Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PRINSIP HIDUP, FAMILY CENTERED CARE, DAN STIGMA PADA ODHA


Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan HIV/AIDS

Dosen Pengampu:
Suhaimi Fauzan, S. Kep., Ns., M. Kep

Oleh: Kelompok 2

Lonika Andespa I1032191007


Mega Anika I1032191012
Chory Nana Cornelia I1032191015
Anugrah Syahrurramadhan I1032191019
Nur Rahmania I1032191022

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, penyusun
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Prinsip Hidup, Family Centered Care, serta Stigma
pada ODHA” guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS. Penyelesaian makalah
ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun ingin menyampaikan
rasa terimakasih kepada:

1. Herman, S.Kep, Ns., M.Kep. Selaku dosen koordinator mata kuliah Keperawatan
HIV/AIDS yang sudah memberikan tugas ini.
2. Suhaimi Fauzan, S.Kep., Ns., M.Kep. Selaku dosen penguji mata kuliah Keperawatan
HIV/AIDS.
3. Teman-teman sekelompok yang telah membantu dalam menyusun tugas mengenai
“Prinsip hidup, Family Centered Care, serta stigma pada ODHA”.

Penyusun juga menyadari bahwa penyusunan makalah ini terbatas dan jauh dari sempurna,
hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan waktu yang dimiliki. Semoga
makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya dan dapat berguna bagi
diri sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penyusun mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penyusun memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Pontianak, September
2020

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I Pendahluan

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II Pembahasan

BAB III Penutup


A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan zaman sekarang ini banyak mengalami perubahan, terutama
meningkatnya jumlah kasus penyakit menular di Indonesia yang cukup mengkhawatirkan di
kalangan masyarakat yang disebabkan kurangnya pengertian dan informasi yang masyarakat
didapatkan serta dimiliki, membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk. Salah
satu penyakit menular yakni HIV/AIDS.Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan
sebuah virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh manusia. Virus tersebut menyerang
dua jenis sel darah putih (sel CD4 dan T), dimana sel tersebut sangat penting bagi sistem
kekebalan tubuh manusia. Ketika kedua sel tersebut terinfeksi HIV maka sistem kekebalan
tubuh manusia akan melemah dan tidak mampu lagi melawan beragam infeksi penyakit
(Stolley & Glass, 2009).
Tingginya pertumbuhan HIV/AIDS di Indonesia sangat dipenagruhi oleh tiga hal yaitu
meningkatnya pengguna narkoba dengan jarum suntik, maraknya seks bebas dan kelahiran
bayi oleh ibu yang terinfeksi (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2013). Penyakit HIV/AIDS
telah menimbulkan masalah yang cukup luas pada individu yang terinfeksi yakni meliputi
masalah fisik, social, dan emosional. Masalah secara fisik terjadi akibat penurunan daya
tahan tubuh progresif yng mengakibatkan ODHA rentan terhadap berbagai penyakit terutama
penyakit infeksi dan keganasan seperti TB paru, pneumonia,herpes simpleks/zoster, diare
kronik, hepatitis, sarcoma Kaposi, limpoma, dan infeksi/kelainan neurologic. Bahkan,
serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan
pasien sakit parah bahkan meninggal (Hutapea, 2011). HIV/AIDS masih dianggap sebagai
momok menyeramkan, karena saat divonis sebagai ODHA, yang terbayang adalah kematian.
Dimasyarakat penderita sering menerima perlakuan yang tidak adil atau bahkan mendapatkan
diskrimansi dari lingkungan keluarga dan masyarakat.
Diskriminasi yang dialami ODHA membuat mereka marik diri dari lingkungan sekitar,
serta stigmatisasi yang berkembang dalam masyarakat mengenai HIV/AIDS merupakan
suatu vonis mati bagi mereka sehingga membatasi ruang gerak dalam menjalankan aktivitas
mereka sebelumnya. Dukungan social bagi ODHA sangat dibutuhkan baik sumber dukungan
ODHA yang berasal dari kelompok sesame penderita, kekaurga, anak dan teman dekat
mereka maupun sumber dukungan dari luar diperoleh melalui kegiatan dari komunitas social.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang diangkat berdasarkan latar belakang diatas, yaitu:
1.2.1 Apa pengertian atau definisi dari HIV/AIDS?
1.2.2 Bagaimana prinsip hidup bersama ODHA?
1.2.3 Apa sajakah Family Centered pada ODHA?
1.2.4 Bagaimanakah stigma yang terjadi di masyarakat pada ODHA?

1.3 Tujuan Penyusunan


Adapun tujuan penyusunan berdasarkan rumusan maslaah yang diangkat, yaitu:
1.3.1 Untuk mengetahui apa definisi atau pengertian dari HIV/AIDS.
1.3.2 Untuk mengetahui prinsip hidup bersama ODHA.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja yang ada pada family centered ODHA.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana stigma masyarakat terhadap ODHA.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi HIV/AIDS

ODHA merupakan singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS. HIV sendiri adalah Human
Immunodefficiency Virus yakni suatu penyakit yang menyebabkan penderitanya mengalami
penurunan daya tahan tubuh, sehingga tubuh menjadi sangat rentan dengan berbagai macam
penyakit. Sedangkan AIDS merupakan Acquired Immuno Defficiency Syndrome yakni
tahapan lanjutan setelah seseorang terinfeksi virus HIV. Hingga saat ini banyak masyarakat
yang mengucilkan odha, bukan hanya secara psikis tetapi mental mereka juga terkena
dampaknya karena di kucilkan ditempat tinggalnya dan tidak bisa melakukan aktifitas sehari-
hari dengan normal seperti dulu.

Informasi kasus-kasus seperti itu menghalangi program pencegahan dan perawatan HIV.
Ketiga, Tanggapan (Response). Itu berarti pemajuan dan perlindungan HAM
menciptakan lingkungan yang mendukung bagi kebijakan nasional dalam menjawabHIV/
AIDS. Kebebasan berbicara, berekspresi, berorganisasi dan hak atas informasi danedukasi
merupakan faktor yang esensial bagi efektifitas program pencegahan danperawatan
HIV/ AIDS. Uraian di atas menunjukkan dengan sangat jelas saling ketertautan antara
pemajuandan perlindungan Ham dengan efektifitas pencegahan dan perawatan ODHA.
Oleh karena itu program perlindungan HAM ODHA sudah seyogyanya menjadi
prioritas kegiatan advokasi organisasi HAM baik pada nasional dan internasional. Sumber
hukum yang mendasari perlindungan Ham ODHA dapat dirujuk pada berbagai
Kovenan Internasional Ham, seperti, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik, Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Kovenan
Internasional Penghapusan Segala Bentuk Diskrikminasi terhadap Perempuan, Kovenan
Internasional Menentang Penyiksaan, Kovenan Internasional Hak-Hak Anak, Kovenan
Internasional Menentang Diskriminasi Rasial, serta hukum nasional Indonesia seperti, UUD
l945, UU Ham, UU Pengadilan Ham, dan berbagai UU sektoral yang menyentuh hak-hak
masyarakat

Banyak presepsi masyarakat atau orang kebanyakan mengenai cara penularan penyakit
HIV/AIDS yang keliru dan salah diartikan. Virus HIV dapat ditularkan melalui cairan tubuh
ODHA bukan berarti semua jenis cairan tubuh dapat menularkan penyakit ini. Untuk hidup
dengan ODHA dalam kehidupan atau aktivitas yang dilakukan sehari-hari ada baiknya untuk
tidak membedakan peralatan yang akan digunakannya agar ia memiliki peralatannya sendiri.
Pasien HIV dengan orang lain dapat berbagai makanan dan minuman yang sama sehingga
tidak perlu takut untuk tertular virus HIV karena biasanya penyakit ODHA dapat ditekan
dengan pengobatan alternatif HIV AIDS sehingga tidak menular.

2.2 Prinsip hidup bersama ODHA

Hidup dengan ODHA selama ini selalu digambarkan dengan sebuah kondisi yang sulit
untuk dikendalikan oleh kebanyakan orang namun pada kenyataanya hal ini merupakan cara
yang mudah untuk dilakukan. Hidup dengan ODHA artinya menghilangkan segala batasan
antara pasien dengan orang yang merawatnya, jika hal ini dilakukan dapat membantu pasien
HIV untuk bangkit dari keterpurukan yang dialaminya. AIDS pada ODHA dapat ditekan
apabila tubuh ODHA sehat, dan kesehatan ini secara langsung juga dipengaruhi oleh mental
ODHA.

Oleh karena diskriminasi terhadap ODHA menjadi sumber dari segala bentuk
kesewenangan dan kekerasan yang di alami ODHA, saya perlu mengutip disini
pengertian diskriminasi yang dianut oleh UU HAM sebagai berikut : “Diskriminasi adalah
setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsungataupun tak langsung
didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,etnik, kelompok,
golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,keyakinan politik,
yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusanpengakuan, pelaksanaan
atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalamkehidupan baik individual
maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum,sosial, budaya, dan aspek
kehidupan lainnya.” Konsepsi diskriminasi tersebut di atas jauh lebih luas dari konsepsi
diskriminasi yang dianut oleh Kovenan Interrnasional tentang Hak Sipil dan
Politik, Kovenan Internasional Menentang Diskriminasi Rasial, dan Kovenan Internasional
Penghapusan

Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan. Diskriminasi terhadap ODHA


merupakan diskriminasi terhadap kelompok yang tidak dibenarkan oleh UU Ham.
Berkenaan dengan pemajuan dan perlindungan Ham, termasuk tentunya ODHA kita perlu
mengenali asas-asas dasar UU Ham sebagai berikut :

Pertama, Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia
dan kebebasan dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dantidak
terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi
peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta
keadilan.

(pasal 2) Kedua, Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang
sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup
bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara dalam semangat persaudaraan. Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil
serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Setiap orang
berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa
diskriminasi.

(Pasal 3) Ketiga, Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi,
pikirandan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dan tetap butuh berinteraksi sosial guna mematangkan kisi-kisi sosial kepribadiannya
dalam bermasyarakat. Akan tetapi interaksi Odha dengan yang lain tetap memerlukan ilmu
baik dari sisi medis maupun psikospirit agar interaksi yang berjalan tidak menjadi
interaksiyang negatif terutama bagi Odha sendiri. Odha agar dapat berinterksi kembali di
tengah-tengah kehidupan, kesehatannya harus tetap dijaga, dan ini membutuhkan
perhatian bagi orang-orang yang ada disekitarnya

2.3 Family Centered pada ODHA


Stower (1992 dalam Fiane, 2012), Family Centered Care merupakan suatu pendekatan
holistic. Pendekatan Family Centered care tidak hanya memfokuskan asuhan keperawatan
kepada anak sebagai klien atau individu dengan kebutuhan biologis, psikologi, social, dan
spiritual (biopsikospiritual) tetapi juga melibatkan keluarga sebagai bagian yang konstan dan
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak. Gill (1993, dalam Fiane, 2012) yang
menyebutkan bahwa Family Centered Care merupakan kolaborasi bersama antara orangtua
dan tenaga professional. Kolaborasi orangtua dan tenaga professional dalam membentuk
mendukung keluarga terutama dalam aturan perawatan yang mereka lakukan merupakan
filosofi Family Centered Care. Peran perawat dalam menerapkan Family Centered Care
adalah sebagai mitra dan fasilitator dalam perawtaan pasien ODHA di rumah sakit.

Adapun konsep dari Family Centered Care pada ODHA, yaitu:

a) Martabat dan kehormatan praktisi keperawatan mendengarkan dan menghormati


pandangan dan pilihan pasien.
Pengetahuan, nilai, kepercayaan dan latar belakang budaya pasien dan keluarga
bergabung dalam rencana dan intervensi keperawatan pada ODHA.
b) Berbagi informasi.
Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memberitahukan informasi yang berguna
bagi pasien dan keluaga dengan benar dan tidak memihak kepada pasien dan
keluarga. Pasien dan keliarga menerima informasi setiap waktu, lengkap, akurat
agar dapat berpartisipasi dalam perawtaan dan pengambilan keputusan pada
ODHA.
c) Partisipasi
Pasien pada ODHA dan keluarga termotivasi berpartisipasi dalam perawatan dan
pengambilan keputusan sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka buat.
d) Kolaborasi
Pasien pada ODHA dan keluarga juga termasuk ke dalam komponen dasar
kolaborasi. Perawat berkolaborasi dengan pasien pada ODHA dan keluarga dalam
pengambilan kebijakan dan pengembangan program, implementasi dan evaluasi.

Adapun penyebab dilakukannya Family-Centered Care pada ODHA


 Membangun sistem kolaborasi daripada control atau penyembuhan pada ODHA
(orang dnegan HIV AIDS)
 Berfokus pada kekuatan dan sumber keluarga daripada kelemahan keluarga
 Mengakui keahlian keluarga dalam merawat ODHA seperti sebagaimana
professional
 Membangun pemberdayaan daripada ketergantungan
 Meningkatkan lebih banyak sharing informasi dengan pasien ODHA, keluarga dan
pemberi pelayanan daripada informasinya diketahui oleh professional.
 Menciptakan program yang fleksibel dan tidak kaku.

Adapun elemen Family Centered pada ODHA, meliputi:


a. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dalam kehidupan
pasien, sementara sistem sistem layanan dan anggota dalam system tersebut
berfluktuasi.
Kesadaran perawat bahwa keluarga adalah bagian yang kostan, merupakan hal
yang penting. Fungsi perawat sebagai motivator menghargai dan menghormati
peran keluarga dalam merawat klien dengan ODHA serta bertanggung jawab
penuh dalam mengelola kesehatan klien. Selain itu, perawat mendukung
perkembangan sosisal dan emosional, serta memenuhi kebutuhan pasien ODHA
dalam keluarga oleh karna itu, dalam menjalankan sistem perawatan kesehatan,
keluarga dilibatkan dalam membuat keputusan ,mengasuh, mendidik, dan
melakukan pembelaan terhadap hak anggota keluarga mereka selama menjalani
masa perawatan. Keputusan Keluarga dalam merawat pasien ODHA merupakan
suatu pertimbangan yang utama karna keputusan ini di dasarkan pada makanisme
koping dan kebutuhan yang ada dalam keluarga, dalam perbuatan keputusan,
perawat memberikan saran yang sesuai namun keluarga tetap berhak memutuskan
layanan yang ingin didapatkannya. Beberapa hal yang diterapkan untuk
menghargai dan mendukung idividualitas dan kekuatan yang dimiliki dalam satu
keluarga seperti:
1) Kunjungan yang dibuat di rumah keluarga atau di tempat lain dengan waktu
dan lokasi yang disepakati bersama keluarga
2) Perawat mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan keluarga
3) Orangtua adalah bagian dari keluarga yang menjadi focus utama dari
perawatan yang diberikan mereka turut merencanakan perawatan dan peran
mereka dalam perawatan anak.
4) Perencanaan perawatan yang diberikan bersifat komprehensif dan perawatan
memberikan semua perawatan yang dibutuhkan misalnya perawatan pada
anak, dukungan kepada orangtua, bantuan keuangan, hiburan dan dukungan
emosional (Shelton 1987, dalam Fretes, 2012).

b. Memfasilitassi Kerjasama antara keluarga dan perawat di semua tingkat pelayanan


kesehatan merawat anak secara individual, pengembangan program,pelaksanaan
dan evaluasi serta pembentukan kebijakan hal ini ditunjukan ketika:
1) Kalaborasi untuk memberikan perawatan kepada anak peran
Kerjasama antara orangtua dan tenaga perofesional sangat penting dan
vital. Keluarga bukan sekedar sebagai pendamping, tetapi terlibat didalam
pemberian pelayanan kesehatan kepada anak mereka. Tenaga professional
memberikan pelayanan sesuai dengan keahlian dan ilmu yang mereka
peroleh sedangkan orangtua berkontribusi dengan memberikan informasi
tentang anak mereka. Dalam kerja sama antara orangtua dengan tenaga
professional orangtua bisa memberikan masukan untuk perawatan anak
mereka. Tapi, tidak sama tenaga professional dapat menerima masukan yang
diberikan. Beberapa disebabkan karena kurangnya pengalaman tenaga
professional dalam melakukan Kerjasama dengan orangtua (Shelton 1987,
dalam Frestes,2012).

2) Kerjasama dalam pengembangan masyarakat dan pelayanan rumah sakit


Pada tahap ini anak-anak dengan kebutuhan khusus merasakan
mampaat dari kemampuan orangtua dan perawat dalam mengembangkan,
melaksanakan dan mengevaluasi program. Hal yang harus diutamakan pada
tahap ini adalah kalaborasi dengan bidang yang lain untuk menunjang
proses perawat. Family Centered Care Memberikan Kesempatan Kepada
orangtua dengan professional untuk berkontribusi melalui pengetahuan dan
pengalaman yang meraka miliki untuk mengembangkan perawat terhadap
anak di rumah sakit. Pengalaman merawat anak membuat orangtua dapat
memberikan perspektif yang penting, berkaitan dengan perawatan anak serta
cara perawat untuk menerima dan Mendukung keluarga (Shelton 1987,
dalam Fretes,2012).

3) Kolaborasi dalam tahap kebijakan family Centered Care dapat tercapai


melalui kolaborasi orangtua dan tenaga professional dalam tahap kebijakan.
Kalaborasi ini untuk memeberikan mamfaat kepada orangtua, anak
dan tenaga professional. Orangtua bisa menghargai kemampuan yang
mereka miliki dengan memberikan pengetahuan mereka. Keterlibatan
mereka dalam membuat keputusan menambah kualitas pelayanan kesehatan.

c. Menghormati Keanekaragaman ras, etnis budaya dan social ekonomi dalam


keluarga.
Tujuannya adalah untuk menunjang keberhasilalan perawatan anak Mereka
dirumah sakit dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan anak diagnosa
medis. Hal ini akan menjadi sulit apabila program perawatan diterapkan
bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga (Shelton,1987,dalam
Fretes,2012).

d. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan perbedaan


mekanisme koping dalam keluarga
Elemen ini mewujudkan 2 konep yang seimbang pertama, Family Centered
Care harus menggambarkan keseimbangan anak dan keluarga. Hal ini berarti
dalam menemukan maslah pada anak, maka kelebihan dari anak dan keluarga
harus dipertimbangkan dengan baik. Kedua menghargai dan menghormati
makanisme koping dan individualitas yang memiliki oleh anak maupun keluarga
dalam kehidupan mereka.
e. Memberikan imformasi yang lengkap dan jelas kepada orangtua
Secara berkelanjutan dengan dukungan penuh memberikan imformasi kepada
orangtua bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan orangtua
terhadap perawat anak mereka. Selain itu, dengan demikian imformasi orangtua
akan merasa menjadi bagian yang penting dalam perawatan anak. Ketersedian
imformasi tidak hanya memiliki pengaruh emosional, melainkan hal ini merupakan
faktor kritikal dalam melibatkan partisifasi orangtua secara penuh dalam proses
membuat keputusan terutama untuk setiap Tindakan medis dalam perawatan anak
mereka (Shelton, 1987, dalam Fretes,2012).

f. Mendorong dan mempasilitasi keluarga untuk saling mendukung


Pada bagian ini, Shelton menjelaskan bahwa dukungan yang lain yang dapat
diberikan kepada keluarga adalah dukungan antar keluarga. Elemen ini awalnya
diterapkan pada perawatan anak-anak dengan kebutuhan kusus misalnya down
syndrome atau autisme. Perawat ataupun tenaga professional yang lain
memfasilitasi keluarga untuk mendapatkan dukungan dari keluarga lain yang juga
memiliki masalah yang sama mengenai anak mereka. Dukungan antara keluarga
ini berfungsi untuk 1). Saling memberikan dukungan dan menjalin hubungan
persahatan dan 2). Bertukar imformasi konsisi dan perawatan anak dan 3).
Memamfaatkan dan meningkatkan system pelayanan yang ada untuk kebutuhan
perawatan anak mereka.

g. Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap perkembangan bayi,


anak-anak , remaja dan keluarga mereka ke dalam system perawatan kesehatan
Pemahaman dan penerapan setiap kebutuhan dalam perkembangan anak
mendukung perwat untuk menerapkan pendekatan yang komprehensif terhadap
anak dan keluarga agar mereka mampu dalam melewati setiap tahap
perkembangan dengan baik (Shelton,1987, dalam Fretes 2012)
h. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program-program yang
memebrikan dukungan emosional dan keuangan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga
Dukungan kepada keluarga bervariasi dan berubah setiaop waktu sesuai
dengan kebutuhan keluarga tersebut. Jenis dukungan yang diberikan misalnya
mendukung keluarga untuk memenuhi waktu istirahat mereka, pelayanan home
care, pelayanan konseling, promosi kesehatan, program bermain, serta koordinasi
layanan kesehatan yang baik untuk menunjang kebutuhan layanan kesehatan secra
prinansial.

i. Merancang sistem perawatan kesehatan yang fleksibel, dapat dijangkau dengan


mudah dan responsive terhadap kebutuhan keluarga teridentifikasi
Sistem pelayanan kesehatan yang fleksibel didasarkan pada pemahaman
bahwa setiap anak memiliki kebutuhan terhadap layanan kesehatan yang berbeda
maka layanan kesehatan yang ada harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan
kelebihan yang dimiliki oleh anak dan keluarga. Selain layanan yang fleksibel,
dalam Family Centered Care juga mendukung agar layanan kesehatan mudah
diakses oleh anak anak dan keluarga misalnya sistem pembayaran layanan
kesehatan yang dipakai selama anak menjalani sistem perawatan dirumah sakit dan
sebagainya.

2.4 Stigma pada ODHA

Stigma terhadap ODHA ini disebabkan oleh adanya sikap dan perilaku negative
seseorang apabila berhadapan dengan ODHA. Stigma muncul karena tidak tahunya
masyrakat tentang informasi HIV yang benar dan lengkap, khususnya dalam mekanisme
penularan HIV, kelompok orang berisiko tertular HIV dan cara pencegahannya termasuk
penggunaan kondom. Stigma merupakan penghalang terbesar dalam pencegahan penularan
dan pengobatan HIV. Selain itu, stigma terhadap ODHA juga menyebabkan orangyang
memiliki gejala atau diduga menderita HIV enggan melakukan tes untuk mengetahui status
HIV karena apabila hasilnya positif, mereka akan ditolak oleh keluarga dan khususnya oleh
pasangan. Munculnya stigma di masyarakat juga merupakan salah satu kendala yang
dihadapi dalam penanggulangan HIV/AIDS. Dalam hidup bermasyarakat, stigma juga
menhalangi ODHA untuk melakukan aktivitas social. ODHA menutup diri dan cenderung
tidak bersedia melakukan interaksi dengan keluarga, teman, dan tetangga. Hal ini disebabkan
karena Sebagian masyarakat beranggapan bahwa orang dengan HIV positif adalah orang
berlaku tidak baik seperti perempuan pekerja seksual, pengguna narkoba, dan homoseksual.

Pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat memengaruhi sikap seseorang terhadap penderita


HIV/AIDS. Stigma terhadap ODHA muncul berkaitan dengan tidak tahunya seseorang
tentang mekanisme penularan HIV dan sikap negative yang dipengaruhi oleh adanya epidemi
HIV/AIDS. Stigma sendiri memiliki dua pemahaman yaitu stigma masyarakat dan stigma
pada diri sendiri (self stigma). Stigma masyarakat terjadi ketika masyarakat umum setuju
dengan stereotip buruk seseorang (misal, penyakit mental, pecandu, dll) dan self stigma
adalah konsekuensi dari orang yang distigmakan menerapkan stigma untuk diri mereka
sendiri. Lebih lanjut, stigma mempengaruhi kehidupan ODHA dengan menimbulkan depresi
dan kecemasan ,rasa sedih, rasa bersalah,dan perasaan kurang bernilai. Selain itu stigma
dapat menurunkan kualitas hidup membatasi akses dan penggunaan layanan kesehatan, dan
mengurangi kepatuhan terhadap antiretrobiral (ARV).

Phillisp LA menyebutkan bahwa sejarah HIV-AIDS Yang identic dengan kelompok yang
terdiskriminasi seperti kelompok homoseksual dan pencandu narkoba menyebabkan
mungculnya stigma dan diskriminasi terhadap ODHA. Stigma muncul karena melihat HIV-
AIDS dapat terjadi pada kelompok yang memiliki perilaku berbeda dengan masyarakat
kebanyakan.

Stigma merupakan atribut, prilaku, atau reputasi social yang mendiskreditkan dengan
cara tertentu. Menurut Corrigan & kleinlein stigma memiliki dua pemahaman sudut pandang,
yaitu stigma masyarakat dan stigma pada diri sendiri (self stigma). Stigma masyarakat terjadi
ketika masyarakat umum setuju dengan stereotype buruk seseorang (misal, penyakit mental,
pecandu, dll) dan self stigma adalah konsekuensi dari orang yang distigmakan menerapkan
stigma untuk diri mereka sendiri.
Diskriminasi terjadi karena keluarga merasa takut tertular infeksi virus HIV. Bentuk
diskriminasi seperti barang-barang yang dipisahkan penggunanya, barang yang disentuh
ODHA langsung dibersihkan, dan dikucikan dengan tidak membolehkan anak-anak bermain
bersama ODHA. Selain dari keluarga, stigma juga didapatkan dari teman atau tetangga yang
dimana ODHA tersebut menerima berbentuk diskriminasi dan intimidasi (bullying).
Diskriminasi tidak hanya pada saat ODHA masih hidup, tetapi juga pada saat sudah
meninggal.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
ODHA merupakan singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS. HIV sendiri adalah Human
Immunodefficiency Virus yakni suatu penyakit yang menyebabkan penderitanya mengalami
penurunan daya tahan tubuh, sehingga tubuh menjadi sangat rentan dengan berbagai macam
penyakit. Sedangkan AIDS merupakan Acquired Immuno Defficiency Syndrome yakni
tahapan lanjutan setelah seseorang terinfeksi virus HIV. Hidup dengan ODHA selama ini
selalu digambarkan dengan sebuah kondisi yang sulit untuk dikendalikan oleh kebanyakan
orang namun pada kenyataanya hal ini merupakan cara yang mudah untuk dilakukan. Hidup
dengan ODHA artinya menghilangkan segala batasan antara pasien dengan orang yang
merawatnya, jika hal ini dilakukan dapat membantu pasien HIV untuk bangkit dari
keterpurukan yang dialaminya.

Adapun elemen-elemen yang terdapat pada Family Centered Care yakni, Perawat
menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dalam kehidupan pasien, sementara
sistem sistem layanan dan anggota dalam system tersebut berfluktuasi, Memfasilitassi
Kerjasama antara keluarga dan perawat di semua tingkat pelayanan kesehatan merawat anak
secara individual, Menghormati Keanekaragaman ras, etnis budaya dan social ekonomi
dalam keluarga, Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan
perbedaan mekanisme koping dalam keluarga, Memberikan imformasi yang lengkap dan
jelas kepada orangtua, Mendorong dan mempasilitasi keluarga untuk saling mendukung,
Memahami dan menggabungkan kebutuhan dalam setiap perkembangan bayi, anak-anak,
remaja dan keluarga mereka ke dalam system perawatan kesehatan, Menerapkan kebijakan
yang komprehensif dan program-program yang memebrikan dukungan emosional dan
keuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Merancang sistem perawatan kesehatan yang
fleksibel, dapat dijangkau dengan mudah dan responsive terhadap kebutuhan keluarga
teridentifikasi. Adapun stigma yang didapatkan oleh ODHA adalah dengan adanya
diskriminasi dari pihak keluarga maupun masyarakat, hal ini disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan akan HIV/AIDS.

3.2 Saran
Diharapkan untuk pihak pemerintah atau rumah sakit mengadakan sosialisasi mengenai
ap aitu HIV/AIDS, bahaya dari HIV/AIDS dan lain sebagainya, mengingat bahwa masih
banyak masyarakat yang kurang mengetahui akan penyakit tersebut. Hal ini untuk
menghindari adanya diskriminasi atau sikap bullying terhadap ODHA.
DAFTAR PUSTAKA

Fiane de Fretes. 2012. Hubungan Family Centered care dengan efek hospitalisais pada anak di
Ruang Dahlian Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum Semarang. Artikel Skripsi. Fakultas
Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana.

Handayani S, Ardani I. Stigma terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) sebagai hambatan
encarian pengobatan: Studi Kasus pada Pecandu Narkoba Suntik di Jakarta. Buletin
Penelitian Kesehatan. 2017;44(2):81-8

Lestari TRP. Kebijakan pengendalian HIV/AIDS di Denpasar. Kesmas: Jurnal Kesehatan


Masyarakat Nasional. 2013; 3 (1):45-48.

Philips LA. Stigma and Substance Use Disorders: Research, Implications, and Potentiall
Solutions. Journal of Drug Addiction, education, and eradication. 2011;7(2):91.
Rino Vanchapo Antonius., Mendes Kiik, Stefanus., Nuwa Saleh, Muhammad. 2019. Penanganan
Terhadap Stigma Masyarakat tentang Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Komunitas.
Jurnal Penelitian Kesehatan Syara Forikes. Volume 10 Nomor 1, Januari 2019.

Zahroh Shaluhiyah, Syamsulhuda Budi Musthofa, Bagoes Widjanarko. 2015. Stigma Masyarakat
terhadap Orang dengan HIV/AIDS. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 9,
No. 4, Mei 2015.

Anda mungkin juga menyukai