Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan issue

internasional yang telah menyebar ke seluruh pelosok dunia. Menurut World

Health Organization (WHO) AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak

pertama kali diakui tahun 1981. Hal ini membuat AIDS merupakan salah satu

epidemic yang paling merusak sepanjang sejarah. Pada tahun 2007, jumlah

penduduk yang terinfeksi HIV telah mencapai 33,2 juta, dimana 2,5 juta

diantaranya baru terinfeksi. Kematian akibat AIDS pada tahun 2007 juga tinggi

yakni 2,1 juta.

Sementara di Asia, jumlah yang terinfeksi HIV pada tahun 2007

diperkirakan mencapai 4,9 juta. Sementara 300.000 meninggal akibat AIDS.

Angka prevalensi tertinggi berada di kawasan Asia Tenggara dengan variasi

epidemic yang bervariasi diantara negara-negara tersebut. Indonesia sebagai salah

satu negara di kawasan Asia Tenggara mengalami perkembangan penyakit AIDS

yang sangat pesat. Menurut Djauzi (2009), jumlah HIV tahun 2006 telah

mencapai kisaran 90.000 – 130.000 dan meningkat hampir dua kali lipat pada

tahun 2008, yakni 270.000 penderita. Sehingga pada tahun 2020, jumlah

pengidap HIV diprediksikan bisa mencapai angka 1,6 juta jiwa. Kematian yang

ditimbulkan semenjak pertama kali ditemukan pada tahun 1981 hingga 2009 telah

mencapai 3.492 jiwa.


Penyakit yang disebabkan oleh HIV (Human Immune deficiency virus) ini

menjadi momok yang menakutkan, karena hingga kini belum ditemukan obat

yang benar-benar bisa menyembuhkan. Berbagai stigma mengenai penyakit

inipun bermunculan, salah satunya adalah sebagai penyakit kutukan. Bentuk

hukuman social atau stigma oleh masyarakat diberbagai belahan dunia terhadap

pengidap AIDS antara lain berupa tindakan pengasingan, penolakan diskriminasi,

dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV. Padahal kekerasan atau

ketakutan atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan test

HIV, memeriksa bagaimana hasil testnya, atau berusaha untuk mencari perawatan.

Akibatnya, banyak pengidap HIV/AIDS yang tidak terdeteksi dan baru diketahui

ketika gejalanya sudah memberat. Hal inilah yang menurut Djauzi (2009) menjadi

penyebab sulitnya memperkirakan jumlah pengidap HIV yang sebenarnya.

Jumlah yang terungkap sekarang merupakan sebuah fenomena gunung es, dimana

yang tampak hanya sebagian kecil (10%) dari jumlah yang sebenarnya.

Perlakuan sebagian masyarakat ini bisa jadi disebabkan oleh

kurangnya informasi mengenai HIV/AIDS, terutama mengenai cara penularan dan

potensi pengobatannya. Padahal, menurut Djauzi (2009), resiko penularan HIV

jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan potensi penularan penyakit hepatitis.

Resiko tertular HIV melalui tusukan jarum pada petugas kesehatan hanya 3/100

sedangkan lewat hubungan sex 4/100. Ini jauh lebih kecil dari penularan hepatitis,

yakni sebesar300/1000. Namun demikian, pada beberapa kasus, pengetahuan yang

baik terhadap HIV/AIDS tidak menjamin, bahwa ia memiliki sikap yang positif

terhadap penderita HIV/AIDS. Tidak jarang ada petugas kesehatan yang menolak
manangani penyakit AIDS dengan alasan takut tertular. Contoh yang paling

factual adalah terhambatnya proses sterelisasi sperma dari penderita AIDS.

Menurut Djuazi (2009), proyek ini tidak berjalan akibat dari ketiadaan para ahli

yang mau menanganinya.

Informasi mengenai HIV/AIDS sebenarnya telah demikian gencarnya,

baik melalui media cetak maupun alektronik. Berbagai yayasan maupun

perkumpulan lain yang peduli dengan HIV/AIDS bermunculan dimana-mana.

Salah satu yang menjadi sasaran utama dari sosialisasi tentang penyakit ini adalah

remaja, dalam hal ini anak SMU/SMK. Usia remaja memang merupakan masa

pencarian identitas diri, senang dengan tantangan, yang jika tidak dikendalikan,

mereka bisa terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang mendekatkannya pada

tertularnya penyakit HIV/AIDS. Pengidap HIV di kalangan remaja yakni usia 15

– 19 tahun saat ini telah mencapai 522 orang, sebuah jumlah yang cukup banyak.

Pemahaman remaja yang baik mengenai infeksi HIV/AIDS, selain

membantu menghindarkan mereka dari kemungkinan tertular penyakit ini, juga

mereka mampu mengatasi stigma yang berkembang dimasyarakat, sehingga

mampu memberikan perlakuan yang wajar terhadap orang yang terinfeksi AIDS.

Dalam hal ini, termasuk memperlakukan temannya yang terkena AIDS, sehingga

tidak merasa dikucilkan atau bahkan diperlakukan secara tidak manusiawi oleh

teman-temannya yang lain.

Kabupaten Banyumas sebagai salah satu wilayah di Provinsi Jawa

Tengah merupakan daerah yang sangat rentan terhadap penyebaran virus HIV ini.

Hal ini disebabkan banyumas merupakan daerah transit, wisata sekaligus pusat
bisnis. Saat ini Banyumas menduduki peringkat ke-2 di Jawa Tengah sebagai kota

dengan pengidap HIV/AIDS terbanyak setelah Kota Semarang. Dari 253 kasus

HIV di wilayah ini, sebagian besar terdapat di 6 kecamatan, yakni wangon,

baturaden, dan 4 kecamatan di Purwokerto. Peningkatan kasus HIV di Wangon

disebabkan daerah tersebut merupakan tempat persinggahan sementara sopir

angkutan barang maupun manusia. Sedangkan penyebaran HIV di kecamatan

Baturaden lebih disebabkan daerah tersebut merupakan pusat prostitusi (Kompas,

2009).

Selain itu, perkembangan kota Purwokerto sebagai pusat jasa dan

pendidikan, disatu sisi membawa dampak negative, yakni meningkatnya kasus

HIV/AIDS. Banyaknya pendatang dari luar diikuti dengan budaya luar yang

merusak, termasuk peningkatan penggunaan narkoba dikalangan pelajar dan

mahasiswa. Sekitar 12% dari 253 kasus HIV/AIDS terjadi dikalangan

pelajar/mahasiswa. Jumlah realnya tentu lebih banyak, karena data yang muncul

ke permukaan merupakan sebuah fenomena gunung es. (Kompas.com, 2009)

Berdasarkan uraian di atas, maka kajian penelitian ini adalah pada

kemugkinan terdapatnya hubungan antara tingkat pengetahuan siswa SMU

tentang HIV/AIDS dengan sikap mereka terhadap pengidap HIV/AIDS. Area

penelitian ini adalah siswa SMU/SMK di Wilayah Kecamatan Purwokerto Timur

dan Baturaden. Seperti diketahui Wilayah rentan HIV AIDS di Banyumas ini

tersebar pada 6 kecamatan, yaitu: Wangon, Baturaden, dan 4 kecamatan di

Purwokerto.
1.2 Rumusan masalah

Penyebaran HIV/AIDS yang demikian pesat membutuhkan penanganan

yang adekuat. Stigma yang berkembang dimasyarakat mengenai penyakit ini

berujung pada penolakan, penyingkiran hingga tindakan kekerasan lainnya. Hal

inilah yang kemudian menyebabkan banyak pengidap HIV/AIDS yang tidak mau

memeriksakan diri, karena perasaan takut terhadap perlakuan masyarakat terhadap

dirinya jika kemudian terbukti positif.

Stigma ini bisa disebabkan karena masih rendahnya pemahaman

masyarakat terhadap HIV/AIDS secara benar. Namun demikian pada beberapa

kasus, tidak sedikit yang memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS lebih dari

cukup memiliki ketakutan ketika berinteraksi dengan penderitanya secara

langsung.

Berdasarkan hal tersebut, maka permasalahan penelitian ini adalah:”

Adakah Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang HIV/AIDS dengan Sikap

Terhadap Pengidap HIV AIDS pada Siwa SMU/SMK SMK di Wilayah

Kecamatan Purwokerto Timur dan Baturaden ?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi

hubungan antara tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan sikap

terhadap pengidap HIV/AIDS.


1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian adalah:

1) Mengidenttifikasi karakteristik responden berdasarkan umur dan

jenis kelamin

2) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan siswa SMU/SMK tentang

HIV/AIDS

3) Mengidentifikasi sikap siswa SMU/SMK terhadap pengidap

HIV/AIDS

4) Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan tentang

HIV/AIDS dengan sikap terhadap pengidap HIV/AIDS

1.4 Luaran Penelitian

Dengan penelitian diharapkan dapat diketahui seberapa besar pengaruh

pengetahuan remaja khususnya siswa SMU/SMK terhadap sikap mereka

terhadap pengidap AIDS. Hasil penelitian akan dipublikasikan di jurnal

ilmiah nasional.

1.5 Kegunaan atau manfaat penelitian

Manfaat penelitian adalah sebagai berikut:

1.4.1 Aspek teoritis

Manfaat penelitian secara aspek teoritis adalah:

1) Menambah referensi tentang pentingnya pengetahuan mengenai

HIV/AIDS dalam pembentukan sikap mereka terhadap pengidap

HIV/AIDS.
2) Menjadi dasar penelitian selanjutnya untuk meneliti lebih lanjut

mengenai faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap

pembentukan sikap remaja terhadap pengidap HIV AIDS.

1.4.2 Aspek praktis

Manfaat secara praktis hasil penelitian ini adalah:

1) Menjadi dasar untuk menentukan penanganan yang tepat dalam

menciptakan lingkungan kondusif bagi ODHA (orang dengan

HIV/AIDS) termasuk sikap masyarakat terhadap mereka.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan segala apa yang diketahui, kepandaian dan

segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan sesuatu hal (Mintisih,1957).

Sedangkan menurut Depdikbud (1997), pengetahuan adalah hasil tahu dan hal

ini terjadi setelah manusia mengadakan penginderaan terhadap obyek tertentu.

Pengetahuan merupakan jenjang yang paling rendah dalam kemampuan kognitif

meliputi: pengingatan tentang hal yang bersifat khusus atau universal, dalam hal

ini pengingatan tentang hal-hal yang bersifat khusus atau universal, dalam hal ini

tekanan utama pada penganalan kembali, fakta, prinsip, proses, dan pola

(Depdikbud, 1998).

Menurut Depdikbud (1997) Pengetahuan yang dicakup dalam kognitif

mempunyai 6 (enam) tingkatan yaitu:

a. Tahu (to know)

Tahu ialah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya

termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Tahu juga

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan

secara benar obyek.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata ialah mampu

menggunakan rumus-rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam situasi

yang lain, minsalnya dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan

masalah dalam memecahkan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

d. Anailisis (Analysis)

Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu obyak penelitian didalam struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitanya satu dengan yang lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,

memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain, sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formasi baru

dalam formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan

penelitian terhadap suatu materi atau obyek. Pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang
ingin diukur dari subyek penelitian atau responden, kedalam pengetahuan

yang ingin kita ketahui dapat kita sesuaikan dengan tingkat-tingkat tersebut

diatas.

2.1.3 Sikap

a. Definisi

Menurut Hornby (dalam Ramadhani, 2008) sikap (attitude)

berasal dari bahasa Italia (attitudine) yaitu “Manner of placing or

holding the body, dan Way of feeling, thinking or behaving” yang

berarti menempatkan atau membawa diri, atau cara merasakan jalan

pikiran dan perilaku.

Sikap juga dapat diartikan sebagai perasaan seseorang

tentang obyek, aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi

konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif,

negatif, atau netral) seseorang pada sesuatu (Wikipedia, 2009)

b. Komponen sikap

Menurut Eagly & Chaiken (dalam Ramadhani 2008) sikap

merupakan hasil evaluasi terhadap objek sikap, yang diekspresikan ke

dalam proses kognitif, afektif, dan perilaku. Dengan demikian sikap

terdiri dari komponen kognitif, afeksi, dan perilaku

1) Kognisi

Komponen ini meliputi kepercayaan yang dimiliki individu

terhadap objek sikap dengan berbagai atributnya. Sebagai contoh,


individu yang memiliki evaluasi negative terhadap nuklir

berpendapat bahwa nuklir berbahaya bagi kehidupan manusia.

Sebaliknya, individu yang memiliki evaluasi positive, memandang nuklir

sebagai sesuatu yang bermanfaat karena menghasilkan listrik murah.

2) Afeksi

Komponen afektif berupa perasaan individu terhadap objek

sikap. Berkaitan dengan masalah nuklir, individu yang

menganggap nuklir sebagai hal positif karena memberikan

alternative listrik murah akan merasa sangat senang dengan

teknologi tersebut.

Sedangkan individu yang merespon negative karena

dianggap berbahaya bagi kehidupan akan merasa takut, khawatir,

dan marah terhadap upaya penggunaan energi ini.

3) Perilaku

Komponen perilaku berkaitan dengan bentuk perilaku yang

diperlihatkan. Individu yang menggap nuklir sebagai hal yang

positif akan melakukan dukungan terhadap program tersebut,

misalnya dengan mengirimkan surat dukungan pada pemerintah.

Sedangkan individu yang menganggap nuklir sebagai hal negative

akan mendukung demonstrasi anti nuklir.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi

Oskamp (dalam Ramadhani, 2008) mengemukakan bahwa

sikap dipengaruhi oleh proses evaluasi yang dilakukan oleh individu.


Dengan demikian secara tidak langsung sikap dipengaruhi oleh

beberapa faktor antara lain:

1) Faktor genetik dan fisiologik

Meskipun sikap merupakan sesuatu yang bisa dipelajari,

namun demikian individu membawa cirri sifat tertentu yang

menentukan arah perkembangan sikap ini. Sedangkan faktor

fisiologik memainkan peranaan penting dalam pembentukan sikap

melalui kondisi-kondisi fisiologik, misalnya usia atau sakit,

sehingga harus mengkomsi obat-obatan tertentu.

Sewaktu masih muda, individu bersikap negative terhadap

obat-obatan, tetapi setelah menderita sakit sehingga secara rutin

harus mengkonsumsi obat-obatan tertentu. Contoh lain semasa

muda, individu suka musik rock & roll yang suaranya keras,

namun setelah tua lebih menyukai music klasik

2) Pengalaman personal

Pengalaman personal yang sangat berperan dalam

pembentukan sikap merupakan pengalaman personal atau orang

yang berkaita dengan sikap tersebut. Pengalaman personal yang

langsung dialami memberikan pengaruh lebih kuat dari pada yang

tidak langsung.

Terdapat dua aspek yang berpengaruh paling besar dalam

pembentukan sikap, yaitu: (a) peristiwa yang memberi kesan kuat,

yakni peristiwa traumatic yang merubah drastic kehidupan


individu. misalnya, kehilangan anggota tubuh akibat kecelakaan;

dan (b) munculnya suatu objek secara berulang-ulang. Berbagai

tayangan iklan dan berbagai promosi lainnya menggunakan cara

ini untuk menggaet konsumen.

3) Pengaruh orang tua

Orang tua memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap

kehidupan anak- anaknya. Sikap orang tua akan dijadikan role

model bagi anak-anaknya. Contoh peristiwa yang dapat

digunakan untuk menjelaskan hal ini adalah orang tua pemusik,

akan cenderung melahirkan anak-anak yang juga senang musik

4) Kelompok sebaya

Terdapat kecenderungan bahwa seorang individu

berusaha untuk sama dengan teman sekelompoknya. Seorang

anak nakal yang bersekolah dan berteman dengan anak-anak lain

yang berkelakuan baik, memiliki kemungkinan untuk berubah

menjadi tidak nakal lagi.

5) Media massa

Berbagai riset telah menunjukan jika media massa

memiliki pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan sikap

masyaraat. Sebagai contoh, foto model yang selalu tampil

dimedia dengan tubuh langsing, akan membangun sikap

dimasyarakat jika tubuh langsing dan tinggi merupakan hal

terbaik Demikian pula dengan iklan makanan, semakin sering


muncul dalam media, maka semakin tertarik orang untuk

membelinya.

d. Remaja

1) Definisi remaja

Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO

(badan PBB untuk kesehatan dunia) adalah 12 sampai 24 tahun.

Sedangkan menurut UU Perkawinan No.1 tahun 1974 anak

dianggap sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu

umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki

(Soetjiningsih, 2004).

2) Tumbuh Kembang Remaja

Menurut Soetjiningsih (2004), dalam tumbuh kembangnya

menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua

remaja akan melewati tahapan sebagai berikut: (1) masa remaja awal /

dini (Early adolesence), umur 11-13 tahun; (2) masa remaja pertengahan

(Middle adolesence), umur 14-16 tahun; (3) masa remaja lanjut (Late

adolesence), umur 17-20 tahun.

a) Perkembangan fisik remaja

Perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa

sering dikenal dengan istilah masa pubertas. Pada remaja

terjadi pertumbuhan yang cepat dari tinggi badan dan berat

badan, perubahan komposisi tubuh dan jaringan, timbulnya

tanda-tanda seks primer dan seks sekunder. Ciri-ciri yang pasti


dari pertumbuhan fisik remaja yaitu terjadi peningkatan massa

tulang, otot, massa lemak, kenaikan berat badan,pertumbuhan

rambut pubis hal ini terjadi pada kedua jenis kelamin, laki-laki

dan perempuan meskipun dengan pola yang berbeda. Selain itu

terdapat kekhususan pertumbuhan pada remaja perempuan

yaitu pertumbuhan payudara, pelebaran lingkar panggul serta

datangnya menstruasi. Sedangkan perubahan yang spesifik

yang terjadi pada remaja laki-laki antara lain terjadi

peningkatan ukuran testis dan penis, perubahan suara serta

terjadinya mimipi basah ( Soetjiningsih 2004 )

b) Perkembangan psikososial dan kepribadian remaja

Memasuki masa remaja yang ditandai dengan

kematangan seksual, maka remaja akan dihadapkan pada

keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk dapat menerima

perubahan-perubahan yang terjadi. Kematangan seksual dan

perubahan bentuk tubuh sangat berpengaruh terhadap

kehidupan kejiwaan remaja (Marheni dalam Soetjiningsih,

2004).

Tugas perkembangan remaja dalam hal

perkembangan psikososial dan kepribadiannya menurut

Marheni dalam Soetjiningsih (2004) antara lain: (a)

memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara

lebih dewasa dengan teman sebaya dari kedua jenis kelamin;


(b) memperoleh peranan sosial; (c) menerima keadaan

tubuhnya dan menggunakannya secara efektif; (d) memperoleh

kebebasan emosional dari orang tua; (e) mencapai kepastian;

(f) memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan;

(g) mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan

berkeluarga; dan (h) mengembangkan dan membentuk konsep-

konsep moral

c) Perkembangan kognitif remaja

Menurut Kusuma dalam Soetjiningsih (2004), salah

satu tugas perkembangan remaja yang harus dilaluinya adalah

mampu berfikir lebih dewasa dan rasional, serta memiliki

pertimbangan yang lebih matang dalam menyelesaikan

masalah. Memasuki usia 11 tahun ke atas, biasanya seorang

anak akan memiliki kemampuan berfikir ke arah operasional

formal.

e. HIV/AIDS

1) Definisi

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune

Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala (sindrom) dan

infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia

akibat infeksi virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Virus ini bekerja dengan cara memperlemah system

kekebalam pada tubuh manusia sehingga orang yang terinfeksi


mejadi rentan terhadap infeksi oportunistik atau tumbuhnya tumor

(Wikipedia, 2009).

2) Gejala & Komplikasi

Gejala yang timbul pada AIDS umumnya tidak akan terjadi pada

orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh normal. Infeksi bakteri,

virus, fungi, dan parasit terjadi karena rusaknya sistem kekebalan tubuh

oleh virus HIV ini. Selain itu, HIV mempengaruhi hampir semua organ

tubuh. Sehingga penderita AIDS juga beresiko lebih besar menderita

kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem

kekebalan (limfom). Gejala infeksi sistemik yang dialami penderita AIDS

meliputi: demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan

kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan.

Komplikasi AIDS pada berbagai organ tubuh di tandai dengan

munculnya berbagai penyakit, antara lain: (1) pernafasan: Pneumonia

pneumocystis dan tuberculosis; (2) saluran pencernaan: esogagitis,

candidiasia, colitis, dan diare kronis; (3) syaraf: toksoplasmosis,

leukoensefalopati multifokal progresif, ensefalopati metabolic, dan

neurotoksin; dan (4) kanker : sarcoma Kaposi, limfoma sel B, kanker

servik, limfoma hodgkin, kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker

anus.

3) Penyebab

AIDS merupakan bentuk terparah dari infeksi HIV. HIV yang

merupakan jenis retrovirus biasanya menyerang organ-organ vital

sistem kekebalan manusia, seperti CD4+, makrofag dan sel

dendritik. Sel CD4+ yang berguna untuk memastikan fungsi


kekebalan tubuh berjalan dengan baik dirusak oleh virus ini,

sehingga jumlahnya mengalami penyusutan sampai di bawah 200/μL

darah. Kondisi ini menyebabkan penurunan kekebalan di tingkat sel

yang kemudian dikenal sebagai AIDS. Infeksi akut HIV akan

berlanjut menjadi infeksi laten klinis.

4) Penularan

Penularan HIV bisa melalui beberapa cara, antara lain: secara

seksual, kontaminasi darah, dan perinatal. Penularan HIV secara seksual

terjadi ketika ada kontak antera sekresi cairan vagina atau cairan

preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa

mulut pasangannya. Hubungan seksual anal lebih besar resikonya dari

hubungan seksual biasa dan seks oral. Selain itu kekerasan seksual akan

meningkatkan resiko penularan, karena umumnya tanpa pelindung dan

menimbulkan trauma pada dinding vagina. Sedangkan penyakit menular

seksual lain dapat mempercepat proses penularan HIV melalui lesi-lesi

atau borok yang ditimbulkannya.

Jalur penularan melalui kontaminasi darah berhubungan

dengan penggunaan obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien

transfusi darah dan berbagai produk darah lainnya. Pekerja fasilitas

kesehatan (dokter, perawat, laboran, dan lain-lain) juga memiliki

resiko tertular walaupun kecil kemungkinannya. Penularan melalui

tusukan jarum diduga 1:150 dan penggunaan obat anti-HIV sebagai

post-exposure prophylaxis dapat mengurangi resiko tersebut. Resiko

penularan melalui transfuse darah di negara-negara maju masih


sangat kecil. Hal ini disebabkan pemilihan donor sudah semakin

baik. Namuk demikian 5% - 10% penularan HIV terjadi melalui

tranfusi darah yang terinfeksi.

Transmisi HIV dari ibu ke anak terjadi melalui rahim selama

masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat

persalinan. Bila tidak ditangani dengan benar, proses pemularan HIV

bisa mencapai 25%. Namun demikian, jika ibu mendapatkan terapi

antivirus secara adekuat dan dilahirkan dengan Caesar, tingkat

penularannya hanya sebesar 1%. Sedangkan menyusui meningkatkan

resiko sebesar 4%.

5) Stigma penyakit AIDS

Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat terhadap

penyakit AIDS meliputi berbagai cara, antara lain: tindakan

pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang

yang diduga terinfeksi HIV.

Kekerasan atau ketakutan atas kekerasan, telah mencegah

banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksaan bagaimana

hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan.

Sehingga yang terdeteksi hanya sebagian kecil dari jumlah yang

sebenarnya. Kondisi ini dikatakan oleh Djauzi (2009) sebagai

fenomena gunung es.

Stigma AIDS secara lebih jauh di bagi menjadi tiga kategori

(Wikipedia,2009), antara lain: (1) stigma instrumental, yaitu refleksi


ketekutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan

penyakit mematikan dan menular; (2) stigma simbolis, yaitu

penggunaan HIV/AIDS untuk mengeksprsikan terhadap kelompok

sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan

penyakit tersebut; dan (3) stigma kesopanan, yaitu hukuman sosial

atas orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang

positiv HIV.

6) Pencegahan

Penularan melalui hubungan seksual dapat dicegah dengan

penggunaan kondom. Alat pengaman ini jika digunakan dengan baik

mampu mengurangi resiko penularan HIV sebanyak 80% dalam

jangka panjang.

Selain penggunaan kondom, penularan HIV dapat dicegah

dengan bersikap saling setia pada pasangan. Seperti diketahui bahwa

pria heteroseksual memiliki resiko tertular hingga 50%. Berbagai

organisasi kesehatan telah menganjurkan pendekatan ABC untuk

menurunkan resiko terkena infeksi HIV , yaitu: Anda jauhi seks,

Bersikap saling setia dengan pasangan, dan Cegah dengan kondom.

Pencegahan penularan pada patugas kesehatan dilakukan

melalui kewaspadaan universal, seperti menggunakan sarung tangan

lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan setelah

melakukan kontak dengan pasien. Selain itu dianjurkan juga pada


para pengguan narkoba untuk tidak berbagi jarum suntuk dan lainnya

seperti: kapas, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain.

Penularan dari ibu terinfeksi HIV terhadapa anaknya

dilakukan melalui pemberian obat antiretrovirus, bedah caesar, dan

penggunaan makanan formula pengganti asi untuk bayi. Jika

pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan

dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan dan aman, ibu yang

terinfeksi di sarankan untuk tidak menyusui bayinya. Namun jika

hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, maka pemberian asi ekslusif

bulan-bulan pertama dapat dilakukan kemudian hentikan sesegera

mungkin.

7) Penanganan

Sampai saat ini belum ditemukan vaksin atau obat untuk

HIV atau AIDS. Satu-satunya metode yang diketahui adalah

menghindari kontak dengan virus, atau jika sudah terlanjur kena,

maka lakukan terapi antiretrovirus secara adekuat, yang dikenal

sebagai post-exposure prophylaxis. Namun demikian, penggunaan

obat ini menimbulkan beberapa efek samping yang kurang

menyenangkan yaitu diare, tidak enak badan, mual, dan lelah.

2.2 Kerangka pemikiran

Sikap juga dapat diartikan sebagai perasaan seseorang tentang obyek,

aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang

merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) seseorang

pada sesuatu. Sikap sendiri terbentuk dari beberapa komponen seperti kognisi,
afeksi, dan perilaku. Stigma terhadap penderita AIDS merupakan presentasi sikap

seseorang terhadap penderita AIDS. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang

berperngaruh dalam pembentukan sikap seseorang, termasuk dalam hal ini mengenai

HIV/AIDS. Stigma yang muncul bisa disebabkan oleh pengetahuan yang kurang

mengenai penyakit tersebut. Namun demikian terdapat banyak hal yang bisa

membentuk sikap seseorang, seperti, pengalaman, orang tua, kawan sebaya media

masa. .

2.3 Hipotesis
Ha : terdapat hubungan antara pengetahuan mengenai HIV/AIDS dengan
sikap terhadap penderita HIV/AIDS.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan jenis deskriptif analitik dengan

menggunakan pendekatan cross sectional. Menurut Nursalam (2003),

pengambilan data pada metode cross sectional hanya dilakukan satu kali saja

dalam suatu saat.

3.2 Populasi dan sampel

3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini siswa SMU/SMK yang ada di

wilayah Purwokerto yang memiliki penyebaran HIV/AIDS tertinggi di

Banyumas yaitu kecamatan Purwokerto Timur dan Baturaden

Kecamatan Purwokerto Timur merupakan sentra pendidikan dan

bisnis, sehingga banyak pendatang yang keluar masuk wilayah ini.

Sedangkan Kecamatan Baturaden, merupakan daerah tujuan wisata

serta terdapat lokalisasi yang sangat rentan untuk terjadinya penyebaran

virus HIV.

3.2.2 Sampel penelitian

Populasi penelitian ini adalah siswa SMU/SMK yang ada di

wilayah Kecamatan Purwokerto Timur dan Baturaden. Sedangkan

teknik sampling yang digunakan adalah Probability sampling jenis

Cluster sampling. Teknik cluster sampling digunakan karena dapat


digunakan pada studi skala besar yang populasinya tersebar secara

geografis, dimana unit sampling primernya yang berupa cluster terdiri

dari kelompok-kelompok, bukan individu dengan kesamaan

karakteristik (Dempsey, 2000).

Sedangkan jumlah sampel yang berhasil didapatkan dalam

penelitian ini adalah sebanyak 123 responden, dengan perincian 30

responden dari SMAN 1 Baturaden, 30 responden SMAN 1 Purwokerto,

32 siswa dari SMKN 1 Purwokerto dan 31 Siswa dari SMKN 2

Purwokerto

Kriteria inklusi sampel penelitian meliputi: (1) Siswa SMA di

Kecamatan Baturaden dan Purwokerto Timur, (2) Siswa Kelas 2, (3)

Bersedia menjadi responden penelitian. Sedangkan kriteria inklusi adalah

siswa yang tidak hadir saat dilakukan pengambilan data.

3.3 Variabel penelitian dan definisi operasional

3.3.1 Variabel penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel

terikat. Veriabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan

tentang HIV/AIDS sedangkan variable terikatnya adalah sikap siswa

terhadap pengidap HIV AIDS


3.3.2 Definisi operasional variabel

No Variabel Definisi Operasional Hasil Pengukuran Skala


.
1. Pengetahuan Hal-hal yang diketahui Nilai setiap Ordinal
siswa SMA dan yang responden berada
sederajat mengenai pada rentang 0-40.
HIV/AIDS. Selanjutnya
Penilaian dengan 24 item dikategorikan
pertanyaan dengan pilihan sebagai berikut:
jawaban benar dan salah 1.Pengetahuan baik
dengan penilaian (1,0) Skor: >17 (>65%)
2.Pengetahuan
cukup
skor: 9-16 (32,5%
- 65%)
3.Pengetahuan
kurang
Skor: < 8
(<32,5%)
2 Sikap perasaan seseorang tentang 1. Positive. Ordinal
Pengidap HIV/AIDS yang Skor: > 11 (>
merepresentasikan suka 2. Netral. Skor:
atau tidak suka. 6 – 10 (32,5%
- 65%)
3. Negatif. Skor:
< 5 (<32,5%)
3.5 Pengolahan dan analisis data

3.5.1 Pengolahan Data

Analisis data penelitian harus mengasilkan informasi yang benar, maka

tahapan sebelumnya yaitu pengolahan data harus dilakukan secara benar.

Menurut Hastono (2007) tahap pengolahan data meliputi: Editing, Coding,

Processing dan Cleaning.

1) Editing

Pada tahap ini peneliti memeriksa lembar kuisioner pengukuran tingkat

pengatahuan tentang HIV/AIDS dan Sikap terhadap penderita HIV?AIDS untuk

memastikan semua items dalam lembar obervasi terisi.

2) Coding

Coding merupakan kegiatan merubah data menjadi bentuk angka atau

bilangan. Kegunaan coding adalah untuk mempermudah saat analisis dilakukan

dan mempercepat saat entry data.

3) Processing

Proses data dengan melakukan entry data pada komputer. Pada

penelitian ini, peneliti memasukan data kedalam komputer dengan menggunakan

program pengolahan data yang dipilih.

4) Cleaning

Cleaning merupakan kegiatan kegiatan pengecekan data yang sudah

dimasukan ada kesalahan atau tidak. Kesalahan sangat memungkinkan saat entry

data. Cara untuk membersihkan data adalah dengan mengetahui data yang tidak

lengkap (missing), mengetahui variasi data dan mengetahui konsistensi data.


3.6.2 Analisis data

Analisa data yang dilakukan meliputi analisa univariat dan bivariat

1) Analisis univariat

Tahap pertama analisa yang dilakukan adalah analisa univariabel

untuk mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan tentang

HIV/AIDS dan sikap terhadap penderita HIV AIDS

2) Analisis bivariabel

Tahap analisa selanjutnya adalah analisis bivariabel untuk mengetahui

hubungan dua variabel dengan menggunakan uji korelasi gamma dan

somers’d. Uji statistik ini dipilih karena jenis kedua variabel tersebut adalah

ordinal. Uji ini bertujuan untuk mengidentifikasi seberapa besar hubungan

antara tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan sikap terhadap

penderita HIV/AIDS.

3.7 Pertimbangan etika penelitian

Penelitian memiliki potensi untuk membahayakan responden dan

peneliti. Cara untuk mengurangi resiko adalah dengan melakukan informed

concent, memperhatikan prinsip confindentiality, data protection, right to

withdraw, potensial benefit, dan potensial harm (Long & Johnson, 2007).

3.8 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMAN 1 Baturaden, SMAN 1 Purwokerto, SMKN 1

Purwokerto dan SMK N 2 Purwokerto..


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan SMA/SMK yang berada di wilayah Kecamatan

Baturaden dan Purwokerto Timur pada bulan Mei 2009. Sampel penelitian

berjumlah 123 responden dengan perincian 30 responden di SMAN 1 Baturaden,

30 responden di SMAN 1 Purwokerto, 32 responden di SMKN 1 Purwokerto, dan

31 reaponden di SMKN 2 Purwokerto

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden disajikan berdasarkan umur dan jenis

kelamin.

Tabel. 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur dan


jenis kelamin di RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata
Purbalingga
Karakteristik f % rerata
Umur (Tahun)
16 17 13,9
17 51 41,8 17,31
18 53 43,4
19 1 0,8
Jenis kelamin
Laki – laki 60 49,2
Perempuan 62 50,8 -

Tabel 4.1 menunjukan bahwa sebagian besar responden

berada pada usia 18 tahun sebanyak 53 orang (43,4 %) dan paling

sedikit adalah usia 19 tahun sebanyak 1 orang (0,8%). Sedangkan jika


dilihat dari jenis kelaminnya, perbandingan antara responden laki-laki

dan perempuan hampir seimbang, yaitu 49,2 % laki-laki dan 50,8 %

perempuan.

4.1.2 Tingkat pengetahuan responden terhadap penyakit HIV/AIDS

Tingkat pengetahuan responden terhadap penyakit HIV/AIDS

dapat dilihat pada Tabel. 4.2

Tabel 4.2 Tingkat Pengetahuan Responden Terhadap Penyakit


HIV/AIDS

Kategorik Frekuensi Prosentase


f %
Kurang 1 0,8
Cukup 76 62,3
Baik 45 36,9
Total 122 100

Tabel 4.2 menunjukan bahwa sebagian besar (62,3%) responden

memiliki pengetahuan yang cukup. Sedangkan yang memiliki tingkat

pengetahuan yang kurang hanya 1 orang responden saja (0,8%)

4.1.3 Sikap Responden Terhadap Panderita AIDS

Sikap responden terhadap penderita HIV AIDS dapat dilihat

pada tabel 4.3.


Tabel 4.3 Sikap Responden Terhadap Penderita Penyakit HIV/AIDS

Kategorik Frekuensi Prosentase


f %
negative 3 2,5
netral 34 27,9
positive 85 69,7
Total 122 100

Tabel 4.3 menunjukan bahwa sebagian besar (69,7) responden

memiliki sikap positive terhadap penderita penyakit HIV/AIDS.

Sedangkan yang memiliki sikap negative terhadap mereka hanya 3

responden saja (2,5%).

4.1.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penyakit HIV/AIDS

dengan Sikap Responden terhadap Penderita HIV/AIDS

Hubungan antara tingkat pengetahuan responden tentang penyakit

HIV AIDS dengan sikap responden terhadap penderita HIV/AIDS dapat

dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan Responden dengan Sikap


Responden Terhadap Penderita Penyakit HIV/AIDS
Tingkat Pengetahuan Tot r p
Responden al
kurang cukup baik
Sikap Responden negative 0 3 0 3 0,2 0,252
terhadap penderita netral 0 23 11 34 19
HIV/AIDS positive 1 50 34 85
Total 1 76 45 122

Tabel 4.4 menunjukan hasil uji gamma dan somer’d terhadap

variabel tingkat pengetahuan dan sikap responden. Nilai korelasi (r)

sebesar 0,219 menunjukan bahwa kekuatan korelasi antara tingkat

pengetahuan dengan sikap termasuk dalam kategori lemah. Sedangkan


nilai p sebesar 0,252 (p > 0,05), menunjukan bahwa tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan responden tentang

penyakit HIV/AIDS dengan sikap responden terhadap penderita

HIV/AIDS. Dengan demikian Ho diterima dan Ha tertolak.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Karakteristik Responden

Usia siswa SMA/SMK yang menjadi responden dalam penelitian ini

berkisar dari usia 16 tahun sampai dengan 19 tahun. Sedangkan berdasarkan

jenis kelaminnya, prosentase responden laki-laki dan perempuan hampir

sama yaitu 49,2 % laki-laki dan 50,8% perempuan. Usia ini menurut WHO

termasuk dalam kategori remaja. Pada rentang usia tersebut, seseorang

berada dalam masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

Sedangkan berdasarkan UU Perkawinan No.1 tahun 1974 anak dianggap

sudah remaja apabila cukup matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun

untuk perempuan dan 19 tahun untuk laki-laki (Soetjiningsih, 2004).

Masa peralihan tersebut menimbulkan keadaan tidak menentu bagi

remaja. Apalagi pada saat itu tanda-tanda kematangan seksual sudah

muncul. Akibatnya mereka akan dihadapkan pada keadaan yang

memerlukan penyesuaian untuk menerima perubahan-perubahan yang

terjadi (Soetjiningsih, 2004).

4.2.2 Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Penyakit HIV/AIDS


Tingkat pengetahuan responden mengenai penyakit HIV/AIDS

sebagian besar (62,3%) dalam kategori cukup, selebihnya (36,9 %)

termasuk dalam kategori baik. Sedangkan yang masuk dalam kategori

pengetahuan buruk hanya 1 responden (0,8%).

Ini menunjukan bahwa hampir semua responden (99,2 %)

mengetahui apa yang dimaksud dengan penyakit HIV/AIDS, orang yang

beresiko terkena AIDS, cara penularan, dan pencegahan yang bisa

dilakukan. Pengetahuan sendiri merupakan segala apa yang diketahui atau

kepandaian tentang segala sesuatu yang diperoleh manusia melalui

pengindraan terhadap objek tertentu (Notoatmodjo, S 1993).

Cukup tingginya pengetahuan resoponden ini di dukung oleh

kenyataan gencarnya sosialisasi pemerintah dan Lembaga Swadaya

Masyarakat melalui berbagai media cetak maupun elektronik. Apalagi

dengan digagasnya peringatan hari AIDS sedunia yang diselenggarakan

setiap tanggal 1 Desember. Moment tersebut digunakan oleh berbagai

kalangan mulai dari instansi pemerintah, LSM, hingga organisasi pelajar

dan mahasiswa untuk bersama-sama mengingatkan masyarakat tentang

bahaya AIDS dan cara pencegahannya (Kementrian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2012; Febrian,

2013)

4.2.3 Sikap Responden Terhadap Penderita HIV/AIDS


Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden

(69,7%) responden memiliki sikap yang positive terhadap penderita

HIV/AIDS. Kondisi ini menunjukan bahwa responden memiki sikap untuk

memperlakukan penderita AIDS secara baik.

Sikap sendiri merupakan cara membawa atau menempatkan diri,

merasakan jalan pikiran dan perilaku, serta perasaan seseorang tentang

objek aktivitas, peristiwa, atau orang lain. Perasaan tersebut kemudian

menjadi konsep yang mempresentasikan suka atau tidak sukanya seseorang

pada sesuatu. Sebuah sikap muncul sebagai hasil evaluasi terhadap objek

sikap, yang diekspresikan ke dalam proses kognitif, afektif, dan perilaku.

(Hornby dalam Ramadhani, 2008)

Salah satu faktor yang membuat sesorang bersikap negative terhadap

penderita AIDS adalah adanya stigma negative kepada mereka. Penyakit

hukuman Tuhan, penyakit orang berdosa, mennjijikan, penularan dan lain

sebagainya, semakin membuat seseorang enggan atau bahkan takut

berhubungan dengan penderita AIDS. Oleh karena itulah dibutuhkan

pengetahuan yang benar mengenai konsep HIV/AIDS. Pengetahuan yang

baik terhadap HIV/AIDS dapat membentuk pemahaman yang benar

mengenai penyakit tersebut sehingga bisa memiliki sikap yang baik dengan

penerita HIV/AIDS (Sosodoro, O, Emilia O dan Wahyuni, 2009).

Responden dalam penelitian ini memiliki pengetahuan yang cukup

(62,3%) dan selebihnya termasuk dalam kategori pengetahuan baik (36,9

%). Hal ini menunjukan kontribusi dari pengetahuan mereka terhadap sikap
yang terbentuk. Selain itu banyak faktor yang mendukung pembentukan

sikap tersebut. Nilai-nilai positive dalam keluarga, ajaran agama melalui

kegiatan kerohanian disekolah, bimbingan guru, dan teman sebaya

merupakan sebagian dari berbagai faktor yang membentuk sikap positive

terhadap orang lain, seperti: menghormati, peduli, maupun kemauan

menolong (Halomoan, 2012).

4.2.4 Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Responden Tentang HIV/AIDS

dengan Sikap Responden Terhadap Penderita HIV/AIDS

Uji statistik menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara tingkat pengetahuan responden tentang HIV/AIDS dengan

sikap responden terhadap penderita HIV/AIDS, dimana nilai p = 0,252. Hal

ini didukung oleh nilai korelasi (r) yang hanya 0,219. Ini menunjukan

bahwa nilai korelasi kedua variabel tersebut lemah. Denga kata lain,

hubungan pengetahuan tentang penyakit HIV dengan sikap responden

terhadap penderita HIV/AIDS hanya 21, 9 % saja, sedangkan selebihnya

(79,1 %) berkaitan dengan faktor lain.

Menurut Oskam dalam Ramadhani (2008) dan Azwar (2007). Selain

faktor pengetahuan, sikap seseorang dipengaruhi oleh banyak hal seperti

genetik, pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting,

pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga

agama, dan faktor emosional.


Faktor fisiologik berpengaruh terhadap pembentukan sikap melalui

komdisi-kondisi fisiologis yang di alaminya. Misalnya, sesorang yang

tadinya bersikap negatif pada obat-obatan, akan berubah pandangannya, saat

ia harus rutin minum obat karena sakit yang dideritanya (Oskam dalam

Ramadhani, 2008).

Pengalaman pribadi secara langsu lebih berkesan dan berpengaruh

terhadap pembentukan sikap dibandingkan dengan hanya mendengar dari

orang lain. Apa yang telah individu alami akan membentuk dan

mempengaruhi penghayatannya terhadap sebuah stimulus sosial. Minimnya

pengalaman seseorang terhadap suatu objek psikologis cenderung akan

membentuk sikap negative terhadap objek tersebut (Azwar, 2007).

Seseorang yang dianggap penting merupakan faktor lain yang

berpengaruh terhadap pembentukan sikap individu. Individu cenderung

memiliki sikap yang kompromis terhadap seseorang yang ia anggap penting.

Hal ini disebabkan oleh keinginan untuk berafiliasi dan menghindari konflik

dengan orang yang dianggap penting tersebut. Orang yang biasanya

dianggap penting diantaranya: orang tua, orang dengan status sosial lebih

tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri, suami, dan lai-

lain (Azwar, 2007).

Selain itu, kebudayaan telah menanamkan pengaruhnya terhadap

sikap kita dalam menghadapi berbagai permasalahan. Hal ini disebabkan

karena budaya dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh

besar terhadap pembentukan sikap seseorang (Azwar, 2007).


Media massa sebagai salah satu sumber informasi, sering disertai

dengan pesan-pesan dan sugesti yang mampu merubah sikap seseorang.

Media juga mampu merubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang

seolah-olah baik. Sebaliknya melalui media juga, seseorang dapat

menghancurkan citra orang lain, sehingga akhirnya mendapatkan perlakuan

yang tidak semestinya (Azwar, 2007 dan Pratyaksa,2011).

Sebagaimana dengan orang yang dianggap penting, teman sebaya

memiliki pengaruh yang cukup besar dalam pembentukan sikap seseorang.

Terdapat kecenderungan kalau seseorang berusaha untuk sama dengan

teman kelompoknya (Azwar, 2007).

4.4 Uji Hipotesis

Ha di tolak, yaitu tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan

mengenai penyakit HIV/AIDS dengan sikap terhadap penderita HIV/AIDS. Hal

ini di dukung dengan hasiil uji statistik menggunakan uji gamma dan somer’d

antara lain: nilai p =0,252 (p >0,05) dan nilai r = 0, 219


BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan pengujian hasil penelitian dan pembahasan dapat dirumuskan

simpulan sebagai berikut:

5.1.1.Simpulan Umum

Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang

HIV/AIDS dengan sikap terhadap penderita HIV/AIDS

1) Mengidenttifikasi karakteristik responden berdasarkan umur dan

jenis kelamin

2) Mengidentifikasi tingkat pengetahuan siswa SMU/SMK tentang

HIV/AIDS

3) Mengidentifikasi sikap siswa SMU/SMK terhadap pengidap

HIV/AIDS

Mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan tentang HIV/AIDS dengan

sikap terhadap pengidap HIV/AIDS

5.1.2. Simpulan Khusus

1) Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin antara lain: laki-laki

49,2% dan perempuan 50,8% (n=122). Sedangkan karakteristik

berdasarkan berdasarkan usia, rerata usia responden adalah 17,31 tahun.


2) Tingkat pengetahun responde tentang penyakit HIV/AIDS antara lain:

kategori kurang 1 responden (0,8%), cukup 76 responden (62,3%) dan

baik sebanyak 45 orang (36,9%)

3) Sikap responden terhadap penderita HIV/AIDS antara lain: sikap negative

3 responden (2,5%), netral 34 responden (27,9 %), dan positive 85

responden (69,7%)

4) Tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan responden

dengan sikap responden terhadap penderita HIV/AIDS. Nilai p=0,252 dan

nilai korelasi (r) = 0,219.

5.2. Saran

1) Bagi Institusi Sekolah

Institusi sekolah diharapkan untuk lebih gencar lagi melakukan sosialisasi

kepada para siswa mengenai tema seputar HIV/AIDS. Meskipun secara statistik

tidak ada hubungan yang signifikan, namun hal tersebut perlu mendapatkan

perhatian serius.

Pengetahuan yang baik bagaimanapun akan membuat seseorang menyikapi

segala sesuatu dengan bijaksana. Pemahaman yang buruk cenderung akan

menimbulkan perilaku yang negative.

2) Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi dasar untuk penelitian

selanjutnya berkaitan dengan HIV/AIDS. Penelitian selanjutnya yang diharapkan

adalah mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap


penderita HIV/AIDS atau pengalaman penderita HIV/AIDS saat berinteraksi

dengan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S 2007, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi, 2, Yogyakarta, Pustaka
Pelajar
Dinas Pendidikan Kabupaten, 2006, Data Siswa SMA se-Kabupaten Banyumas tahun
2006, Dinas Pendidikan Kabupaten, Banyumas.
Djauzi, 2009, ’How To Maintain ARV First Line Treatment’, lembaran makalah dalam
Clinical Mentoring on HIV/AIDS for Health Provider, SANDAR, Gedung Asri
Medical Center Lt 2 Jogjakarta, 20 Juni 2009.
Febrian, E 2013, Komisi Penanggulangan Komisi Penanggulangan AIDS Ajak Media
Untuk Sosialisasi, diambil tanggal 30 Juli 2013 ,
<http://kuninganmedia.com/buka/baca/1372426815>
Halomoan, 2012, Kajian Terhadap Pengembangan Nilai-nilai Pendidikan Karakter Bangsa
di Satuan Pendidikan, diambil 30 Juli 2013
<http://sumut.kemenag.go.id/file/file/TULISANPENGAJAR/cpbl1343830502.pdf>
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia, 2012, Pedoman Pelaksanaan Hari AIDS Sedunia Tahum 2012,
Kementrian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak RI, Jakarta
Notoatmodjo, S 1993, Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan, Universitas Indonesia.
Jakarta.

Rhamadhani, N 2008, Sikap dan Beberapa Definisi Untuk Memahaminya, diambil


tanggal 23 Juni 2009,
<http://neila.staff.ugm.ac.id/wordpress/wp-content/uploads/2008/03/definisi.pdf>

Soetjiningsih, 2004, Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya, CV Sagung Seto,


Jakarta.
Sosodoro, O, Emilia O dan Wahyuni, 2009, Hubungan Pengetahuan Tentang
HIV/AIDS Dengan Stigma Orang Dengan HIV/AIDS di Kalangan Pelajar
SMA, Berita Kedokteran Masyarakat, Vol 25 No 4.
Sugiyono, 2005, Statistik untuk Penelitian, CV Alfabeta, Bandung.
Pratyaksa,2011, Peranaan Media Massa dan Opini Publik dalam Membangun Isu-
isu Kontroversial, diambil 30 Juli 2013
<ejournal.ihdn.ac.id/index.php/widyaduta/article/download/13/13>
Wikipedia, 2009, AIDS, diambil tanggal 23 Juni 2009, <http://wikipedia/AIDS>
REKAPITULASI ANGGARAN PENELITIAN

No Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan


1 Gaji dan Upah Rp 1.552.000
2 Bahan habis pakai dan peralatan Rp 962.000
3 Perjalananan Rp 320.000
4 Publikasi Rp 250.000
Jumlah Rp 3.084.000
LAMPIRAN

Lampiran 1. Justifikasi anggaran penelitian

No Komponen Rincian Jumlah


1 Honor tim peneliti 4 orangx3 bulanx Rp 200.000 Rp 2.400.000
2 Bahan - bahan
Kertas kwarto 4 x Rp 30.000 Rp 120.000
Bolpoint 4 x Rp 12.000 Rp 48.000
Perijinan Rp 500.000 Rp 500.000
Penggandaan proposal Rp 250.000 Rp 250.000
Analisis data Rp 1.000.000 Rp 1.000.000
Intepretasi data Rp 1.000.000 Rp 1.000.000
Penggandaan laporan Rp 250.000 Rp 250.000
3 Perjalanan 6harix4mingux5000x10 bln Rp 1.200.000
4 Lain-lain
Pulikasi Rp 1.200.000
Total biaya Rp 7.968.000
Lampiran 2. Susunan organisasi tim peneliti dan pembagian tugas

N Nama NIDN Bidang Ilmu Alokasi Uraian Tugas


o Waktu
(jam/minggu)
1 Iwan Purnawan, 19800205 Keperawatan 4 jam / Mengkoordinir
S.Kep,Ns, 20080110 Gawat Darurat minggu pelaksanaan
M.Kep 05 penelitian
Melakuan
survei data.
2 Eva Rahayu, 19810131 Keperawatan 4 jam / Mengurus
S.Kep,Ns, 20080120 Komunitas minggu perijinan
M.Kep 10 Melakukan
survei data.
Lampiran 3. Ketersediaan sarana dan prasarana penelitian

Sarana yang diperlukan dalam penelitian adalah intrumen penelitian yaitu sebagai

berikut :

INSTRUMEN PENELITIAN

A. INFORM CONSENT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Usia :
Setelah mendapatkan penjelasan, dengan ini menyatakan bersedia dan
berperan serta dalam penelitian tentang ” Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang
HIV/AIDS dengan Sikap Terhadap Pengidap HIV AIDS pada Siwa SMU/SMK di
Wilayah Kecamatan Purwokerto Timur dan Baturaden” yang dilakukan oleh Iwan
Purnawan, S.Kep.,Ns
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Purwokerto,.......................2013
Yang menyatakan

...........................
B. CHECK LIST

1. Pengetahuan Tentang HIV/AIDS


Petunjuk: Contreng () jawaban yang benar

NO. PERNYATAAN BENAR SALAH


1. AIDS – Acquired Immune Deficiency Syndrome
adalah stadium akhir dari infeksi yang disebabkan
oleh virus, yaitu Human Inmodeficiency Virus
(HIV).
2. Bila mendapatkan pengobatan yang intensif, maka
AIDS dapat disembuhkan
3. Kita semua berisiko terinfeksi HIV dari satu kali
aktifitas seksual tak aman
4. Bila hanya satu kali menginjeksi obat terlarang, maka
kita belum beresiko terinfeksi HIV
5. HIV paling banyak disebabkan  karena hubungan
seksual tak terlindungi dengan orang yang sudah
terinfeksi HIV
6. Infeksi HIV bisa menyebar melalui transfusi dengan
darah yang terinfeksi

7. Bersalaman dan berpelukan dengan pengidap HIV


positif tidak akan tertular
8. Infeksi HIV tidak menyebar melalui kontak sosial
biasa (non seksual).

9. Membuat rajah/tato atau melubangi tubuh dengan


jarum yang tidak steril tidak akan dapat
mengakibatkan infeksi HIV

10. Selalu menggunakan kondom (karet) dapat


menurunkan resiko terjangkit HIV
11 Pada anak perempuan yang melakukan hubungan
seksual membuat HIV jauh lebih mudah memasuki
tubuhnya daripada laki-laki
12 Seseorang pria bisa melindungi diri dari penyakit
HIV dengan mencuci kemaluanya setelah
berhubungan seks
13 Memiliki lebih sedikit pasangan akan menurunkan
resiko terinfeksi HIV
14. Seseorang yang telah terinfeksi HIV dapat terlihat
baik dan sehat
15 Umumnya seseorang yang HIV positif memerlukan
terapi seumur hidup

16 Belum ditemukan pengobatan untuk AIDS.


17 Tidak ada vaksin yang dapat melindungi seseorang
dari infeksi HIV

18 Anda bisa terinfeksi HIV dari seks oral


19 Kondom lateks dan kondom kulit binatang sama-
sama baik untuk mencegah penularan HIV
20 Cairan tubuh seperti darah, semen, urin, air liur dan
air mata telah ditemukan sebagai sumber – sumber
penting penularan HIV
21 Perempuan berisiko lebih besar untuk mendapat HIV
dibandingkan laki–laki

22 Seks anal lebih beresiko dibandingkan oral atau


vaginal
23 Wanita meminum Pil KB setelah berhubungan
seksual dapat mencegah tertularnya HIV
24 Infeksi lain yang menyertai AIDS disebut sebagai
infeksi opportunistik

2. Sikap Terhadap Penderita HIV/AIDS


Petunjuk: Contreng () pernyataan berikut ini sesuai dengan pendapat anda

NO PERNYATAAN YA TIDA
K
Apabila saudara/teman anda menderita HIV/AIDS
1. apakah anda masih mau berteman dengannya

2 Apabila saudara/teman anda menderita HIV/AIDS


apakah anda mau bersalaman dengannya

3. Apabila saudara/teman anda menderita HIV/AIDS


apakah anda masih mau jalan bareng dengannya
Apabila saudara/teman anda menderita HIV/AIDS
4. apakah anda merasa malu menjadi temannya?
Apabila saudara/teman anda menderita HIV/AIDS
5. apakah anda masih mau berbicara dengannya
Apabila saudara/teman anda menderita HIV/AIDS
6. apakah anda masih mau tinggal satu rumah dengannya
Apabila saudara/teman anda menderita HIV/AIDS
7. apakah anda masih mau menolongnya apabila dalam
kesulitan/meminta tolong kepada anda
Apakah anda takut apabila bertemu pasien dengan HIV
8. AIDS
Apakah anda merasa jijik terhadap pasien HIV AIDS
9.
Apabila saudara/teman anda menderita HIV/AIDS
10. apakah anda, maka semua alat makan harus
dipisaahkan sendiri (diisolasi)
11 Penyakit HIV/AIDS merupakan balasan/hukuman dari
Tuhan terhadap perbuatan buruk penderitanya
Pasien HIV/AIDS adalah sama-sama manusia seperti
12. kita
Pasien HIV/AIDS harus berkedudukan sama dalam
13 masyarakat
Pasien HIV/AIDS harus diberi dukungan dari semua
14 aspek
15 Pasien HIV/AIDS mempunyai hak dan kewajiban yang
sama dalam masyarakat
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

KETUA TIM

A. Identitas
Nama : Iwan Purnawan, S.Kep, Ners., M.Kep
Tempat/Tanggal Lahir : Brebes, 05 Februari 1980
Jenis Kelamin : Laki-Laki
NIP : 198002052008011005
Pangkat/Golongan : Penata Muda /IIIa
Institusi : Jurusan Keperawatan FKIK
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
B. Mata ajar yang diampu Keperawatan Gawat Darurat
C. Riwayat Pendidikan

No Tahun Lulus
Nama Pendidikan
1. SD Pabuaran 2 1992

2. SMP Negeri 2 Salem 1995

3. SMA Negeri 2 Purwokerto 1999

4. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran 2004


UGM Jogjakarta

5 Program Profesi Ners UNDIP Semarang 2006

5. S2 Keperawatan Unpad Bandung 2012

D. Riwayat Pekerjaan

No Pekerjaan Tahun

1. Dosen Jurusan Keperawatan, Fakultas Kedokteran 2006-sekarang


dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman Purwokerto

E. KARYA ILMIAH
Purnawan, I Saryono, 2010, “Mengelola Pasien dengan Ventilator Mekanik”,
Rekatama, Jakarta

Purnawan, I Haroen H, & Kosasih CE (2012), “Effect of Acupressure on GCS


value on moderate Head injury Patient ot dr Hasan Sadikin Hospital”
Pasien Cedera Kepala Sedang di RSUP dr Hasan Sadikin Bandung,3rd
International Nursing Conference Universitas Padjajaran Bandung

Purnawan, I Upoyo AS, 2013, “Stimulation of Acupressure Point To increase


Consciousness Ischemic Stroke Patients “ Preceeding The ASEAN
Academic Society International Conference (AASIC)

Purwokerto, Juli 2013


Yang menyatakan,

Iwan Purnawan, S.Kep., Ns M. Kep


NIP. 198002052008011005

BIODATA
ANGGOTA PENELITI

A. IDENTITAS
Nama : Eva Rahayu, S.Kep., Ns, M.Kep
NIP : 132326549
Pangkat/Golongan : Penata Muda/IIIa
Jabatan : Dosen Pengajar
Institusi : Jurusan Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

B. RIWAYAT PENDIDIKAN
No Nama Pendidikan Tahun Lulus Keterangan
1 SD Negeri I Purajaya Lampung Barat 1993
2 MTs Negeri II Bandar Lampung 1996
3 SMU Al Kautsar Bandar Lampung 1999
4 Program Studi Ilmu Keperawatan FK UGM 2005

C. RIWAYAT PEKERJAAN
No Pekerjaan Tahun Keterangan
1. Dosen Jurusan Keperawatan 2007- sekarang
Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu
Kesehatan UNSOED Purwokerto

D. PENGALAMAN PENELITIAN DAN KARYA ILMIAH


Wijayanti, R., Swasti, G,K., Rahayu, E. (2007) Hubungan antara Pengetahuan
Kesehatan Reproduksi Terhadap Perilaku Seksual pada Siswa SMU di
Kecamatan Purwokerto dan Baturaden. Publikasi pada Jurnal
Keperawatan Soedirman Program Sarjana Keperawatan Universitas
Jenderal Soedirman, Juli 2007

Asrin., Rahayu, E. (2007). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat


dalam Pelaksanaan Protap Pemasangan dan Dressing kateter di Ruang
Rawat Inap Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto. Belum
dipublikasikan

Kamaluddin, R., Rahayu, E. (2008) Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Kepatuhan Asupan Cairan pada Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan
Terapi Hemodialisis di RS Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
Purwokerto, Publikasi pada Jurnal Keperawatan Soedirman Jurusan
Keperawatan FKIK Unsoed, April 2009
Purwokerto, Juli 2013
Yang menyatakan,

Eva Rahayu, S.Kep., Ns, M.Kep


NIP. 132326549

Anda mungkin juga menyukai