Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur


yang merata materi dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar
1945 kualitas sumber daya manusia Indonesia salah satu modal pembangunan nasional
perlu ditingkatkan secara terus-menerus termasuk derajat kesehatannya.

Sejak ditemukan sampai sekarang, penyakit AIDS masih merupakan momok


yang menakutkan disamping penyakit lain yang dalam waktu singkat dapat merenggut
nyawa manusia dan belum ada obatnya. Sehubungan dengan meningkatnya arus
globalisasi, maka berbagai budaya dan gaya hidup dari mancanegara terutama negara-
negara barat juga melanda kehidupan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda.
Hal ini akan mempengaruhi sikap dan pola prilaku masyarakat secara keseluruhan.
Salah satu bentuk adalah prilaku seks bebas semakin berani muncul dipermukaan,
akibatnya penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDS pun serta merta mengalami
peningkatan.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab AIDS


(Acquired immune Deficiency Syndrome) AIDS ditandai dengan adanya infeksi yang
dapat menyerang sewaktu-waktu (Oportunistik). Luc Montaigner dkk, pada tahun 1983
menemukan Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang dikenal sebagai virus
penyebab AIDS. Kemudian HIV/AIDS menjadi momok yang menakutkan dengan laju
peningkatan kasus yang sangat cepat sehingga menyebar hampir keseluruh dunia
termasuk Indonesia (Duarsa, 2006).

Kasus AIDS di Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1987 pada
seorang wisatawan Belanda di Bali. Sampai akhir tahun 2007 menurut laporan Dirjen
PP dan PL Depkes RI telah ditemukan 3783 penderita di Indonesia. Sampai akhir

1
Desember 2012 dilaporkan 21.511 kasus HIV dan 5.686 kasus penderita AIDS di
Indonesia dengan angka kematian 1.146 kasus dan dalam triwulan I (Januari-Maret)
2013 meningkat menjadi 26.880 penderita HIV dan 6.146 kasus penderita AIDS.
Sedangkan data yang meninggal sebanyak 1.199 kasus. Hal ini menunjukan bahwa
dalam 3 bulan penderita HIV/AIDS telah meningkat 5.829 penderita di Indonesia.
Sekitar 82% kejadian pada kelompok umur 15 sampai 49 tahun (Ditjen PP & PL
Kemenkes RI, 2013).

Forum pertemuan internasional tentang AIDS di Yokohama pada tanggal 8-12


Agustus 1994 menganggap Indonesia sebagai wilayah rawan terhadap penularan
AIDS. Karena sejak triwulan pertama tahun 1993 perkembangan epidemik HIV/AIDS
telah merubah menjadi desponsibel. Diduga pesatnya penyebaran HIV di Indonesia
telah terjadi karena :

1) Banyak orang yang sering bepergian dan melakukan hubungan seksual dengan
pasangan berganti-ganti,

2) Adanya peningkatan insiden penyakit menular seksual,

3) Orang Indonesia dengan prilaku seks resiko tinggi jarang mau menggunakan
kondom,

4) sarana pelayanan kesehatan tidak selalu melakukan prosedur yang steril seperti
jarum suntik dan peralatan infasif lainnya,

5) semakin tingginya angka hubungan seksual premarital dikalangan remaja dan


pemuda serta semakin banyaknya ganti pasangan seksual yang dilakukan secara tidak
aman

6) masih rendahnya pengetahuan dan kepedulian terhadap AIDS, baik dikalangan


masyarakat maupun pejabat pemerintah (Soedarto, 2009).

2
Jumlah kumulatif pengidap HIV/AIDS di Indonesia terus bertambah

dan pertambahan itu didominasi oleh kelompok usia produktif. Ini berarti bahwa
pertambahan penularan HIV di Indonesia sudah terjadi secara domestik dan menyerang
kelompok usia produktif, oleh karenanya, kelompok remaja atau pemuda dan wanita
sudah perlu diprioritaskan sasaran pencegahan. Bila tidak, aset pembangunan bangsa
akan semakin terancam oleh keganasan AIDS. Sulawesi Tengah merupakan salah satu
propinsi di kawasan timur. Indonesia yang mempunyai prevalensi penyakit AIDS,
kondisi ini ditandai dengan terus meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS di Sulawesi
tengah, hingga akhir Maret 2013 kasus kumulatif terakhir dilaporkan 185 kasus

penderita HIV dan 127 kasus penderita AIDS dengan prevalensi 4,82 per 100.000
penduduk (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2013). Menurut data KPAD Sulawesi
Tengah, daerah Kabupaten Morowali sampai dengan Mei 2013 terdapat 15 kasus HIV
dan AIDS sebanyak 13 kasus dengan angka kematian meninggal sebanyak 34 kasus
(Satu Sulteng.com, 2013).

Rentannya generasi muda terhadap infeksi HIV/AIDS sangat perlu mendapat


perhatian. karena remaja dan generasi muda merupakan aset nasional yang sangat
penting dalam mempersiapkan kelangsungan program selanjutnya. Dilihat dari satu
fase tentang kehidupan remaja merupakan fenomena yang cukup menarik
dibandingkan dengan rentan perkembangan kehidupan lainnya. Hal ini disebabkan
karena dalam perkembangan remaja banyak sekali mengalami perubahan-perubahan
yang sangat cepat, baik fisik maupun mental, disertai pergeseran norma-norma seksual
dikalangan remaja yang disebabkan oleh ketidakpatuhan dan perolehan informasi yang
tidak dapat dipertanggung jawabkan.

3
B. Rumusan Masalah

Di dalam strategi nasional penanggulangan HIV/AIDS ditekankan bahwa


penanggulangan AIDS dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah.

1. Bagaimana tingkat pengetahuan siswa-siswi tentang penyakit HIV/AIDS?

2. Bagaimana sikap yang ditunjukkan oleh siswa-siswi terhadap HIV/AIDS?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap siswa-siswi SMA

Lembo tentang HIV/AIDS.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa-siswi SMA Negeri I

Lembo tentang penyakit HIV/AIDS.

b. Untuk mengetahui sikap siswa-siswi SMA Negeri I Lembo terhadap

penanggulangan HIV/AIDS dan penderita HIV/AIDS.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Merupakan pengalaman berharga guna memperluas wawasan dan pengetahuan melalui


penelitian lapangan.

2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan Sebagai bacaan dan bahan dalam


memberikan informasi tentang HIV/AIDS dalam meningkatkan pendidikan pada masa
yang akan datang.

4
3. Bagi Profesi Keperawatan

Memberikan sumbangsih pengetahuan di bidang keperawatan dalam rangka


pengembangan dan kemandirian profesi.

4. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan ataupun pedoman
bagi para pelajar di sekolah menengah atas dalam meningkatkan pengetahuan tentang
HIV/AIDS.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian khususnya
bagi peneliti yang tertarik untuk mengembangkan hasil penelitian ini guna
pengembangan ilmu pengetahuan keperawatan.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang HIV/AIDS

1. Pengertian

HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan
menimbulkan AIDS, virus HIV yang menyerang salah satu jenis sel darah putih yang
berfungsi untuk kekebalan tubuh. Virus HIV ditemukan dalam darah cairan vagina,
cairan sperma dan ASI. AIDS atau Acquired Immuno Deficiency Syndrome
merupakan suatu sindrom kegagalan kekebalan tubuh. AIDS merupakan kumpulan
gejala penyakit sebagai akibat virus HIV/Human Deficiency virus, sehingga tubuh
terinfeksi oleh kuman penyakit lain karena daya tahan tubuh rusak (Merati, 2007).

AIDS adalah salah satu sindrom penyakit Defisiensi imunitas seluler yang
didapat, yang pada penderitanya tidak ditemukan penyebab defisiensi tersebut. Akibat
adanya kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai infeksi
bakteri, jamur, parasit dan virus tertentu, yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita
AIDS sering kali menderita keganasan, khususnya Sarcoma Kaposi, limfoma yang
menyerang otak dan dapat mengakibatkan kematian (Budimulja dan Daily, 2008).

Sistem kekebelaan tubuh biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari


penyakit-penyakit yang akan masuk. Tapi bila tubuh terinfeksi oleh HIV secara
otomatis kekebalan tubuh akan berkurang dan memurun sampai tidak lagi mempunyai
daya tahan terhadap penyakit bila itu terjadi penyakit-penyakit yang tidak
berbahayapun akan dapat membuat orang tersebut sakit parah atau meninggal.
Perbedaan antara penderita HIV positif dengan penderita AIDS, penderita HIV positif
adalah seorang yang tertular virus HIV, nampak tampak gejala apapun, tapi dapat
menularkan virus terhadap orang lain. Sedangkan penderita AIDS adalah seseorang

6
yang menunjukkan gejala dari sekumpulan penyakit, setelah sekian waktu terinfeksi
HIV/AIDS biasanya timbul antara 5 – 10 tahun setelah tertular HIV/AIDS.

2. Epidemiologi

a. Pola pertama

Letaknya di negara industry dengan kasus AIDS tinggi seperti Amerika,


Meksiko, Canada, Eropa barat, Australia, New Zealand dan sebagian Amerika
latin.Diperkirakan penyebaran HIV sudah dimulai sejak tahun 1970. Korbannya
terutama pada kelompok homoseks, elaki biseks, kelompok lainnya seperti
heteroseksual, jumlahnya terus meningkat. Perbandingan prevalensi antibody HIVpada
laki-laki dan perempuan adalah 10 : 1. Penularan melalui transfusi darah dan produk
lain yang tercemar HIV, sudah dapat dikendalikan dengan pemeriksaan antibody HIV,
serta pendidikan dan penyuluhan kesehatan agar kelompok resiko tinggi tidak
menyumbangkan darahnya (Hakim, 2009).

b. Pola kedua

Terdapat di Afrika tengah, selatan dan timur, serta beberapa bagian di Karibia,
penyebaran tahun 1970. Di daerah tersebut sebagian besar penderita AIDS ditemukan
pada heteroseksual, sedangkanpenularan melalui homoseks dan pecandu narkoba
jarang terjadi. Di sini penularan melalui transfusi darah atau produk darah yang
tercemar HIV merupakan masalah besar karena penapisan donor darah tidak rutin
dikerjakan. Diduga penularan melalui jarum suntik dan alat tindik atau rajah jarang
terjadi (Hakim, 2009)

c. Pola ketiga (pola campuran)

Terjadi di Eropa timur, Afrika timur, Timur tengah, Asia selatan dan tenggara,
penyebaran diduga mulai tahun 1980-an. Dan terjadi pada kelompok homoseks dan
heteroseks, penyalahgunaan obat suntikan, frekuensi hubungan dengan para pelacur
dan orang asing (wisatawan) (Hakim, 2009)

7
d. Pola keempat

Terjadi di Asia selatan dan tenggara. Di Thailand kasus pertama dilaporkan


tahun 1984 pada seorang mahasiswa yang belajar diluar negeri. Pada tahun 1987
meningkat menjadi 100 kasus HIV/AIDS dan dalam kurun waktu berikutnya
meningkat menjadi 600.000 penderita dan 30% pekerja seks serta 1% ibu hamil sudah

terjangkit HIV/AIDS.

Mengingat cara penularan HIV maka kelompok masyarakat yang mempunyai


perilaku resiko tinggi tertular HIV adalah kelompok masyarakat yang melakukan
promiskoitasi atau mereka yang sering berganti-ganti pasangan seks. Distribusi
penderita AIDS di negara Barat menunjukkan kelompok homo atau biseksial
merupakan penderita terbesar, diikuti oleh pengguna narkotika intravena.

3. Etiologi

AIDS disebabkan oleh suatu retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV). HIV ialah retrovirus yang disebut Lymphadenopathy Associated Virus
(LAV)/Human T-Cell leukemia virus III, yang juga disebut Human T-cell
Lymphotropik Virus. HIV ini merusak salah satu jenis sel yang dikenal sebagai sel T-
Helper. Sel ini merupakan suatu titik pusat system kekebalan tubuh sehingga HIV
menyebabkan daya tahan tubuh menjadi rusak dan mudah terjangkit penyakit
(Budimulja dan Daily, 2008). Luc Montagnier dkk., tahun 1983 telah menemukan
LAV (Lymphadenopathy Associated Virus) dari seseorang dengan pembengkakan
kelenjar limfe (PGL). Pada tahun 1984 sejenis virus yang disebut HTVL 3 (Human T
cell Lymphtropic Virus tipe 3) ditemukan dari pasien AIDS di Amerika oleh Robert
Gallo dkk. Kemudian ternyata bahwa kedua virus tersebut sama, dan oleh Committee
Taxonomy International pada tahun 1985 disebut sebagai HIV (Human
Immunodeficiency Virus). Sampai saat ini diketahui ada dua subtipe yaitu HIV 1 dan
HIV 2. HIV 1 dan HIV 2 merupakan suatu virus RNA yang termasuk retrovirus dan
lentivirus. HIV 1 penyebarannya lebih luas di hampir seluruh dunia, sedangkan HIV 2
ditemukan pada pasien-pasien dari Afrika Barat dan Portugal, HIV 2 lebih mirip

8
dengan monkey virus yang disebut SIV (Simian Immunodeficiency Virus). Antara HIV
1 dan 2 intinya mirip, tetapi selubung luarnya sangat berbeda. HIV mempunyai enzim
reverse transcriptase yang terdapat di dalam inti HIV dan akan mengubah RNA virus
menjadi DNA. Inti HIV merupakan protein yang dikenal dengan p24, dan bagian luar
HIV yang berupa selubung glikoprotein terdiri dari selubung transmembran gp 41

dan bagian luar berupa tonjolan-tonjolan yang disebut gp 120. (lihat gambar 1: struktur
HIV). Gen yang selalu ada pada struktur genetik virus HIV adalah gen untuk kode inti
p24, dan gen yang mengkode polimerase RTase. Sedangkan gen yang mengkode
selubung luar akan sangat bervariasi dari satu strain virus dengan lainnya. Bahkan pada
seorang pengidap HIV selubung luar ini dapat berbeda-beda. Siklus Hidup HIV dan
Patogenesis HIV mempunyai target sel utama yaitu sel limfosit T4, yang mempunyai
reseptor CD4. Beberapa sel lain yang juga mempunyai reseptor CD4 adalah : sel
monosit, sel makrofag, sel folikular dendritik, sel retina, sel leher rahim dan sel
langerhans. Penelitian terakhir juga menunjukkan HIV dapat menginfeksi sel astroglia
otak dan Sel endotel saluran cerna walaupun sel tersebut tidak mempunyai reseptor
CD4. Protein selubung HIV gp 120 akan bersentuhan dan terikat (attachment and
binding) pada reseptor CD4 sel pejamu (antara lain sel limfosit 14); lalu selubung HIV
akan mengalami fusi (virus to cell fusion) dengan membran sel pejamu dan mendorong
inti HIV masuk ke dalam sitoplasma sel pejamu. Dalam proses ini terlibat protein
selubung HIV yang lain, yaitu gp 41. Dalam sitoplasma sel pejamu, RNA virus akan

dikonversi menjadi DNA oleh ensim RTase, dan DNA ini yang disebut DNA provirus.
DNA provirus akan masuk ke dalam inti sel pejamu dan dengan enzim integrase
(endonuklease) akan diintegrasikan secara acak pada DNA sel pejamu. Integrasi materi
genetik virus ini biasanya akan terjadi dalam 2-10 jam setelah infeksi. Selanjutnya
replikasi virus, dimulai dengan adanya produksi RNA provirus yang sama sehingga
akan terbentuk virion baru, suatu virus HIV baru yang siap untuk menginfeksi sel target
yang lain, setelah keluar dari sel pejamu melalui suatu proses budding.

9
4. Masa Inkubasi

Masa inkubasi adalah waktu dari terjadinya infeksi sampai munculnya gejala pertama
pasien. Sejak munculnya HIV ke dalam tubuh hingga munculnya gejala penyakit,
waktunya sangat bervariasi antara 6 bulan sampai 10 tahun dan masa rata-rata 21 bulan
pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Walaupun belum ada gejala, tapi
yang bersangkutan telah dapat menjadi sumber penularan (Merati, 2007).

a. Infeksi akut

Sekitar 30-50 % dari mereka yang terinfeksi HIV akan memberikan gejala infeksi akut
yang mirip dengan gejala infeksi mononucleosis, yaitu demam, sakit tenggorokan,
letargi, batuk, mialgia, keringat malam, dan keluhan GIT berupa nyeri menelan, mual,
muntah, dan diare. Mungkin bisa didapatkan adanya pembesaran kelenjar limfe leher,
faringitis dan aseptic meningitis yang akan sembuh dalam waktu 6 minggu.
Patogenesis simtom ini tidak jelas diketahui, tapi sangat mungkin akibat adanya reaksi
imun yang aktif terhadap masuknya HIV dalam darah. Saat ini mungkin pemeriksaan
antibody HIV masih negative, tapi pemeriksaan Ag p24 sudah positif. Pada saat ini
dikatakan pasien ini sangat infeksisus.

b. Infeksi Kronik Asimtomatik

Fase akut akan diikuti fase kronik asimtomatik yang lamanya bisa bertahun-tahun.
Walaupun tidak ada gejala, kita dapat mengisolasi virus dari darah pasien dan ini berarti
bahwa selama fase ini juga infeksius disini ada aktifitas HIV tetap terjadi dan ini
dibuktikan dengan menurunnya fungsi sistem imun dari waktu ke waktu. Mungkin
sampai jumlah virus tertentu tubuh masih dapat mengantisipasi sistem imun dalam
kompensasi.

c. PGL (Pembengkakan kelenjar Limfe)

Pada kebanyakan kasus, gejala pertama yang muncul adalah PGL, ini menunjukan
adanya hiperaktifitas sel limfosit B dalam kelenjar limfe dapat persisten selama
bertahun-tahun, dan pasien tetap merasa sehat.

10
d. Dengan menurunnya sel limfosit T4, makin jelas nampak gejala klinis yang dapat
dibedakan menjadi beberapa keadaan. Gejala ini antara lain, gejala dan keluhan yang
disebabkan oleh hal-hal tidak langsung berhubungan dengan HIV, (diare, demam lebih
dari satu bulan, keringat malam, rasa lelah berlebihan, batuk kronik lebih dari satu

bulan, dan penurunan berat badan 10% atau lebih), Gejala yang langsung akibat HIV
(mielopati, neuropati prifer, dan penyakit susunan saraf pusat. Disini pasien sulit
berkomunikasi dan tidak bisa jalan). Infeksi oportunistik dan neoplasma, pada stadium
kronik simtomtik ini sangat sedikit keluhan dan gejala-gejala yang benar langsung
akibat HIV.

5. Penyebaran HIV/AIDS

Penyebaran HIV dapat terjadi dengan 3 cara yaitu :

a. Hubungan seksual

Hubungan seksual baik secara vaginal, oral, ataupun anal dengan seorang pengidap
HIV adalah cara yang paling umum terjadi, dan lebih mudah terjadi penularan bila lesi
penyakit kelamin, dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes dan spilis. Ini
juga yang dapat meningkatkan resiko baik terkena maupun tersebarnya HIV pada
pria dan wanita.

b. Melalui darah ( Parenteral)

1) Tranfusi darah dan komponen darah.

2) Alat suntik / jarum yang dipakai berulang-ulang tanpa sterilisasi, umumnya pada
pecandu narkoba, obat bius atau jarum akupuntur, tato, dan tindik.

3) Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan.

4) Transplantasi organ, jaringan dan semen.

11
c. Penularan masa perinatal

Resiko penularan dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya, berkisar antara 15-50%,
penularan dapat terjadi semasa dalam kandungan, waktu melahirkan atau setelah
melahirkan melalui air susu ibu (Maryuni, 2009) HIV tidak tertular melalui peralatan
makan, pakaian, handuk, sapu tangan, toilet yang dipakai secara bersama-sama,
berpelukan, berjabak tangan di hidup serumah dengan penderita AIDS.

6. Gambaran Klinik

Gejala dini yang sering dijumpai berupa malaise, demam, yang merupakan flu biasa
sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih
dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan dan
limfadenopati. Beberapa fase infeksi HIV yaitu :

a. Infeksi HIV stadium pertama

Pada fase pertama terjadi pembentukan antibody dan memungkinkan juga terjadi
gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.

b. Persisten Generalized Limfadenopaty

Manifestasi membrane mukosa kecil dan radang saluran pernapasan. Disini terjadi
pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, keringat pada malam hari atau
kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas.

c. AIDS Relative Compleks (ARC)

Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan tubuh sehingga mudah
terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh.
Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun,
ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua (Soedarto, 2009).

12
7. Kriteria Diagnostik

Berdasarkan WHO Workshop on AIDS, dari Bangui Afrika tengah pada bulan Oktober
1985, mengemukakan kriteria diagnostik berdasarkan gejala klinis, yaitu:

a. Dicurigai AIDS pada orang dewasa ada 2 gejala mayor dan1 gejala minor dan tidak
ada sebab Imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat atau pemakaian
kortikosteroid yang lama, gejala mayor dan minor antara lain :

1) Gejala mayor

a) Penurunan berat badan lebih dari 10% berat badan semula.

b) Diare kronik lebih dari 1 bulan.

c) Demam menetap lebih dari 1 bulan, intermiten dan konstan.

2) Gejala minor

a) Batuk menetap lebih dari 1 bulan

b) Dermatitis generalisata.

c) Herpes zoster rekuren.

d) Infeksi herpes simpleks virus kronik progresif disseminate (Merati, 2009)

b. Pada anak, 2 gejala mayor dan 1 gejala minor, dan tidak terdapat sebab imunosupresi
yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau
etiologi lain.

1) Gejala mayor

a) Penurunan berat badan atau pertumbuhan yang lambat dan abnormal.

b) Diare kronik lebih dari 1 bulan.

c) Demam lebih dari 1 bulan.

13
2) Gejala minor

a) Limfadenopaty generalisata

b) Kandidiasis oro-Faring

c) Infeksi umum yang berulang

d) Batuk persisten

e) Infeksi HIV pada ibunya (Merati, 2009)

8. Diagnosis

Ditujukan terhadap 2 hal :

a. Diagnosis ini terinfeksi HIV/AIDS

Keuntungan menemukan diagnosis dini adalah :

1) Intervensi pengobatan fase infeksi asimtomatik dapat diperpanjang

2) Menghambat perjalanan penyakit kearah AIDS

3) Pencegahan infeksi oportunistik

4) Konseling dan pendidikan untuk kesehatan umum penderita

5) Penyembuhan

Diagnosis dini ditegakkan melalui pemeriksaan laboratorium

dengan petunjuk dari gejala-gejala klinik atau dari adanya perilaku

resiko tinggi individu tertentu.

b. Diagnosis AIDS

AIDS merupakan stadium akhir HIV. Penderita dinyatakan sebagai AIDS bila dalam
perkembangan infeksi HIV menunjukkan infeksi-infeksi dan kanker oportunistik yang
mengancam jiwa penderita. Selain infeksi dari kanker dalam penetapan CDC 1993,
juga

14
termasuk ensevalopati, sindrom kelelahan yang berkaitan dengan AIDS dan hitungan
CD4 (200/ml21, CD524) menetapkan kondisi dimana infeksi HIV sudah dinyatakan
sebagai AIDS.

9. Penatalaksanaan

Sampai kini belum ada obat-obat yang dapat mengendalikan HIV dalam tubuh
penderita, bahkan belum ada obat yang dapat menurunkan kadar HIV sehingga
jumlahnya menjadi tidak berarti. Dengan kata lain penyakit AIDS selalu berakhir
dengan kematian. Penatalaksanaan HIV/AIDS terdiri dari pengobatan, perawatan,

atau rehabilitasi dan edukasi, Pengobatan yang efektif sampai sekarang belum ada.
Pengobatan pada pengidap HIV/penderita AIDS ditujukan terhadap virus HIV infeksi
oportunistik, kanker sekunder, status kekebalan tubuh, simtomatis dan suportif. Aspek
psikologis juga memegang peranan penting dalam pelaksanaan seorang penderita
AIDS. Konseling penderita harus dilakukan secara bersama-sama, dengan pemberian
obat yang diperlukan untuk mengobati infeksi oportunistik yaitu :

a. Obat antiretrovirus, ( zidovudine, Didanosine, Videx )

b. Obat-obat untuk infeksi oportunistik, tergantung dari opportunistic apa yang timbul,
pola oportunistik yang paling sering timbul adalah PCP, yang terjadi pada 75 % dari
pasien AIDS dan TBC.

c. Obat untuk kanker sekunder, sama penanganan pada pasien HIV, untuk

sarcoma Kaposi, kanker sekunder soliter, radiasi.

d. Immune Restoring Agents, obat untuk diharapkan dapat memperbaiki fungsi sel
limfosit, menambah jumlah limfosit sehingga dapat memperbaiki status kekebalan
pasien.

e. Pengobatan simtomatik dan suportif (Merati, 2009).

15
f. Dukungan psikologis dan psikososial didapat dari upaya-upaya sebagai

berikut :

1) Membantu dan mendampingi individu maupun keluarga ODHA.

2) Membantu individu untuk memahami infeksi HIV dan kematian akibat AIDS.

3) Konseling pada berbagai situasi (konseling pribadi, konseling keluarga, melalui


perawatan di rumah, konseling melalui kelompok ODHA)

4) Mendukung pengembangan strategi pencegahan HIV/AIDS yang mampu


menjangkau kelompok resiko tinggi.

5) Mendukung lembaga yang berupaya meminimalkan dampak tradisi kultural


penyebab dan kerentanan infeksi HIV terhadap AIDS.

6) Mendukung program yang mampu meningkatkan kondisi para pekerja seks yang
terinfeksi HIV untuk mengendalikan kondisi pekerjaannya yang mendukung
kehidupannya.

Prinsip Pengobatan Penderita HIV dan AIDS

a. Umum

Istirahat cukup, dukungan nutrisi berbasis mikro harus optimal untuk menghindari
munculnya sindrom optimal untuk menghindari sindrom wasting. Konseling yang
memandai merupakan formulasi dukungan psikobiologis dan psikososial terhadap
penderita HIV/AIDS.

b. Khusus

Mengatasi kegawatan yang ada, diikuti pemberian Antiretroviral Therapy (ART),


kombinasi Highly Anti Retroviral Therapy (HAART), atas indikasi yang tepat, tetapi
infeksi oportunistis sesuai jenis infeksi yang ditemukan, terapi malignansi.

16
Prinsip Dasar Penatalaksanaan penderita HIV/AIDS

a. Menurunkan kesakitan akibat HIV dan kematian akibat AIDS.

b. Memperbaiki mutu hidup dan meningkatkan kualitas hidup penderita

c. Mempertahankan serta memulihkan status imun penderita.

d. Menekan serta menghambat replikasi HIV/AIDS semaksimal mungkin.

10. Pengaruh lingkungan hidup terhadap perubahan perilaku dan transmisi

HIV

Faktor lingkungan banyak mempengaruhi kemungkinan HIV pada

kelompok masyarakat tertentu, lingkungan fisik, kimia, biologis berpengaruh terhadap


HIV. Sedangkan faktor ekonomi, lingkungan sosial budaya, norma-norma dalam
masyarakat dapat mempengaruhi perilaku individu. Virus HIV tidak tahan hidup lama
lingkungan luar seperti panas terutama sinar ultraviolet dan zat kimia. Oleh karena itu
HIV relatif tidak mudah ditularkan dari satu orang ke orang lain. Faktor ekonomi,
lingkungan sosial budaya dan norma-norma dalam masyarakat (agama, kepercayaan,
kebiasaan) baik sendiri maupunbersama-sama dapat mempengaruhi kelompok
masyarakat, baik perilaku seksual maupun perilaku yang berhubungan dengan
kebiasaan tertentu. Bila lingkungan memberi peluang pada perilaku seksual yang
permisivenses maka kelompok masyarakat yang seksual aktif akan cenderung
melakukan promiskuitas sehingga akan meningkatkan penyebaran HIV dalam
masyarakat.

17
11. Pencegahan

Tindakan pencegahan dilakukan melalui perubahan prilaku, misalnya :

a) Tidak melakukan hubungan seksual dengan orang yang termasuk kelompok resiko
tinggi

b) orang yang kelompok resiko tinggi dilarang menjadi donor darah, dilakukan tes
untuk mengetahui adanya antibodi terhadap HIV

c) Dianjurkan untuk tidak hamil bagi wanita resiko tinggi

d) Memakai jarum suntik yang steril dan sekali pakai

e) Membakar semua alat suntik bekas pengidap HIV (Daily, 2009).

B. Tinjauan Umum Tentang Variabel Yang Diteliti

1. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan
penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan dapat diperoleh antara lain melalui pendidikan baik formal maupun non
formal. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari pengetahuan orang lain diantaranya
mendengar, melihat langsung atau melalui alat komunikasi. Untuk memperoleh data
tentang pengetahuan tertulis atau lisan dapat digunakan untuk mengukur cognitive
domain seseorang (Notoatmodjo, 2010).

18
b. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang mencakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang dipelajari sebelumnya.


Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Contoh : dapat menyebutkan tanda-tanda/gejala penderita henti jantung
dan henti napas.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan menjelaskan secara benar


tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
Contoh : menyimpulkan meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang

dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus segera dilakukan RJP.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah


dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi
atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip dan menggunakan rumus
statistik dalam menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah kesehatan dari
kasus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah
kesehatan dari kasus yang diberikan.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari penggunaan kata-kata kerja dapat menggambarkan (membuat bagan),
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

19
5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau


menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Misalnya : dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesusaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah
ada.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau


penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan
kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada (Notoadmodjo, 2010)

Mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang


menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan
dengan tingkat-tingkat tersebut di atas.

Mengukur pengetahuan sesorang tentang apapun dapat diukur dengan


membandingkan pengetahuan orang tersebut dalam kelompoknya dalam arti luas.
Akhirnya dapat ditarik suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan
ialah apa yang telah diketahui dan mampu diingat setiap orang setelah mengalami,
menyaksikan, mengamati atau diajarkan sejak lahir sampai dewasa khususnya setelah
ia melalui pendidikan formal dan non formal.

2. Sikap

a. Pengertian

Terdapat beberapa pendapat diantara para ahli apa yang dimaksud dengan sikap
itu. Ahli yang satu mempunyai batasan lain bila dibandingkan dengan ahli lainnya.

20
Untuk memberikan gambaran tentang hal ini, diambil beberapa pengertian yang
diajukan oleh beberapa ahli, antara lain:

1) Respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang - tidak senang,
setuju - tidak setuju, baik - tidak baik, dan sebagainya) (Notoadmodjo, 2010)

2) “An indivudual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to


object”. Jadi jelas, di sini dikatakan bahwa sikap itu suatu syndroma atau kumpulan
gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan pikiran,
perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain (Notoadmodjo, 2010).

3) Sikap adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap stimulus atau objek
(masalah kesehatan, termasuk penyakit). Sikap yang terdapat pada individu akan
memberikan warna atau corak tingkah laku ataupun perbuatan individu yang
bersangkutan. Sikap merupakan reaksi atau objek.

4) Sikap adalah kesiapan seseorang bertindak terhadap hal-hal tertentu (Sarwono,


2002)

Dari pengertian-pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah


kondisi mental relatif menetap untuk merespon suatu objek atau perangsang tertentu
yang mempunyai arti, baik bersifat positif, netral atau negatif, mengangkat aspek-aspek
kognisi, afeksi dan kecenderungan untuk bertindak.

b. Unsur (komponen) Sikap

Berkaitan dengan pengertian diatas pada umumnya pendapat yang banyak


diikuti ialah bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur
sikap, yaitu :

21
1) Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap obyek. Artinya bagaimana
keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap obyek. Sikap orang
terhadap penyakit kusta misalnya, berarti begaimana pendapat atau keyakinan orang

tersebut tehadap penyakit kusta (Notoatmodjo, 2010).

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek, artinya bagaimana penilaian


(terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh
pada point di atas, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit kusta, apakah
penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan (Notoatmodjo, 2010).

3) Komponen konatif (komponen perilaku atau action component) yaitu komponen


yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap. Komponen
ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan
bertindak atau berperilaku seseorang terhadap obyek sikap. Merupakan aspek
kecenderungan berperilaku sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Berisi
tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu dan
berkaitan dengan objek yang dihadapi. Adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap
seseorang dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku terhadap objek (Triadic
Scheme)( Yusuf, 2006 ).

c. Berbagai Kategori Sikap

1) Sikap terdiri dari :

a) Sikap Positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,


menghadapkan objek tertentu.

b) Sikap Negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci,


tidak menyukai objek tertentu (Heri Puwanto, 1998).

22
2) Dari literatur lain mengemukakan bahwa sikap terdiri dari :

a) Menerima (Receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan


stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi.

b) Merespon (Responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan


menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dan sikap. Karena dengan
suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas
dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang tersebut menerima ide tersebut.

c) Menghargai (Valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan


suatu masalah adalah suatu indikasi tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang mengajak
ibu lain (tetangga, saudara dan sebagainya) untuk pergi menimbang anaknya ke
posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah bukti bahwa

ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

d) Bertanggung Jawab (Responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang


dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya,
seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua
atau orang tuanya sendiri (Azwar, 2007).

d. Cara Pembentukan atau Perubahan Sikap

Sikap dapat dibentuk atau berubah melalui 4 macam cara, yakni :

1) Adopsi, kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang dan terus-


terusan, lama-kelamaan secara bertahap ke dalam diri individu dan mempengaruhi
terbentuknya sikap.

2) Diferensiasi, dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman,


sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang tadinya dianggap sejenis,

23
sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terdapatnya objek tersebut dapat
terbentuk sikap tersendiri pula.

3) Intelegensi, tadinya secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang


berhubungan dengan suatu hal tertentu.

4) Trauma, pengalaman yang tiba-tiba, mengejutkan yang meninggalkan kesan


mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang
traumatis dapat juga menyebabkan terbentuknya sikap (Azwar, 2007).

e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Sikap

1) Faktor intern yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan
sendiri. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsangan dari luar melalui persepsi, oleh
karena itu kita harus memilih rangsangan-rangsangan mana yang akan kita teliti dan

mana yang harus dijauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan-
kecenderungan dalam diri kita.

2) Faktor ekstern yang merupakan faktor di luar manusia, yaitu :

a) Sifat objek yang dijadikan sasaran sikap.

b) Kewibawaan orang yang mengemukakan sikap tersebut.

c) Sifat orang/kelompok yang mendukung sikap tersebut.

d) Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.

e) Situasi pada saat sikap dibentuk (Purwanto, 1998).

24
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variable Yang Diteliti

Perkembangan modernisasi sosial ekonomi dan peradaban dapat membawa


pada kondisi yang kurang menentu, seperti adanya persaingan hidup yang lebih ketat,
hilangnya norma ikatan keluarga, misalnya kepercayaan iman, adanya integrasi dengan
generasi berikutnya dan benturan sosial lainnya yang merupakan kesulitan zaman
sehingga memberikan peluang tumbuhnya penyakit menular seksual misalnya AIDS.

Pengetahuan tentang HIV/AIDS memiliki hubungan yang erat dengan jenis


kelamin dan pekerjaan orang tua siswa-siswi SMA Negeri I Lembo. Jenis kelamin
berpengaruh pada perbedaan minat laki-laki dan perempuan dalam mencari tahu
informasi tentang HIV/AIDS karena pada usia remaja, perempuan cenderung
memiliki minat yang lebih tinggi tentang kesehatan reproduksi karena mereka
mengalami perubahan secara fisik yang menonjol dari pada laki-laki. Sedangkan
pekerjaan orang tua berpengaruh pada tingkat pengetahuan orang tua sendiri, latar
belakang keilmuan, wawasan tentang HIV/AIDS dan cara pandang mereka terhadap
HIV/AIDS yang nantinya akan ikut mempengaruhi tingkat pengetahuan dan sikap
siswa-siswi terhadap HIV/AIDS. Semua ini akan memberikan pengaruh yang besar
pada sikap siswa-siswi SMA Negeri I Lembo tentang HIV/AIDS.

1. Bagaimana gambaran pengetahuan siswa/siswi di SMA Negeri I Lembo tentang


HIV/AIDS. Siswa dapat mengetahui pengertian tentang HIV/AIDS.

2. Bagaimana gambaran sikap yang ditunjukkan siswa/siswi SMA Negeri I Lembo


tentang penyakit HIV/AIDS.

25
B. Pola Pikir Variable Yang Diteliti

Gambar I : Skema Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Variabel yang tidak diteliti

C. Defenisi Operasional

1. Pengetahuan siswa SMA Negeri I Lembo tentang HIV/AIDS

Segala sesuatu yang diketahui oleh responden mengenai batasan, penyebab,


cara penularan, gejala penyakit, pengobatan dan cara pencegahan penyakit AIDS yang
dipahami dan dilakukan secara konseptual. Lingkungan social, pengetahuan, dan sikap

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuisioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : Numerik

2. Sikap siswa SMA Negeri I Lembo tentang HIV/AIDS

Sikap adalah respon atau tanggapan siswa SMA Negeri I Lembo terhadap
penyakit maupun penderita HIV/AIDS berdasarkan pengetahuan yang didapat dari
lingkunganya.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuisioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : Numerik

26
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif, dengan jenis penelitian


cross sectional yang bertujuan untuk memperoleh gambaran pengetahuan dan sikap
siswa-siswi di SMA Negeri I Beteleme tentang HIV/AIDS.

B. Populasi Dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SMA Negeri I Lembo
yang tercatat dalam registrasi dan aktif dalam proses belajar mengajar. Dengan jumlah
siswa kelas 1 sebanyak 148 orang yang terbagi dalam lima kelas. Sedangkan sample
dalam penelitian ini diambil masing-masing 4 siswa tiap kelas dengan menggunakan
tehnik random sampling sehingga total sample berjumlah 20 responden.

C. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri I Lembo, yang merupakan salah satu
sekolah Negeri yang ada di Kecamatan Lembo, Kabupaten Morowali, waktu penelitian
selama bulan Agustus 2013.

D. Instrumen

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner yang
dibuat secara khas oleh peneliti. Kuesioner ini diharapkan dapat mengungkapkan
gambaran pengetahuan dan sikap yang terdiri dari 22 pertanyaan. Data demografi
meliputi, nama, jenis kelamin, umur, kelas, pekerjaan orang tua dan agama.

27
E. Cara Pengumpulan Data

1. Data primer

Diperoleh dengan cara kunjungan peneliti ke lokasi penelitian dan kuesioner yang
dibagikan dengan daftar pertanyaan yang telah disusun dan dipersiapkan sebelumnya.

2. Data sekunder

Diperoleh dari instansi-instansi atau literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian


ini.

F. Cara Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan tahapan
sebagai berikut :

1. Editting data yaitu memeriksa data yang terkumpul apakah ada kesalahan.

2. Codding data yaitu pemberian nomor kode atau bobot pada jawaban yang bersifat
kategori.

3. Tabulatting data yaitu menyusun atau menghitung data berdasarkan variabel yang
diteliti.

4. Entry data yaitu memasukkan data ke dalam fasilitas komputer untuk dilakukan
analisis.

5. Cleaning data yaitu memeriksa dan melihat variabel yang digunakan apakah datanya
sudah benar atau belum.

6. Describing data yaitu menggambarkan atau menerangkan data.

G. Analisa Data

Analisa data penelitian secara deskriptif yang ditujukan untuk memberikan


gambaran tentang pengetahuan dan sikap terhadap HIV/AIDS yang ditinjau dari latar
belakang pendidikan, agama, jenis kelamin dan keadaan sosial ekonomi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Doweiko H. Concepts of Chemical Dependency. Wadswoorth, USA. 2002.

Hasin D, Liu X, Nunes E, McCloud S, Samet S, Endicott J. EFfects of major


depression on remission and relapse of substance dependence. Archives of General
Psychiatry. 2002;59(4):375-80.

https://www.scribd.com/search?content_type=tops&page=1&query=proposa
l%20penelitian (Manado, 20.50 Pm, di asrama putri akper rumkit tk iii manado)

29

Anda mungkin juga menyukai