PROPOSAL SKRIPSI
Oleh:
FANNY RIFATUL FUADAH
1703277090
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya pula. QS. Al-Zalzalah [99]: 7-8.
Adanya stigma pada ODHA akan mengakibatkan berbagai dampak seperti isolasi sosial,
depresi, stres, dan harga diri rendah sehingga berpengaruh pada kualitas hidup. Akibat dari
diskriminasi ini banyak ODHA yang tidak berani untuk keluar rumah untuk berinteraksi
dengan lingkungannya. Tingginya penolakan masyarakat dan lingkungan akan kehadiran
orang yang terinfeksi HIV/AIDS juga menyebabkan ODHA harus hidup menyembunyikan
status, bahkan ada kasus ODHA yang pergi meninggalkan kampung halamannya untuk
pindah ke daerah lain, dimana daerah tersebut belum mengetahui status mereka, hal ini
menyebabkan petugas kesehatan sulit dalam memantau baik dalam pengobatan maupun
dalam penularan ke orang lain.penyebarluasan status HIV dan penolakan dalam lingkup
kegiatan kemasyarakatan seperti dunia pendidikan, dunia kerja, dan layanan kesehatan
Terhadap orang sakit, apapun sebabnya harus tetap mendapatkan tempat khusus dalam
masyarakat islam, dengan memberikan bantuan moril maupun materiil, sehingga mereka
tidak terkucil, Rasulullah SAW, bersabda :
Barangsiapa membesuk orang sakit, maka akan ada Malaikat yang menyerunya dari
langit ‘ engkau telah berbuat baik dan baik pula langkahmu dan engkau akan menempati
rumah di surga kelak’.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Aunana (2019) menunjukan bahwa terdapat
hubungan persepsi dengan stigma masyarakat terhadap ODHA dimana sebagian masyarakat
memberikan stigma terhadap ODHA sebesar 63,3%.
Namun, berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ni’mal (2017) yang
menyebutkan bahwa tingkat pengetahuan tidak bermakna secara signifikan terhadap sikap
stigma ODHA. Melainkan ada faktor yang lebih mempengaruhi stigma yaitu usia dan jenis
kelami. (Ni’mal Baroya, 2017).
Sedangkan, menurut penelitian Sosodoro (2009) pada pelajar usia 15-25 tahun
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan stigma
terhadap ODHA, dengan hasil stigma terhadap ODHA lebih banyak pada pelajar dengan
tingkat pengetahuan HIV/AIDS yang rendah dari pada pelajar yang mempunyai tingkat
pengetahuan tentang HIV/AIDS yang tinggi.
Sampai saat ini stigma dan diskriminasi diketahui tidak hanya dilakukan oleh
masyarakat awam tetapi juga oleh petugas kesehatan termasuk mahasiswa kesehatan. Maka
dari itu penulis mengambil responden Mahasiswa S1 keperawatan Stikes Muhammadiyah
Ciamis.
Melihat cukup tingginya kasus HIV dan AIDS yang ada di Kabupaten Ciamis, respon
penolakan, pengucilan dan penghakiman pada ODHA sangat rentan di kalangan muda.
Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan
mahasiswa S1 Keperawatan dan persepsi stigma terhadap ODHA di STIKes
Muhammadiyah Ciamis
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum :
Untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan mahasiswa S1
Keperawatan dan persepsi stigma terhadap ODHA di STIKes Muhammadiyah
Ciamis.
1.3.2 Tujuan khusus:
1. Mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan
stigma terhadap ODHA pada Mahasiswa S1 Keperawatan di Stikes
Muhammadiyah Ciamis
2. Mengetahui adanya hubungan antara sikap tentang HIV/AIDS dengan stigma
terhadap ODHA pada Mahasiswa S1 Keerawatan di Stikes Muhammadiyah
Ciamis
2. Stigma masyarakat terhadap orang dengan HIV AIDS (ODHA) tahun 2017. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui stigma masyarakat terhadap ODHA di wilayah
Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri menggunakan metode kualtitatif dengan wawancara
mendalam dan pendekatan fenomenologi dengan hasil terdapat stigma simbolis, stigma
instrumental, dan stigma kesopanan/hukuman sosial di desa Menang Kecamatan Pagu.
Stigma simbolis berupa persepsi tentang HIV AIDS. Stigma instrumental berupa
ketakutan tertular saat berjabat tangan, ketakutan tertular apabila anak bermain dengan
anak penderita ODHA, ketakutan membeli makanan yang dijual penderita HIV-AIDS,
keprihatinaan atau rasa malu HIV-AIDS, stigma kesopanan/hukuman sosial berupa
menyalahkan atau menghakimi dan persepsi perilaku sex ODHA. Tedapat perbedaan
dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada variabel penelitian dimana pada
penelitian yang akan dilakukan meneliti tentang hubungan pengetahuan dan persepsi
stigma mahasiswat terhadap ODHA sedangkan pada penelitian ini mengenai bentuk-
bentuk stigma yang dilakukan masyarakat kepada ODHA.
3. Hubungan pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan stigma terhadap ODHA pada siswa
kelas XI SMK VI Surabaya tahun 2016.penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
hubungan antara pengetahuan mengenai HIV/AIDS dan stigma terhadap Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) pada siswa SMK VI Surabaya.Penelitian ini merupakan penelitian
observasional analisis dengan design cross-sectional dengan hasil terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan mengenai HIV/AIDS dan stigma terhadap ODHA.
Terdapat perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan dimana pada penelitian ini
sampel yang digunakan adalah pada siswa kelas XI SMK VI Surabaya sedangkan pada
penelitian yang akan dilakukan sampel yang akan digunakan adalah mahasiswa dengan
rentang usia 19-25 tahun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
2.1 HIV / AIDS
a. Pengertian HIV / AIDS
HIV adalah Human Imunnedefinciency Virus (virus yang melemahkan daya
tubuh manusia). Virus ini adalah “retrovirus” yang menyerang sel-sel pembentukan
sistem kekebalan tubuh manusia, sehingga fungsinya akan terhalang atau bahkan
hancur. Infeksi HIV menyebabkan kelemahan terus menerus pada sistem pertahanan
tubuh atau bisa disebut lemahnya kekebalan tubuh. . Dengan begitu seseorang tidak
mempunyai perlindungan lagi berhadapan dengan berbagai penyakit, yang pada
akhirnya tidak dapat dirawat lagi dan menuju dalam kematian. AIDS merupakan
syindrome dari bebagai gejala dan tanda-tanda penyakit yang terjadi oleh karena
lemahnya sistem kekebalan tubuh sebagai akibat dari infeksi HIV. AIDS adalah fase
terakhir dari penyakit HIV dan ditandai melalui munculnya berbagai infeksi yang
merupakan kelanjutan dari gagalnya daya tahan tubuh yang termasuk didalamnya
adalah radang paru-paru, penyakit-penyakit kulit, diare, dan radang selaput otak.
gejala gangguan saraf selanjutnya adalah hilangnya kesadaran dan terjadi gangguan
berjalan. Selain itu muncul banyak tumor seperti sarkom kaposi (Mu, 2019).
b. Tanda dan Gejala HIV/AIDS
Riwayat alamiah infeksi HIV dari tahap awal hingga ke tahap akhir AIDS
tergantung pada kekebalan dan kondisi individu, yang memerlukan waktu 2-15
tahun. Orang yang hidup dengan HIV umumnya tidak menyadari tentang status HIV
mereka tanpa tes HIV karena mereka terlihat sehat dan setelah beberapa minggu
terinfeksi, mereka mungkin mengalami tanda-tanda dan gejala atau hanya penyakit
seperti demam, sakit kepala, ruam atau sakit tenggorokan. Namun, HIV terus
berkembang dan menginfeksi sel T-Helper yang mengandung reseptor CD4 sampai
virus ini melemahkan system kekebalan tubuh dan menyebabkan gejala lebih lanjut,
termasuk pembengkakan kelenjar getah bening, penurunan berat badan, demam,diare
dan batuk dan juga penyakit berat berikutnya seperti tuberculosis, meningitis
kriptokokus dan kanker seperti limfoma dan sarcoma kaposi (Mu, 2019).
c. Transmisi HIV/AIDS
Di Indonesia ada dua acara utama penularan HIV/AIDS, pertama yaitu melalui
perilaku seksual yang tidak aman, kususnya dikalangan kelompok berisiko tinggi seperti
pekerja seks perempuan, homoseksual dan transgender laki-laki. hal ini tercermin pada
masa Nabi Luth As, yang sesuai pada firman Allah SWT dalam Q.S Al A’raaf Ayat 80-
87.
“Dan (kami telah mengutus) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa
kamu melakukan perbuatan keji?”, sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu
kepada sesama laki-laki bukan kepada perempuan. Kamu merupakan kaum yang
melampaui batas. “usir mereka (Luth dan pengikutnya) dari negeri ini. kemudian
kami selamatkan dan pengikutnya kecuali istrinya. Dan kami hujani mereka dengan
hujan batu.”
Kedua, trasmisi juga terjadi melalui praktik- praktik yang tidak aman dari
penggunaan narkoba suntik.
Umumnya, Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat masuk kedalam
tubuh melalui tiga cara, yaitu dengan hubungan seksual (Vaginal,anal dan oral seks),
penggunaan jarum yang tidak steril atau terkontaminasi dengan HIV di fasilitas
kesehatan, penggunaan narkoba suntik atau tato/tindik, penularan dari ibu yang
terinfeksi HIV ke janin yang ada dalam rahim yang dikenal sebagai penularan HIV
dari ibu ke anak (Mother to Child HIV Transmission/MTCT).
HIV AIDS adalah musibah bagi penderita yang tak melakukan hal-hal yang
Menyimpang agama karena adanya penularan dari pengidap HIV. Bahaya penyakit
ini tidak hanya mengancam pelaku perbuatan terkutuk itu saja, namun juga akan
menyebar kepada orang lain. Padahal Islam adalah agama yang melarang terjadinya
bahaya (dharar) pada umat manusia. Rasulullah SAW bersabda,"Tidak boleh
menimpakan bahaya pada diri sendiri dan juga bahaya bagi orang lain dalam Islam
(laa dharara wa laa dhiraara fi al-islam)." (HR Ibnu Majah no 2340, Ahmad 1/133;
hadits sahih).
d. Pencegahan HIV/AIDS
Upaya pencegahan HIV/AIDS dapat berjalan efektif apabila adanya komitmen
masyarakat dan pemerintah untuk mencegah atau mengurangi perilaku risiko tinggi
terhadap penularan HIV. Berikut ini merupakan upaya-upaya yang dapat dilakukan
dalam mencegah penularan HIV/AIDS:
1. Melakukan penyuluhan kesehatan di sekolah dan masyarakat mengenai perilaku
risiko tinggi yang dapat menularkan HIV.
2. Tidak melakukan hubungan seks dengan berganti-ganti pasangan, atau hanya
berhubungan seks dengan satu orang saja yang diketahui tidak terinfeksi HIV.
3. Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual Penggunaan kondom
yang benar saat melakukan hubungan seks baik vaginal, anal, dan oral dapat
melindungi terhadap penyebaran Infeksi Menular Seksual (IMS).
4. Menyediakan fasilitas konseling dan tes HIV sukarela (Voluntary Counselling
and testing/VCT).
5. Konseling dan tes HIV secara sukarela ini sangat disarankan untuk semua orang
yang terkena salah satu faktor risiko sehingga mereka mengetahui status infeksi
serta dapat melakukan pencegahan dan pengobatan dini.
6. Melakukan sunat bagi laki-laki yang dilakukan oleh professional kesehatan
terlatih dan sesuai dengan aturan medis dapat mengurangi risiko infeksi HIV
melalui hubungan heteroseksual sekitar 60%.
7. Menggunakan Antiretroviral (ART). Sebuah percobaan yang dilakukan pada
tahun 2011 telah mengkonfirmasi bahwa orang HIV-positif yang telah mematuhi
pengobatan Antiretroviral (ART), dapat mengurangi risiko penularan HIV
kepada pasangan seksual HIV-negatif sebesar 96%.
8. Pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) bagi pengguna narkoba suntikan.
Pengguna narkoba suntikan dapat melakukan pencegahan terhadap infeksi HIV
dengan menggunakan alat suntik steril untuk setiap injeksi atau tidak berbagai
jarum suntik kepada pengguna lain.
9. Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (Prevention of Mother to Child HIV
Transmission/PMTCT).
10. Penularan HIV dari ibu ke anak (Mother to Child HIV Transmission/MTCT)
selama kehamilan, persalinan, atau menyusui jika tidak diberikan intervensi
maka tingkat penularan HIV dari ibu ke anak dapat mencapai 15-45%. WHO
merekomendasikan, pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dapat dilakukan
dengan cara pemberian ARV untuk ibu dan bayi selama kehamilan, persalinan
dan pasca persalinan dan memberikan pengobatan untuk wanita hamil dengan
HIV positif.
11. Melakukan tindakan kewaspadaan universal bagi petugas kesehatan Bagi
petugas kesehatan, harus berhati-hati dalam menangani pasien, memakai dan
membuang jarum suntik agar tidak tertusuk, menggunakan APD (sarung tangan
lateks, pelindung mata dan alat pelindung lainnya) untuk menghindari kontak
dengan darah atau cairan yang kemungkinan terinfeksi HIV. Setiap tetes darah
pasien yang mengenai tubuh harus segera dicuci dengan air dan sabun. Tindakan
kehati-hatian ini harus dilakukan pada semua pasien dan semua prosedur
laboratorium (tindakan kewaspadaan universal) (Tools, 2017).
e. Pengobatan
Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dapat diatasi dengan kombinasi
Antiretriviral (ART) yang terdiri dari 3 atau lebih obat ART. ART ini bukan
merupakan obat yang dapat menyembuhkan infeksi HIV, tetapi hanya mengontrol
replikasi virus pada tubuh penderita serta memperkuat sistem kekebalan tubuh
sehingga infeksi HIV tidak menjadi lebih parah (Logie, Newman, Weaver,
Roungkraphon, & Tepjan, 2016).
Salah satu hambatan paling besar dalam pencegahan dan penanggulangan Human
Imunnodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) di
Indonesia adalah masih tingginya stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan
HIV/AIDS (ODHA). Stigma berasal dari pikiran seorang individu atau masyarakat yang
memercayai bahwa penyakit AIDSmerupakan akibat dari perilaku amoral yang tidak
dapat diterima oleh masyarakat.
Stigma terhadap ODHA memiliki dampak yang besar bagi program pencegahan
dan penanggulangan HIV/AIDS termasuk kualitas hidup ODHA. Populasi berisiko akan
merasa takut untuk melakukan tes HIV karena apabila terungkap hasilnya reaktif akan
menyebabkan mereka dikucilkan. Dengan Pengetahuan dan pendidikan yang
rendah,stigma dan diskriminasi ODHA masih banyak terjadi di masyarakat Orang yang
memiliki pengetahuan cukup tentang faktor risiko, transmisi, pencegahan, dan
pengobatan HIV/AIDS cenderung tidak takut dan tidak memberikan stigma terhadap
ODHA. Selain pengetahuan yang kurang, pengalaman atau sikap negatif terhadap
penularan HIV dianggap sebagai faktor yang dapat memengaruhi munculnya stigma dan
diskriminasi.
Hal ini sesuai dengan pendapat Soetji Andari (2015) yang mengatakan bahwa
pada dasarnya orang yang mendiskriminasi ODHA karena orang tersebut tidak paham
akan penyakit HIV/AIDS dan penularannya. Mereka belum pernah membayangkan bila
mereka juga suatu saat terinfeksi HIV AIDS. Dari fakta dilapangan pengetahuan
masyarakat tentang penyakit HIV/AIDS, bahwa penularan penyakit tersebut dapat terjadi
melalui hubungan intim saja, padahal penyakit ini bisa saja tertular melalui berbagai cara
seperti jarum suntik yang digunakan bersama-sama, dan transfusi darah. Pengetahuan
masyarakat tentang penyebaran HIV/AIDS masih rendah, mereka memiliki ketakutan
yang besar terhadap penderita HIV/AIDS karena minimnya pengetahuan tentang pola
penularan HIV/AIDS.
Sampai saat ini stigma dan diskriminasi diketahui tidak hanya dilakukan oleh
masyarakat awam tetapi juga oleh petugas kesehatan termasuk mahasiswa kesehatan.
C. Kerangka Konsep
Pengetahuan
Mahasiswa
Penyakit
Persepsi Mahasiswa
HIV/AIDS dan
Stigma Mahasiswa
Keterangan :
: Variabel Independen
: : Variabel Dependen
D. Hipotesis
Hipotesis penelitien ditetapkan pada penelitian ini adalah :
Adanya pengaruh pengetahuan dengan persepsi stigma terhadap ODHA pada mahasiswa S1
keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis.