Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEPERAWATAN HIV/ AIDS

Kondisi psikososial dan stigma masyarakat pada ODHA

KELOMPOK 6:
1. Alvin Alberta
2. Nadia Astuti
3. Riska Putri Adinda
4. Sri Permata Dewi

Dosen Pembimbing: Ns. Siska Damayanti, S.Kep

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
TA 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kita semua, dan tak lupa salawat beriring salam kita hanturkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Pengantar
Ilmu Pemerintahan ini.Makalah dengan judul “Kondisi Psikososial dan Stigma Masyarakat Pada
ODHA” ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah “Keperawatan HIV/AIDS”. Penulis
mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen mata kuliah Kewarganegaraan serta pihak-pihak
yang telah banyak membantu dalam penyusunan makalah ini. Penulis menyadari masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, dengan kerendahan hati, Penulis memohon maaf. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca sekalian

Bukittinggi, 20 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………..
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
A. Defenisi………………………………………………………………………..
B. Prisip Etika dalam kaitannya dengan HIV/AIDS…………………………….

C. Stigma dan Diskriminasi………………………………………………………

D. Masalah psikososial……………………………………………………………

E. Upaya mengurangi beban psikososial…………………………………………

F. Peran perawat…………………………………………………………………

BAB III Narasi dan Analisa Vidio

A. Narasi vidio…………………………………………………………………….
B. Analisa vidio……………………………………………………………………
BAB IV Analisa kelompok berkaita dengan teoritis

A. Kondisi psikososial ODHA……………………………………………………

B. Stigma masyarakat terhadap ODHA………………………………………….

BAB V Peutup

A. Kesimpulan ………………………………………………………………….

B. Saran…………………………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...
BAB I

PENDAHULUAN

Kondisi psikososial dan stigma msayarakat pada ODHA

A. Latar belakang

HIV merupakan salah satu penyakit menular seksual yang berbahaya di

dunia (Silalahi, Lampus, dan Akili, 2013). Seseorang yang terinfeksi HIV dapat

diibaratkan sebagai gunung es (Lestary, Sugiharti dan Susyanty, 2016) yang dimana

HIV memang tidak tampak tetapi penyebarannya mengakibatkan banyaknya kasus

HIV baik di Indonesia maupun di dunia. Berbagai cara telah dilakukan oleh pihak

pemerintah untuk mencapai tujuan SDG (2015) yaitu “Good health and well-being”

dimana maknanya adalah menjamin kehidupan yang sehat dan mempromosikan

kesejahteraan kepada masyarakat segala umur, termasuk orang HIV.

Berdasarkan survei dari WHO, UNAIDS, dan UNICEF (2015) diketahui

jumlah orang terinfeksi HIV/AIDS di dunia mencapai total 36,7 juta dan orang yang

baru didiagnosa terinfeksi HIV mencapai total 2,1 juta. Ditjen PP dan PL Kemenkes

RI (2014) mensurvei masyarakat yang terinfeksi HIV sejak 1 Januari sampai

dengan 30 September 2014 sekitar 22.869 kasus. Secara kumulatif dari tahun 1987

sampai 2014 pada HIV berjumlah 150.296 kasus dan jumlah kematian menjadi

9.796 kasus. Jumlah kumulatif kasus HIV berdasarkan provinsi yang tertinggi yaitu

DKI Jakarta (32.782), urutan 13 ditempati DIY (2.611), serta terendah yaitu

Sulawesi Barat (39). Sementara menurut KPA DIY (2016) mengemukakan bahwa

kasus HIV berdasarkan wilayah dimana kasus di daerah Kota Yogyakarta

merupakan kasus tertinggi (775 kasus) dibandingkan wilayah lainnya. Berdasarkan

data tersebut membuktikan bahwa kasus HIV merupakan kasus yang

penyebarannya masih sangat luas sehingga membutuhkan pelayanan kesehatan

semaksimal mungkin baik dalam upaya promotif, preventif, maupun kuratif demi
mencapai tujuan SDG. Jika kasus HIV tidak ditanggulangi, maka dapat memberi

dampak seperti penularan yang berkelanjutan, penyakit yang bertambah parah

misal tuberkulosis, serta hubungan masyarakat yang kurang harmonis sehingga

menimbulkan stigma pada masyarakat

Stigma tentang orang HIV masih dianggap masyarakat seperti pembawa

sial, penyebar dosa dimana-mana, berperilaku menyimpang, serta menodai daerah

lingkungannya (Ramadanu, Hidayat, dan Retnasari, 2015). Keluarga, teman,

sahabat, tetangga serta orang tersayang sekalipun masih memberikan stigma seperti

menjauhi dan menjelek-jelekkan orang dengan HIV. Hal tersebut dianggap sebagai

dinding pemisah bagi orang dengan HIV (Harapan, 2013) sehingga membuat orang

HIV semakin malas dan malu untuk bersosialisasi di lingkungan masyarakat

maupun berobat di pelayanan kesehatan. Stigma tidak hanya berkembang di

masyarakat, tetapi juga tenaga kesehatan.


BAB I1

TEORITIS

A. Defenisi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah sejenis virus yang

menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya

kekebalan tubuh manusia. Sedangkan AIDS atau Acquired Immune

Deficiency Syndrome adalah berbagai kumpulan gejala-gejala penyakit

yang timbul karena terjadi penurunan sistem kekebalan tubuh yang

disebabkan oleh infeksi virus HIV.16

Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan virus yang dapat

menginfeksi sel darah putih untuk menurunkan sistem kekebalan tubuh,

menghancurkan atau merusak fungsinya. Sedangkan AIDS atau Acquired

immunodeficiency syndrome adalah tahapan peningkatan dari

perkembangan akibat terinfeksi virus HIV.1 Sebelum virus HIV berubah

menjadi AIDS, penderitanya akan tampak sehat dalam waktu kira-kira 5

sampai 10 tahun.

Prisip Etika dalam kaitannya dengan HIV/AIDS

Prisip etika yang harus dipegang teguh oleh seluruh komponen baik itu seseorang,

masyarakat, nasional maupun dunia internasional dalam menghadapai HIV/AIDS adalah :

a.    Empati, ikut merasakan penderitaan, sesama termasuk ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS)

dengan penuh simpati, kasih sayang dan kesedihan saling menolong.

b.    Solidaritas, secara bersama-sama bahu membahu meringankan penderitaan dan melawan

ketidakadilan yang diakibatkan olah HIV/AIDS.


c.    Tanggung jawab, berarti setiap individu, masyarakat lembaga atau bangsa mempunyai

tanggung jawab untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS dan memberikan perawatan pada

ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) (Nursalam, 2007).

B. Stigma dan Diskriminasi

Stigma atau cap buruk adalah tindakan memvonis seseorang buruk moral/perilakunya

sehingga mendapat penyakit tersebut. Orang-orang yang di stigma biasanya dianggap melakukan

untuk alasan tertentu dan sebagai akibat mereka dipermalukan, dihindari, didiskreditkan, ditolak

dan ditahan. Penelitian yang dilakukan oleh Kristina (2005) di Kalimantan Selatan dan Cipto

(2006) di Jember Jawa Timur tentang pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan dan

sikap mengenai stigma pada orang dengan HIV/AIDS menunjukan bahwa 72% orang yang

berpendidikan cukup (SMU) kurang menerima ODHA dan hanya 5% yang cukup menerima.

Faktor yang berhubungan dengan kurang diterimanya ODHA antara lain karena HIV/AIDS

dihubungkan dengan perilaku penyimpangan seperti seks sesama jenis, penggunaan obat

terlarang, seks bebas, serta HIV diakibatkan oleh kesalahan moral sehingga patut mendapatkan

hukuman. (Kristina dan Cipto dalam Nursalam, 2008).

Diskriminasi atau perlakuan tidak adil didefinisikan oleh UNAIDS sebagai tindakan

yang disebabkan perbedaan, menghakimi orang berdasarkan status HIV/AIDS mereka baik yang

pasti maupun yang diperkirakan sebagai pengidap. Diskriminasi ini juga dapat terjadi dibidang

kesehatan antara lain dalam kerahasiaan, kebebasan, pribadi, kelakuan kejam, penghinaan atau

perlakuan kasar, pekerjaan pendidikan keluarga dan hak kepemilikan maupun hak untuk

berkumpul. ODHA menghadapi diskriminasi dimana saja dan diberbagai negara. Membiarkan

diskriminasi akan merugikan upaya penanggulangan infeksi HIV/AIDS. (Nursalam, 2008).

C. Masalah psikososial

Ketika seorang diberitahu bahwa dia terinfeksi HIV maka responsnya beragam. Pada

umumnya dia akan mengalami lima tahap yang digambarkan oleh Kubler Ross yaitu masa

penolakan, marah, tawar menawar, depresi dan penerimaan. Sedangkan Nurhidayat melaporkan

bahwa dari 100 orang yang diketahui HIV positif di Jakarta  42% berdiam diri, 35 marah,
bercerita pada orang lain, menagis, mengamuk dan banyak beribadah.. Respons permulaan ini

baisanya akan dilanjutkan dengan respons lain sampai pada akhirnya dapat menerima.

Penerimaan seseorang tentang keadaan dirinya yang terinfeksi HIV belum tentu juga akan

diterima dan didukung oleh lingkungannya. Bahkan seorang aktivis AIDS terkemuka di

Indonesia Suzanna Murni mengungkapkan bahwa beban psikososial yang dialami seorang Odha

adakalanya lebih berat daripada beban penderita fisik. Berbagai bentuk beban yang dialami

tersebut diantanya adalah dikucilkan keluarga, diberhentikan dari pekerjaan, tidak mendapat

layanan medis yang dibutuhkan, tidak mendapat ganti rugi asuransi sampai menjadi bahan

pemberitaan di media massa. Beban yang diderita Odha baik karena gejala penyakit yang bersifat

organik maupun beban psikososial dapat menimbulkan rasa cemas. Depresi berat bahkan sampai

keinginan bunuh diri.

D. Upaya mengurangi beban psikososial

Upaya untuk mengurangi stigma di masyarakat dapat dilakukan dengan advokasi dan

pendamping, contoh nyata tokoh masyarakat yang menerima Odha dengan wajar seperti

bersalaman, duduk bersama dan sebagianya dapat merupakan panutan bagi masyarakat. Untuk

mengurangi beban psikis orang yang terinfeksi HIV maka dilakukan konseling sebelum tes. Tes

HIV dilakukan secara sukarela setelah mendapat konseling. Pada konseling HIV dibahas

mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpertasi tes, perjalanan penyakit HIV serta

dukungan yang dapat diperoleh Odha. Penyampaian hasil tes baik hasil negatif maupun positif

juga disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing

telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif. Konseling

pasca tes baik ada hasil positif maupun negatif tetap penting. Pada hasil positif konseling dapat

digunakan sebagai sesi untuk menerima ungkapan perasaan orang yang baru menerima hasil,

rencana yang akan dilakukannya serta dukungan yang dapat dperolehnya. Sebaliknya

penyampaian hasil negatif tetap dilakukan dalam sesi konseling agar perilaku berisisko dapat

dihindari sehingga hasil negatif dapat dipertahankan.  

Psikofarmaka :
Terapi psikofarmaka untuk gangguan cemas, depresi serta insomnia dapat diberikan

namun penggunaan obat ini perlu memperhatikan interkasi dengan obat-obat lain yang banyak

digunakan pada Odha.

E. Peran perawat

Peran seorang perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita AIDS

sangatlah besar. Lakukan pendampingan dan pertahankan hubungan yang sering dengan pasien

sehinggan pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan. Tunjukkan rasa menghargai dan

menerima orang tersebut. Hal ini dapat meningkatkan rasa percaya diri klien. Perawat juga dapat

melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling psikiatri. Konseling

yang dapat diberikan adalah konseling pra-nikah, konseling pre dan pascates HIV, konseling KB

dan perubahan prilaku. Konseling sebelum tes HIV penting untuk mengurangi beban psikis. Pada

konseling dibahas mengenai risiko penularan HIV, cara tes, interpretasi tes, perjalanan penyakit

HIV serta dukungan yang dapat diperoleh pasien. Konsekuensi dari hasil tes postif maupun

negatif disampaikan dalam sesi konseling. Dengan demikian orang yang akan menjalani testing

telah dipersiapkan untuk menerima hasil apakah hasil tersebut positif atau negatif.

Aspek spiritual juga merupakan salah satu aspek yang tidak boleh dilupakan perawat.

Bagi penderita yang terinfeksi akibat penyalahgunaan narkoba dan seksual bebas harus

disadarkan agar segera bertaubat dan tidak menyebarkannya kepada orang lain dengan menjaga

perilakunya serta meningkatkan kualitas hidupnya.


BAB III

Narasi dan Analisa Vidio

A. Narasi video

Sebuah vidio singkat yang menunjukan penyebab terkena penyakit hiv memalui
donor darah, jarum suntik, lgbt , berhubungan badan bertukar wanitaDimana dampak dari hal
tersebut. Dirasakan penderita mulai dari di jauhi teman teman. Di berhentikan dari pekerjaan.
Gerak gerik penderita selalu di curigai Seakan akan penderita menularkan penyakit nya kemana
pun iya sentuh Penyeselan terasa ketika penderita aodha baru menyadari bahwa iya sudah terkena
hiv Tak ada berdoa nDukungan yang bisa di salah kan lagi Semua telah terlanjur. Hanya bisa
berusaha dan keluarga adalah hal yg besar untuk mendukung psikologi dari penderitaKehilangan
nyawa adalah salah satu dampak terbesar dark hiv. Teman , pacar atau orang terdekat Harus siap
kehilangan . Entah siapa yang harus disalah kan Prilaku kita atau lingkungan sekitar kitaBetapa
besar dampak hiv ke psikologi diri Tak ada kepercayaan diri.. Kekecewaan istri terhadap prilaku
diri,Hanya bisa terdiam Selayaknya patung yg menyesali diri sendiriPesan : lindungi dan jauhi
diri dr hal hal yg mrngakibatkan hiv. Karna menyesal di akhir tak dapat memutar waktu untuk
kembali.a

B. Analisa video

1.Dampak psikososial odha


Penderita hiv menjadikan lingkungan nya takut terhadap penderita.. Seakan akan penderita
hiv adalah momok menakutkan yang bisa menularkan virus nya ke orang lain dengan
mudah.Yang berakibat penderita harus menerima kenyataan dipecat dr pekerjaan , dijauhi
sahabat dan sesalu dicurigai setiap gerak gerik si penderitaSelain ke sosial.. Dampak nya juga
terasa ke psikologi diri.. Hanya penyesalan yang dapat dilakukan.. Tertunduk pucat.. Dan tak
tau siapa yang arus disalahkan
Tak ada lagi kepercayaan diri.. Menyalah kan diri sendiri.. Menyalahkan prilaku diri . Dan
hanya segelintir orang yng bisa menerima keberadaan penderita di tengah masyarakat

2 Stigma masyarakat

Masyarakat kebanyakan berfikir negatif terhadap penderita hiv.. . Masyarakat terlalu cemas
kepada penderita hiv. Disini karena kurang nya informasi ilmu tentang penyakit hiv di tengah
masyarakat . Mengakibatkan was was nya masyarakat terhadap penderita hiv
BAB IV

Analisa kelompok berkaitan dengan teoritis

A. Kondisi psikososial ODHA

Orang orang yang mengalami HIV /AIDS atau ODHA Mempunyai kondisi yang

semakin melemah bahkan depresi penderita odha mempunyai semogat untuk bekerja,semangat

untuk bersosialisasi,semangat untuk bekarya dan pikiran yang positif. Odha membutuhkan suport

dari keluarga dan temannya dengan adanya stigma dan diskriminasi dari masyarakat sering kali

odha tidak mau membuka status mereka karena takut dan khawatir .faktor yang mempengaruhi

perubahan fisik odha optimisme hidup yang kuat dari dalam diri penderita.dengan keyakinan

posituf mampu membawa odha untuk memiliki tujuan hidup yang bermakna setelah terinfeksi

hiv aids

Seperti dalam video terdapat suatu penyesalan yang terasa ketika penderita odha baru

menyadari bahwa ia sudah terkena hiv aids tak ada yang bisa disalah kan dan semua telah

terlanjur semua hanya bisa berusaha dan berdoa dukungan keluarga atau orang terdekat (per

suport) hal untuk mendukung psikologi penderita

B. Stigma masyarakat terhadap odha

Salah satu hambatan paling besar dalam penanggulangan hiv aids indonesia adalah masih

tingginya stigma dan diskrimiasi terhadap orang dengan hiv aids atau odha stigma berasal dari

pikiran dari seorang individu atau masyarakat yang mempercayai bahwa penyakit aids

merupakan akibat dari perilaku amoral yang tidak dapat diterima oleh masyarakat stigma

terhadap tergambar dalam sikap sinis,perasaan ketakutan yang berlebihan dan pengalaman

negatif terhadap odha(stigma NHIV AIDS HIGHLANDS PAPUA.) video terlihat masyarakat

kebanyakan berfikir negatif terhadap hiv aids masyarakat berfikir bahwa penderita hiv adalah

momok yang menakutkan yang bisa menularkan virus disetiap perjalanannya ketika

melakukan sesuatu menularkan virus dngan mudah ketika melakukan sesuatu yang berakibat

penderita harus menerima kenyataan penderita dipecat dari pekerjaan selalu dicuriga gerak

gerik
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

HIVAIDS merupakan penyakit infeksi yang ditularkan melalui jarum suntik tranfusi darah

pergaulan bebas hubungangan seksual penderita seri kali tidak mau membuka status mereka

orang lain karena mereka takut dan khawatir orang orang akan menjauhi bahkan mengucilkan

mereka dari lingkungan sekitar mereka bersedia untuk membuka status apabila mereka tela

mendapatkan dukungan dari keluarga dan teman terdekat sehingga mereka tidak khawatir

akan pengakuan atau keberadaan odha disekitarnya

B. Saran

Saran dari kelompok kami hendaknya kita bisa memahami apa itu hiv aids dan cara

penularannya sehingga kita bisa melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak melakukan hal

hal bisa menularkan hiv aids dan menyadarkan masyarakat bahwa odha tidak harus didiskriminasi

dengan pikiran negatif tetapi memberikan suport terhadap odha menerima keberadaan nya

dilingkungan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.maranatha.edu/1403/7/0110136_Conclusion.pdf

https://www.researchgate.net/publication/302455238_Stigma_Masyarakat_terhadap_Orang_denga
n_HIVAIDS/fulltext/57357aa708ae298602df1243/Stigma-Masyarakat-terhadap-Orang-dengan-HIV-
AIDS.pdf

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2279/1/naskah%20publikasi_Aunana%20Finnajakh
%20%281%29.pdf

https://www.google.com/search?
q=psikologi+odha&rlz=1CDGOYI_enID863ID863&oq=psikologi+odha&aqs=chrome..69i57j0.8917j0j4
&hl=id&sourceid=chrome-mobile&ie=UTF-8

diskes.jabarprov.go.id/application/ modules/pages/files/ Cetak_Profil_Kesehatan_Revisi_11.pdf

Anda mungkin juga menyukai