Anda di halaman 1dari 25

MATA KULIAH : KEPERAWATAN HIV / AIDS

DOSEN : ABD.RIZAL S.KEP,. NS,. M.KEP

TREND DAN ISSUE HIV / AIDS

DISUSUN OLEH :
ANGGUN RAMADHANI
YUSRIL HANAPI
FATIMAH USMAN
NUR SYAMSINAR
PUTRI SUCI PERMATA
SUGI ALAM HARYATI
RAHMA

PRODI KEPERAWATAN
STIKES BARAMULI PINRANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“TREND DAN ISSUE HIV / AIDS ”.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis telah mengalami berbagai


hal baik suka maupun duka. Penulis menyadari bahwa penyusunan
makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa
adanya bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai
rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan tulus penulis
sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut membantu yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih banyak


kekurangan baik pada teknik penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu
permasalahan yang berhubungan dengan judul makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I.................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Manfaat Penulisan..............................................................................................2
BAB II................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Pengertian HIV/AIDS..........................................................................................3
B. Trend Hiv/Aids......................................................................................................5
C. Issue Hiv / Aids....................................................................................................7
D. Trend dan Issue Penularan HIV/AIDS.............................................................9
E. Issue Gender: Masalah Wanita Dan Pria.......................................................15
F. Pencegahan Penularan HIV/AIDS..................................................................16
BAB III................................................................................................................19
PENUTUP..........................................................................................................19
A. Kesimpulan.........................................................................................................19
B. Saran...................................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit AIDS pertama kali ditemukan pada tahun 1981 di Amerika
Serikat yang kemudian dengan pesatnya menyebar ke seluruh dunia.
Di Negara-negara Amerika Latin dilaporkan 7.215 kasus AIDS
melanda kaum muda berusia 20-49 tahun yang sebagian besar
adalah kaum homoseksual dan penggunaan obat-obat suntik ke
pembuluh darah. Pravalensi global HIV tetap stabil dan jumlah infeksi
HIV menurun sekitar 15% dari tahun 2001 sampai 2008. Pada tahun
2008 terdapat 280.000 orang meninggal dari 430.000 penderita
HIV/AIDS, dan tahun 2009 terdapat 33.300.000 penderita. (Joel
Gallant, Priscilla Y Hsue, 2017)
Pada tahun 2001 dan 2010, jumlah orang yang baru terinfeksi HIV
menurun tajam sebesar 34% di Asia Tenggara. Menurut WHO,
dengan perluasan fasilitas serta penyediaan layanan pengujian dan
konseling, sekitar 16 juta orang telh diuji untuk HIV/AIDS di seluruh
Asia Tenggara tahun 2011, 3,5 juta orang diperkirakan hidup dengan
HIV AIDS di tahun 2010, diantaranya 140 ribu anak-anak dan
perempuan (37% dari populasi penderita).
Pada zaman globalisasi seperti saat ini mempengaruhi dan bahkan
membuat nilai-nilai moral dalam kehidupan menjadi kurang
diperhatikan lagi. Pergaulan semakin bebas sehingga memicu
terjadinya perbuatan yang tidak baik bagi kesehatan, hal tersebut
misalnya terjadinya penularan HIV AIDS. Banyak faktor yang
melandasi hal tersebut, seperti faktor pergaulan yang tidak sehat,
ingin coba-coba, dan lain sebagainya. Selain itu, faktor lainnya yaitu
tidak adanya atau kurangnya pengetahuan siswa mengenai efek
samping atau akibat yang dapat ditimbulkan dari perilaku tersebut.
(Navon, 2018)
Maraknya perilaku yang menyebabkan penularan HIV/AIDS
misalnya penggunaan narkoba dan seks bebas saat ini tidak hanya
tren di kalangan para pemuda yang sudah tidak menduduki bangku
sekolah lagi, saat ini perilaku tersebut telah merajalela di kalangan
para pelaja. Semua itu dikarenakan kurangnya pengetahuan
mengenai bahaya dan penularan HIV AIDS.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah yaitu
“Bagaimana Trend dan Issue Human Immunodeficiency Virus (HIV) /
AIDS ?

C. Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah “Untuk
mengetahui Bagaimana Trend dan Issue Human Immunodeficiency
Virus (HIV) / AIDS
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian HIV/AIDS
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan
AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang
bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut terutama limfosit
yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau penanda yang
berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih
atau limfosit yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang
masuk ke tubuh manusia. Pada orang dengan sistem kekebalan yang
baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500. Sedangkan pada orang
dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada orang yang
terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun
(bahkan pada beberapa kasus bisa sampai nol). (Unwakoly, 2020)
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency
Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV.
Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari
serangan luar seperti kuman, virus, dan penyakit. AIDS melemahkan
atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga akhirnya
berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain). (Syah, 2018)
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh, dengan menginfeksi dan menghancurkan sel
CD4. Semakin banyak sel CD4 yang dihancurkan, kekebalan tubuh
akan semakin lemah, sehingga rentan diserang berbagai penyakit.
Infeksi HIV yang tidak segera ditangani akan berkembang menjadi
kondisi serius yang disebut AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome). AIDS adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada
tahap ini, kemampuan tubuh untuk melawan infeksi sudah hilang
sepenuhnya.Sampai saat ini belum ada obat untuk menangani HIV
dan AIDS. Akan tetapi, ada obat untuk memperlambat perkembangan
penyakit tersebut, dan dapat meningkatkan harapan hidup penderita.
Virus HIV terbagi menjadi 2 tipe utama, yaitu HIV-1 dan HIV-2.
Masing-masing tipe terbagi lagi menjadi beberapa subtipe. Pada
banyak kasus, infeksi HIV disebabkan oleh HIV-1, 90% di antaranya
adalah HIV-1 subtipe M. Sedangkan HIV-2 diketahui hanya
menyerang sebagian kecil individu, terutama di Afrika Barat. (Yaya,
2016)
Infeksi HIV dapat disebabkan oleh lebih dari 1 subtipe virus,
terutama bila seseorang tertular lebih dari 1 orang. Kondisi ini disebut
dengan superinfeksi. Meski kondisi ini hanya terjadi kurang dari 4%
penderita HIV, risiko superinfeksi cukup tinggi pada 3 tahun pertama
setelah terinfeksi. (Shaw, 2017)
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, selama tahun 2016
terdapat lebih dari 40 ribu kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah
tersebut, HIV paling sering terjadi pada heteroseksual, diikuti lelaki
seks lelaki (LSL), dan pengguna NAPZA suntik (penasun). Di tahun
yang sama, lebih dari 7000 orang menderita AIDS, dengan jumlah
kematian lebih dari 800 orang. Data terakhir Kemenkes RI
menunjukkan, pada rentang Januari hingga Maret 2017 saja sudah
tercatat lebih dari 10.000 laporan infeksi HIV, dan tidak kurang dari
650 kasus AIDS di Indonesia. (Joel Gallant, Priscilla Y Hsue, 2017)
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang
mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu
untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama periode inkubasi
yang panjang. HIV menyebabkan kerusakan sistem imun dan
menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA
dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam proses itu, virus
tersebut menghancurkan CD4+ dan limfosit. Acquired
Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency
Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan penyakit yang timbul karena
turunnya kekebalan tubuh yang didapat. AIDS disebabkan oleh
adanya virus HIV yang hidup di dalam 4 cairan tubuh manusia yaitu
cairan darah, cairan sperma, cairan vagina, dan air susu ibu. (Shaw,
2017)

B. Trend Hiv/Aids
Tren penularan HIV/AIDS beralih yaitu dari pecandu narkoba
menjadi perilaku heteroseksual. Dari perilaku heteroseksual tersebut,
jumlah laki-laki positif HIV/AIDS lebih tinggi ketimbang wanita, dengan
usia dominan yaitu 20-29 tahun. Koordinator Bidang Ilmiah Perteuan
Nasional (Pernas) AIDS tren penularan berubah karena berbagai
faktor, dari faktor heterokseksual sendiri, yaitu tentang Pekerja Seks
Komersial (PSK). Ini disebabkan karena “PSK bisa pergi ke mana-
mana tanpa dibatasi aturan, dan bisa saja membawa virus.
(Nuzzillah, 2017)
Data yang ada juga memberi informasi bahwa kelompok
heteroseksual menjadi kelompok paling rentan atas kasus AIDS di
Indonesia. Selama periode 1987-2016, tercatat ada 58.846 kasus dari
kelompok heteroseksual. (Ritchwood, 2017)
Kelompok kedua yang berisiko tinggi adalah IDU (injecting drug
user) yang mencapai 9.080 kasus. Sayangnya, ada lebih dari 11 ribu
kasus yang belum diketahui risiko penyebab kasusnya.
Kelompok heteroseks masih menjadi kelompok utama sebagai
kelompok yang paling riskan dari kasus AIDS. Sekalipun telah
menunjukkan tren yang menurun setelah 2013, angkanya masih
cukup tinggi. Pada 2010, tercatat jumlah kasus AIDS yang dilaporkan
karena hubungan heteroseksual sebanyak 4.715. Jumlah ini
meningkat menjadi 5.545 pada 2016. (Hanny, 2020)
Perilaku seksual sebagai faktor risiko terbesar dalam paparan HIV-
AIDS menegaskan kembali soal problema promikuitas, atau hubungan
seksual antara sejumlah pria dan wanita tanpa ada aturan yang
mengikat. Seks dengan lebih dari satu pasangan, tanpa pelindung,
meningkatkan risiko HIV-AIDS. (Yaya, 2016)
Sampai saat ini masih banyak informasi hoax yang beredar
mengenai penularan HIV-AIDS. Hal ini berimbas pada sikap
masyarakat terhadap orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Ya, stigma
terhadap ODHA pun menjadi negatif. Nyatanya, penularan HIV-AIDS
tidak semudah dari memakai pakaian yang sama atau berbagi
makanan dengan ODHA, seperti yang ramai beredar dalam pesan
berantai. Menurut dr Teguh Karyadi, SpPD, KAI, dari RS Cipto
Mangunkusumo, perlu kedekatan yang luar biasa antara seorang
pengidap dengan orang lain agar bisa terinfeksi karena hanya
paparan cairan tubuh seperti darah dan cairan kelamin saja yang bisa
menularkan virus. (Sasqiautami, 2016)
Trend Keperawatan Medikal Bedah dan Implikasinya di Indonesia
Perkembangan trend keperawatan medikal bedah di Indonesia terjadi
dalam berbagai bidang yang meliputi. (Syah, 2018)
1. Pencegahan HIV/AIDS pada Remaja dengan Peer Group
Remaja merupakan masa dimana fungsi reproduksinya mulai
berkembang, hal ini akan berdampak pada perilaku seksualnya.
Salah satu perilaku seksual yang rentan akan memberikan dampak
terjadinya HIV/AIDS yaitu seks bebas. Saat ini sedang
dikembangkan model ”peer group” sebagai salah satu cara dalam
meningkatkan pemahaman dan pengetahuan remaja akan
kesehatan reproduksinya dengan harapan suatu kelompok remaja
akan dapat mempengaruhi kelompok remaja yang lain. Metode ini
telah diterapkan pada lembaga pendidikan, baik oleh Depkes
maupun lembaga swadaya masyarakat. Adapun angka kejadian
AIDS pada kelompok remaja hingga Juni 2008 adalah sebesar 429
orang dan 128 orang remaja mengidap AIDS/IDU. Hal ini akan
sangat mengancam masa depan bangsa dan negara ini.
Diharapkan dengan metode Peer Group dapat menurunkan angka
kejadian, karena diyakini bahwa kelompok remaja ini lebih mudah
saling mempengaruhi. (Lakeh, 2017)
2. One Day Care
Merupakan sistem pelayanan kesehatan dimana pasien tidak
memerlukan perawatan lebih dari satu hari. Setelah menjalani
operasi pembedahan dan perawatan, pasien boleh pulang.
Biasanya dilakukan pada kasus minimal. Berdasarkan hasil analisis
beberapa rumah sakit, di Indonesia didapatkan bahwa metode one
day care ini dapat mengurangi lama hari perawatan sehingga tidak
menimbulkan penumpukkan pasien pada rumah sakit tersebut dan
dapat mengurangi beban kerja perawat. Hal ini juga dapat
berdampak pada pasien dimana biaya perawatan dapat ditekan
seminimal mungkin.

C. Issue Hiv / Aids


1. Terompet tahun baru
Pergantian tahun identik dengan pesta kembang api dan tiup-tiup
terompet. Beberapa waktu lalu pun ramai beredar pesan berantai
yang menyebutkan bahwa virus HIV bisa menyebar lewat terompet.
(Unwakoly, 2020)
2. Baju bekas
Pada sekitar tahun 2015, Menteri Perdagangan saat itu,
Rachmat Gobel, sempat mendapat kecaman dari aktivis Indonesia
AIDS Coalition (IAC). Gobel menyebut pakaian bekas impor
berbahaya karena bisa menularkan HIV (Human Imunodeficiency
Virus).
3. Makanan kalengan
Pernah beredar kabar bahwa ada virus HIV-AIDS di dalam
kemasan makanan kalengan impor. Pesan yang dikirim melalui
broadcast message blackberry messenger tersebut mengatakan
bahwa para pekerja positif HIV-AIDS tempat makanan tersebut
dibuat memasukkan darah mereka ke dalam kemasan makanan
tersebut. Akan tetapi hal ini di tepis oleh dr Roy Sparringa yang
kala itu menjabat sebagai Kepala Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM). dr Roy mengatakan bahwa BPOM tidak pernah
menemukan hal-hal seperti yang disebutkan dalam pesan berantai
tersebut, termasuk kandungan darah dan virus HIV. Selain itu
menurut dr Roy, virus HIV tidak akan mampu bertahan hidup jika
sudah keluar dari tubuh manusia. (El-Gizouli, 2015)
4. Pembalut
Lagi-lagi sangat tidak masuk akal virus HIV bisa menular melalui
produk pembalut yang dijual di pasaran. Lagipula jika pembalut
yang dibelinya kotor, terdapat bercak darah seperti pembalut yang
sudah pernah dipakai, tentu tidak ada orang yang mau
menggunakannya. (Yaya, 2016)
5. Bangku bioskop
Jarum suntik yang disebut-sebut berisi virus HIV juga pernah
dipasang di bangku bioskop. Jika ada orang yang duduk di bangku
tersebut, maka ia otomatis akan tertular oleh virus tersebut. dr
Sarsanto Wibisono Sarwono, SpOG menyebutkan bahwa rasanya
sulit menularkan virus HIV-AIDS. Ini karena darah yang terinfeksi
harus benar-benar masuk ke dalam pembuluh darah seseorang.
“Kalau beneran ada jarum di kursi bioskop, misal ada yang
menduduki, jarumnya kan tertahan sama kain bajunya. Kalau
celana juga kan biasanya tebal, itu juga udah susah kena ke kulit,”
imbuh dr Sarsanto.
Issu Etik Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia,Telenursing
diartikan sebagai pemakaian telekomunikasi untuk memberikan
informasi dan pelayanan keperawatan jarak-jauh. Aplikasinya saat ini,
menggunakan teknologi satelit untuk menyiarkan konsultasi antara
fasilitas-fasilitas kesehatan di dua negara dan memakai peralatan
video conference (bagian integral dari telemedicine atau telehealth).
(Sasqiautami, 2016)
Telenursing membantu pasien dan keluarganya untuk berpartisipasi
aktif dalam perawatan, terutama sekali untuk self management pada
penyakit kronis. Hal itu memungkinkan perawat untuk menyediakan
informasi secara akurat dan tepat waktu dan memberikan dukungan
secara langsung (online). Kesinambungan pelayanan ditingkatkan
dengan memberi kesempatan kontak yang sering antara penyedia
pelayanan kesehatan dan pasien dan keluarga-keluarga
merek(Sasqiautami, 2016)
Telenursing saat ini semakin berkembang pesat di banyak negara,
terkait dengan beberapa faktor seperti mahalnya biaya pelayanan
kesehatan, banyak kasus penyakit kronik dan lansia, sulitnya
mendapatkan pelayanan kesehatan di daerah terpencil, rural, dan
daerah yang penyebaran pelayanan kesehatan belum merata. Dan
keuntungannya, telenursing dapat menjadi jalan keluar kurangnya
jumlah perawat (terutama di negara maju), mengurangi jarak tempuh,
menghemat waktu tempuh menuju pelayanan kesehatan, mengurangi
jumlah hari rawat dan jumlah pasien di RS, serta menghambat infeksi
nosokomial.
D. Trend dan Issue Penularan HIV/AIDS
Hal-hal yang Menularkan HIV / AIDS Penularan akan terjadi
bila ada kontak atau percampuran dengan cairan dalam tubuh
yang mengandung HIV, yaitu:
1. Melalui hubungan seksual dengan pengidap HIV Hubungan seksual
ini bisa homoseksual ataupun heteroseksual. Hubungan seksual,
baik secara vaginal, oral, maupun anal dengan seorang pengidap.
Ini adalah cara yang paling umum terjadi, meliputi 80-90% dari total
kasus sedunia. Kontak seksual merupakan salah satu cara utama
transmisi HIV diberbagi belahan dunia. Virus ini dapat ditemukan
dalam cairan semen, cairan vagina, cairan serviks. Transmisi
infeksi HIV melalui hubungan seksual lewat anus lebih mudah
karena hanya terdapat membrane mukosa rectum yang tipis dan
mudah robek, anus sering terjadi lesi. Penularan mudah terjadi
apabila terdapat lesi penyalit kelamin dengan ulkus atau
peradangan jaringan seperti herpes genetalis, sifilis, gonorea,
klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Risiko pada seks anal lebih
besar dibandingkan seks vagina, dan risiko lebih besar pada
reseptif daripada insertif .(Shaw, 2017)
2. Melalui tranfusi darah dan transplantasi organ yang tercemar oleh
HIV secara langsung akan menularkan HIV ke dalam sistem
peredaran darah si penerima. Transfusi darah atau produk darah
yang tercemar mempunyai risiko sampai >90%, ditemukan 3-5%
total kasus sedunia. Suatu penelitian di amerika serikat melaporkan
risiko infeksi HIV-1 melalui transfuse darah dari donor yang
terinveksi HIV berkisar antara 1 per 750.000 hingga 1 per
835.000(Nasronudin,2007).Pemeriksaan antibody HIV pada donor
darah sangat mengurangi transmisi melalui transfusi darah dan
produk darah (contoh, konsentrasi factor VIII yang digunakan untuk
perawatan hemophilia) (Syah, 2018)
3. Melalui jarum suntik atau alat tusuk lainnya(jarum akupuntur, tindik
atau tato) yang tercemar oleh virus HIV. Entah kapan praktek suntik
menyuntik mulai disenangi oleh masyarakat Indonesia. Tetapi yang
jelas cara pengobatan modern ini telah berkembang subur terutama
di desa-desa karena cara ini dianggap cukup “ampuh” sebagai
senjata pamungkas “semua jenis penyakit”. Suntikan sudah
menjadi trade mark pelayanan kesehatan. Pasien belum merasa
“puas” kalau belum disuntik, kadang tidak mau bayar kalau hanya
diperiksa dan dinasehati saja. Petugas pun merasa sudah
menjalankan misinya memberikan pengobatan yang memang
didambakan oleh pasien. Tetapi di balik praktek yang disenangi i,
mengintip juga bahaya yang mungkin fatal. Mungkin karena kurang
disadari dan kurang diketahui, penggunaan alat injeksi yang tidak
steril akan memberikan risiko penularan penyakit seperti AIDS,
Hepatitis, dan penyakit infeksi lainnya di masyarakat. Fenomena
salah persepsi inilah yang berkembang di tempat-tempat pelayanan
kesehatan. Lalu siapa yang bertanggungjawab? Negosiasi tidak
akan terjadi kalau salah sam pihak tidak menghendakinya. OIeh
karena itu yang bertanggung jawab menghentikan praktek ini juga
harus datang dari kedua belah pihak, baik petugas kesehatan
maupun pasien. Petugas kesehatan yang dianggap Iebih mengerti
diharapkan akan lebih dahulu menyadari, kemudian
mengembangkan konseling untuk menghentikan kebiasaan
masyarakat ingin disuntik. Maka dari itu pemakaian jarum suntik
secara bersamaan oleh para pecandu narkotika akan lebih mudah
menularkan HIV. Pemakaian jarum suntik tidak steril atau
pemakaian bersama jarum suntik dan spuitnya pada pecandu
narkotik berisiko 0,5-1%, ditemukan 5-10% total kasus sedunia.
Penularan melalui kecelakaan tertusuk jarum pada petugas
kesehatan mempunyai risiko 0,5%, dan mencakup <0,1% total
kasus sedunia. (Lakeh, 2017)
4. Penularan HIV dari ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada janinnya
sewaktu hamil, persalinan, dan setelah melahirkan melalui
pemberian Air Susu Ibu (ASI). Angka penularan selama kehamilan
sekitar 5-10% (saat bayi masih berada didalam rahim,melalui
plasenta), sewaktu persalinan 10-20% (saat proses persalinan,bayi
terpapar darah ibu atau cairan vagina), dan saat pemberian ASI 10-
20%. Kemungkinan penularan dari ibu ke bayi (mother-to-child
transmission) berkisar antara 30%, artinya dari setiap 10 kehamilan
ibu HIV positif kemungkinan ada 3 bayi yang lahir dengan HIV
positif (Komisi Penanggulangan AIDS, 2010). Ibu yang positif HIV-1
tidak boleh menyusui bayinya karena iya dapat menambah
penularan perinatal. Selama beberapa tahun terakhir, ditemukan
bahwa penularan HIV perinatal dapat dikaitkan lebih akurat dengan
pengukuran jumlah RNA- virus di dalam plasma. Penularan ini lebih
sering terjadi pada kelahiran preterm, terutama yang berkaitan
dengan ketuban pecah dini.(Shaw, 2017)
5. Potensi transmisi melalui cairan tubuh lain. Walaupn HIV pernah
ditemukan dalam air liur pada sebagian kecil orang yang terinfeksi,
tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan
infeksi HIV baik melalui ciuman biasa maupun paparan lain
misalnya sewaktu bekerja bagi petugas kesehatan. Selain itu, air
liur dibuktikan mengandung inhibitor terhadap aktivitas HIV,
demikian juga belum ada bukti bahwa cairan tubuh lain misalnya air
mata, keringat dan urin dapat merupakan media transmisi HIV.
6. Transmisi pada petugas kesehatan dan petugas laboratorium
Berbagai penelitian multi insitusi menyatakan bahwa risiko
penularan HIV setelah kulit tertusuk jarum atau benda tajam lainnya
yang tercemar oleh darah yang terinveksi HIV adalah sekitar 0,3%
sedangkan resiko penularan HIV ke membrane mukosa atau kulit
yang mengalami erosi adalah sekitar 0,09%. (Shaw, 2017)
Beberapa pendapat yang salah mengenai penularan HIV :
1. HIV/AIDS menular melalui hubungan kontak sosial biasa dari satu
orang ke orang lain dirumah,tempat kerja atau tempat umum
lainnya.
2. HIV/AIDS menular melalui makanan HIV/AIDS menular melalui
udara dan air(kolam renang,toilet,dll)
3. HIV/AIDS menular melalui serangga/nyamuk
4. HIV/AIDS menular melalui batuk,bersin,meludah
5. HIV/AIDS menular melalui bersalaman,menyentuh,berpelukan atau
cium pipi.
Pada tahun 2009, diperkirakan 2,6 juta orang secara global menjadi
baru terinfeksi oleh HIV-1. Ini merupakan pengurangan infeksi baru
sebesar 21% dibandingkan dengan tahun 1997 ketika insiden infeksi
memuncak. Tetapi penurunan angka kejadian HIV-1 tidak seragam di
semua wilayah dan kelompok risiko, menyoroti pentingnya berbagai
rute penularan dan perilaku berisiko dalam memfasilitasi penularan
HIV-1. Contoh paling ekstrem adalah di Eropa Timur dan Asia Tengah
di mana prevalensi HIV-1 meningkat tiga kali lipat antara 2001-2009
sebagai konsekuensi dari epidemi terkonsentrasi yang terkait dengan
kerja seks, penggunaan narkoba, dan laki-laki yang berhubungan
seks dengan laki-laki (LSL). Tabel 1 merangkum risiko penularan HIV-
1 terkait dengan berbagai rute penularan dan kontribusi relatifnya
terhadap prevalensi HIV-1 di seluruh dunia. Apa yang terbukti dari
perkiraan ini adalah bahwa penularan heteroseksual bertanggung
jawab atas hampir 70% dari infeksi HIV-1 di seluruh dunia dengan
sisanya sebagian besar disebabkan oleh LSL, infeksi ibu-bayi, dan
penggunaan narkoba suntikan. Ini adalah kasus meskipun fakta
bahwa probabilitas penularan per tindakan coital adalah yang
terendah untuk paparan heteroseksual (1 dalam 200-1 dalam 3000.
Namun, dua meta-analisis baru-baru ini tentang kejadian HIV-1 dan
data prevalensi menunjukkan rentang risiko penularan HIV-1 yang
jauh lebih luas untuk pajanan heteroseksual tergantung pada faktor-
faktor risiko perancu seperti genital penyakit maag, sunat pada pria,
stadium penyakit HIV, dan rute paparan. Sebagai contoh, penularan
melalui penis-vaginal dari HIV-1 dilaporkan pada frekuensi setinggi 1
dari 10 pajanan dan penularan anal-penis setinggi 1 dalam 3
tergantung pada faktor risiko yang membingungkan. Dengan
demikian, perkiraan risiko yang umum dikutip untuk akuisisi HIV-1
heteroseksual dari 1 dalam 1000 paparan harus dianggap sebagai
batas bawah. Viral load (vL) pada pasangan yang mentransmisikan
memainkan peran utama dalam menentukan risiko penularan HIV-1
dari satu orang ke orang lain. Walaupun vL kemungkinan
mempengaruhi semua mode penularan, hal itu paling baik ditandai
pada pasangan sumbang HIV-1, di mana sebanyak 2,5 kali lipat
peningkatan penularan diamati untuk setiap peningkatan 10 kali lipat
dalam vL. Selain itu, meskipun vL dalam sekresi genital mungkin tidak
berkorelasi langsung dengan darah, pasangan dengan vL plasma
kurang dari 1000 jarang ditularkan ke pasangannya Pengamatan
baru-baru ini (Studi Jaringan Percobaan Pencegahan HIV 052,
unpubl.) Bahwa pengobatan antiretroviral dari pasangan positif dari
pasangan yang sumbang dapat menghasilkan penurunan 96% dalam
penularan konsisten dengan temuan ini. Tahap klinis infeksi (akut vs
sedang vs terlambat) pada pasangan yang mentransmisikan juga
dapat memainkan peran kunci dalam menentukan efisiensi penularan,
dengan risiko infeksi dari orang dengan infeksi akut atau dini lebih
tinggi daripada infeksi pada orang yang sudah terinfeksi. Ini
kemungkinan mencerminkan tingginya vL yang diamati pada infeksi
akut, kurangnya antibodi penawar yang dapat menonaktifkan virus
yang bersirkulasi pada infeksi yang sudah ada, dan amplifikasi klon
virus yang sangat fit pada infeksi akut yang sangat cocok untuk
memulai infeksi produktifMemang, dalam model maca rhesus India
dari penularan SIV, SIV dalam plasma dari hewan pada tahap akut
infeksi memiliki infektivitas spesifik hingga 750 kali lebih besar
daripada virus dalam plasma dari hewan yang terinfeksi secara kronis
(Shaw, 2017)
Efisiensi penularan HIV-1 dapat dimodulasi oleh faktor-faktor lain,
termasuk penyakit menular seksual, terutama yang mengakibatkan
peradangan genital dan bisul, yang dapat meningkatkan pelepasan
HIV ke dalam saluran genital dan dapat meningkatkan kerentanan
infeksi dua hingga 11- lipatan kehamilan, di mana peningkatan risiko
penularan HIV lebih dari dua kali lipat telah diamati dan sunat, yang
dalam serangkaian uji klinis telah terbukti mengurangi risiko penularan
penularan pada pasangan pria sebesar 60%.

E. Issue Gender: Masalah Wanita Dan Pria


Wanita lebih mudah menjadi HIV-positif dan lebih terpengaruh
dampak buruk epidemi dibandingkan laki-laki, karena alasan biologis,
sosio-kultural dan ekonomi. Sektor kesehatan merupakan pengusaha
utama dari pekerja wanita, pada beberapa kasus sekitar 80% pekerja
sektor kesehatan adalah wanita. Dalam keadaan demikian, sangat
penting untuk memperhatikan sepenuhnya dimensi gender dari K3
dan HIV/AIDS, dan bahwa pekerja kesehatan laki-laki dan wanita
menjadi sensitif gender, yang diberikan melalui informasi, pendidikan
dan pelatihan. (Yaya, 2016)
Pengusaha harus menjamin bahwa upaya-upaya berikut ini
diperhatikan dan ditampung dalam merancang dan menerapkan
kebijakan dan program di tempat kerja (El-Gizouli, 2015),yaitu :
1. Semua program sektor kesehatan harus sensitif gender,
sebagaimana juga sensitif terhadap etnis, usia, ketidak-mampuan,
agama, status sosio-ekonomi, budaya dan orientasi seksual. Hal ini
diwujudkan dengan secara jelas mentargetkan laki-laki maupun
wanita dalam program, dan melibatkan mereka dalam program
yang mengakui jenis dan tingkat risiko yang berbeda bagi laki-laki
dan wanita.
2. Informasi bagi wanita, khususnya wanita muda, perlu untuk
mengingatkan dan menjelaskan risiko mereka yang lebih tinggi
untuk penularan HIV. Pendidikan harus membantu wanita dan laki-
laki untuk mengerti dan bertindak atas hubungan kekuatan yang
tidak setara diantara mereka dalamlapangan pekerjaan dan situasi
personal; pelecehan dan kekerasan harus diutarakan secara
khusus, tidak hanya dalam tempat kerja tapi juga dalam situasi
rumah tangga (domestik).
3. Program tempat kerja harus membantu wanita mengerti hak-hak
mereka, baik dalam tempat kerja maupun diluar tempat kerja, dan
memberdayakan mereka untuk melindungi diri mereka sendiri.
4. Pendidikan bagi laki-laki harus mencakup peningkatan kesadaran,
penilaian risiko dan strategi untuk mempromosikan tanggung jawab
laki-laki berkaitan dengan pencegahan HIV/AIDS, dan faktor-faktor
lingkungan yang dapat mendukung perilaku pencegahan yang
bertanggung jawab.
5. Pelatihan HIV/AIDS bagi pekerja sektor kesehatan harus
memberikan pengertian tentang kebutuhan fisik dan psikologis
khusus dari wanita HIV-positif, termasuk masalah-masalah spesifik
yang mereka hadapi dalam kesehatan reproduksi dan anak.
Pelatihan juga harus menjelaskan hambatan-hambatan untuk
membuka status HIV, seperti ketakutan terhadap stigma,
diskriminasi atau kekerasan.

F. Pencegahan Penularan HIV/AIDS


Pencegahan penularan HIV pada wanita dilakukan secara primer,
yang mencakup mengubah perilaku seksual dengan menetapkan
prinsip ABC,yaitu Abstinence (tidak melakukan hubungan seksual), Be
faithful (setia pada pasangan), dan Condom (pergunakan kondom jika
terpaksa melakukan hubungan dengan pasangan), Don‟t Drug,
Education. Wanita juga disarankan tidak menggunakan narkoba,
terutama narkoba suntik dengan pemakaian jarum bergantian, serta
pemakaian alat menoreh kulit dan benda tajam secara bergantian
dengan orang lain (misalnya tindik, tato, silet, cukur, dan lainlain).
Petugas kesehatan perlu menetapkan kewaspadaan universal dan
menggunakan darah serta produk darah yang bebas dari HIV untuk
pasien. (Unwakoly, 2020)
Menurut Depkes RI (2003), WHO mencanangkan empat strategi
untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi dan anak, yaitu
dengan mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS. Apabila
sudah dengan HIV/AIDS, dicegah supaya tidak hamil. Apabila sudah
hamil, dilakukan pencegahan supaya tidak menular pada bayi dan
anaknya, namun bila ibu dan anaknya sudah terinfeksi, maka
sebaiknya diberikan dukungan dan perawatan bagi ODHA dan
keluarganya . (Shaw, 2017)
1. Pencegahan transmisi HIV dari Ibu ke Anak
Pemberian antiretrovirus direkomendasikan untuk semua ibu
hamil terinfeksi untuk mengurangi risiko transmisi HIV perinatal
dengan cara menurunkan kadar HIV serendah-rendahnya dan
untuk memaksimalkan kesehatan ibu. Pada kehamilan,
keuntungan pemberian antiretrovirus harus dipertimbangkan
terhadap potensi toksisitas, teratogenesis, serta efek samping
jangka lama. Berdasarkan hasil tes klinis di AS dan Perancis
(1994) menunjukkan bahwa pemberian ZDV oral pada ibu
hamil saat antenatal (usia kehamilan 14-34 bulan hingga saat
melahirkan) serta neonatal selama usia enam minggu pertama
dapat mengurangi risiko transmisi vertical. Pemberian
antiretrovirus untuk mengurangi transmisi perinatal pada
beberapa situasi kehamilan yang direkomendasikan Perinatal
HIV Guidelines Working Group di AS.
2. Pemberian penyuluhan kesehatan di sekolah dan di masyarakat
harus menekankan bahwa mempunyai pasangan seks yang
berganti-ganti serta menggunakan obat suntik bergantian dapat
meningkatkan resiko infeksi HIV. Pelajar juga harus dibekali ilmu
pengetahuan bagaimana untuk menghindari atau mengurangi
kebiasaan yang mendatangkan resiko terkena infeksi HIV.
3. Satu-satunya jalan agar tidak terinfeksi adalah dengan tidak
melakukan hubungan seks atau hanya berhubungan seks dengan
satu orang yang diketahui tidak mengidap infeksi. Kondom lateks
harus digunakan dengan benarsetiap kali seseorang melakukan
hubungan seks secara vaginal, anal atau oral.
4. Memperbanyak fasilitas pengobatan bagi pecandu obat terlarang
akan mengurangi penularan HIV. Begitu pula program “Harm
reduction’’ yang menganjurkan para penggunaan jarum suntik
untuk menggunakan metode dekontaminasi dan menghentikan
penggunaan jarum bersama telah terbukti efektif.
5. Menyediakan fasilitas konseling HIV dimana identitas penderita
dirahasiakan serta menyediakan tempat-tempat untuk melakukan
pemeriksaan darah.
6. Setiap wanita hamil sebaiknya sejak awal kehamilan disarankan
untuk melaukan tes HIV sebagai kegiatan rutin dan standar
keperawatan kehamilan. Ibu dengan HIV positif harus di evaluasi
untuk memperkirakan kebutuhan mereka terhadap terapi
zidovudine (ZDV) untuk mencegah penularan HIV melalui uterus
dan perinatal.
7. Berbagai peraturan dan kebijakan telah dibuat oleh USFDA, untuk
mencegah kontaminasi HIV pada plasma dan darah, Semua darah
donor harus di uji antibodi HIV-nya. Hanya darah dengan hasil tes
negatif yang digunakan.
8. Jika hendak melakukan transfusi Dokter harus melihat kondisi
pasien denganteliti apakah ada indikasi medis untuk transfusi.
Transfusi otolagus sangatdianjurkan.
9. Hanya produk faktor pembekuan darah yang sudah di seleksi dan
yang telahdiperlakukan dengan semestinya untuk dengan
menonaktifkan HIV yang bisadigunakan.
10. Sikap hati-hati harus dilakukan pada waktu penanganan,
pemakaian danpembuangan jarum suntik atau semua jenis alat-alat
yang berujung tajamlainnya agar tidak tertusuk. Petugas kesehatan
harus menggunakan sarungtangan lateks, pelindung mata, dan alat
pelindung lainnya untuk menghindarikontak dengan darah atau
cairan yang mengandung dengan darah.
11. WHO merekomendasikan pemberian imunisasi bagi anak-anak
dengan infeksiHIV tanpa gejala dengan vaksin-vakain EPI
(Expanded Programme onInnunization); anak-anak yang
menunjukkan gejala sebaiknya tidakmendapatkan vaksin BCG.
BCG dan vaksin oral polo di AS tidakdirekomendasikan untuk
diberikan kepada anak-anak yang terinfeksi HIV tidakperduli
terhadap ada tidaknya gejala, sedangkan vaksin MMR
(measlesmumps-rubella) dapat diberikan kepada anak dengan
infeksi HIV.
12. Untuk pengguna NAPZA. Pecandu yang IDU dapat terbebas dari
penularan HIV/AIDS, jika:Mulai berhenti menggunakan NAPZA,
sebelum terinfeksi HIV. Atau paling tidak, tidak memakai jarum
suntik atau paling tidak, sehabis dipakai, jarum suntik langsung
dibuang atau paing tidak kalau menggunakan jarum yang sama,
sterilkan dulu, yaitu dengan merendam pemutih (dengan kadar
campuran yang benar) atau direbus dengan ketinggian suhu yang
benar. Proses ini biasa disebut bleaching (sterilisasi dengan
pemutih)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Virus imunodifisiensi manusia (bahasa Inggris: human
immunodeficiency virus; HIV) adalah dua spesies lentivirus penyebab
AIDS. Virus ini menyerang manusia dan menyerang sistem kekebalan
tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi jika virus
ini terus menyerang tubuh lama kelamaan tubuh kita akan menjadi
lemah. Isue yang beredar dimasyarakat kadang tidak dapat di
percaya. Penyebaran HIV/AIDS hanya bisa terjadi dengan media
darah, ASI, ataupun air mani. Sehingga isueisue penyebaran
HIV/AIDS dari terompet, kursi bioskop, pembalut dll adalah salah.

B. Saran
Setiap berita yang kita peroleh haruslah dicari dengan tepat
kebenarannya dan tidak asal mempercayainya. Penyakit HIV itu tak
seganas yang dibayangkan, tak seperti hepatitis yang penularannya
cepat, namun apabila terinfeksi dampaknya akan sangat luar biasa.
DAFTAR PUSTAKA

El-Gizouli, S. E. (2015). HIV/AIDS epidemic features and trends. 15.

Hanny. (2020). Tren kasus HIV meningkat pada IRT dan pelaku LSL.
Https://M.Antaranews.Com/. https://m.antaranews.com/amp/1183067/tren-
kasus-hiv-meningkat-pada-irt-dan-pelaku-lsl

Joel Gallant, Priscilla Y Hsue, S. S. (2017). Comorbidities Among US Patients With


Prevalent HIV Infection—A Trend Analysis. The Journal of Infectious Diseases,
222(12). https://doi.org/10.1093/infdis/jix518

Lakeh, A. B. (2017). Global Trends and Regional Variations in Studies of HIV/AIDS. HIV /
AIDS. https://doi.org/https://doi.org/10.1038/s41598-017-04527-6

Navon, L. (2018). Hospitalization Trends and Comorbidities Among People With HIV/AIDS
Compared With the Overall Hospitalized Population, Illinois, 2008-2014. 133.
https://journals.sagepub.com/doi/pdf/10.1177/0033354918777254

Nuzzillah, N. A. (2017). PERILAKU BERISIKO PENULARAN HIV/AIDS. Jurnal of Health


Education, 10 Pages.

Ritchwood, T. D. (2017). Trends in healthcare expenditure among people living with


HIV/AIDS in the United States: evidence from 10 Years of nationally representative
data. 188 Pages. https://doi.org/10.1186/s12939-017-0683-y

Sasqiautami, C. W. (2016). Tren dan Issu Perilaku HIV/AIDS. ID.SCRIBD.COM.

Shaw, G. M. (2017). HIV Transmission. 15 Pages.

Syah, S. (2018). Trend Dalam Keperawatan HIV/AIDS Di Indonesia. ID.SCRIBD.COM.

Unwakoly, S. (2020). KEPERAWATAN HIV/AIDS. In TREND DAN ISSUE KEPERAWATAN


HIV/AIDS (p. 100 Pages). UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU.

Yaya, S. (2016). Trends and determinants of HIV/AIDS knowledge among women. 15


Pages. https://doi.org/10.1186/s12889-016-3512-0

Anda mungkin juga menyukai