Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KARYA TULIS ILMIAH

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI STIGMA


PELAJAR PADA PENDERITA HIV DAN AIDS SERTA
DAMPAKNYA

DISUSUN OLEH
SUSAN DYAH PURWOGANTI
(18595)
XI MIPA 2

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PROVINSI JAWA


TENGAH
SMA NEGERI 1 PEKALONGAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul
“ANALISIS FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STIGMA PELAJAR PADA
PENDERITA HIV DAN AIDS SERTA DAMPAKNYA”. Karya tulis ilmiah ini
disusun untuk memenuhi tugas menulis karya ilmiah dalam mata pelajaran Bahasa
Indonesia.

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis telah mendapatkan bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak baik dalam hal materi maupun moril. Oleh karena
itu perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Muhammad Umar Izzuddin, S. Pd., Selaku pengampu mata pelajaran Bahasa
Indonesia.
2. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis.
3. Rekan-rekan kelas XI MIPA 2 yang selalu memberikan dukungan kepada penulis
dalam menyusun karya ilmiah ini.
4. Serta pihak-pihak yang terlibat dalam penulisan karya ilmiah ini.

Penulis tahu karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan, sehingga
kritik dan saran sangat penulis harapkan guna perbaikan karya tulis ilmiah ini ke
depannya.

Sragi, 28 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN................................. i
DAFTAR ISI .......................................iii
BAB I PENDAHULUAN ..................... 1
1.1 Latar Belakang ................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................... 2
1.3 Tujuan .............................................. 3
1.4 Manfaat............................................ 3
BAB II KAJIAN TEORI ....................... 4
2.1 Konsep HIV dan AIDS .................. 4
2.1.1 Pengertian HIV dan AIDS ........ 4
2.1.2 Penemuan ................................. 4
2.1.3 Penularan .................................. 5
2.1.4 Pencegahan ............................... 6
2.2 Konsep Stigma HIV dan AIDS ....... 6
2.2.1 Pengertian Stigma .................... 6
2.2.2 Penyimpangan Stigma .............. 6
2.2.3 Stigma Terkait HIV dan AIDS . 7
2.2.4 Akibat Stigma ........................... 7
2.2.5 Pengertian Diskriminasi ........... 8
BAB III PEMBAHASAN ..................... 9
3.1 Faktor Penyebab Munculnya Stigma
Pelajar Terhadap ODHA ....................... 9

3.2 Dampak Stigma pada Kehidupan


ODHA .................................................10

3.3 Dampak Stigma terhadap ODHA


Dalam Upaya Pencegahan HIV dan
AIDS..............................................11

BAB IV PENUTUP ............................12


4.1 Kesimpulan ...............................12
4.2 Saran .........................................12
DAFTAR PUSTAKA ..........................13

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stigma merupakan pandangan negatif


dalam masyarakat dalam melihat suatu
hal. Stigma muncul karena pemikiran
masyarakat yang menyebar dari satu
individu ke individu yang lain. Stigma
masyarakat dalam kaitannya dengan
HIV/AIDS merupakan suatu pandangan
negatif masyarakat ketika melihat segala
sesuatu yang kaitannya dengan
HIV/AIDS. Namun, masyarakat sering
kali salah mengartikan stigma yang
muncul sehingga, masyarakat bukan
hanya memandang negatif terhadap virus
maupun penyakitnya (HIV dan AIDS)
tetapi memandang negatif kepada
pengidap HIV/AIDS.

Sejak pertama kali penyakit


HIV/AIDS di dunia sekitar tahun 1987
berbagai respons seperti ketakutan,
penolakan, stigma dan diskriminasi telah
muncul bersamaan dengan terjadinya
epidemik. Stigma dan diskriminasi telah
tersebar secara cepat, menyebabkan
terjadinya kecemasan dan prasangka
terhadap ODHA. Penyakit
HIV/AIDSmenjadi fenomenal biologis,

4
medis, dan menjadi fenomena sosial di
masyarakat (Frederikson, 2007).

Menurut penelitian Sosodoro (2009)


pada pelajar usia 15–25 tahun
mengungkapkan hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dan stigma
terhadap ODHA, dengan nilai Odds Ratio
Crude 3,37. Hal ini menunjukkan bahwa
stigma terhadap ODHA ditemukan 3,37
kali lebih banyak pada pelajar
berpengetahuan HIV/AIDS yang rendah
daripada pelajar yang mempunyai tingkat
pengetahuan tentang HIV/AIDS yang
tinggi.

Menurut WHO dan the Joint United


Nations Program on HIV/AIDS, remaja
lebih berisiko tertular HIV sebagai akibat
dari kurangnya informasi, terlibat dalam
perilaku berisiko, dan kurangnya akses
terhadap pelayanan kesehatan terutama
mengenai kesehatan reproduksi
(Thanavah, 2013). Setiap hari 5.000 anak
muda berusia 15-25 tahun terinfeksi HIV,
atau sekitar 2 juta infeksi baru pertahun
(Chen, 2012).

Stigma pada ODHA (Orang Dengan


HIV/AIDS) terjadi karena pelajar
beranggapan bahwa penyakit HIV/AIDS
berkaitan dengan perilaku menyimpang,
seks bebas, dan penyalahgunaan
narkotika (Averting HIV dan AIDS,

5
2011). Stigma dan diskriminasi terhadap
ODHA berdampak pada terbukanya
penyakit AIDS, hal ini karena stigma dan
diskriminasi akan mematahkan semangat
orang untuk berani melakukan tes dan
bahkan akan juga membuat orang merasa
enggan untuk mencari informasi dan cara
perlindungan terhadap penyakit
(Hermawati, 2011).

Stigma dan diskriminasi terjadi


karena masyarakat memandang penderita
HIV/AIDS sebagai orang yang perlu
dihindari, penyakit yang sangat ditakuti,
sangat menular dan penyakit sebagai
hukuman dari Tuhan (Waluyo dkk, 2007).
Faktor-faktor yang diberikan masyarakat
terhadap penderita HIV/AIDS karena
selalu bersinggungan dengan orang yang
pergaulannya bebas, pecandu narkoba,
orang yang melanggar norma-norma
agama dan sosial (Kemenkes RI, 2012).

Stigma pada ODHA merupakan


fenomena yang sudah mengakar di
tengah kehidupan masyarakat, terutama
di kalangan pelajar. Stigma tersebut erat
kaitannya dengan diskriminasi terhadap
kaum ODHA, karena mereka dianggap
sebagai “aib”, padahal seharusnya pelajar
dapat bersikap lebih bijak dalam
menyikapi HIV/AIDS karena pelajar
sudah mendapatkan edukasi tentang

6
HIV/AIDS di sekolah. Stigma tersebut
memiliki dampak yang besar kepada
masyarakat dan kaum ODHA . Oleh
karena itu, penulis ingin meneliti faktor
yang menyebabkan munculnya stigma
terhadap ODHA pada pelajar serta
dampaknya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana analisis faktor yang
memengaruhi stigma pelajar terhadap
ODHA?
2. Bagaimana analisis dampak stigma
terhadap ODHA dalam kehidupan
mereka sehari-hari?
3. Bagaimana dampak stigma yang muncul
terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan faktor yang menyebabkan
munculnya stigma terhadap ODHA pada
pelajar.
2. Menjelaskan dampak stigma HIV dan
AIDS terhadap kehidupan ODHA
3. Menjelaskan dampak stigma pada ODHA
terhadap upaya pencegahan HIV/AIDS

1.4 Manfaat

Karya ilmiah ini diharapkan mampu


memberikan pengetahuan terkait faktor

7
yang menyebabkan munculnya stigma
terhadap ODHA pada pelajar dan
dampaknya, sehingga diharapkan mampu
menghapuskan diskriminasi terhadap
kaum ODHA.

8
BAB II

KAJIAN TEORI

2. 1 Konsep HIV dan AIDS

2.1.1 Pengertian HIV dan AIDS

HIV (Human Immunodeficiency


Virus) merupakan virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh (imunitas)
manusia dan merupakan agen penyebab
AIDS. HIV menyerang limfosit T helper
dan sel-sel imunitas lain yang memiliki
materi CD4. AIDS (Acquired Immuno
Deficiency Syndrome) merupakan
penyakit penurunan fungsi sistem
kekebalan tubuh yang diakibatkan oleh
HIV. Penyakit ini menyebabkan sistem
kekebalan tidak dapat berfungsi,
sehingga tubuh mudah terserang penyakit
akibat infeksi berbagai virus dan bakteri.

2.1.2 Penemuan

Pada tahun 1981, para perawat dan


pekerja kesehatan di Amerika Serikat
mengamati adanya peningkatan jumlah
kasus sarkoma kaposi, yaitu sejenis
kanker kulit dan pembuluh darah, dan
pneumonia Pneumocystis cariini, yaitu
suatu infeksi akibat protozoa.
Peningkatan laju itu dapat terlihat karena
kejadian penyakit ini jarang ditemukan di
antara populasi umum; penyakit ini

9
diketahui terjadi terutama pada individu
yang menderita supresi atau tekanan
kekebalan yang sangat hebat.
Pengamatan ini menghantarkan ke apa
yang akhirnya dikenal sebagai Acquired
Immuno Deficiency Syndrome atau AIDS.
Penderita AIDS sangat rentan terhadap
penyakit oportunistik, yaitu infeksi dan
kanker yang mengambil kesempatan saat
terjadi kelumpuhan sistem kekebalan.
Protozoa Pneumocystis adalah
organisme yang ada di mana-mana, dan
organisme itu tidak menyebabkan
pneumonia pada orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang sehat. Pada orang
penderita AIDS, penyakit oportunistik,
kerusakan neurologis, dan penurunan
fisiologis akan berakhir dengan kematian.

Pada tahun 1983, sejenis retrovirus,


yang sekarang disebut sebagai Human
Immunodeficiency Virus (HIV), telah
diidentifikasi sebagai agen penyebab
AIDS. Dengan angka kematian AIDS
mendekati 100%, HIV merupakan
patogen yang paling mematikan yang
pernah diketahui. Virus itu kemungkinan
berkembang dari virus lain yang mirip
HIV di Afrika tengah dan kemungkinan
telah menyebabkan kasus infeksi yang
tidak dikenal dan AIDS di sana selama
bertahun-tahun. Virus itu telah

10
diidentifikasi dalam sampel darah yang
diawetkan sejak tahun 1959 di negara-
negara Afrika dan di Inggris.

2.1.3 Penularan

Transmisi atau penularan HIV


memerlukan transfer cairan tubuh yang
mengandung sel-sel terinfeksi, seperti
semen atau darah. Hubungan kelamin
yang tidak aman (yaitu, tanpa
menggunakan kondom) di antara laki-laki
homoseksual dan penularan melalui
jarum suntik yang tidak steril ( khas pada
orang-orang pengguna obat-obatan
intravena) merupakan penyebab kasus
AIDS yang paling banyak dilaporkan di
Amerika Serikat dan Eropa sejauh ini.
Akan tetapi, penularan HIV di antara
heteroseksual semakin meningkat secara
cepat sebagai akibat hubungan kelamin
yang tidak terlindungi dengan pasangan
yang terinfeksi. Di Afrika dan Asia,
penularan terutama melalui hubungan
kelamin heteroseksual, khususnya jika di
sana terdapat insidensi dalam jumlah
tinggi dari penyakit kelamin yang
menyebabkan perlukaan pada alat
genital. Lepuhan ini mempermudah
penularan HIV, karena rintangan kulit
(garis pertama pertahanan) menjadi rusak
dab sel-sel yang rentan HIV, terutama

11
makrofag dan sel T helper, tertarik ke
daerah itu oleh respons peradangan.

HUV tidak ditularkan melalui


hubungan sosial biasa. Sejauh ini, hanya
ada satu kasus penularan HIV melalui
ciuman yang telah dilaporkan, dan baik
orang yang menularkan virus itu dan yang
menerimanya mengalami pendarahan
gusi. Kunci untuk mengenali risiko
adalah mengingat bahwa virus itu paling
baik ditularkan melalui transfer langsung
sel yang terinfeksi, dan hal ini mungkin
terjadi ketika darah atau sekresi tubuh
dilewatkan dari satu orang ke orang lain.
Penularan HIV dari ibu ke anak telah
terjadi dalam dua cara: penularan selama
perkembangan janin terjadi pada hampir
25% pada ibu yang terinfeksi HIV, dan
virus itu dapat juga lewat dari ibu ke anak
selama menyusui.

2.1.4 Pencegahan

HIV dan AIDS dapat dicegah


dengan beberapa cara, yaitu:

a. Mencegah hubungan seksual sebelum


menikah
b. Setia kepada pasangan setelah menikah
c. Menggunakan kondom bagi orang
dengan hubungan seksual berisiko
d. Tidak menggunakan narkoba

12
2.2 Konsep Stigma HIV dan AIDS

2.2.1 Pengertian Stigma

Stigma adalah tindakan


memberikan label sosial yang bertujuan
untuk memisahkan atau mendiskreditkan
seseorang atau sekelompok orang dengan
cap atau pandangan buruk. Dalam
praktiknya, stigma mengakibatkan
tindakan diskriminasi, yaitu tindakan
tidak mengakui atau tidak mengupayakan
pemenuhan hak-hak sadar individu atau
kelompok sebagaimana selayaknya
sebagai manusia yang bermanfaat.
Stigma dan diskriminasi terjadi
disebabkan karena persepsi bahwa
mereka dianggap sebagai musuh,
penyakit elemen masyarakat yang
memalukan atau mereka yang tidak taat
norma masyarakat dan agama yang
berlaku (Depkes 2012)

2.2.2 Penyimpangan Stigma

Stigma terjadi ketika seorang


diidentifikasi sebagai sesat, terkait
dengan stereotip yang menimbulkan
sikap prasangka, yang ditolak lanjut
dalam perilaku diskriminatif Stigma
terhadap AIDS dan diskriminasi terjadi di
seluruh dunia, walaupun tampaknya
terdapat perbedaan masyarakat,
kelompok agama dua individu di seluruh
negara. Bentuk-bentuk stigma dan

13
diskriminasi seperti rasisme, homofobia
atau kebencian terhadap wanita-wanita
yang bekerja di tempat-tempat seperti
pelacur atau pengguna narkoba. Stigma
tidak hanya membuat orang sulit untuk
berdamai dengan HIV dan mengelola
penyakit mereka pada tingkat pribadi,
tetapi juga mengganggu upaya untuk
memerangi epidemi AIDS secara
keseluruhan. Pada tingkat nasional,
stigma yang terkait dengan HIV dapat
menghalangi pemerintah dalam
mengambil keputusan cepat dan efektif
terhadap epidemi, sementara pada tingkat
pribadi membuat orang enggan untuk
mengakses tes HIV, pengobatan dan
perawatan (Alifatin A,2011

2.2.3 Stigma terkait HIV dan AIDS

Takut menular dan cara penularan


HIV menjadi dasar penilaian terhadap
ODHA dan menjadikan stigma HIV
semakin tinggi. Faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap stigma HIV dan
AIDS (Alifatin, 2014):

a. HIV dan AIDS adalah penyakit yang


mengancam jiwa, oleh sebab itu orang
bereaksi dengan cara yang kuat.
b. Infeksi HIV dikaitkan dengan perilaku
(seperti homoseksual, kecanduan obat,
prostitusi atau pergaulan) yang lebih
banyak menjadi stigma dalam

14
masyarakat
c. Kebanyakan orang terinfeksi HIV
melalui hubungan seks yang sering
membawa stigma moral.
d. Ada banyak informasi yang tidak akurat
tentang bagaimana HIV ditularkan,
menciptakan perilaku irasional dan
persepsi pribadi.
e. Infeksi HIV sering dianggap sebagai
akibat tidak bertanggung jawab.
f. Agama atau keyakinan moral yang
menyebabkan beberapa orang untuk
percaya bahwa terinfeksi HIV adalah
akibat dari kesalahan moral (seperti
pergaulan bahas atau seks menyimpang)
yang pantas untuk dihukum.

2.2.4 Akibat Stigma

Terdapat beberapa akibat stigma


terhadap ODHA, yaitu:

a. Sulit mencari bantuan


b. Sulit memulihkan kehidupan normal
karena dapat menyebabkan menarik diri
dari masyarakat.
c. Diskriminasi sehingga sulit mendapatkan
akomodasi dan pekerjaan.
d. Masyarakat bisa lebih kasar dan kurang
manusiawi.
e. Keluarga akan lebih merasa lebih
terhina dan terganggu.
2.2.4 Pengertian Diskriminasi

15
Stigma menjadi diskriminasi
ketika pikiran, keyakinan atau sikap
berkembang menjadi tindakan langsung.
Diskriminasi didefinisikan sebagai
perlakuan kurang baik suatu individu
hanya didasarkan pada keanggotaan
mereka untuk kelompok tertentu
(Giddens, Duneier, Applbaum & Carr
2009).

16
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Faktor Penyebab Munculnya


Stigma Pelajar Terhadap ODHA

Berdasarkan data yang telah


diuraikan, faktor penyebab munculnya
stigma pelajar terhadap ODHA yang
paling dominan adalah cara penularan
HIV/AIDS. HIV erat kaitannya dengan
pergaulan bebas, seperti: seks bebas,
orientasi seksual yang menyimpang, dan
penggunaan narkoba. Cara penularan
tersebut secara tidak langsung
menanamkan pola pikir bahwa ODHA
merupakan orang “nakal” yang harus
dijauhi. Pola pikir tersebut kemudian
mengakar dan mengakibatkan seseorang
berpikir bahwa ODHA adalah “aib” dan
HIV/AIDS yang diderita adalah sebuah
hukuman atau karma yang harus
ditanggung akibat perbuatan tidak
bertanggung jawab yang telah mereka
lakukan. Sehingga, stigma yang
berkembang menjadi salah objek. Stigma
tersebut merujuk kepada pengidapnya,
bukan penyakitnya.

Stigma terhadap ODHA menjadi


salah satu hambatan paling besar dalam
pencegahan, perawatan, pengobatan, dan

17
dukungan HIV/AIDS. Pengetahuan
tentang HIV/AIDS mempengaruhi
terjadinya stigma terhadap ODHA.
Dalam penelitian untuk mengetahui
hubungan pengetahuan tentang
HIV/AIDS dengan stigma terhadap
ODHA di kalangan remaja usia 15--19
tahun di Indonesia yang dilakukan oleh
Berliana Situmeang, Syahrizal Syarif,
dan Renti Mahkota pada tahun 2017
menggunakan data Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012
dengan disain cross-sectional. Sampel
penelitian sebanyak 8.316 orang. Hasil
studi menunjukkan 71,63% remaja
mempunyai stigma terhadap ODHA,
49,10% remaja mempunyai pengetahuan
yang kurang tentang HIV. Pengetahuan
yang kurang tentang HIV/AIDS
berhubungan dengan stigma terhadap
ODHA (PR= 1,210 95% CI: 1,149-1,273)
setelah dikontrol oleh keterpaparan media
massa. Perlu dilakukan peningkatan
pengetahuan tentang HIV/AIDS pada
remaja guna mengurangi stigma terhadap
ODHA.

Dari data di atas, lebih dari 50%


remaja usia pelajar memiliki pengetahuan
yang baik terkait HIV/AIDS, sedangkan
sisanya hanya mengetahui sedikit hal
yang berkaitan dengan HIV. Hal ini

18
dikarenakan sebagian besar pelajar tidak
mendapatkan informasi yang cukup dan
hanya berasal dari satu sumber. Tapi,
pada kenyataannya hampir seluruh
pelajar memiliki stigma terhadap ODHA,
baik yang berpengetahuan rendah
maupun tinggi.

Hasil kajian ini bertentangan dengan


penelitian Hermawati (2001) yang
menyebutkan bahwa pendidikan
kesehatan merupakan usaha untuk
membantu individu, keluarga dan
masyarakat dalam meningkatkan
kemampuan baik pengetahuan sikap,
untuk mencapai hidup secara optimal.
Kenyataannya, pengetahuan yang didapat
oleh pelajar justru menjadi momok bagi
para ODHA. Para pelajar hanya
mengetahui cara penularan HIV tanpa
mengetahui latar belakang dibalik
tertularnya seorang individu. Sehingga,
mereka menyamaratakan semua ODHA
dan melabeli mereka semua sebagai
“orang yang salah”. Fenomena ini sejalan
dengan pendapat Plato (424--348 SM)
dalam dialog Theaetetus mendefinisikan
pengetahuan sebagai “keyakinan yang
telah dibuktikan benar”. Hubungan antara
keyakinan dan pengetahuan adalah suatu
keyakinan yang di anggap benar jika
orang yang meyakininya memiliki bukti

19
pembenaran, yaitu pendapat, bukti,
pedoman yang beralasan dan masuk akal.
Sekalipun suatu keyakinan kuat, itu
bukan merupakan pengetahuan.
Pengetahuan memerlukan pembenaran
sedangkan keyakinan atau opini tidak
memerlukan pembenaran. Para pelajar
meyakini pengetahuan mereka, dan
pengetahuan itu membentuk berbagai
opini. Kenyataan bahwa hubungan
seksual merupakan penyebab terbesar
infeksi HIV digunakan sebagai bukti
yang membenarkan “pengetahuan” dan
opini mereka. Sehingga mereka
menganggap pembelaan para ODHA
hanya sebuah opini yang tidak dapat
dibenarkan.

3.2 Dampak Stigma pada Kehidupan


ODHA

Stigma yang berkembang di


masyarakat seakan menjadi belenggu
bagi para ODHA dalam menjalani
kehidupan mereka. Masyarakat
mengucilkan para ODHA, bahkan tidak
sedikit dari mereka yang mengalami
tindakan diskriminasi. Pandangan
masyarakat yang buruk terhadap ODHA,
membuat mereka kehilangan hak dalam
kehidupan bermasyarakat. Dampak yang
para ODHA alami, seperti: kesulitan
memenuhi kebutuhan hidup, kehilangan

20
hak dan martabat, mendapat tindakan
diskriminatif, hingga gangguan psikis
yang berujung pada bunuh diri. Para
ODHA juga kesulitan untuk meminta
bantuan pada orang lain karena stigma
“HIV sangat menular dan mematikan”.
Sekalipun suatu saat mereka dinyatakan
‘sembuh’ karena jumlah virus dalam
tubuh mereka tidak memenuhi syarat
seseorang dikatakan terinfeksi HIV,
masyarakat akan tetap melihat mereka
sebagai orang yang pernah mengidap
HIV dan tetap mendapatkan tindakan
diskriminatif.

3.3 Dampak Stigma terhadap ODHA


Dalam Upaya Pencegahan HIV dan
AIDS

Stigma yang muncul seharusnya


dapat membantu upaya pencegahan dan
pemberantasan HIV/AIDS apabila objek
stigma tersebut tepat. Namun, masyarakat
sering salah kaprah terhadap stigma yang
muncul. Masyarakat sering menganggap
bahwa hal yang harus dihindari adalah
pengidap HIV/AIDS bukan penyakitnya.
Pemikiran tersebut mengakar, sehingga
masyarakat beranggapan selama mereka
menjauhi pengidap HIV, maka mereka
tidak akan tertular HIV. Padahal hal
paling tepat untuk menjauhi HIV adalah

21
menghindari perilaku yang dapat
menularkannya.

Stigma tersebut juga memengaruhi


pola pikir para ODHA. Stigma yang
menyebar di masyarakat mengakibatkan
orang-orang yang sebenarnya sadar
bahwa mereka berisiko tinggi terjangkit
HIV memilih untuk menyembunyikan
rasa sakit mereka dan tidak
memeriksakan diri ke tempat pelayanan
kesehatan dengan alasan takut pada
diagnosa yang mungkin keluar, karena
apabila mereka memang positif HIV,
maka mereka akan menanggung malu
dan direndahkan oleh masyarakat.

Pola pikir seperti ini mengakibatkan


ODHA bebas melakukan apa pun dan
berhubungan dengan siapa pun, hal ini
dapat mengakibatkan orang lain ikut
terjangkit virus dan memperpanjang mata
rantai penularan HIV dan AIDS.
Sehingga, upaya pencegahan dan
pemberantasan HIV semakin sulit
dilakukan.

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan
Dari data yang telah diuraikan, dapat
ditarik beberapa kesimpulan bahwa
faktor yang memengaruhi munculnya
stigma pelajar terhadap HIV dan AIDS
adalah pandangan terkait cara penularan
HIV dan pengetahuan pelajar terhadap
HIV dan AIDS. Selain itu, dapat pula
disimpulkan bahwa stigma yang muncul
di tengah masyarakat harus mampu
diarahkan kepada HIV dan AIDS sebagai
objek, bukan penderitanya. Hal ini
dilakukan sebagai upaya pencegahan
HIV dan AIDS, serta mencegah tindakan
diskriminasi terhadap ODHA.

4.2 Saran

Melalui karya tulis ini penulis


mengharapkan agar pembaca dapat lebih
bijak dalam menyikapi stigma terhadap
HIV dan AIDS. Penulis juga ingin
mengajak pembaca agar membantu upaya
pencegahan dan pemberantasan HIV dan
AIDS, serta ikut serta menghapuskan
tindakan diskriminasi terhadap ODHA.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ahwan, Z. (2012). Stigma Dan Diskriminasi HIV Dan AIDS Pada Orang Dengan
HIV Dan AIDS Di Masyarakat Basis Anggota Nahdatul Ulama Bangil.

Aini Alifatin, 2011, Pengaruh Stigma HIV Pada Ibu Yang Memiliki Anak Dengan
HIV/AIDS Terhadap Keterbukaan Pada Keluarga. Jurnal Keperawatan,
Issn, 2086-3071. vol.4, No.1

Ansemus Aristo P., (2016). Hubungan Pengetahuan Tentang HIV Dan AIDSDengan
Stigma Terhadap Odha Pada Siswa Kelas XI Smk VI Surabaya. Jurnal Ners
Lentera, Vol.4, No.2

ASHM & NCHSR, 2012, Stigma and Discrimination around HIV and HCV in
Healthcare Setting : Research Report, NSW Ministry of Health

Azwar, S 2008, Sikap Manusia Teori dan Pengukuranya, edisi 2, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.Constructs, T. and Concept, T. (2003) ‘Health Belief Model’.

Dahlan, M. (2008).Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan.ed.3.Jakarta:


Salemba Medika Depkes RI. (2006). Pedoman Pelayanan Kefarmasian
Untuk Orang Dengan

HIV/AIDS. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Direktorat Jenderal


Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Campbell, N. A dkk. 2004. Biologi Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.

Depkes RI. (2012). Buku Pedoman Penghapusan Stigma dan Diskriminasi. Dir.
Jend Pengendalian penyakit dan Penyehatan lingkungan & Penyakit
Menular Langsung .

Depkes RI. (2016). Statistika Kasus HIV/AIDS di Indonesia , Jakarta. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

24
Depkes, RI, 2008, HIV/AIDSdan Penanggulangannya. Jakarta. Departemen
Kesehatan Indonesia

25
LAMPIRAN

26

Anda mungkin juga menyukai