Anda di halaman 1dari 7

STOP STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA

MELALUI PROGRAM SYMPATHETIC


(Self-actualization of people with Human Immunodeficiency Virus /
Acquired Immunodeficiency Syndrome)

Disusun oleh:

ANITA YUSTIKA (04164343)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL


YOGYAKARTA
2018
STOP STIGMA DAN DISKRIMINASI ODHA
MELALUI PROGRAM SYMPATHETIC
(Self-actualization of people with Human Immunodeficiency Virus /
Acquired Immunodeficiency Syndrome)

Anita Yustika
STIKes Surya Global Yogyakarta

PENDAHULUAN
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh Human Immunodefficiency Virus (HIV). Virus ini menyerang
sel darah putih sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh. Jika hal tersebut
terjadi, maka tubuh menjadi rentan terhadap penyakit. Tubuh yang lemah dan tidak
berdaya melawan penyakit menyebabkan berkembangnya kuman penyakit.
HIV/ AIDS menular melalui kontak seksual yaitu terdapat pada cairan sperma dan
cairan vagina, alat suntik yang terkontaminasi seperti penggunaan narkoba suntik,
dan juga penularan melalui ibu ke janin (Shaluhiyah dalam Sistiarani, 2018).
Kondisi kasus HIV/ AIDS berdasarkan Sistem Informasi HIV/ AIDS dan
IMS (SIHA) pada triwulan 2017 menunjukkan beberapa fakta yang membutuhkan
perhatian lebih untuk dapat mencegah dan menanggulanginya. Jumlah infeksi
HIV dilaporkan sebanyak 10.376 orang sedangkan jumlah penderita AIDS
mencapai 673 orang pada triwulan 2017. Persentase kasus HIV tertinggi
dilaporkan pada kelompok usia 25-49 tahun yaitu sebanyak 69,6 persen,
sedangkan kasus AIDS tertinggi pada rentang usia 30-39 tahun yaitu sebesar 38,6
persen. Jumlah penderita AIDS pada ibu rumah tangga sebesar 12,3 persen
(Sistiarani, 2018).
Pada tahun 2018 terjadi peningkatan penderita HIV (Human
Imminodeficiency Virus) di Kota Yogyakarta, yang mana sampai triwulan kedua
ditemukan sebanyak 315 penderita baru dan 39 diantarnya sudah masuk ke tahap
Aids (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). Penderita terbanyak ada di usia
20-29 tahun yakni 1402. Sedangkan penderita usia 30-39 ada diangka 1229.
Kabupaten Bantul berada di urutan ke tiga tertinggi ODHA setelah Kota
2
Yogyakarta dan disusul oleh Kabupaten Sleman (Rini dalam Umayah, 2018).
Dengan masih tingginya kasus penderita HIV/AIDS perlunya pencegahan
dan penanggulangan kompherenshif, namun pada dasarnya dalam pencegahan dan
penanggulangan HIV/AIDS memiliki satu hambatan besar seperti masih tingginya
stigma dan diskriminasi masyarakat terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Stigma berasal dari pikiran seorang individu atau masyarakat yang memercayai
bahwa penyakit AIDS merupakan akibat dari perilaku amoral yang tidak dapat
diterima oleh masyarakat. Stigma terhadap ODHA tergambar dalam sikap sinis,
perasaan ketakutan yang berlebihan, dan pengalaman negatif terhadap ODHA.
Banyak yang beranggapan bahwa orang yang terinfeksi HIV/AIDS layak
mendapatkan hukuman akibat perbuatannya sendiri. Mereka juga beranggapan
bahwa ODHA adalah orang yang bertanggung jawab terhadap penularan
HIV/AIDS (Maman dalam Shaluhiyah, 2015). Hal inilah yang menyebabkan orang
dengan infeksi HIV menerima perlakuan yang tidak adil, diskriminasi, dan stigma
karena penyakit yang diderita. Isolasi sosial, penyebarluasan status HIV dan
penolakan dalam pelbagai lingkup kegiatan kemasyarakatan seperti dunia
pendidikan, dunia kerja, dan layanan kesehatan merupakan bentuk stigma yang
banyak terjadi (Gramling dalam Shaluhiyah, 2015).
Keluarga merupakan lingkungan terdekat yang berinteraksi dengan ODHA,
Selain keluarga, tokoh masyarakat merupakan salah satu faktor lingkungan
sosial memiliki peranan penting terjadinya stigma terhadap ODHA. Apabila
seorang tokoh masyarakat memberikan stigma terhadap ODHA, masyarakat di
sekitarnya memiliki kemungkinan juga akan terpengaruh untuk melakukan hal
yang sama. Reaksi masyarakat terhadap ODHA memiliki efek besar pada ODHA.
Apabila reaksi masyarakat bermusuhan, seorang penderita HIV dapat merasakan
adanya diskriminasi dan kemungkinan dapat meninggalkan rumah atau
menghindari aktivitas sehari–hari seperti berbelanja, bersekolah, dan
bersosialisasi dengan masyarakat (Subendi dalam Shahuliyah, 2015).
Pada dasarnya, tokoh masyarakat berperan penting dalam menurunkan
terjadinya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA karena tokoh-tokoh lokal
merupakan model atau contoh yang biasanya menjadi panutan masyarakat,
terutama pada masyarakat di daerah pedesaan. Tindakan dan sikap mereka
dijadikan referensi oleh masyarakat dalam mengubah perilaku sehat, termasuk
3
yang terkait dengan penularan HIV dan menurunkan stigma terhadap ODHA.
Berdasarkan pemaparan di atas maka perlunya program yang dapat
membantu ODHA dalam meminimalisir stigma dan diskriminasi masyarakat
serta meningkatkan kualitas hidupnya, maka dari itu menulis mengangkat
pentingnya penerapan program Sympathetic (Self-actualization of people with
Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome).
Apakah yang dimaksud dengan program Sympathetic ? Bagaimanakah model
penerapannya ? Seberapa penting dan bermanfaatkah program Sympathetic bagi
ODHA ?
ISI
Program Symphathetic atau kepanjangan dari Self-actualization of people
with Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome
adalah program aktualisasi diri ODHA untuk meningkatkan kualitas hidupnya
dengan aktif melakukan kegiatan bermasyarakat, mampu mengeksplor
kemampuan dirinya, menciptakan citra positif, bermanfaat bagi masyarakat
sekitar, dapat menginspirasi dan membantu ODHA lainnya untuk membina
kehidupan dengan baik serta menjalani kehidupan dengan tenteram. Program ini
bertujuan untuk membantu ODHA menunjukkan aktualisasi dirinya dan
meminimalisir stigma negatif serta perlakuan diskriminatif dari masyarakat.
Adapun program Symphathetic (Self-actualization of people with Human
Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome) ini lebih
ditujukan kepada program pemerintah yang berbasis masyarakat dan melibatkan
tenaga medis kesehatan dalam menanggulangi stigma negatif dan diskriminasi
masyarakat serta membantu dalam meningkatkan kualitas hidup ODHA dengan
memaksimalkan sisa hidup ODHA dengan kegiatan-kegiatan bermanfaat dan
tetap beribadah, berkarya, berprestasi dan juga sebagai upaya promotif dan
preventif penularan HIV/AIDS, dengan metode penerapan program yang penulis
usulkan berdasarkan setiap prosesnya, yaitu sebagai berikut :
1. Setiap daerah mengumpulkan data ODHA
Pemerintah melakukan pengumpulan data ODHA di setiap daerah,
dengan data yang diperoleh baik melaui rumah sakit, puskesmas ataupun
pelayanan kesehatan setempat. Dengan adanya pengumpulan data ini dapat

4
membantu dalam memantau, mengembangkan informasi dan sebagai data
dalam mengumpulkan ODHA di setiap daerah untuk bersatu dalam sebuah
ikatan yang dapat meningkatkan kualitas hidup ODHA dengan aktualisasi diri.
2. Bekerjasama dengan konselor, tenaga medis dan advokasi
Dengan kerjasama pemerintah bersama dengan konselor ataupun tenaga
medis kesehatan dan advokasi di setiap daerah dapat memudahkan dalam
menjalankan program Symphathetic. ODHA yang melakukan pemeriksaan
ataupun telah positif terjangkit HIV yang memeriksakan diri melalui tenaga
medis kesehatan ataupun ODHA yang mengunjungi konselor akan
menyarankan ODHA untuk mengikuti program Symphathetic oleh pemerintah
agar ODHA dapat memiliki keberanian untuk membuka status diri dan melebur
dalam suatu perkumpulan, membukakan jalan untuk memantapkan langkah
memasuki dunia yang lebih ramah, jauh dari stigma dan diskriminasi
masyarakat.
3. Membangun perkumpulan ikatan ODHA
Membangun perkumpulan ikatan ODHA ini adalah tolak ukur
keberhasilan utama dalam program Symphathetic ini. Perkumpulan ikatan
ODHA ini yang akan membantu dalam upaya promotif dan preventif penularan
HIV/AIDS dan peningkatan kualitas hidup ODHA. Perkumpulan ikatan
ODHA ini akan berisi program kerja yang akan dibentuk yakni terbagi menjadi
2 program kerja, yaitu :
a) P2 (Pendidikan dan Pelatihan)
Pendidikan dan pelatihan ini adalah program yang memberikan
pendidikan kepada ODHA berupa pengetahuan mengenai penyakitnya
dan dukungan gizi yang baik untuk mempertahankan hidupnya serta
mengadakan pelatihan keterampilan kerja berupa pelatihan
handycraft, pembentukan tim sepak bola dan pelatihan lainnya yang
dapat mengeksplor kemampuan diri ODHA sesuai dengan peminatan
ODHA di masing-masing daerah.
b) Sosmas (Sosial Masyarakat)
Program kerja sosial masyarakat adalah program yang dilakukan
ODHA dengan bekerjasama dengan tokoh masyarakat setempat

5
seperti melakukan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat berupa
memberikan pendidikan kesehatan mengenai HIV/AIDS agar dapat
meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait HIV/AID serta ODHA
dapat memberikan contoh penularan HIV berdasarkan pengalaman
hidupnya, hal ini dapat membantu masyarakat untuk lebih berhati-hati
terhadap penularan HIV/AIDS. Tidak hanya memberikan pendidikan
kesehatan, program yang dapat dilaksanakan ODHA juga bisa berupa
bakti sosial yaitu melakukan pembagian sembako gratis kepada
masyarakat, ikut serta dalam pembersihan lingkungan masyarakat,
serta kegiatan sosial masyarakat lainnya sesuai dengan masing-
masing daerah.
Dengan adanya program Sympathetic juga dapat membantu dalam
peningkatan komunikasi sesama penderita HIV/AIDS berlangsung dengan baik,
maka dari itu program Symphathetic ini termasuk ke dalam teori pencapaian
kelompok, teori ini adalah teori yang berkaitan dengan produktivitas kelompok
untuk mencapai tujuan melalui pemeriksaan masukan dari anggota (member
inputs), variabel-variabel perantara (mediating variables), dan keluaran dari
kelompok (group output) (Anggraini, 2018).

PENUTUP
Berdasarkan pemaparan di atas, penerapan Sympathetic (Self-actualization of
people with Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency Syndrome)
perlu untuk diterapkan dengan melalui proses pengumpulkan data ODHA,
bekerjasama dengan konselor, tenaga medis dan advokasi, dan membangun
perkumpulan ikatan ODHA guna meningkatkan kualitas hidup ODHA dengan
aktualisasi diri melaui program pendidikan dan pelatihan serta kegiatan sosial
masyarakat. Dengan diterapkannya program Sympathetic (Self-actualization of
people with Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immunodeficiency
Syndrome) diharapkan dapat mewujudkan gerakan stop stigma dan diskriminasi
ODHA serta membantu ODHA dalam meningkatkan kualitas hidupnya,
menciptakan citra positif di masyarakat dan dapat membina serta menjalankan
kehidupan dengan baik agar dapat hidup dengan tenteram.

6
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, S. 2018. Peranan Komunitas Ikatan Perempuan Positif


Indonesia (IPPI) Pada Motivasi Perempuan Positif Odha Di Bandar
Lampung. Diakses pada tanggal 04 November 2018 pukul 21.27
WIB dari http://digilip.unila.ac.id

Shaluhiyah, Z., Musthofa, S.B., dan Widjanarko, B. 2015. Stigma


Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS. Diakses pada
tanggal 02 November 2018 pukul 15.57 WIB dari
http://journal.fkm.ui.ac.id

Sistiarani, C., Hariyadi, B., Munasib., dan Sari, S. M. 2017. Peran Keluarga
Dalam Pencegahan Hiv/ Aids Di Kecamatan Purwokerto Selatan.
Diakses pada tanggal 02 November 2018 pukul 15.44 WIB dari
http://journal.ipb.ac.id

Umayah, S. 2018. Penderita HIV di Yogyakarta Lebih Banyak di


Kalangan Mahasiswa. Diakses pada 04 November 2018 pukul
09.37 WIB dari http://jogja.tribunnews.com

Anda mungkin juga menyukai