Anda di halaman 1dari 13

Mind Set, Desember 2017, hal. 54 - 66 Vol. 8, No.

2
ISSN 2086 - 1966

Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Perilaku Mahasiswa terhadap


HIV/AIDS dan ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)
(Overview of Knowledge, Attitude, and Practices of Student Behavior towards
HIV / AIDS and PLWHA (People Living with HIV / AIDS)
BONA S. H. HUTAHAEAN
Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia
Email: bonasardo@ui.ac.id1

Diterima 3 April 2017, Disetujui 5 Juni 2017

Abstrak: Mahasiswa sarjana pada masa remaja dan dewasa muda sudah produktif secara seksual. Sangat
penting untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap, dan praktik (KAP) mereka terhadap HIV/AIDS
karena infeksi HIV tertinggi di Indonesia hingga tahun 2016 terjadi pada usia remaja dan dewasa muda.
Survei ini dilakukan di Indonesia antara November-Desember 2015. Data dikumpulkan menggunakan
kuesioner KAP terstruktur secara online pada 350 mahasiswa sarjana (berusia 18-23 tahun) di Universitas
Indonesia dan dianalisis dengan statistik deskriptif. Kuesioner yang digunakan diadaptasi dari kuesioner
KAP Mulu, Abera, dan Yimer (2014). Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar partisipan
menjawab aitem pengetahuan dengan benar, tetapi kebanyakan dari mereka masih tidak tahu bahwa HIV
dan AIDS adalah dua hal yang berbeda, dan mereka berpikir bahwa HIV dapat terinfeksi melalui berbagi
makanan, bertukar pakaian dan toilet dengan ODHA (Orang dengan HIV dan AIDS). Sebagian besar
peserta memiliki sikap positif terhadap HIV/AIDS, tetapi mereka memiliki sikap negatif mengenai
penggunaan kondom saat berhubungan seks yang dianggap sebagai penghinaan terhadap pasangan, dan
tidak setuju untuk hidup bersama dengan ODHA. Mengenai praktiknya, sebanyak 76 peserta yang pernah
melakukan hubungan seks pernah memiliki perilaku seksual berisiko, tetapi tidak pernah melakukan VCT
(Voluntary Counseling & Testing), sedangkan peserta lainnya yang tidak pernah melakukan hubungan seks
kebanyakan telah melihat kondom tetapi tidak merasa nyaman untuk memegangnya. Pengetahuan tentang
HIV/AIDS cukup memadai, sikapnya cukup adil, tetapi praktik bagi para partisipan yang pernah
berhubungan seks membutuhkan lebih banyak perhatian. Hasil survei ini juga mungkin menunjukkan
stigma terhadap HIV/AIDS di Indonesia masih ada karena HIV dianggap sebagai penyakit yang mudah
terinfeksi.
Kata kunci: HIV/AIDS; mahasiswa sarjana; pengetahuan; sikap, praktik
Abstract: Undergraduate students in adolescence and young adulthood period are sexually productive. It
is crucial to discover their knowledge, attitude, and practice (KAP) towards HIV/AIDS since the highest
HIV infection in Indonesia until 2016 is between those ages. The survey was conducted in Indonesia
between November-December 2015. Data was collected using online structured KAP questionnaire to 350
undergraduate students (aged 18-23 years old) in Universitas Indonesia and analyzed with descriptive
statistic. The KAP questionnaire used was adapted from Mulu, Abera, and Yimer (2014). Results shown
that most participants answered correctly in knowledge items, but most of them still didn’t know that HIV
and AIDS are two different things, and they think that HIV can be infected through sharing foods,
exchanging clothes and toilets with PLWH (People Living with HIV). Most participants have a positive
attitude towards HIV/AIDS, but they have a negative attitude regarding on using condom while having sex
as an affront to the couple, and disagreeing to live together with PLWH. Regarding on the practice, as
much as 76 participants who have had sex ever had a risky sexual behavior but never had VCT (Voluntary
Counseling & Testing), while the rest of participants who never had sex mostly have seen a condom but
didn’t feel comfortable to hold it. Knowledge towards HIV/AIDS was quite sufficient, the attitude was fair
enough, but the practice for the participants who have had sex needed attention more. The result also
might indicate stigma towards HIV/AIDS in Indonesia still exists because HIV is considered as an easily
infected disease.
Keywords: HIV/AIDS; undergraduate students; KAP (knowledge, attitude, practice)
Mind Set HUTAHAEAN 55

PENDAHULUAN Tadese & Menasbo, 2013). Indonesia sendiri


menduduki peringkat keempat di dunia untuk
HIV (Human Immunodeficiency Virus) kasus penularan HIV/AIDS terbanyak (Ageng,
merupakan virus yang ditularkan melalui cairan 2013). Berdasarkan data yang dilaporkan oleh
semen atau darah, kemudian menyerang sistem KPAP (Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi)
kekebalan tubuh yang terinfeksi sehingga DKI Jakarta sampai dengan bulan Juni 2014,
manusia semakin mudah terserang penyakit jumlah pengidap HIV positif di Indonesia
(Sarafino, 1998). Lebih lanjut, Sarafino (1998) sebanyak 142.950 orang dan jumlah pasien yang
menjelaskan apabila virus ini semakin lama terkena AIDS sebanyak 55.623 orang. Provinsi
berada dalam tubuh manusia dan tidak ditangani DKI Jakarta memiliki jumlah pengidap HIV
dengan segera, maka akan mengakibatkan positif terbanyak yaitu 31.586 orang, diikuti oleh
terkumpulnya gejala-gejala penyakit ringan provinsi Papua sebanyak 15.686 orang, provinsi
hingga kronis (seperti TBC, kanker, dan lain- Jawa Timur sebanyak 18.210 orang, provinsi
lain) yang disebut dengan AIDS (Acquired Jawa Barat sebanyak 12.049 orang, dan provinsi
Immunodeficiency Syndrome), yang akhirnya Bali sebanyak 9.051 orang.
juga berpotensi besar pada kematian Sementara jumlah pasien yang terkena
penderitanya. AIDS tertinggi terdapat di provinsi Papua, yaitu
Penelitian mengenai HIV/AIDS dan obat- sebanyak 10.184 orang, diikuti oleh provinsi
obatan untuk menanggulanginya sudah banyak Jawa Timur sebanyak 8.976 orang, provinsi DKI
dilakukan sejak virus ini pertama kali ditemukan Jakarta sebanyak 7.477 orang, provinsi Bali
dan diobservasi sekitar tahun 1980 di Amerika sebanyak 4.261 orang, dan provinsi Jawa Barat
Serikat. Pengobatannya pun semakin sebanyak 4.157 orang. Selain itu, KPAP DKI
berkembang, sehingga saat ini pengidap HIV Jakarta juga melaporkan peningkatan kumulatif
positif sudah dapat melakukan terapi obat ARV AIDS yang terus terjadi sejak tahun 2009 hingga
(Antiretroviral) atau juga disebut HAART bulan September 2014. Meskipun demikian,
(Highly Active Antiretroviral Therapy) yang KPAP DKI Jakarta mengingatkan bahwa data-
harus diminum pada waktu tertentu setiap hari data yang dilaporkan tersebut belum tentu
seumur hidup sesuai dengan jenisnya dalam menggambarkan jumlah keseluruhan pengidap
pengawasan dokter, sehingga meskipun virusnya HIV & AIDS di Indonesia, karena sangat
belum dapat dimusnahkan, namun pada dasarnya mungkin terdapat banyak orang yang tidak sadar
replikasi HIV ini dapat dikendalikan (Scheid & dirinya sudah terinfeksi HIV dan tidak
Brown, 2010). Oleh karena itu, tentunya melakukan tes, atau banyak orang yang sadar
pengobatan dan perawatan seumur hidup ini perilakunya sangat berisiko terhadap penularan
membutuhkan dukungan dari banyak pihak, HIV tetapi tidak melakukan tes karena rasa takut,
seperti keluarga, teman-teman, dan lingkungan atau hal-hal lain yang menyebabkan tidak
sekitar. terdeteksinya jumlah pengidap HIV & AIDS
Meskipun pengobatan pada pengidap HIV secara menyeluruh. Oleh karena itu,
positif sudah ditemukan, hal ini tidak serta-merta epidemiologi HIV & AIDS ini tampak seperti
menurunkan jumlah kasus HIV dan AIDS di fenomena gunung es.
dunia maupun di Indonesia. Pada tahun 2006, Meskipun demikian, data yang tampak
angka pengidap HIV/AIDS yang dilaporkan oleh jelas secara global mengenai penularan
United Nations Programme on HIV/AIDS HIV/AIDS cukup banyak terjadi di kalangan
(UNAIDS) dan World Health Organization remaja usia 15-24 tahun. Data menunjukkan
(WHO) sampai akhir tahun 2005 sebanyak 38,6 lebih dari 50% penularan HIV terjadi pada
juta orang, dengan perkiraan 4,1 juta di antaranya kelompok usia di bawah 25 tahun dengan proses
merupakan pasien yang baru terinfeksi HIV dan penularan cukup tinggi pada kelompok seksual
2,8 juta di antaranya telah meninggal dunia minoritas seperti LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual,
akibat HIV/AIDS (Orisatoki & Oguntibeju dalam Transgender) yang melakukan perilaku seksual
56 Mind Set Vol. 8, 2017

berisiko (CDC dalam Piperato, 2014). Usia berhubungan seksual dengan istrinya tanpa
tersebut sangat rentan terhadap proses penularan menggunakan kondom.
HIV/AIDS melalui hubungan seks heteroseksual Selain dari proses penularan yang
yang berisiko, hubungan LSL (laki-laki yang disebutkan di atas, stigma dan diskriminasi
berhubungan seks dengan laki-laki) yang terhadap ODHA turut berdampak pada makin
berisiko, dan penggunaan jarum suntik pada terbukanya penyebaran AIDS, karena stigma dan
remaja yang menggunakan obat-obatan terlarang diskriminasi akan mematahkan semangat orang
(Tadese & Menasbo, 2013). Hal ini tentu tidak untuk berani melakukan tes dan bahkan membuat
terlepas dari penjelasan mengenai tahap orang merasa enggan untuk mencari informasi
perkembangan remaja yang merupakan fase dan cara perlindungan dari penyakit AIDS
transisi antara masa kanak-kanak menuju dewasa (Sosodoro, Emilia, & Wahyuni, 2009). Beberapa
yang ditandai dengan perubahan perkembangan literatur juga menjelaskan bahwa kekhawatiran
seksual primer dan sekunder, perkembangan memperoleh stigma dan diskriminasi turut
pemikiran abstrak, peningkatan minat seksual, mempengaruhi pengambilan keputusan ODHA
dan pengaruh dari teman sebaya (Santrock, untuk tidak membuka statusnya kepada siapapun
2006). Maka dari itu tidak heran apabila KPAP (Stutterheim, Shiripinda, Bos, Pryor, de Bruin,
DKI Jakarta juga menemukan angka penularan Nellen, Kok, Prins, & Schaalma, 2011;
HIV yang paling tinggi di Indonesia berada pada Stutterheim, Bos, Pryor, Brands, Liebregts, &
kisaran usia remaja, yakni usia 15-24 tahun. Schaalma, 2011). Meskipun gejala individu yang
Meningkatnya angka penularan HIV di terinfeksi virus HIV belum terlalu tampak,
dunia maupun di Indonesia tentu disebabkan oleh namun ketika individu sudah terinfeksi HIV,
banyak faktor. Beberapa proses penularan HIV seiring berjalannya waktu virus tersebut akan
yang paling umum terjadi ialah perilaku seksual terus merusak sistem kekebalan tubuh hingga
berisiko dengan berganti-ganti pasangan seks menjadi AIDS dan dapat berujung pada
(baik homoseksual, heteroseksual, maupun kematian.
biseksual), penggunaan jarum suntik tidak steril Menurut Goffman (dalam Parker &
secara bergantian pada pengguna narkoba jarum Aggleton, 2003), stigma yang khususnya
suntik, melalui ibu yang terinfeksi HIV kepada berkaitan dengan isu HIV/AIDS didefinisikan
bayinya pada saat kehamilan, persalinan, dan sebagai atribut yang diberikan lingkungan
menyusui, serta melalui donor darah dan produk terhadap orang atau kelompok tertentu yang
darah lainnya. Sejauh ini belum dapat ditelusuri secara signifikan mendiskreditkan orang tersebut
secara pasti proses penularan yang paling banyak hingga menurunkan ‘nilainya’ sebagai manusia.
terjadi di Indonesia, namun terdapat informasi Lebih lanjut dijelaskan bahwa stigma yang
yang menarik ketika peneliti mengikuti pelatihan diberikan pada kelompok yang dianggap
pendampingan psikologi untuk ODHA yang menyimpang (seperti kelompok homoseksual,
diselenggarakan oleh KPAP DKI Jakarta pada pekerja seks, pelaku kriminal, dan lainnya), akan
tahun 2014. Menurut laporan dari KPAP DKI mengarahkan pada perilaku diskriminasi
Jakarta yang membawahi beberapa layanan VCT terhadap kelompok tersebut. Misalnya,
(Voluntary Counselling &Testing) di area memberikan stigma pada semua pekerja seks
provinsi DKI Jakarta, terdapat cukup banyak ibu sebagai individu tidak bermoral sehingga
rumah tangga pengidap HIV positif yang tidak melarang mereka untuk masuk ke tempat ibadah.
melakukan perilaku berisiko tertular HIV, tetapi Masih dari penelitian Sosodoro, Emilia,
setelah melakukan tes ternyata dinyatakan HIV dan Wahyuni (2009), stigma yang diberikan
positif. Terdapat kemungkinan ibu-ibu tersebut terhadap ODHA akan berdampak pada
tertular HIV dari suaminya yang telah melakukan ketidakmampuan orang untuk menunjukkan
perilaku seksual berisiko dengan PSK (Pekerja statusnya sebagai penderita HIV/AIDS.
Seks Komersil) atau melakukan hubungan LSL Kemunculan stigma pada masyarakat tersebut
dan tidak melakukan VCT, kemudian sangat berhubungan erat dengan pengetahuan
Mind Set HUTAHAEAN 57

terhadap ODHA, baik pengetahuan mengenai (Sosodoro, Emilia, & Wahyuni, 2009). Padahal
mekanisme penularan, perbedaan antara HIV dan jika ODHA memiliki dukungan yang sangat kuat
AIDS itu sendiri, dan hal-hal lain terkait dengan dari lingkungan sekitarnya, terutama keluarga,
pengetahuan mengenai HIV/AIDS. Dengan kata hal ini akan berdampak positif pada peningkatan
lain, semakin rendah tingkat pengetahuan kualitas hidup ODHA, kepatuhannya dalam
masyarakat mengenai HIV/AIDS, maka semakin minum obat, dan kesehatan mentalnya. Sarafino
besar kemungkinan berkembangnya stigma di (1998) sendiri menjelaskan bahwa tiap wabah
antara mereka (Sosodoro, Emilia, & Wahyuni, penyakit tentu menimbulkan ketakutan, namun
2009). ketika pengetahuan dan pemahaman akan wabah
Peneliti juga memperoleh temuan menarik tersebut terlalu sedikit, orang akan cenderung
lain ketika melakukan VCT secara langsung untuk bereaksi secara ekstrim untuk melindungi
kepada masyarakat pengunjung PRJ (Pekan Raya diri mereka dan orang-orang yang mereka
Jakarta) Kemayoran dalam rangka ulang tahun sayangi dari wabah penyakit tersebut, termasuk
kota Jakarta pada bulan Juni 2015. Pengunjung salah satunya reaksi ekstrim dalam bentuk
memperoleh kesempatan untuk menerima stigma. Oleh karena itu, dapat disimpulkan
konseling dan tes HIV gratis dari KPAP DKI apabila seseorang memiliki pengetahuan dan
Jakarta. Berdasarkan pengalaman peneliti yang pemahaman yang memadai mengenai suatu
bertindak sebagai konselor bersama beberapa wabah penyakit, maka mereka akan bersikap
konselor lain, lebih dari 50% di antara puluhan secara wajar terhadap kemunculan maupun
pengunjung yang melakukan VCT mengajukan pencegahan wabah tersebut dan mungkin turut
pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan proses mempraktikkan perilaku mencegah penyebaran
penularan HIV atau pengetahuan-pengetahuan wabah penyakit tersebut.
dasar yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Penelitian Mulu, Abera, dan Yimer
Beberapa pengunjung bahkan masih menanyakan (2014), menunjukkan hasil bahwa mayoritas
apakah HIV dapat menular melalui ciuman, partisipan tidak memiliki pengetahuan yang
penggunaan handuk secara bergantian, atau memadai mengenai HIV/AIDS, memiliki sikap
makan menggunakan alat makan yang sama yang cukup baik terhadap HIV/AIDS, namun
dengan pengidap HIV positif. Berdasarkan kurang memiliki perilaku yang mengarah pada
temuan-temuan tersebut, peneliti berasumsi pencegahan HIV/AIDS. Mulu, Abera, dan Yimer
terdapat kemungkinan bahwa masyarakat Jakarta (2014) meyakini bahwa mahasiswa memiliki
pada khususnya belum memiliki pengetahuan risiko yang lebih besar terhadap penularan
dan pemahaman yang memadai mengenai HIV/AIDS. Pengetahuan yang kurang memadai,
HIV/AIDS, sehingga memiliki kecenderungan sikap yang negatif terhadap HIV, dan perilaku
untuk menyikapi HIV/AIDS dengan kurang seksual berisiko merupakan beberapa tantangan
bijaksana. Misalnya tidak mau bersalaman utama dalam mengatasi penyebaran HIV. Oleh
dengan ODHA, mengusir anggota keluarga yang karena itu, penelitian untuk mengetahui sejauh
terkena HIV-positif dari rumah, atau bahkan mana pengetahuan, sikap, dan praktik perilaku
hingga melakukan perilaku seksual berisiko. mahasiswa terhadap HIV/AIDS sangat
Permasalahan stigma tersebut masih diperlukan, khususnya di Indonesia.
berlanjut hingga saat ini, terutama di Indonesia. Berdasarkan kamus psikologi, knowledge
Data menunjukkan bahwa dari sekitar 40 juta atau pengetahuan berarti segala pengalaman yang
penduduk dunia yang telah terinfeksi HIV, lebih mencakup representasi nyata dari fakta, formula,
dari 95% berada di negara berkembang, salah atau situasi kompleks, beserta keyakinan kuat
satunya Indonesia (Sosodoro, Emilia, & akan kebenaran mengenai pengalaman tersebut
Wahyuni, 2009). Sejak pertama kali penyakit ini (Corsini, 2002). Pengetahuan mengenai
ditemukan hingga saat ini, berbagai respon HIV/AIDS berarti segala hal yang mengacu pada
seperti ketakutan, penolakan, stigma, dan informasi terkait definisi, proses penularan,
diskriminasi telah muncul hingga menjadi wabah pencegahan, hingga pengobatan HIV/AIDS
58 Mind Set Vol. 8, 2017

(Mulu, Abera, & Yimer, 2014). Sementara Abera, & Yimer, 2014). Pada penelitian ini,
attitude atau sikap merupakan kecenderungan peneliti menggunakan kuesioner yang diadaptasi
seseorang untuk berespon baik (positif) atau dari KAP terhadap HIV/AIDS dari Mulu, Abera,
tidak baik (negatif) terhadap sesuatu, orang- dan Yimer (2014), karena kuesioner tersebut
orang tertentu, peristiwa, pemikiran, atau situasi. sudah pernah diberikan kepada kelompok
Sehingga dapat dikatakan sikap ialah pemikiran
mahasiswa, sehingga peneliti hanya perlu
dan perasaan yang mendorong kita untuk
melakukan adaptasi bahasa dan melakukan uji
bertindak seperti menyukai atau tidak menyukai
sesuatu (Wortman, 1999). Sikap merupakan reliabilitas pada mahasiswa di Jakarta. Selain itu,
gabungan yang kompleks antara komponen jumlah aitem pada kuesioner tersebut terbilang
kognitif, emosional, dan perilaku, yang berarti tidak terlalu banyak dengan kalimat yang cukup
seseorang akan menunjukkan sikap tertentu mudah dipahami untuk mahasiswa.
(positif/negatif) pada suatu hal berdasarkan Total aitem pada kuesioner ini berjumlah
gabungan dari komponen pemikiran, perasaan, 29 pernyataan dan pertanyaan, yang terdiri dari
dan perilakunya (Weiten, 1992). Practice atau 10 (sepuluh) pernyataan untuk mengetahui
praktik di sini mengacu pada praktik perilaku gambaran pengetahuan tentang HIV/AIDS, 8
yang muncul terkait dengan pencegahan (delapan) pernyataan untuk melihat sikap
HIV/AIDS atau perilaku seksual yang sehat
terhadap HIV/AIDS dan ODHA, serta 11
(Mulu, Abera, & Yimer, 2014).
(sebelas) pernyataan untuk mengetahui praktik
perilaku dalam pencegahan HIV atau perilaku
METODE seks yang sehat.
Pengetahuan mengenai HIV/AIDS berarti
Partisipan Penelitian. Total partisipan
segala informasi yang terkait dengan definisi,
penelitian ini berjumlah 350 mahasiswa
proses penularan, pencegahan, hingga
Universitas Indonesia. Teknik sampling yang
pengobatan dari HIV/AIDS (Mulu, Abera, &
digunakan adalah accidental sampling. Adapun
Yimer, 2014). Sikap mengacu pada konstruk
kriteria partisipan pada penelitian ini, ialah:
hipotetis yang menjelaskan konsistensi reaksi
1. Mahasiswa/i program diploma atau sarjana
afektif atau perasaan seseorang terhadap suatu
(regular/paralel/internasional) Universitas
objek atau fenomena. Suatu sikap juga dapat
Indonesia.
diartikan sebagai suatu kesiapan seseorang untuk
2. Warga Negara Indonesia yang mampu ber-
menunjukkan respon perilaku tertentu (DiMatteo,
bahasa Indonesia.
1991). Sementara praktik perilaku terhadap
3. Berusia antara 17-23 tahun.
proses pencegahan HIV/AIDS atau perilaku seks
4. Bersedia mengisi kuesioner yang disebarkan
yang sehat mengacu pada segala perilaku yang
melalui tautan google form serta mengisi
menunjukkan kesadaran akan perilaku seks yang
informed consent yang telah disediakan.
sehat atau tidak (Mulu, Abera, & Yimer, 2014).
Alat Ukur Penelitian. Alat ukur yang digunakan
Prosedur Penelitian. Penelitian ini dilakukan
pada penelitian ini berupa kuesioner KAP
selama enam bulan dalam rentang waktu bulan
(Knowledge, Attitude, Practice) terstruktur
Juli hingga Desember 2015. Pada awalnya
online dalam format google form. Kuesioner
peneliti melakukan adaptasi kuesioner KAP dari
KAP ini sudah cukup sering digunakan dalam
Mulu, Abera, dan Yimer (2014) ke dalam bahasa
berbagai bentuk, khususnya untuk melihat
Indonesia lalu melakukan expert judgment
gambaran pengetahuan, sikap, dan praktik
kepada tiga staf pendidik Fakultas Psikologi
perilaku terhadap HIV/AIDS (Prybylski & Alto,
Universitas Indonesia pada bulan Agustus dan
1999; He, Zhang, Yao, Tian, Zhao, Jiang, &
September 2015. Setelah itu, peneliti melakukan
Detels, 2009; Zafar, Nisar, Kadir, Fatmi, Ahmed,
perbaikan terhadap beberapa aitem dan
& Shafique, 2014; Arora & Sarin, 2014; Mulu,
Mind Set HUTAHAEAN 59

melakukan uji keterbacaan kepada 11 mahasiswa Tabel 1. Karakteristik Demografis Partisipan


dari beberapa Universitas selama 2 hari di akhir Data
Persen-
bulan Oktober 2015. Setelah melakukan Demo- Penjelasan Frekuensi
tase
penyesuaian terhadap kuesioner dari hasil uji grafis
Jenis Laki-laki 78 22.3%
keterbacaan, peneliti melakukan uji coba
kelamin Perempuan 272 77.7%
kuesioner kepada 59 partisipan secara online
Homosek-
melalui tautan http://bit.ly/kapha pada tanggal 31 15 4.3%
sual
Orientasi
Oktober 2015, yang akhirnya diperoleh hasil uji Heterosek-
317 90.6%
seksual sual
reliabilitas. Uji coba kuesioner ini menghasilkan
Biseksual 18 5.1%
konsistensi internal Cronbach’s Alpha sebesar
Tidak pernah
0.783, artinya alat ukur ini reliabel. Kemudian 79 22.6%
berpacaran
peneliti mulai melakukan proses pengambilan
Pernah
data mulai dari tanggal 16 November 2015 berpacaran
hingga 2 Desember 2015. Status namun 139 39.7%
Proses pengambilan data diawali dengan hubungan sedang tidak
berpacaran
menyebar informasi pengisian kuesioner beserta
tautan aplikasi google form dari Sedang
131 37.4%
berpacaran
http://bit.ly/kapha melalui aplikasi pengirim
Menikah 1 0.3%
pesan dan media sosial, seperti SMS (Short Pernah Ya 76 21.7%
Messaging Service), BBM (Blackberry berhu-
Messenger), Whatsapp, surat elektronik, Twitter, bungan Tidak 274 78.3%
seks
Path, dan lain-lain untuk memperoleh partisipan
< 18 tahun 41 11.7%
penelitian. Media-media tersebut terbilang
Usia 19-21 tahun 247 70.6%
mudah dan mampu menjaring banyak partisipan
> 22 tahun 62 17.7%
dalam waktu singkat. Positif 0 0%
Analisis Data. Data yang diperoleh dianalisis Negatif 86 24.6%
Status HIV Tidak tahu
dengan teknik statistik deskriptif menggunakan
(belum 264 75.4%
bantuan software SPSS. Teknik analisis yang pernah tes)
digunakan melalui penghitungan mean
khususnya untuk melihat gambaran pengetahuan Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat
dan sikap partisipan, serta penghitungan bahwa partisipan yang paling banyak terlibat
frekuensi atau persentase untuk melihat adalah partisipan perempuan, berusia antara 19
gambaran praktik perilaku partisipan. hingga 21 tahun, dan berorientasi heteroseksual.
Status hubungan partisipan yang terlibat
HASIL mayoritas pernah dan sedang menjalin hubungan
berpacaran. Sekitar 21% di antaranya pernah
Karakteristik Demografis Partisipan. Total berhubungan seksual dan sisanya mengaku
partisipan dalam penelitian ini berjumlah 350 belum pernah. Mengenai status HIV, 75.4%
mahasiswa. Pada tabel berikut ini dapat dilihat partisipan belum pernah melakukan VCT dan
gambaran data demografis partisipan yang tidak tahu mengenai status mereka, sementara
diperoleh. 24.6% di antaranya mengaku berstatus negatif.
Pengetahuan Mahasiswa terhadap HIV/AIDS
dan ODHA. Total pernyataan yang harus
dijawab oleh partisipan berkaitan dengan
pengetahuan mengenai HIV/AIDS berjumlah 10
aitem. Pernyataan-pernyataan yang ada
60 Mind Set Vol. 8, 2017

merupakan pengetahuan mengenai perbedaan terdapat satu aitem yang dijawab hampir
HIV dan AIDS, proses penularan HIV, hingga seimbang oleh partisipan namun tetap lebih
pengobatan HIV itu sendiri. Pada tabel berikut banyak yang menjawab dengan benar, yaitu
dapat dilihat beberapa contoh aitem untuk aitem nomor 7 yang berkaitan dengan
melihat gambaran pengetahuan mengenai pencegahan penularan HIV.
HIV/AIDS. Selain itu, terdapat beberapa kesimpulan
khusus yang dapat diambil. Pertama, 89.7%
Tabel 2. Contoh Aitem Pengetahuan Tentang partisipan tidak mengetahui bahwa HIV dan
HIV/AIDS AIDS itu merupakan dua hal yang berbeda.
Pernyataan Benar/Salah Kedua, 80% partisipan tidak mengetahui bahwa
virus HIV tidak dapat ditularkan melalui berbagi
Tidak ada perbedaan antara
HIV dan AIDS makan, bertukar pakaian, dan bertukar toilet
dengan ODHA. Artinya cukup banyak
AIDS ialah penyakit yang dapat mahasiswa yang belum memahami bahwa proses
disembuhkan penularan HIV bukanlah proses yang mudah,
Tidak berhubungan seks dengan melainkan proses yang sulit karena harus ada
pekerja seks komersil dapat pertukaran cairan kelamin atau darah.
mengurangi risiko penularan Meskipun demikian, terdapat cukup
HIV banyak mahasiswa yang memiliki pengetahuan
memadai mengenai proses pencegahan dan
Partisipan yang menjawab dengan benar penularan HIV. Sebanyak 97.1% partisipan
memperoleh skor 2, sementara jika salah mengetahui bahwa luka pada alat kelamin dapat
memperoleh skor 1. Nilai mean untuk meningkatkan risiko penularan HIV ketika
pengetahuan terhadap HIV/AIDS ialah 1.77, melakukan hubungan seks, 87.4% partisipan
sehingga untuk pernyataan yang berada di bawah mengetahui bahwa tidak berhubungan seks
nilai mean menunjukkan partisipan belum dengan pekerja seks komersil merupakan salah
memiliki pengetahuan yang memadai di satu cara pencegahan penularan HIV yang tepat,
pernyataan tersebut. Dari 10 pernyataan, hanya lalu 88.6% partisipan mengetahui bahwa
terdapat 2 pernyataan yang memiliki nilai di penggunaan kondom yang benar juga merupakan
bawah nilai mean, yaitu pernyataan nomor 2 salah satu cara pencegahan penularan HIV yang
(“AIDS ialah penyakit yang dapat tepat, serta 92% partisipan juga memahami cara
disembuhkan”) dengan nilai mean 1.19, dan pencegahan penularan HIV yang lain, yaitu setia
nomor 7 (“tidak berhubungan seks sama sekali pada pasangan.
merupakan salah satu cara pencegahan penularan Selain itu, sebanyak 82.9% partisipan
HIV yang baik”) dengan nilai mean 1.53. mengetahui bahwa ODHA dapat menunjukkan
Apabila dilihat secara lebih rinci, terdapat atau tidak menunjukkan gejala yang nyata, dan
beberapa kesimpulan umum yang dapat diambil. sebanyak 88.9% partisipan mengetahui
Pertama, terdapat tujuh aitem yang mayoritas pengobatan untuk ODHA bernama ARV.
berhasil dijawab dengan benar oleh partisipan, Mengenai pengetahuan pencegahan penularan
yaitu aitem nomor 2, 4, 5, 6, 8, 9, dan 10, di HIV, sebanyak 53.4% partisipan mengetahui
mana aitem-aitem tersebut berkaitan dengan bahwa tidak berhubungan seks sama sekali
pengetahuan mengenai penularan, pencegahan, merupakan salah satu cara pencegahan penularan
hingga pengobatan HIV yang tepat. Kedua, HIV yang baik, sementara tidak demikian dengan
terdapat dua aitem yang mayoritas dijawab 46.6% partisipan lainnya.
dengan salah oleh partisipan, yaitu aitem nomor Berdasarkan hasil tersebut, dapat
1 dan 3, di mana aitem-aitem tersebut berkaitan disimpulkan bahwa pada umumnya mahasiswa
dengan pengetahuan dasar mengenai HIV dan memiliki pengetahuan yang cukup baik
AIDS serta proses penularan HIV. Ketiga, mengenai HIV/AIDS. Mahasiswa belum
Mind Set HUTAHAEAN 61

memahami dengan baik bahwa AIDS merupakan HIV. Kedua, seluruh partisipan (100%) merasa
penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan bahwa risiko penularan HIV akan makin
belum memahami bahwa tidak melakukan meningkat dengan berganti-ganti pasangan seks.
hubungan seks sama sekali merupakan salah satu Ketiga, sebanyak 92.3% partisipan meyakini
cara pencegahan penularan HIV yang baik. bahwa siapapun berisiko terkena virus HIV.
Keempat, sebanyak 92.6% partisipan menyadari
Sikap Mahasiswa terhadap HIV/AIDS dan
bahwa kemungkinan penularan virus HIV tetap
ODHA. Total aitem untuk melihat sikap
dapat terjadi meskipun mereka memiliki satu
mahasiswa terhadap HIV/AIDS dan ODHA ialah
pasangan seks saja. Kelima, sebanyak 89.1%
8 aitem dengan skor 2 apabila dijawab setuju dan
partisipan merasa bahwa mereka dapat
skor 1 apabila dijawab tidak setuju untuk tiap
memperoleh kondom dengan mudah ketika
pernyataan. Nilai mean ialah 1.75, di mana
diperlukan.
partisipan akan dianggap memiliki sikap yang
Selain kesimpulan tersebut, terdapat
cenderung positif pada aitem nomor 2 (“sulit
kesimpulan lain yang sangat menarik berkaitan
untuk mencegah penularan HIV”) dan 4
dengan sikap mahasiswa Universitas Indonesia
(“penggunaan kondom ketika berhubungan seks
terhadap HIV/AIDS. Pertama, sebanyak 64.3%
merupakan penghinaan bagi pasangan”) jika
partisipan masih merasa bahwa pencegahan
memiliki nilai mean <1.75, sementara partisipan
penularan HIV merupakan hal yang sulit,
dianggap memiliki sikap yang cenderung positif
padahal cara pencegahan penularan HIV
pada aitem lain jika memiliki nilai mean >1.75.
sangatlah mudah, yaitu dengan tidak melakukan
Berdasarkan hasil yang diperoleh, aitem
hubungan seks sama sekali, menggunakan
nomor 1 (“saya termasuk orang yang penting
kondom ketika melakukan hubungan seksual,
dalam membantu pencegahan penularan HIV”)
dan tidak bertukar jarum suntik apabila
dan nomor 5 (“saya bersedia untuk tinggal satu
menggunakan narkotika dan obat-obatan
asrama dengan mahasiswa yang terkena HIV-
terlarang. Kedua, sebanyak 96.3% partisipan
positif”) memiliki nilai mean <1.75. Selain itu,
merasa bahwa penggunaan kondom ketika
aitem nomor 4 yang diprediksi memperoleh nilai
berhubungan seks merupakan penghinaan bagi
mean <1.75 ternyata memiliki nilai mean yang
pasangan. Persentase tersebut terbilang tinggi
sangat tinggi, yaitu 1.96. Hal tersebut
dan menunjukkan kecenderungan bahwa mereka
menunjukkan bahwa mahasiswa belum
lebih memilih untuk tidak menggunakan kondom
menyadari bahwa diri mereka termasuk sosok
ketika melakukan hubungan seks daripada
yang sangat penting dalam membantu
dianggap menghina pasangan. Ketiga, sebanyak
pencegahan penularan HIV, memiliki sikap yang
51.7% partisipan merasa enggan untuk tinggal
negatif ketika harus tinggal berdekatan dengan
satu asrama dengan mahasiswa yang terkena
orang dengan HIV-positif, dan banyak yang
HIV-positif. Hal ini mungkin berkaitan dengan
menyikapi penggunaan kondom merupakan
pengetahuan mereka di bagian sebelumnya
penghinaan bagi pasangan. Sementara untuk 5
mengenai proses penularan HIV, di mana
aitem lain mahasiswa masih menunjukkan sikap
terdapat cukup banyak partisipan yang meyakini
yang cenderung positif, seperti mereka
bahwa penularan HIV dapat terjadi melalui
menyadari bahwa meskipun mereka memiliki
berbagi makanan, bertukar pakaian, dan bertukar
satu partner seks, namun penularan virus HIV
toilet dengan ODHA, sehingga mereka merasa
mungkin dapat terjadi, serta menyadari bahwa
enggan untuk tinggal berdekatan dengan ODHA.
kondom dapat diperoleh secara mudah.
Meskipun demikian, 48.3% partisipan merasa
Apabila dilihat secara lebih rinci, terdapat
tidak masalah apabila mereka harus tingggal
beberapa kesimpulan yang dapat diambil.
berdekatan dengan ODHA.
Pertama, sebanyak 63.4% partisipan memiliki
Pada tabel berikut ini dapat dilihat
sikap bahwa mereka termasuk bagian yang
beberapa contoh aitem untuk melihat sikap
penting dalam membantu pencegahan penularan
terhadap HIV/AIDS.
62 Mind Set Vol. 8, 2017

Tabel 3. Contoh Aitem Sikap Terhadap menikah), sehingga dapat disimpulkan mayoritas
HIV/AIDS partisipan melakukan hubungan seks bukan
Pernyataan Setuju/Tidak dengan pasangan sah (suami/istri).
Setuju Dari total 76 partisipan yang sudah
Sulit untuk mencegah pernah melakukan hubungan seks, dapat
penularan HIV disimpulkan bahwa seluruh partisipan (100%)
yang sudah pernah melakukan hubungan seks
Saya termasuk orang yang sudah pernah melihat kondom sebelumnya,
penting dalam membantu
73.7% di antaranya merasa nyaman ketika harus
pencegahan penularan HIV
memegang kondom, dan 67.1% di antaranya
Saya bersedia untuk tinggal merasa nyaman ketika mendiskusikan
satu asrama dengan penggunaan kondom melalui demonstrasi.
mahasiswa yang terkena HIV- Meskipun demikian, yang mengejutkan ialah
positif
persentase partisipan dari 76 partisipan yang
melakukan hubungan seksual berisiko/tanpa
Praktik Mahasiswa Terhadap HIV/AIDS. kondom terbilang tinggi, yaitu sebanyak 82.9%.
Terdapat 10 aitem mengenai praktik terhadap Bahkan, sebanyak 81.6% di antaranya belum
HIV/AIDS. Pada tabel berikut ini dapat dilihat pernah melakukan tes dan konseling HIV secara
contoh aitemnya. sukarela. Hal ini menggambarkan bahwa terdapat
cukup banyak mahasiswa yang memahami
Tabel 4. Contoh Aitem Praktik Terhadap penggunaan kondom, namun banyak yang rentan
HIV/AIDS terkena HIV karena mereka melakukan perilaku
Pernyataan Ya/Tidak seks berisiko dan belum pernah melakukan VCT.
Apabila dilihat lebih rinci, sekitar 35.5%
Apakah Anda merasa nyaman ketika partisipan dari 76 partisipan yang ada memiliki
harus memegang kondom di tangan
pasangan seks lebih dari satu dan hanya 5.2%
Anda?
partisipan yang pernah berhubungan seks dengan
Apakah Anda pernah melakukan pekerja seks komersil. Jika melihat kembali data
hubungan seks tanpa kondom demografis partisipan yang mayoritas berada
setelah menonton film porno? pada rentang usia dewasa muda (19-21 tahun)
Apakah Anda pernah melakukan dan banyak di antara mereka yang pernah atau
VCT (Voluntary Counselling and sedang berpacaran, dapat disimpulkan 82.9%
Testing) atau konseling dan tes HIV partisipan yang melakukan hubungan seksual
secara sukarela? berisiko tersebut melakukannya dengan
pasangan/pacar. Meskipun demikian, tetap saja
Praktik di sini terbagi menjadi dua, yaitu hal ini menggambarkan risiko HIV yang cukup
berkaitan dengan perilaku mahasiswa yang tinggi di kalangan mahasiswa.
pernah melakukan hubungan seks dan perilaku Sementara itu, dari total 274 partisipan
mahasiswa yang belum pernah melakukan yang belum pernah melakukan hubungan seks,
hubungan seks. Berdasarkan data demografis, 72% di antaranya pernah melihat kondom dan
diketahui bahwa 21.7% atau 76 partisipan sudah 51.8% di antaranya merasa nyaman ketika
pernah melakukan hubungan seks vaginal mendiskusikan penggunaan kondom melalui
maupun anal, sementara 78.3% di antaranya atau demonstrasi. Tetapi ketika harus memegang
274 partisipan belum pernah melakukan kondom, 66.8% partisipan merasa tidak nyaman.
hubungan seks. Meskipun persentase partisipan Selain itu, 75.5% partisipan terbiasa untuk
yang sudah pernah melakukan hubungan seks mencuci area kelamin setelah melakukan
tidak terlalu tinggi, hampir seluruhnya belum aktivitas seksual (masturbasi, dll), sehingga dapat
menikah (hanya 1 partisipan yang sudah disimpulkan bahwa cukup banyak partisipan
Mind Set HUTAHAEAN 63

yang berperilaku sehat dan higienis terhadap area karena mungkin merasa belum pernah
kelamin mereka. Akan tetapi, hanya sekitar 3% melakukan hubungan seksual sehingga tidak
partisipan yang pernah melakukan VCT. Apabila berisiko tertular HIV.
melihat fakta bahwa 274 partisipan ini belum Sementara mengenai perilaku mahasiswa
pernah melakukan hubungan seksual, angka 3% terhadap HIV/AIDS dan ODHA pada mahasiswa
tersebut bukanlah suatu hal yang yang sudah pernah melakukan hubungan seks
mengkhawatirkan. Apalagi terdapat terbilang cukup mengkhawatirkan. Seluruh
kemungkinan partisipan enggan melakukan VCT mahasiswa yang pernah melakukan hubungan
karena merasa belum pernah melakukan seks pernah melihat kondom, namun banyak di
hubungan seksual sehingga tidak berisiko tertular antara mereka yang masih melakukan perilaku
HIV. seksual berisiko (tidak menggunakan kondom
saat berhubungan seks). Meskipun menurut data
SIMPULAN demografis banyak di antara mereka yang pernah
atau sedang berpacaran dan hanya sedikit di
Mahasiswa memiliki pengetahuan yang antara mereka yang pernah melakukan hubungan
cukup memadai mengenai HIV/AIDS dan seksual dengan pekerja seks komersil, sehingga
ODHA, tetapi masih banyak yang belum dapat disimpulkan bahwa terdapat kemungkinan
mengetahui informasi dasar tentang HIV, AIDS, mereka melakukan hubungan seks dengan
dan perbedaan antara HIV dan AIDS, serta pasangan mereka, namun tetap saja terdapat
banyak yang belum mengetahui bahwa HIV potensi risiko HIV di antara mereka. Apalagi
tidak dapat ditularkan melalui berbagi makanan, banyak mahasiswa yang sudah pernah
bertukar pakaian, dan bertukar toilet dengan melakukan hubungan seks berisiko, tetapi tidak
orang yang positif HIV. pernah melakukan tes dan konseling HIV secara
Mahasiswa menunjukkan sikap yang sukarela.
cenderung positif terhadap HIV/AIDS dan Seluruh partisipan dalam penelitian ini
ODHA, yang artinya cukup banyak mahasiswa berasal dari Universitas Indonesia. Berdasarkan
yang menyadari bahwa peran mereka termasuk hasil yang diperoleh, tentu sangatlah tidak bijak
penting dalam membantu pencegahan penularan jika mengatakan bahwa hasil tersebut juga
HIV, menyadari bahwa siapapun berisiko terkena merupakan representasi dari seluruh mahasiswa
virus HIV, termasuk mereka sendiri. Tetapi yang di Indonesia. Sampel pada penelitian kali ini
mengejutkan ialah, cukup banyak mahasiswa tidak dapat digeneralisasikan pada populasi
yang menyikapi penggunaan kondom ketika mahasiswa secara keseluruhan. Oleh karena itu,
berhubungan seks sebagai penghinaan bagi akan lebih baik apabila pada penelitian
pasangan. Selain itu, cukup banyak mahasiswa berikutnya sampel yang diperoleh berasal dari
yang tidak bersedia untuk tinggal berdekatan Universitas yang lebih beragam sehingga dapat
dengan ODHA yang mungkin disebabkan akibat benar-benar mewakili populasi mahasiswa di
pengetahuan yang salah mengenai penularan Indonesia.
HIV, yaitu pemahaman bahwa HIV dapat tertular Selain itu, terdapat temuan menarik yang
melalui berbagi makanan, bertukar pakaian, dan peneliti temukan dari proses uji keterbacaan dan
bertukar toilet dengan ODHA. proses field mengenai mahasiswa yang sudah
Mengenai praktik perilaku mahasiswa pernah melakukan hubungan seks berisiko tetapi
terhadap HIV/AIDS dan ODHA, cukup banyak belum pernah melakukan VCT. Terdapat
mahasiswa yang belum pernah melakukan beberapa mahasiswa yang berisiko HIV, belum
hubungan seks, tetapi memahami pentingnya pernah melakukan VCT, tetapi mengaku status
menjaga higienitas area kelamin setelah HIV-nya negatif. Terdapat kemungkinan
melakukan aktivitas seksual, seperti masturbasi. mahasiswa-mahasiswa tersebut beranggapan
Mayoritas mahasiswa enggan melakukan VCT demikian karena mereka masih berada dalam
kondisi fisik yang sehat dan tidak menunjukkan
64 Mind Set Vol. 8, 2017

tanda-tanda atau gejala tertentu sehingga belum pengetahuan, sikap, dan perilaku individu
perlu melakukan VCT dan meyakini bahwa terhadap kelompok tertentu, dapat berefek sangat
status HIV mereka negatif. Hal ini tentu harus besar terhadap menurunnya kualitas kesehatan
menjadi perhatian karena seseorang tidak dapat kelompok tersebut. Lebih lanjut dijelaskan
dikatakan berstatus HIV negatif apabila belum bahwa stigma memiliki tiga elemen (Patel,
pernah melakukan VCT, apalagi jika orang Minas, Cohen, & Prince, 2014), yaitu: (1)
tersebut sudah pernah atau sering melakukan masalah minimnya pengetahuan karena
hubungan seks berisiko meskipun dengan ketidakpedulian atau perolehan informasi yang
pasangan/pacar sendiri. Terdapat kemungkinan keliru; (2) minimnya pengetahuan akan
pasangan/pacar dari partisipan yang mengaku mengarahkan pada masalah sikap melalui
berstatus HIV negatif tersebut mungkin juga munculnya prejudice atau prasangka akibat
pernah/sering melakukan hubungan seks adanya keyakinan atau opini negatif terhadap
berisiko, sehingga secara tidak sadar sangat kelompok tertentu; (3) munculnya masalah
berpotensi untuk menularkan HIV. Mengacu perilaku dalam bentuk diskriminasi akibat
pada data dari CDC (dalam Piperato, 2014), adanya prasangka negatif terhadap kelompok
penularan HIV cukup banyak terjadi di kalangan tertentu.
remaja usia 15-24 tahun. Apabila mahasiswa Dari hasil penelitian ini, hal yang paling
Universitas Indonesia yang mayoritas berada jelas terlihat ialah mahasiswa memiliki
pada rentang usia 19-21 tahun tetap melakukan pengetahuan yang minim berkaitan dengan
hubungan seks berisiko dan tidak melakukan proses penularan HIV, karena cukup banyak
VCT, terdapat kemungkinan data dari CDC juga yang menganggap bahwa HIV dapat menular
berlaku pada kondisi mahasiswa remaja di melalui berbagi makanan, bertukar pakaian, dan
Indonesia. Ditambahkan pula oleh Lewis, bertukar toilet dengan orang yang HIV-positif,
Malow, dan Ireland (1997) yang menemukan sehingga hal tersebut mengarahkan pada sikap
bahwa mahasiswa pada umumnya percaya yang juga negatif dan perilaku diskriminatif
mereka tidak memiliki risiko tertular HIV dan terhadap ODHA, yaitu dengan tidak bersedia
sebagai konsekuensinya terlibat dalam perilaku untuk tinggal berdekatan dengan ODHA. Hal ini
seksual berisiko tinggi. tentu harus menjadi perhatian bersama
Selain itu, hal yang juga perlu menjadi khususnya bagi kalangan mahasiswa agar
perhatian serius ialah pengetahuan dasar memperoleh informasi dan pengetahuan yang
mahasiswa mengenai proses penularan HIV yang lebih tepat mengenai proses penularan
tidak semudah berbagi makanan, bertukar HIV/AIDS, sehingga tetap mampu bersikap
pakaian, dan bertukar toilet dengan individu HIV positif dan tidak berperilaku diskriminatif
positif. Banyak mahasiswa yang masih memiliki terhadap ODHA.
pemahaman keliru mengenai penularan HIV, Hal lain yang juga menarik untuk
sehingga hal ini berpotensi memicu didiskusikan apabila melihat hasil penelitian ini
berkembangnya stigma di masyarakat (Sosodoro, dari sudut pandang salah satu teori klasik
Emilia, & Wahyuni, 2009). Bahkan dari hasil psikologi kesehatan, yaitu Theory of Planned
penelitian ini sendiri membuktikan bahwa lebih Behavior (TPB). TPB meyakini bahwa sikap
dari 50% mahasiswa enggan untuk tinggal satu seseorang ditentukan oleh keyakinan individu
asrama dengan mahasiswa yang HIV positif terhadap hasil dari perilaku yang dimunculkan.
apabila mereka diberi kesempatan. Padahal, Seseorang yang yakin bahwa dia akan
tinggal bersama dengan ODHA tidak akan memperoleh hasil positif jika menampilkan
menularkan virus HIV. perilaku tertentu, maka dia turut memiliki sikap
Patel, Minas, Cohen, dan Prince (2014) yang juga positif terhadap perilaku tersebut
menyatakan bahwa masalah yang muncul (Glanz, Rimer, & Viswanath, 2008).
terhadap kelompok tertentu akibat adanya Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
stigma, termasuk di dalamnya akibat minimnya cukup banyak mahasiswa yang sudah pernah
Mind Set HUTAHAEAN 65

melakukan hubungan seks belum menampilkan education: Theory, research, and


perilaku yang sehat atau perilaku seksual practice (4th Ed.). San Fransisco: John
berisiko, yakni melakukan hubungan seksual Wiley & Sons, Inc.
tanpa menggunakan kondom dan belum pernah
He, N., Zhang, J., Yao, J., Tian, X., Zhao, G.,
melakukan tes dan konseling HIV secara
Jiang, Q., & Detels, R. (2009).
sukarela. Menurut TPB, mahasiswa yang
Knowledge, attitudes, and practices of
menunjukkan perilaku tersebut mungkin belum
voluntary HIV counseling and testing
meyakini bahwa perilaku seksual yang sehat
among rural migrants in Shanghai,
akan mendatangkan hasil yang positif bagi diri
China. AIDS Education and Prevention,
mereka. Keyakinan yang keliru ini tentu tidak
21(6), 570-581.
terlepas dari pengetahuan atau informasi yang
mereka peroleh, seperti menganggap bahwa jika Lewis, J. E., Malow, R. M., & Ireland, S. J.
melakukan hubungan seks sesekali tanpa (1997). HIV/AIDS risk in heterosexual
menggunakan kondom masih tidak berisiko college students: A review of a decade of
dibandingkan melakukannya dengan frekuensi literature. Journal of American College
yang lebih sering. Kekeliruan ini tentu harus Health, 45(4), 147-158.
dibenahi dengan segera melalui pemberian
pengetahuan yang tepat mengenai pencegahan Mulu, W., Abera, B., & Yimer, M. (2014).
dan penularan HIV agar mahasiswa memiliki Knowledge, attitude, and practices on
keyakinan bahwa perilaku seksual yang sehatlah HIV/AIDS among students of Bahir Dar
yang justru akan membuat mereka terbebas dari University. Science Journal of Public
penularan HIV. Health, 2(2), 78-86.

Parker, R., & Aggleton, P. (2003). HIV and


AIDS-related stigma and discrimination:
DAFTAR PUSTAKA
A conceptual framework and
implications for action. Social Science &
Ageng. (2013, November). Indonesia negara Medicine, 57, 13-24.
urutan ke-4 penularan HIV/AIDS? Fokus
Bandung Raya Online. Diunduh dari Patel, V., Minas, H., Cohen, A., & Prince, M. J.
http://fokusjabar.com/2013/11/02/indone (2014). Global mental health: Pinciples
sia-negara-urutan-ke-4-penularan- and practice. New York: Oxford
hivaids/. University Press.

Arora, S., & Sarin, J. (2014). Knowledge, Piperato, J. M. (2014). Lesbian, gay, and
attitude and practices of adolescents bisexual college students’ knowledge,
related to HIV/AIDS in selected schools perceptions, and belief about HIV/AIDS
of Delhi. International Journal of (Master’s Thesis). Diunduh dari
Nursing Education, 6(1), 59-64. https://knowledge.library.iup.edu/cgi/vie
wcontent.cgi?article=2127&context=etd
Corsini, R. J. (2002). The dictionary of
psychology. New York: Taylor & Francis Prybylski, D., & Alto, W. A. (1999). Knowledge,
Group. attitudes, and practices concerning
HIV/AIDS among sex workers in Phnom
DiMatteo, M. R. (1991). The psychology of Penh, Cambodia. AIDS Care, 11(4), 459-
health, illness, and medical care: An 472.
individual perspective. California, USA:
Brooks/Cole Publishing Company. Santrock, J. W. (2006). Life-span development
(10th Ed.). New York: McGraw-Hill.
Glanz, K., Rimer, B. K., & Viswanath, K.
(2008). Health behavior and health
66 Mind Set Vol. 8, 2017

Sarafino, E. P. (1998). Health psychology: regarding HIV/AIDS among adult


Biopsychosocial interactions (3rd Ed.). fishermen in coastal areas of Karachi.
USA: John Wiley & Sons, Inc. BMC Public Health, 14:437.

Scheid, T. L., & Brown, T. N. (2010). A


handbook for the study of mental health:
Social contexts, theories, and systems
(2nd Ed.). USA: Cambridge University
Press.

Sosodoro, O., Emilia, O., & Wahyuni, B. (2009).


Hubungan pengetahuan tentang
HIV/AIDS dengan stigma orang dengan
HIV/AIDS di kalangan pelajar SMA.
Berita Kedokteran Masyarakat, 25(4),
210-217.

Stutterheim, S. E., Bos, A. E. R., Pryor, J. B.,


Brands, R., Liebregts, M., & Schaalma,
H. P. (2011). Psychological and social
correlates of HIV status disclosure: The
significance of stigma visibility. AIDS
Education and Prevention, 23(4), 382-
392.

Stutterheim, S. E., Shiripinda, I., Bos, A. E. R.,


Pryor, J. B., de Bruin, M., Nellen, J. F. J.
B., Kok, G., Prins, J. M., & Schaalma, H.
P. (2011). HIV status disclosure among
HIV-positive African and Afro-
Carribbean people in the Netherlands.
AIDS Care, 23(2), 195-205.

Tadese, A., & Menasbo, B. (2013). Knowledge,


attitude, and practice regarding
HIV/AIDS among secondary school
students in Mekelle City, Ethiopia.
African Journal of AIDS and HIV
Research, 1(1), 1-7.

Weiten, W. (1992). Psychology: Themes and


variations (2nd Ed.). California:
Brooks/Cole Publishing Company.

Wortman, C. B., Loftus, E. F., & Weaver, C.


(1999). Psychology (5th Ed.). USA:
McGraw-Hill Companies, Inc.

Zafar, M., Nisar, N., Kadir, M., Fatmi, Z.,


Ahmed, Z., & Shafique, K. (2014).
Knowledge, attitude, and practices

Anda mungkin juga menyukai