Anda di halaman 1dari 5

Pentingnya Dukungan Sosial dari Masyarakat untuk ODHA

Oleh : Ibnu Syarifudin Hidayat

HIV adalah retrovirus yang mengandung asam ribonukleat (RNA).


Retrovirus tersebut menginfeksi sel sistem kekebalan dan sistem saraf dalam
tubuh sehingga menyebabkan gangguan kekebalan tubuh yang diperantarai sel
yang melemahkan kemampuan tubuh untuk mengenali diri dari agen infeksius
lain dan mencegah gangguan neoplastik. Pada infeksi HIV, sel darah putih
diserang dan dirusak oleh virus sehingga jumlahnya akan cenderung terus
menurun. Akibatnya, tubuh menjadi lebih rentan terhadap mikroorganisme
sehingga orang yang terinfeksi HIV rentan terhadap penyakit sekunder dan masuk
pada tahap AIDS (Nasronudin, 2009). Mereka yang terinfeksi HIV atau pada fase
AIDS biasa disebut dengan Orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Keberadaan infeksi HIV dalam tubuh manusia bertindak sebagai stresor
karena menimbulkan permasalahan yang cukup luas bagi individu yang terinfeksi,
meliputi permasalahan fisik, psikologis dan psikososialnya (Hermawati, 2011).
Masalah secara fisik terkait dengan gejala perjalanan penyakit dan komplikasi
sistem saraf pusat. Hal ini terjadi akibat penurunan daya tahan tubuh progresif
yang mengakibatkan ODHA rentan terhadap berbagai penyakit terutama penyakit
infeksi dan keganasan seperti TB paru, pneumonia, ensefalitis, toksoplasma,
limpoma otak, kanker servik, dan infeksi/kelainan neurologi. Bahkan, penyakit
yang biasanya tidak berbahaya lama-kelamaan akan menyebabkan pasien sakit
parah bahkan meninggal dalam beberapa tahun setelah tanda pertama AIDS
muncul apabila tidak mendapatkan pelayanan dan terapi yang tepat (Djoerban,
2012).
Selain permasalahan fisik, ODHA juga menghadapi permasalahan
psikososial dan psikologis. Permasalahan psikososial yang dialami oleh ODHA
adalah munculnya stigma dan diskriminasi dalam keluarga maupun di masyarakat.
Bentuk diskriminasi pada ODHA antara lain adanya stigma buruk masyarakat
terhadap HIV/AIDS sebagai penyakit menular dan dapat menyebabkan kematian.
Selain itu Masyarakat masih menganggap bahwa HIV/AIDS adalah
penyakit pada mereka yang kurang moral karena tertular melalui hubungan seks,
dan para pecandu narkoba. Akibatnya mereka dijauhin dan penyebarannya makin
tidak terkontrol. Mitos yang beredar di masyarakat bahwa berhubungan sosial
denga penderita HIV/AIDS akan membuat kita tertular, seperti bersalaman,
menggunakan WC yang sama, tinggal serumah atau menggunakan sprei yang
sama dengan penderita HIV/AIDS. Angggapn bahwa HIV juga tinggal menunggu
waktu “mati” (Katiandagho, 2015).
Stigma dan diskriminasi, ketakutan akan rasa sakit dan kematian
menimbulkan tekanan psikologis berupa guncangan, penolakan, rasa bersalah,
marah, ketakutan, keputusasaan, yang disertai dengan prasangka buruk. Mereka
malu, merasa dikucilkan, diabaikan, ditolak, diremehkan, serta
kurangmendapatkan dukungan sosial dari lingkungannya. Mereka cemas dan
belum siap menerima keadaannya, beberapa mengalami depresi bahkan
kecenderungan untuk bunuh diri (Burhan, 2014; Lestari, 2016).
Stigma muncul karena tidak tahunya masyarakat tentang informasi HIV
yang benar dan lengkap, khususnya dalam mekanisme penularan HIV, kelompok
orang berisiko tertular HIV dan cara pencegahannya termasuk penggunaan
kondom. (Darmoris. 2013) Stigma merupakan penghalang terbesar dalam
pencegahan penularan dan pengobatan HIV. Selain itu, stigma terhadap ODHA
juga menyebabkan orang yang memiliki gejala atau diduga menderita HIV enggan
melakukan tes untuk mengetahui status HIV karena apabila hasilnya positif,
mereka takut akan ditolak oleh keluarga dan khususnya oleh pasangan.
Munculnya stigma di masyarakat juga merupakan salah satu kendala yang
dihadapi dalam penanggulangan HIV/AIDS. (Lestari. 2013)
Pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat memengaruhi sikap seseorang
terhadap penderita HIV/AIDS. Stigma terhadap ODHA muncul berkaitan dengan
tidak tahunya seseorang tentang mekanisme penularan HIV dan sikap negatif
yang dipengaruhi oleh adanya epidemi HIV/AIDS. Kesalahpahaman atau
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang HIV/AIDS sering kali berdampak
pada ketakutan masyarakat terhadap ODHA, sehingga memunculkan penolakan
terhadap ODHA. Pemberian informasi lengkap, baik melalui penyuluhan,
konseling maupun sosialisasi tentang HIV/AIDS kepada masyarakat berperan
penting untuk mengurangi stigma (Djoerban. 2009). Pemberian pengetahuan atau
informasi terkait HIV adalah salah satu cara yang efektif untuk menjelaskan
tentang pencegahan dan penularan HIV. Seseorang dengan pengetahuan yang baik
dan benar terkait HIV diharapkan dapat menurunkan bahkan menghilangkan
stigma pada ODHA. Persepsi masyarakat terhadap ODHA memiliki pengaruh
terhadap sikap dan perilaku memberikan stigma. Hasil penelitian sebelumnya
menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian stigma
HIV/AIDS dengan pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan ODHA, juga
berhubungan dengan pengalaman tentang adanya rasa malu dan menyalahkan
yang berhubungan dengan penyakit AIDS. Demikian juga persepsi terhadap
penderita AIDS akan sangat memengaruhi cara orang tersebut bersikap dan
berperilaku terhadap ODHA (Hermawati.2011).
ODHA membutuhkan dukungan, bukan dikucilkan agar harapan hidup
ODHA menjadi lebih panjang. Adanya dukungan sosial maka akan tercipta
lingkungan kondusif yang mampu memberikan motivasi maupun memberikan
wawasan baru bagi ODHA dalam menghadapi kehidupannya. Dukungan sosial ini
dapat meminimalkan tekanan psikososial yang dirasakan ODHA, sehingga
ODHA dapat memiliki gaya hidup yang lebih baik dan dapat memberikan respon
yang lebih positif terhadap lingkungan sosialnya. Selain itu, dengan adanya
dukungan sosial ini maka ODHA akan merasa dihargai, dicintai, dan merasa
menjadi bagian dari masyarakat, sehingga ODHA tidak merasa didiskriminasi
yang nantinya dapat bedampak positif bagi kesehatannya (Sarafino, 2011).
Pemberian pengetahuan atau informasi terkait HIV adalah salah satu cara
yang efektif untuk menjelaskan tentang pencegahan dan penularan HIV.
Seseorang dengan pengetahuan yang baik dan benar terkait HIV diharapkan dapat
menurunkan bahkan menghilangkan stigma pada ODHA. Persepsi masyarakat
terhadap ODHA memiliki pengaruh terhadap sikap dan perilaku memberikan
stigma.
Menurut penelitian (Komang. 2014) menunjukkan adanya hubungan
antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pasien ODHA dimana semakin
tinggi dukungan sosial maka kualitas hidup pasien ODHA semakin baik. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial dengan kualitas hidup pada
orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) di Yayasan Spirit Paramacitta, yaitu
semakin baik dukungan sosial maka tingkat kualitas hidup pasien ODHA semakin
baik (Komang, 2014).
Peran dukungan sosial masyarakat pada ODHA sangatlah penting dan
dibutuhkan oleh ODHA. Maka dari itu untuk meluruskan stigma yang salah dan
untuk mendorong masyarakat memberikan dukungan sosial yang baik ke pada
ODHA kita memiliki peran penting dalam melakukan edukasi dan sosialisasi
kepada masyarakat, mengenai pencegahan, penularan HIV, dan cara berinteraksi
dengan ODHA, sehingga ODHA akan merasa memiliki dorongan untuk hidup
seperti biasa, karna pada dasarnya ODHA akan tetap memiliki kualitas hidup yang
baik jika dapat mengatasi masalah fisik dan psikososialnya yang hal itu dibantu
dengan semua elemen, baik tim kesehatan, keluarga dan masyarakat sekitar.
Daftar Pustaka
Burhan R. 2014. ‘Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh perempuan terinfeksi
HIV/AIDS. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional ; 8 (1): 33-
8.
Darmoris. 2013. Diskriminasi Petugas Kesehatan terhadap Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) di Rumah Sakit Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung. Semarang: Universitas Diponegoro
Demartoto A. ODHA. 2013. ‘Masalah Sosial dan Pemecahannya. Jurnal
Penduduk dan Pembangunan. 6 (2): 105-15
Djoerban. 2012. Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA.
Yogyakarta: Galang Press; 2009
Hermawati, P. 2011. Hubungan Persepsi ODHA terhadap Stigma HIV/AIDS
Masyarakat dengan Interaksi Sosial pada ODHA. Jakarta: Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Katiandagho, D. 2015. Epidemiologi HIV-AIDS. Bogor : Penerbit In Media
Komang D. 2014. Hubungan antara Antara Dukungan Sosial dengan Kualitas
Hidup pada Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) Di Yayasan Spirit
aramacitta. Jurnal Psikologi Udayana. Denpasar: Program Studi
Psikologi, Fakultas Psikologi Universitas Udayana.
Lestari TRP. 2016. ‘Kebijakan pengendalian HIV/AIDS di Denpasar. Kesmas:
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional ; 8 (1): 45-48.
Nasronudin, 2009. Konseling,Perawatan, dukungan dan Pengobatan ODHA.
Surabaya: Airlangga University Press
Sarafino, E. P., 2011. Health Psychology : Biopsychososial Interactions (Ed.6).
New York : Jhon Willey & Sons Inc.

Anda mungkin juga menyukai