Melakukan penyuluhan kesehatan di sekolah dan masyarakat mengenai perilaku
risiko tinggi yang dapat menularkan HIV.
2. Tidak melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, atau hanya
berhubungan seks dengan satu orang saja yang diketahui tidak terinfeksi HIV.
3. Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual Penggunaan kondom
yang benar saat melakukan hubungan seks baik vaginal, anal, dan oral dapat
melindungi terhadap penyebaran Infeksi Menular Seksual (IMS).
4. Menyediakan fasilitas konseling dan tes HIV sukarela (Voluntary Counselling
and testing/VCT).
5. Konseling dan tes HIV secara sukarela ini sangat disarankan untuk semua orang
yang terkena salah satu faktor risiko sehingga mereka mengetahui status infeksi
serta dapat melakukan pencegahan dan pengobatan dini.
6. Melakukan sunat bagi laki-laki yang dilakukan oleh professional kesehatan
terlatih dan sesuai dengan aturan medis dapat mengurangi risiko infeksi HIV
melalui hubungan heteroseksual sekitar 60%.
7. Menggunakan Antiretroviral (ART). Sebuah percobaan yang dilakukan pada
tahun 2011 telah mengkonfirmasi bahwa orang HIV-positif yang telah mematuhi
pengobatan Antiretroviral (ART), dapat mengurangi risiko penularan HIV
kepada pasangan seksual HIV-negatif sebesar 96%.
8. Pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) bagi pengguna narkoba suntikan.
Pengguna narkoba suntikan dapat melakukan pencegahan terhadap infeksi HIV
dengan menggunakan alat suntik steril untuk setiap injeksi atau tidak berbagai
jarum suntik kepada pengguna lain.
9. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (Prevention of Mother to Child HIV
Transmission/PMTCT).
10. Penularan HIV dari ibu ke anak (Mother to Child HIV Transmission/MTCT)
selama kehamilan, persalinan, atau menyusui jika tidak diberikan intervensi
maka tingkat penularan HIV dari ibu ke anak dapat mencapai 15-45%. WHO
merekomendasikan, pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dapat dilakukan
dengan cara pemberian ARV untuk ibu dan bayi selama kehamilan, persalinan
dan pasca persalinan dan memberikan pengobatan untuk wanita hamil dengan
HIV positif.
11. Melakukan tindakan kewaspadaan universal bagi petugas kesehatan Bagi
petugas kesehatan, harus berhati-hati dalam menangani pasien, memakai dan
membuang jarum suntik agar tidak tertusuk, menggunakan APD (sarung tangan
lateks, pelindung mata dan alat pelindung lainnya) untuk menghindari kontak
dengan darah atau cairan yang kemungkinan terinfeksi HIV. Setiap tetes darah
pasien yang mengenai tubuh harus segera dicuci dengan air dan sabun. Tindakan
kehati-hatian ini harus dilakukan pada semua pasien dan semua prosedur
laboratorium (tindakan kewaspadaan universal) (Tools, 2017).
e. Pengobatan
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat diatasi dengan kombinasi
Antiretriviral (ART) yang terdiri dari 3 atau lebih obat ART. ART ini bukan
merupakan obat yang dapat menyembuhkan infeksi HIV, tetapi hanya mengontrol
replikasi virus pada tubuh penderita serta memperkuat sistem kekebalan tubuh
sehingga infeksi HIV tidak menjadi lebih parah (Logie, Newman, Weaver,
Roungkraphon, & Tepjan, 2016).

2.2 Stigma HIV


a. Definisi Stigma HIV
Stigma merupakan atribut, perilaku atau reputasi sosial yang mendiskreditkan
dengan cara tertentu. Stigma HIV juga merupakan prasangka yang muncul dengan
melabeli seseorang sebagai bagian dari kelompok itu yang diyakini secara sosial
tidak dapat diterima. Stigma berbeda dengan diskriminasi yang memiliki arti perilaku
yang sebenarnya. Diskriminasi berarti memperlakukan satu orang berbeda dari yang
lain dengan cara seperti itu tidak adil. Misalnya, memperlakukan satu orang lebih
sedikit hanya karena dia memiliki HIV. Menururt Aggrey Chibuye (2011) stigma
dipengaruhi orang dalam banyak hal:
1. Pekerja kesehatan yang melakukan perjalanan ke klinik yang jauh untuk
mendapatkan pasokan bulanannya antiretrovirals, takut bahwa rekan-rekannya
akan menemukan bahwa dia positif HIV.
2. Dokter yang melakukan uji tes HIV sendiri dan mengobati diri sendiri, dan tidak
pernah mendiskusikan status HIV nya kepada siapa pun karena takut kehilangan
kredibilitas profesional.
3. Wanita yang diancam dengan kekerasan dan dicabut haknya oleh keluarganya
ketika dia mengungkapkan statusnya.
4. Pihak sekolah yang meminta anak yatim untuk berbaris secara terpisah dari anak-
anak lain, tidak memikirkan dampak pada anak yatim di taman bermain.
5. Pedagang yang kiosnya diboikot oleh komunitas yang menakutkan ketika ada
desas-desus menyebar tentang status HIV-nya.
6. Institusi militer tanpa kebijakan yang jelas tentang HIV, tetapi petugas tahu
bahwa jika mereka 'sakit' maka mereka tidak bisa lagi melayani (Ardani &
Handayani, 2017).
b. Faktor-Faktor Terbentuknya Stigma
1. Pengetahuan
Stigma terbentuk karena ketidaktahuan, kurangnya pengetahuan tentang
HIV/AIDS dan kesalahpahaman tentang penularan HIV. Pengetahuan adalah
hasil tahu dari informasi yang ditangkap oleh panca indera. Pengetahuan
dipengaruhi oleh faktor pendidikan, pekerjaan, umur, lingkungan, sosial dan
budaya.
2. Persepsi
Persepsi terhadap seseorang yang berbeda dari orang lain dapat
mempengaruhi perilaku dan sikap terhadap orang tersebut. Stigma bisa
berhubungan dengan persepsi seperti :
 Penyakit yang diderita dianggap berhubungan dengan perilaku menyimpang.
 Dipandang sebagai penyakit karena perilakunya sendiri sehingga menjadi
tanggung jawab individu.
 Dianggap menularkan dan mengancam masyarakat sekitarnya.
3. Kepatuhan Agama
Kepatuhan agama bisa mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang.
Seseorang yang patuh pada nilai-nilai agama bisa mempengaruhi peran dalam
kinerja bekerja dalam pelayanan kesehatan khususnya terkait HIV (Puspita et al.,
2017).
c. Proses Pemberian Stigma
Proses pemberin stugma terjadi dalam 3 tahap yaitu :
1. Proses interpretasi, pelanggaran norma yang terjadi dalam masyarakat, akan
tetapi pelanggaran norma lah yang di interpretasikan oleh masyaarakat sebagai
suatu penyimpangan perilaku yang akan menimbulkan stigma
2. Proses pendefinisian orang yang dianggap berperilaku menyimpang, setelah pada
tahap pertama dilakukan dimana terjadinya interpretasi terhadap perilaku yang
menyimpang. Dan karena itu, pendefinisian orang yang dianggap berperilaku
menyimpang oleh masyarakat.
3. Perilaku diskriminatif, tahap selanjutnya setelah tahap pendefinisian yang akan
memberikan perilaku membedakan dari masyarakat.
d. Akibat Stigma
1. Odha sulit mencari bantuan
2. Stigma membuat semakin sulit memulihkan kehidupan normal karena dapat
menyebabkan menarik diri dari masyakat
3. Stigma menyebabkan diskriminasi sehingga suit mendapatkan akomodasi dan
pekerjaan
4. Masyarakat bisa lebih kasar dan kurang manusiawi
5. Keluarga akan lebih merasa terhina dan terganggu
B. Landasar Teori

Salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan Human
Imunnodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) di
Indonesia adalah masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan
HIV/AIDS (ODHA). Stigma berasal dari pikiran seorang individu atau masyarakat yang
memercayai bahwa penyakit AIDSmerupakan akibat dari perilaku amoral yang tidak
dapat diterima oleh masyarakat.
Stigma terhadap ODHA memiliki dampak yang besar bagi program pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS termasuk kualitas hidup ODHA. Populasi berisiko akan
merasa takut untuk melakukan tes HIV karena apabila terungkap hasilnya reaktif akan
menyebabkan mereka dikucilkan. Dengan Pengetahuan dan pendidikan yang
rendah,stigma dan diskriminasi ODHA masih banyak terjadi di masyarakat Orang yang
memiliki pengetahuan cukup tentang faktor risiko, transmisi, pencegahan, dan
pengobatan HIV/AIDS cenderung tidak takut dan tidak memberikan stigma terhadap
ODHA. Selain pengetahuan yang kurang, pengalaman atau sikap negatif terhadap
penularan HIV dianggap sebagai faktor yang dapat memengaruhi munculnya stigma dan
diskriminasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Soetji Andari (2015) yang mengatakan bahwa
pada dasarnya orang yang mendiskriminasi ODHA karena orang tersebut tidak paham
akan penyakit HIV/AIDS dan penularannya. Mereka belum pernah membayangkan bila
mereka juga suatu saat terinfeksi HIV AIDS. Dari fakta dilapangan pengetahuan
masyarakat tentang penyakit HIV/AIDS, bahwa penularan penyakit tersebut dapat terjadi
melalui hubungan intim saja, padahal penyakit ini bisa saja tertular melalui berbagai cara
seperti jarum suntik yang digunakan bersama-sama, dan transfusi darah. Pengetahuan
masyarakat tentang penyebaran HIV/AIDS masih rendah, mereka memiliki ketakutan
yang besar terhadap penderita HIV/AIDS karena minimnya pengetahuan tentang pola
penularan HIV/AIDS.

Sampai saat ini stigma dan diskriminasi diketahui tidak hanya dilakukan oleh
masyarakat awam tetapi juga oleh petugas kesehatan termasuk mahasiswa kesehatan.

C. Kerangka Konsep
Pengetahuan
Mahasiswa

Penyakit
Persepsi Mahasiswa
HIV/AIDS dan

Stigma Mahasiswa

Keterangan :

: Variabel Independen

: : Variabel Dependen

: : Variabel yang tidak diteliti

D. Hipotesis
Hipotesis penelitien ditetapkan pada penelitian ini adalah :

Adanya pengaruh pengetahuan dengan persepsi stigma terhadap ODHA pada mahasiswa S1
keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis.

Anda mungkin juga menyukai