1
(prevalensinya naik 22%), tahun 2010 terdapat 874 penderita (prevalensi naik 35%
dari tahun sebelumnya) (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2010). Di Kota
Semarang penderita HIV/AIDS sebanyak 199 penderita HIV dan 15 penderita AIDS,
tahun 2009 terdapat 323 penderita HIV dan AIDS 19 penderita, tahun 2010 terdapat
287 penderita HIV dan 61 penderita AIDS, tahun 2011 terdapat 427 penderita HIV
dan 59 penderita AIDS. Proporsi kasus HIV tahun 1995-April 2012 di Kota Semarang
berdasarkan jenis kelaminnya adalah 48% perempuan dan 52% laki-laki. Proporsi
kasus AIDS tahun 2007- April 2012 di Kota Semarang berdasarkan jenis kelaminnya
adalah 69% laki-laki dan 31% perempuan (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian Agung Sapresetya Dwi Laksana dan Diyah Woro Dwi
Lestari tahun 2010, dengan judul “Faktor-faktor risiko penularan HIV/AIDS pada
laki-laki dengan orientasi seks heteroseksual dan homoseksual di Purwokerto tahun
2010” didapatkan hasil bahwa orientasi seks (laki-laki homoseksual lebih cenderung
berganti-ganti pasangan), IMS, dan penasun merupakan faktor risiko penularan
HIV/AIDS. Hasil penelitian Besral, Budi Utomo, dan Andri Prima Zani tahun 2004,
dengan judul “Potensi penyebaran HIV dari pengguna NAPZA suntik ke masyarakat
umum, disebutkan bahwa penularan HIV/AIDS disebabkan karena penggunaan jarum
suntik secara bergantian pada pengguna narkoba (penasun), tidak menggunakan
kondom di saat berhubungan seksual, dan penularan dari ibu ke anak (perinatal). Hasil
penelitian Heri Winarno, Antono Suryoputro, dan Zahroh Shaluhiyah, tahun 2008,
dengan judul “ Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Jarum Suntik
Bergantian Diantara Pengguna NAPZA Suntik Di Kota Semarang”, disebutkan bahwa
penularan HIV/AIDS pada penasun disebabkan karena adanya kepercayaan diri untuk
menggunakan jarum suntik secara bergantian dan keikutsertaan dalam penggunaan
jarum suntik secara bergantian.
Bab 1.
Pendahuluan
Latar Belakang
Zaman globalisasi seperti saat ini mempengaruhi dan bahkan membuat nilai-
nilai moral dalam kehidupan menjadi kurang diperhatikan lagi. Pergaulan
semakin bebas sehingga memicu terjadinya perbuatan yang tidak baik bagi
kesehatan, hal tersebut misalnya terjadinya penularan HIV AIDS. Banyak
faktor yang melandasi hal tersebut, seperti faktor pergaulan yang tidak sehat,
ingin coba-coba, dan lain sebagainya. Selain itu, faktor lainnya yaitu tidak
adanya atau kurangnya pengetahuan siswa mengenai efek samping atau akibat
yang dapat ditimbulkan dari perilaku tersebut.
2
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember sebagai salah
satu jurusan kesehatan juga memiliki tanggung jawab untuk melakukan sebuah
sosialisasi tentang bahaya HIV AIDS di kalangan masyarakat khususnya pada
pelajar, agar tidak terpengaruh dengan pergaulan bebas dalam kehidupan
sehari-hari. Demi melaksanakan tugas itulah kami akan memberikan sebuah
pemahaman mengenai bahaya HIV AIDS untuk meningkatkan derajat
kesehatan sehingga kita mampu menciptakan dan mewujudkan cita-cita para
generasi muda bangsa yang kuat dan tangguh dengan langkah pencegahan
penularan HIV AIDS.
Rumusan Masalah
Tujuan
3
Manfaat
Bab 2.
Pembahasan
Pengertian HIV/AIDS
4
AIDS melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh ini, sehingga
akhirnya berdatanganlah berbagai jenis penyakit lain (Yatim, 2006).
HIV adalah jenis parasit obligat yaitu virus yang hanya dapat hidup dalam sel
atau media hidup. Seorang pengidap HIV lambat laun akan jatuh ke dalam
kondisi AIDS, apalagi tanpa pengobatan. Umumnya keadaan AIDS ini ditandai
dengan adanya berbagai infeksi baik akibat virus, bakteri, parasit maupun
jamur. Keadaan infeksi ini yang dikenal dengan infeksi oportunistik (Zein,
2006).
Setelah virus masuk dalam tubuh maka target utamanya adalah limfosit
CD4 karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4.
Virus ini mempunyai kemampuan untuk mentransfer informasi genetik mereka
dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse
transcriptase. Limfosit CD4 berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi
imunologis yang penting. Hilangnya fungsi tersebut menyebabkan gangguan
respon imun yang progresif (Borucki, 1997).
Setelah infeksi primer, terdapat 4-11 hari masa antara infeksi mukosa dan
viremia permulaan yang dapat dideteksi selama 8-12 minggu. Selama masa ini,
virus tersebar luas ke seluruh tubuh dan mencapai organ limfoid. Pada tahap ini
telah terjadi penurunan jumlah sel-T CD4. Respon imun terhadap HIV terjadi 1
minggu sampai 3 bulan setelah infeksi, viremia plasma menurun, dan level sel
CD4 kembali meningkat namun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara
sempurna. Masa laten klinis ini bisa berlangsung selama 10 tahun. Selama
masa ini akan terjadi replikasi virus yang meningkat. Diperkirakan sekitar 10
milyar partikel HIV dihasilkan dan dihancurkan setiap harinya. Waktu paruh
virus dalam plasma adalah sekitar 6 jam, dan siklus hidup virus rata-rata 2,6
hari. Limfosit T-CD4 yang terinfeksi memiliki waktu paruh 1,6 hari. Karena
cepatnya proliferasi virus ini dan angka kesalahan reverse transcriptase HIV
yang berikatan, diperkirakan bahwa setiap nukleotida dari genom HIV
mungkin bermutasi dalam basis harian (Brooks, 2005).
Infeksi oportunistik dapat terjadi karena para pengidap HIV terjadi penurunan
daya tahan tubuh sampai pada tingkat yang sangat rendah, sehingga beberapa
jenis mikroorganisme dapat menyerang bagian-bagian tubuh tertentu. Bahkan
mikroorganisme yang selama ini komensal bisa jadi ganas dan menimbulkan
penyakit (Zein, 2006).
5
Gejala HIV/AIDS
Penularan HIV/AIDS
1. kontak seksual, kontak dengan darah atau sekret yang infeksius, ibu ke
anak selama masa kehamilan, persalinan dan pemberian ASI (Air Susu
Ibu). (Zein, 2006)
2. Seksual
1. Melalui transfusi darah atau produk darah yang sudah tercemar dengan
virus HIV.
6
2. Melalui jarum suntik atau alat kesehatan lain yang ditusukkan atau
tertusuk ke dalam tubuh yang terkontaminasi dengan virus HIV, seperti
jarum tato atau pada pengguna narkotik suntik secara bergantian. Bisa
juga terjadi ketika melakukan prosedur tindakan medik ataupun terjadi
sebagai kecelakaan kerja (tidak sengaja) bagi petugas kesehatan.
3. Melalui silet atau pisau, pencukur jenggot secara bergantian hendaknya
dihindarkan karena dapat menularkan virus HIV kecuali benda-benda
tersebut disterilkan sepenuhnya sebelum digunakan.
4. Melalui transplantasi organ pengidap HIV
5. Penularan dari ibu ke anak
Kebanyakan infeksi HIV pada anak didapat dari ibunya saat ia dikandung,
dilahirkan dan sesudah lahir melalui ASI.
Tidak terdapat bukti yang meyakinkan bahwa air liur dapat menularkan infeksi
baik melalui ciuman maupun pajanan lain misalnya sewaktu bekerja pada
pekerja kesehatan. Selain itu air liur terdapat inhibitor terhadap aktivitas HIV
(Fauci,2000).
Menurut WHO (1996), terdapat beberapa cara dimana HIV tidak dapat
ditularkan antara lain:
1. Kontak fisik
Orang yang berada dalam satu rumah dengan penderita HIV/AIDS, bernapas
dengan udara yang sama, bekerja maupun berada dalam suatu ruangan dengan
pasien tidak akan tertular. Bersalaman, berpelukan maupun mencium pipi,
tangan dan kening penderita HIV/AIDS tidak akan menyebabkan seseorang
tertular.
Pencegahan HIV/AIDS
7
dan lakukan outercourse dimana tidak melakukan penetrasi. Jenis-jenis
outercourse termaksuk masase, saling rangkul, raba, dan saling bersentuhan
tubuh tanpa kontak vaginal, anal, atau oral (Hutapea, 1995).
Bagi seorang ibu yang terinfeksi AIDS bisa menularkan virus tersebut kepada
bayinya ketika masih dalam kandungan, melahirkan atau menyusui. ASI juga
dapat menularkan HIV, tetapi bila wanita sudah terinfeksi HIV pada saat
mengandung maka ada kemungkinan si bayi lahir sudah terinfeksi HIV. Maka
dianjurkan agar seorang ibu tetap menyusui anaknya sekalipun HIV +. Bayi
yang tidak diberi ASI beresiko lebih besar tertular penyakit lain atau menjadi
kurang gizi (Yatim, 2006).
Bila ibu yang menderita HIV tersebut mendapat pengobatan selama hamil
maka dapat mengurangi penularan kepada bayinya sebesar 2/3 daripada yang
tidak mendapat pengobatan (MFMER, 2008).
D = Drug. Jauhi drug (obat-obatan terlarang), baik drug telan yang dapat
menyebabkan gairah seks meningkat seperti ekstasi, atau drug suntik yang
menularkan langsung penyakit dari alat suntiknya itu.
8
Pada tahun 2014, jumlah ODHA di Jember sebanyak 1.500 orang dan
sebanyak 524 di antaranya sudah memasuki fase AIDS, serta 94 orang
meninggal dunia karena virus mematikan itu. Tercatat sebanyak 10 pelajar
terinfeksi AIDS stadium tiga karena pergaulan bebas dan seks bebas Jumlah
terbanyak penderita HIV/AIDS masih didominasi oleh mereka yang berusia
produktif dengan usia 20-45 tahun, kemudian peringkat kedua adalah kalangan
pelajar dengan usia 15-19 tahun, dengan penularan terbanyak karena seks
bebas.
Sementara hingga tahun 2015 ini , secara keseluruhan total penderita HIV/Aids
di kabupaten Jember telah mencapai 1.650 penderita, sebanyak 1200 pasien
berkonsultasi melalui RSD Subandi Jember dan sisanya di RSD Balung. Usia
termuda anak-anak penderita HIV itu adalah 18 bulan dan usia tertua 12 tahun.
Sebagiaan besar Penyebabnya karena tertular dari orangtuanya sejak berada di
kandungan. (www.rri.co.id/)
Mendeteksi HIV/AIDS
9
Konselor HIV:
Tahapan Konseling
1. Pre test
a. alasan test
b. pengetahuan tentang hiv & manfaat testing
c. perbaikan kesalahpahaman ttg hiv / aids
d. penilaian pribadi resiko penularan hiv
e. informasi tentang test hiv
f. diskusi tentang kemungkinan hasil yang keluar
g. kapasitas menghadapi hasil / dampak hasil
h. kebutuhan dan dukungan potensial – rencana pengurangan
resiko pribadi
i. pemahaman tentang pentingnya test ulang.
j. memberi waktu untuk mempertimbangkan.
k. pengambilan keputusan setelah diberi informasi.
l. membuat rencana tindak lanjut.
m. memfasilitasi dan penandatanganan informed consent
1. Pasca test
10
i. menangani reaksi emosional.
j. tindak lanjut perawatan & dukungan ke layanan managemen
kasus atau layanan dukungan yang tersedia di wilayah.
Alur VCT:
1. Fase awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak akan ditemukan gejala dan tanda-tanda
infeksi. Tapi kadang-kadang ditemukan gejala mirip flu seperti demam, sakit
kepala, sakit tenggorokan, ruam dan pembengkakan kelenjar getah bening.
Walaupun tidak mempunyai gejala infeksi, penderita HIV/AIDS dapat
menularkan virus kepada orang lain.
1. Fase lanjut
Penderita akan tetap bebas dari gejala infeksi selama 8 atau 9 tahun atau lebih.
Tetapi seiring dengan perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh,
penderita HIV/AIDS akan mulai memperlihatkan gejala yang kronis seperti
pembesaran kelenjar getah bening (sering merupakan gejala yang khas), diare,
berat badan menurun, demam, batuk dan pernafasan pendek.
1. Fase akhir
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan
berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.
Pengobatan HIV/AIDS
11
transcriptase inhibitor dan inhibitor protease. Obat-obat ini hanya berperan
dalam menghambat replikasi virus tetapi tidak bisa menghilangkan virus yang
telah berkembang (Djauzi dan Djoerban,2006).
Vaksin terhadap HIV dapat diberikan pada individu yang tidak terinfeksi untuk
mencegah baik infeksi maupun penyakit. Dipertimbangkan pula kemungkinan
pemberian vaksin HIV terapeutik, dimana seseorang yang terinfeksi HIV akan
diberi pengobatan untuk mendorong respon imun anti HIV, menurunkan
jumlah sel-sel yang terinfeksi virus, atau menunda onset AIDS. Namun
perkembangan vaksin sulit karena HIV cepat bermutasi, tidak diekspresi pada
semua sel yang terinfeksi dan tidak tersingkirkan secara sempurna oleh respon
imun inang setelah infeksi primer (Brooks, 2005).
12
Bab 3. Penutup
Kesimpulan
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
https://psikologi2009.wordpress.com/2013/12/08/psikologi-strategi-abcdef-
untuk-mencegah-penyakit-hivaids/
http://www.rri.co.id/post/berita/157908/kesehatan/balita_dan_anak_di_jember_
positif_tertular_virus_hivaids.html
http://kpa-provsu.org/vct.php
14