PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kasus AIDS di Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1987 pada
seorang wisatawan Belanda di Bali. Sampai akhir tahun 2007 menurut laporan Dirjen
PP dan PL Depkes RI telah ditemukan 3783 penderita di Indonesia. Sampai akhir
1
Desember 2012 dilaporkan 21.511 kasus HIV dan 5.686 kasus penderita AIDS di
Indonesia dengan angka kematian 1.146 kasus dan dalam triwulan I (Januari-Maret)
2013 meningkat menjadi 26.880 penderita HIV dan 6.146 kasus penderita AIDS.
Sedangkan data yang meninggal sebanyak 1.199 kasus. Hal ini menunjukan bahwa
dalam 3 bulan penderita HIV/AIDS telah meningkat 5.829 penderita di Indonesia.
Sekitar 82% kejadian pada kelompok umur 15 sampai 49 tahun (Ditjen PP & PL
Kemenkes RI, 2013).
1) Banyak orang yang sering bepergian dan melakukan hubungan seksual dengan
pasangan berganti-ganti,
3) Orang Indonesia dengan prilaku seks resiko tinggi jarang mau menggunakan
kondom,
4) sarana pelayanan kesehatan tidak selalu melakukan prosedur yang steril seperti
jarum suntik dan peralatan infasif lainnya,
2
Jumlah kumulatif pengidap HIV/AIDS di Indonesia terus bertambah
dan pertambahan itu didominasi oleh kelompok usia produktif. Ini berarti bahwa
pertambahan penularan HIV di Indonesia sudah terjadi secara domestik dan menyerang
kelompok usia produktif, oleh karenanya, kelompok remaja atau pemuda dan wanita
sudah perlu diprioritaskan sasaran pencegahan. Bila tidak, aset pembangunan bangsa
akan semakin terancam oleh keganasan AIDS. Sulawesi Tengah merupakan salah satu
propinsi di kawasan timur. Indonesia yang mempunyai prevalensi penyakit AIDS,
kondisi ini ditandai dengan terus meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS di Sulawesi
tengah, hingga akhir Maret 2013 kasus kumulatif terakhir dilaporkan 185 kasus
penderita HIV dan 127 kasus penderita AIDS dengan prevalensi 4,82 per 100.000
penduduk (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2013). Menurut data KPAD Sulawesi
Tengah, daerah Kabupaten Morowali sampai dengan Mei 2013 terdapat 15 kasus HIV
dan AIDS sebanyak 13 kasus dengan angka kematian meninggal sebanyak 34 kasus
(Satu Sulteng.com, 2013).
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
4
3. Bagi Profesi Keperawatan
Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan ataupun pedoman
bagi para pelajar di sekolah menengah atas dalam meningkatkan pengetahuan tentang
HIV/AIDS.
Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian khususnya
bagi peneliti yang tertarik untuk mengembangkan hasil penelitian ini guna
pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian
HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
menimbulkan AIDS, virus HIV yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang
berfungsi untuk kekebalan tubuh. Virus HIV ditemukan dalam darah cairan vagina,
cairan sperma dan ASI. AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome
merupakan suatu sindrom kegagalan kekebalan tubuh. AIDS merupakan kumpulan
gejala penyakit sebagai akibat virus HIV/Human Deficiency virus, sehingga tubuh
terinfeksi oleh kuman penyakit lain karena daya tahan tubuh rusak (Merati, 2007).
AIDS adalah salah satu sindrom penyakit Defisiensi imunitas seluler yang
didapat, yang pada penderitanya tidak ditemukan penyebab defisiensi tersebut. Akibat
adanya kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai infeksi
bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu, yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita
AIDS sering kali menderita keganasan, khususnya Sarcoma Kaposi, limfoma yang
menyerang otak dan dapat mengakibatkan kematian (Budimulja dan Daily, 2008).
6
yang menunjukkan gejala dari sekumpulan penyakit, setelah sekian waktu terinfeksi
HIV/AIDS biasanya timbul antara 5 – 10 tahun setelah tertular HIV/AIDS.
2. Epidemiologi
a. Pola pertama
b. Pola kedua
Terdapat di Afrika tengah, selatan dan timur, serta beberapa bagian di Karibia,
penyebaran tahun 1970. Di daerah tersebut sebagian besar penderita AIDS ditemukan
pada heteroseksual, sedangkanpenularan melalui homoseks dan pecandu narkoba
jarang terjadi. Di sini penularan melalui transfusi darah atau produk darah yang
tercemar HIV merupakan masalah besar karena penapisan donor darah tidak rutin
dikerjakan. Diduga penularan melalui jarum suntik dan alat tindik atau rajah jarang
terjadi (Hakim, 2009)
Terjadi di Eropa timur, Afrika timur, Timur tengah, Asia selatan dan tenggara,
penyebaran diduga mulai tahun 1980-an. Dan terjadi pada kelompok homoseks dan
heteroseks, penyalahgunaan obat suntikan, frekuensi hubungan dengan para pelacur
dan orang asing (wisatawan) (Hakim, 2009)
7
d. Pola keempat
terjangkit HIV/AIDS.
3. Etiologi
AIDS disebabkan oleh suatu retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV). HIV ialah retrovirus yang disebut Lymphadenopathy Associated Virus
(LAV)/Human T-Cell leukemia virus III, yang juga disebut Human T-cell
Lymphotropik Virus. HIV ini merusak salah satu jenis sel yang dikenal sebagai sel T-
Helper. Sel ini merupakan suatu titik pusat system kekebalan tubuh sehingga HIV
menyebabkan daya tahan tubuh menjadi rusak dan mudah terjangkit penyakit
(Budimulja dan Daily, 2008). Luc Montagnier dkk., tahun 1983 telah menemukan
LAV (Lymphadenopathy Associated Virus) dari seseorang dengan pembengkakan
kelenjar limfe (PGL). Pada tahun 1984 sejenis virus yang disebut HTVL 3 (Human T
cell Lymphtropic Virus tipe 3) ditemukan dari pasien AIDS di Amerika oleh Robert
Gallo dkk. Kemudian ternyata bahwa kedua virus tersebut sama, dan oleh Committee
Taxonomy International pada tahun 1985 disebut sebagai HIV (Human
Immunodeficiency Virus). Sampai saat ini diketahui ada dua subtipe yaitu HIV 1 dan
HIV 2. HIV 1 dan HIV 2 merupakan suatu virus RNA yang termasuk retrovirus dan
lentivirus. HIV 1 penyebarannya lebih luas di hampir seluruh dunia, sedangkan HIV 2
ditemukan pada pasien-pasien dari Afrika Barat dan Portugal, HIV 2 lebih mirip
8
dengan monkey virus yang disebut SIV (Simian Immunodeficiency Virus). Antara HIV
1 dan 2 intinya mirip, tetapi selubung luarnya sangat berbeda. HIV mempunyai enzim
reverse transcriptase yang terdapat di dalam inti HIV dan akan mengubah RNA virus
menjadi DNA. Inti HIV merupakan protein yang dikenal dengan p24, dan bagian luar
HIV yang berupa selubung glikoprotein terdiri dari selubung transmembran gp 41
dan bagian luar berupa tonjolan-tonjolan yang disebut gp 120. (lihat gambar 1: struktur
HIV). Gen yang selalu ada pada struktur genetik virus HIV adalah gen untuk kode inti
p24, dan gen yang mengkode polimerase RTase. Sedangkan gen yang mengkode
selubung luar akan sangat bervariasi dari satu strain virus dengan lainnya. Bahkan pada
seorang pengidap HIV selubung luar ini dapat berbeda-beda. Siklus Hidup HIV dan
Patogenesis HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai
reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah : sel
monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim dan sel
langerhans. Penelitian terakhir juga menunjukkan HIV dapat menginfeksi sel astroglia
otak dan Sel endotel saluran cerna walaupun sel tersebut tidak mempunyai reseptor
CD4. Protein selubung HIV gp 120 akan bersentuhan dan terikat (attachment and
binding) pada reseptor CD4 sel pejamu (antara lain sel limfosit 14); lalu selubung HIV
akan mengalami fusi (virus to cell fusion) dengan membran sel pejamu dan mendorong
inti HIV masuk ke dalam sitoplasma sel pejamu. Dalam proses ini terlibat protein
selubung HIV yang lain, yaitu gp 41. Dalam sitoplasma sel pejamu, RNA virus akan
dikonversi menjadi DNA oleh ensim RTase, dan DNA ini yang disebut DNA provirus.
DNA provirus akan masuk ke dalam inti sel pejamu dan dengan enzim integrase
(endonuklease) akan diintegrasikan secara acak pada DNA sel pejamu. Integrasi materi
genetik virus ini biasanya akan terjadi dalam 2-10 jam setelah infeksi. Selanjutnya
replikasi virus, dimulai dengan adanya produksi RNA provirus yang sama sehingga
akan terbentuk virion baru, suatu virus HIV baru yang siap untuk menginfeksi sel target
yang lain, setelah keluar dari sel pejamu melalui suatu proses budding.
9
4. Masa Inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu dari terjadinya infeksi sampai munculnya gejala pertama
pasien. Sejak munculnya HIV ke dalam tubuh hingga munculnya gejala penyakit,
waktunya sangat bervariasi antara 6 bulan sampai 10 tahun dan masa rata-rata 21 bulan
pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Walaupun belum ada gejala, tapi
yang bersangkutan telah dapat menjadi sumber penularan (Merati, 2007).
a. Infeksi akut
Sekitar 30-50 % dari mereka yang terinfeksi HIV akan memberikan gejala infeksi akut
yang mirip dengan gejala infeksi mononucleosis, yaitu demam, sakit tenggorokan,
letargi, batuk, mialgia, keringat malam, dan keluhan GIT berupa nyeri menelan, mual,
muntah, dan diare. Mungkin bisa didapatkan adanya pembesaran kelenjar limfe leher,
faringitis dan aseptic meningitis yang akan sembuh dalam waktu 6 minggu.
Patogenesis simtom ini tidak jelas diketahui, tapi sangat mungkin akibat adanya reaksi
imun yang aktif terhadap masuknya HIV dalam darah. Saat ini mungkin pemeriksaan
antibody HIV masih negative, tapi pemeriksaan Ag p24 sudah positif. Pada saat ini
dikatakan pasien ini sangat infeksisus.
Fase akut akan diikuti fase kronik asimtomatik yang lamanya bisa bertahun-tahun.
Walaupun tidak ada gejala, kita dapat mengisolasi virus dari darah pasien dan ini berarti
bahwa selama fase ini juga infeksius disini ada aktifitas HIV tetap terjadi dan ini
dibuktikan dengan menurunnya fungsi sistem imun dari waktu ke waktu. Mungkin
sampai jumlah virus tertentu tubuh masih dapat mengantisipasi sistem imun dalam
kompensasi.
Pada kebanyakan kasus, gejala pertama yang muncul adalah PGL, ini menunjukan
adanya hiperaktifitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat persisten selama
bertahun-tahun, dan pasien tetap merasa sehat.
10
d. Dengan menurunnya sel limfosit T4, makin jelas nampak gejala klinis yang dapat
dibedakan menjadi beberapa keadaan. Gejala ini antara lain, gejala dan keluhan yang
disebabkan oleh hal-hal tidak langsung berhubungan dengan HIV, (diare, demam lebih
dari satu bulan, keringat malam, rasa lelah berlebihan, batuk kronik lebih dari satu
bulan, dan penurunan berat badan 10% atau lebih), Gejala yang langsung akibat HIV
(mielopati, neuropati prifer, dan penyakit susunan saraf pusat. Disini pasien sulit
berkomunikasi dan tidak bisa jalan). Infeksi oportunistik dan neoplasma, pada stadium
kronik simtomtik ini sangat sedikit keluhan dan gejala-gejala yang benar langsung
akibat HIV.
5. Penyebaran HIV/AIDS
a. Hubungan seksual
Hubungan seksual baik secara vaginal, oral, ataupun anal dengan seorang pengidap
HIV adalah cara yang paling umum terjadi, dan lebih mudah terjadi penularan bila lesi
penyakit kelamin, dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes dan spilis. Ini
juga yang dapat meningkatkan resiko baik terkena maupun tersebarnya HIV pada
pria dan wanita.
2) Alat suntik / jarum yang dipakai berulang-ulang tanpa sterilisasi, umumnya pada
pecandu narkoba, obat bius atau jarum akupuntur, tato, dan tindik.
11
c. Penularan masa perinatal
Resiko penularan dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya, berkisar antara 15-50%,
penularan dapat terjadi semasa dalam kandungan, waktu melahirkan atau setelah
melahirkan melalui air susu ibu (Maryuni, 2009) HIV tidak tertular melalui peralatan
makan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang dipakai secara bersama-sama,
berpelukan, berjabak tangan di hidup serumah dengan penderita AIDS.
6. Gambaran Klinik
Gejala dini yang sering dijumpai berupa malaise, demam, yang merupakan flu biasa
sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih
dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan dan
limfadenopati. Beberapa fase infeksi HIV yaitu :
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibody dan memungkinkan juga terjadi
gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.
Manifestasi membrane mukosa kecil dan radang saluran pernapasan. Disini terjadi
pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, keringat pada malam hari atau
kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas.
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan tubuh sehingga mudah
terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh.
Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun,
ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua (Soedarto, 2009).
12
7. Kriteria Diagnostik
Berdasarkan WHO Workshop on AIDS, dari Bangui Afrika tengah pada bulan Oktober
1985, mengemukakan kriteria diagnostik berdasarkan gejala klinis, yaitu:
a. Dicurigai AIDS pada orang dewasa ada 2 gejala mayor dan1 gejala minor dan tidak
ada sebab Imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat atau pemakaian
kortikosteroid yang lama, gejala mayor dan minor antara lain :
1) Gejala mayor
2) Gejala minor
b) Dermatitis generalisata.
b. Pada anak, 2 gejala mayor dan 1 gejala minor, dan tidak terdapat sebab imunosupresi
yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau
etiologi lain.
1) Gejala mayor
13
2) Gejala minor
a) Limfadenopaty generalisata
b) Kandidiasis oro-Faring
d) Batuk persisten
8. Diagnosis
5) Penyembuhan
b. Diagnosis AIDS
AIDS merupakan stadium akhir HIV. Penderita dinyatakan sebagai AIDS bila dalam
perkembangan infeksi HIV menunjukkan infeksi-infeksi dan kanker oportunistik yang
mengancam jiwa penderita. Selain infeksi dari kanker dalam penetapan CDC 1993,
juga
14
termasuk ensevalopati, sindrom kelelahan yang berkaitan dengan AIDS dan hitungan
CD4 (200/ml21, CD524) menetapkan kondisi dimana infeksi HIV sudah dinyatakan
sebagai AIDS.
9. Penatalaksanaan
Sampai kini belum ada obat-obat yang dapat mengendalikan HIV dalam tubuh
penderita, bahkan belum ada obat yang dapat menurunkan kadar HIV sehingga
jumlahnya menjadi tidak berarti. Dengan kata lain penyakit AIDS selalu berakhir
dengan kematian. Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan,
atau rehabilitasi dan edukasi, Pengobatan yang efektif sampai sekarang belum ada.
Pengobatan pada pengidap HIV/penderita AIDS ditujukan terhadap virus HIV infeksi
oportunistik, kanker sekunder, status kekebalan tubuh, simtomatis dan suportif. Aspek
psikologis juga memegang peranan penting dalam pelaksanaan seorang penderita
AIDS. Konseling penderita harus dilakukan secara bersama-sama, dengan pemberian
obat yang diperlukan untuk mengobati infeksi oportunistik yaitu :
b. Obat-obat untuk infeksi oportunistik, tergantung dari opportunistic apa yang timbul,
pola oportunistik yang paling sering timbul adalah PCP, yang terjadi pada 75 % dari
pasien AIDS dan TBC.
c. Obat untuk kanker sekunder, sama penanganan pada pasien HIV, untuk
d. Immune Restoring Agents, obat untuk diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel
limfosit, menambah jumlah limfosit sehingga dapat memperbaiki status kekebalan
pasien.
15
f. Dukungan psikologis dan psikososial didapat dari upaya-upaya sebagai
berikut :
2) Membantu individu untuk memahami infeksi HIV dan kematian akibat AIDS.
6) Mendukung program yang mampu meningkatkan kondisi para pekerja seks yang
terinfeksi HIV untuk mengendalikan kondisi pekerjaannya yang mendukung
kehidupannya.
a. Umum
Istirahat cukup, dukungan nutrisi berbasis mikro harus optimal untuk menghindari
munculnya sindrom optimal untuk menghindari sindrom wasting. Konseling yang
memandai merupakan formulasi dukungan psikobiologis dan psikososial terhadap
penderita HIV/AIDS.
b. Khusus
16
Prinsip Dasar Penatalaksanaan penderita HIV/AIDS
HIV
17
11. Pencegahan
a) Tidak melakukan hubungan seksual dengan orang yang termasuk kelompok resiko
tinggi
b) orang yang kelompok resiko tinggi dilarang menjadi donor darah, dilakukan tes
untuk mengetahui adanya antibodi terhadap HIV
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan
penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan dapat diperoleh antara lain melalui pendidikan baik formal maupun non
formal. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengetahuan orang lain diantaranya
mendengar, melihat langsung atau melalui alat komunikasi. Untuk memperoleh data
tentang pengetahuan tertulis atau lisan dapat digunakan untuk mengukur cognitive
domain seseorang (Notoatmodjo, 2010).
18
b. Tingkat Pengetahuan
1) Tahu (Know)
2) Memahami (Comprehension)
3) Aplikasi (Application)
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
19
5) Sintesis (Synthesis)
6) Evaluasi (Evaluation)
2. Sikap
a. Pengertian
Terdapat beberapa pendapat diantara para ahli apa yang dimaksud dengan sikap
itu. Ahli yang satu mempunyai batasan lain bila dibandingkan dengan ahli lainnya.
20
Untuk memberikan gambaran tentang hal ini, diambil beberapa pengertian yang
diajukan oleh beberapa ahli, antara lain:
1) Respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang - tidak senang,
setuju - tidak setuju, baik - tidak baik, dan sebagainya) (Notoadmodjo, 2010)
3) Sikap adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap stimulus atau objek
(masalah kesehatan, termasuk penyakit). Sikap yang terdapat pada individu akan
memberikan warna atau corak tingkah laku ataupun perbuatan individu yang
bersangkutan. Sikap merupakan reaksi atau objek.
21
1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap obyek. Artinya bagaimana
keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap obyek. Sikap orang
terhadap penyakit kusta misalnya, berarti begaimana pendapat atau keyakinan orang
22
2) Dari literatur lain mengemukakan bahwa sikap terdiri dari :
23
sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapatnya objek tersebut dapat
terbentuk sikap tersendiri pula.
1) Faktor intern yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan
sendiri. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsangan dari luar melalui persepsi, oleh
karena itu kita harus memilih rangsangan-rangsangan mana yang akan kita teliti dan
mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan-
kecenderungan dalam diri kita.
24
BAB III
KERANGKA KONSEP
25
B. Pola Pikir Variable Yang Diteliti
Keterangan :
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
C. Defenisi Operasional
Sikap adalah respon atau tanggapan siswa SMA Negeri I Lembo terhadap
penyakit maupun penderita HIV/AIDS berdasarkan pengetahuan yang didapat dari
lingkunganya.
26
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMA Negeri I Lembo
yang tercatat dalam registrasi dan aktif dalam proses belajar mengajar. Dengan jumlah
siswa kelas 1 sebanyak 148 orang yang terbagi dalam lima kelas. Sedangkan sample
dalam penelitian ini diambil masing-masing 4 siswa tiap kelas dengan menggunakan
tehnik random sampling sehingga total sample berjumlah 20 responden.
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri I Lembo, yang merupakan salah satu
sekolah Negeri yang ada di Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali, waktu penelitian
selama bulan Agustus 2013.
D. Instrumen
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang
dibuat secara khas oleh peneliti. Kuesioner ini diharapkan dapat mengungkapkan
gambaran pengetahuan dan sikap yang terdiri dari 22 pertanyaan. Data demografi
meliputi, nama, jenis kelamin, umur, kelas, pekerjaan orang tua dan agama.
27
E. Cara Pengumpulan Data
1. Data primer
Diperoleh dengan cara kunjungan peneliti ke lokasi penelitian dan kuesioner yang
dibagikan dengan daftar pertanyaan yang telah disusun dan dipersiapkan sebelumnya.
2. Data sekunder
Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan tahapan
sebagai berikut :
1. Editting data yaitu memeriksa data yang terkumpul apakah ada kesalahan.
2. Codding data yaitu pemberian nomor kode atau bobot pada jawaban yang bersifat
kategori.
3. Tabulatting data yaitu menyusun atau menghitung data berdasarkan variabel yang
diteliti.
4. Entry data yaitu memasukkan data ke dalam fasilitas komputer untuk dilakukan
analisis.
5. Cleaning data yaitu memeriksa dan melihat variabel yang digunakan apakah datanya
sudah benar atau belum.
G. Analisa Data
28
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/search?content_type=tops&page=1&query=proposa
l%20penelitian (Manado, 20.50 Pm, di asrama putri akper rumkit tk iii manado)
29