Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK


DENGAN ATRESIA (BILLER) DUKTUS HEPATIKUS ”

OLEH :

I PUTU YOGA JAYA PERDANA ( 213221191 )


NI PUTU AYU WEDHA ASTUTI ( 213221203 )
KOMANG LINA BERY KASTIAN ( 213221218 )
NI MADE BINTARIDEWI ( 213221227 )
NI PUTU YETI AGGRIYANI ( 213221228 )
I NYOMAN SUMAJAYA ( 213221234 )
NI LUH PUTU RATIH KOMALASARI ( 213221238 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA BALI
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan lancar, serta tepat
pada waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak Sakit
Kronis dan Terminal dengan Judul “Konsep Keperawatan Pada Anak Dengan Atresia (billier)
Duktus Hepatikus”

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar
menjadi lebih baik lagi.Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi semuanya.

Denpasar, 23 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................

DAFTAR ISI.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.3 Intervensi Keperawatan
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Atresia Duktus Hepatikus atau sering disebut Atresia bilier adalah penyakit
serius yang mana ini terjadi pada satu dari 10.000 anak-anak dan lebih sering terjadi
pada anak perempuan daripada anak laki-laki dan pada bayi baru lahir Asia dan
Afrika-Amerika daripada di Kaukasia bayi baru lahir. Penyebab atresia bilier tidak
diketahui, dan perawatan hanya sebagian berhasil. Atresia bilier adalah alasan paling
umum untuk pencangkokan hati pada anak-anak di Amerika Serikat dan sebagian
besar dunia Barat (Santoso, Agus.2010. Health Academy).
Atresia bilier terjadi karena proses inflamasi berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan progresif pada duktus bilier ekstrahepatik sehingga
menyebabkan hambatan aliran empedu. Jadi, atresia bilier adalah tidak adanya atau
kecilnya lumen pada sebagian atau keseluruhan traktus bilier ekstrahepatik
yang menyebabkan hambatan aliran empedu. Akibatnya di dalam hati dan darah terjadi
penumpukan garam empedu dan peningkatan bilirubin direk. Hanya tindakan bedah
yang dapat mengatasi atresia bilier. Bila tindakan bedah dilakukan pada usia 8 minggu,
angka keberhasilannya adalah 86%, tetapi bila pembedahan dilakukan pada usia > 8
minggu maka angka keberhasilannya hanya 36%. Oleh karena itu diagnosis atresia
bilier harus ditegakkan sedini mungkin, sebelum usia 8 minggu (Dr.
Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI).
Kerusakan hati yang timbul dari atresia bilier disebabkan oleh atresia dari
saluran-saluran empedu yang bertanggung jawab untuk mengalirkan empedu dari hati.
Empedu dibuat oleh hati dan melewati saluran empedu dan masuk ke usus di mana ia
membantu mencerna makanan, lemak, dan kolesterol. Hilangnya saluran empedu
menyebabkan empedu untuk tetap di hati. Ketika empedu mulai merusak hati,
menyebabkan jaringan parut dan hilangnya jaringan hati. Akhirnya hati tidak akan
dapat bekerja dengan baik dan sirosis akan terjadi. Setelah gagal hati, pencangkokan
hati menjadi perlu. Atresia bilier dapat menyebabkan kegagalan hati dan kebutuhan
untuk transplantasi hati dalam 1 sampai 2 tahun pertama kehidupan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Anatomy dan Fungsi sistem bilier ?
2. Apakah definisi dari Atresia bilier?
3. Apa sajakah klasifikasi dari Atresia bilier?
4. Apa sajakah etiologi dari Atresia bilier?
5. Apakah manifestasi klinis dari Atresia bilier?
6. Bagaimanakah Patofisiologi Atresia Billier ?
7. Bagaimanakah Pemeriksaan Diagnosis pada Atresia Billier ?
8. Bagaimanakah penatalaksaan pada Atresia bilier?
9. Apa sajakah komplikasi dari Atresia bilier?
10. Bagaimana pengkajian pada klien dengan Atresia bilier?
11. Bagaimana diagnosa pada klien dengan Atresia bilier?
12. Bagaimana intervensi pada klien dengan Atresia bilier?

1.3 Tujuan

1. Tujuan Umum

Menjelaskan tentang konsep penyakit Atresia bilier serta


pendekatan asuhan keperawatannya.
2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Anatomy dan Fungsi sistem Billier

2. Mengidentifikaasi definisi dari Atresia bilier

3. Mengidentifikasi klasifikasi dari Atresia bilier

4. Mengidentifikasi etilogi Atresia bilier

5. Mengidentifikasi manifestasi klinis Atresia bilier

6. Mengidentifikasi Patofisiologi Atresia Billier

7. Mengidentifikasi P e m e r i k s a a n P e n u n j a n g p a d a A t r e s i a B i l l i e r

8. B a g a i m a n a l a h penatalaksaan pada Atresia bilier

9. Mengidentifikasi komplikasi pada Atresia bilier

10. Mengidentifikasi pengkajian pada klien dengan Atresia bilier

11. Mengidentifikasi diagnosa pada klien dengan Atresia bilier

12. Mengidentifikasi intervensi pada klien dengan Atresia bilier


BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomy dan Fungsi Sistem Billier

Sistem empedu terdiri dari organ-organ dan saluran (saluran empedu, kandung
empedu, dan struktur terkait) yang terlibat dalam produksi dan transportasi empedu.
Ketika sel-sel hati mengeluarkan empedu, yang dikumpulkan oleh sistem saluran
yang mengalir dari hati melalui duktus hepatika kanan dan kiri. Saluran ini akhirnya
mengalir ke duktus hepatik umum. Duktus hepatika kemudian bergabung dengan duktus
sistikus dari kantong empedu untuk membentuk saluran empedu umum, yang
berlangsung dari hati ke duodenum (bagian pertama dari usus kecil).
Namun, tidak semua berjalan dari empedu langsung ke duodenum. Sekitar
50 persen dari empedu yang dihasilkan oleh hati adalah pertama disimpan di kantong
empedu, organ berbentuk buah pir yang terletak tepat di bawah hati.
Kemudian, ketika makanan dimakan, kontrak kandung empedu dan melepaskan
empedu ke duodenum disimpan untuk membantu memecah lemak.

gambar 1.1 sistem atresia bilier (Ohio State.2011)


Fungsi utama sistem bilier yang meliputi:

a) untuk mengeringkan produk limbah dari hati ke duodenum


b) untuk membantu dalam pencernaan dengan pelepasan terkontrol empedu
Empedu merupakan cairan kehijauan-kuning (terdiri dari produk- produk
limbah, kolesterol, dan garam empedu) yang disekresikan oleh sel- sel hati untuk
melakukan dua fungsi utama, termasuk yang berikut:
a) untuk membawa pergi limbah
b) untuk memecah lemak selama pencernaan

Garam empedu adalah komponen aktual yang membantu memecah dan


menyerap lemak. Empedu, yang dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk kotoran,
adalah apa yang memberikan kotoran warna gelapnya coklat.

2.2 Definisi Atresia Bilier

Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam


pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke
kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti
terjadi saat kelahiran.

Atresia Billiary merupakan kelainan yang berkisar dari hipoplasia


segmental/generalisata saluran empedu dan atresia sampai obliterasilengkap
duktur billiaris ekstra/intra hepatic. Atresia Billiary merupakan kelainan
kongenital yang berhubungan dengan kolangio hepatic intra uteri dimana saluran
empedu mengalami fibrosis. Proses ini sering berjalan terus setelah bayi lahir
sehingga prognosis umumnya buruk. Atresia Billiary merupakan obstruksi total
aliran empedu karena destruksi/tidak adanya saluran/sebagian
saluran empedu ekstra hepatic. Jadi Atresia Billiary adalah suatu keadaan dimana
saluran empedu tidak berbentuk atau tidak berkembang secara normal.
Pasien dengan atresia bilier dapat dibagi menjadi 2 grup, yakni :

1. Perinatal form ( Isolated Biliary Atresia)

65 ± 90 % Bentuk ini ditemukan pada neonatal dan bayi berusia 2-8


minggu. Inflamasi atau peradangan yang progresiv pada saluran empedu
extrahepatik timbul setelah lahir. Bentuk ini tidak muncul bersama kelainan
congenital lainnya.
2. Fetal Embrionic form

10 ± 35 % Bentuk ini ditandai dengan cholestatis yang muncul amat cepat,


dalam 2 minggu kehidupan pertama. Pada bentuk ini, saluran empedu tidak
terbentuk pada saat lahir dan biasanya disertai dengan kelainan congenital
lainnya seperti situs inversus, polysplenia,malrotasi, dan lain-lain.

2.3 Klasifikasi Atresia bilier


Kasai mengajukan klasifikasi atresia bilier sebagai berikut :

gambar 1.3 tipe atresia bilier


I. Atresia (sebagian atau total) duktus bilier komunis, segmen proksimal
paten.
II. IIa. Obliterasi duktus hepatikus komunis (duktus bilier komunis,

duktus sistikus, dan kandung empedu semuanyanormal).


IIb. Obliterasi duktus bilier komunis, duktus hepatikus komunis,

duktus sistikus. Kandung empedu normal.


III. Semua sistem duktus bilier ekstrahepatik mengalami obliterasi, sampai ke
hilus.
Tipe I dan II merupakan jenis atresia bilier yang dapat dioperasi
(correctable), sedangkan tipe III adalah bentuk yang tidak dapat dioperasi (non-
correctable). Sayangnya dari semua kasus atresia bilier, hanya 10% yang tergolong
tipe I dan II.
Atresia Billiary dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

a.Atresia Billiary Intra Hepatik


Merupakan atresia yang dapat dikoreksi. Bentuk ini lebih jarang
dibandingkan ekstra hepatik yang hanya 10 % dari penderita atresia. Ditemukan
saluran empedu proksimal yang terbuka lumennya. Tetapi tidak berhubungan
dengan duodenum. Atresia hanya melibatkan duktus
koledukus distal. Sirosis bilier terjadi lambat.
b. Atresia Billiary Ekstra Hepatik
Merupakan Atresia yang tidak dapat dikoreksi. Bentuk ini sekitar 90% dari
penderita atresia. Prognosis buruk menyebabkan kematian. Ditemukan bahwa
seluruh sistem saluran empedu ekstra hepatik mengalami obliterasi sirosis bilier
terjadi cepat. Gejala klinik dan patologik bergantung pada awal proses penyakitnya
dan bergantung padasaat penyakit terdiagnosis. Atresia Ekstra Hepatik terbagi
menjadi 2yaitu:
1. Embrional :
1/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa embrional. Awal
prosesnya merusak saluran empedu mulai sejak masa intrauterinhingga saat bayi
lahir. Pada penderita tidak ditemukan masa bebasikterus setelah pperiode ikterus
neonatorum fisiologis (2 minggu
pertama kelahiran).
2. Perinatal:
2/3 penderita atresia ekstra hepatik terjadi pada masa perinatal. Awal
prosesnya adalah gejala ikterus setelah periode ikterus psikologik menghilang.
Kemudian diteruskan ikterus yang progresif.

2.4 Etiologi

Etiologi Atresia Billiary masih belum diketahui dengan pasti. Atresia Billiary terjadi
antara lain karena proses inflamasi berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan progresif
pada duktus bilier ekstra hepatik sehingga menyebabkan hambatan aliiran empedu. Ada
juga sebagian ahli yang menyatakan bahwa faktor genetik ikut berperan, yang dikaitkan
dengan adanya kelainan kromosom trisomi 17, 18 dan 21 serta terdapatnya anomalioragan
pada 10-30 % kasus Atresia Billiary.
Beberapa anak, terutama mereka dengan bentuk janin atresia bilier, seringkali
memiliki cacat lahir lainnya di jantung, limpa, atau usus.
Sebuah fakta penting adalah bahwa atresia bilier bukan merupakan penyakit
keturunan. Kasus dari atresia bilier pernah terjadi pada bayi kembar identik, dimana hanya 1
anak yang menderita penyakit tersebut. Atresia bilier kemungkinan besar disebabkan oleh
sebuah peristiwa yang terjadi selama hidup janin atau sekitar saat kelahiran. Kemungkinan
yang "memicu" dapat mencakup satu atau kombinasi dari faktor-faktor predisposisi berikut:
a) infeksi virus atau bakteri
b) masalah dengan sistem kekebalan tubuh
c) komponen yang abnormal empedu
d) kesalahan dalam pengembangan saluran hati dan empedu
e) hepatocelluler dysfunction

2.5 Manifestasi Klinis


Bayi dengan atresia bilier biasanya muncul sehat ketika mereka lahir. Gejala
penyakit ini biasanya muncul dalam dua minggu pertama setelah hidup. Gejala-gejala
termasuk:
a) Ikterus, kekuningan pada kulit dan mata karena tingkat bilirubin yang sangat tinggi
(pigmen empedu) tertahan di dalam hati dan akan dikeluarkan dalam aliran darah.
Jaundice disebabkan oleh hati yang belum dewasa adalah umum pada bayi baru lahir.
Ini biasanya hilang dalam minggu pertama sampai 10 hari dari kehidupan. Seorang
bayi dengan atresia bilier biasanya tampak normal saat lahir, tapi ikterus berkembang
pada dua atau tiga minggu setelah lahir
b) Urin gelap yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin (produk pemecahan dari
hemoglobin) dalam darah. Bilirubin kemudian disaring oleh ginjal dan dibuang dalam
urin.
c) Tinja berwarna pucat, karena tidak ada empedu atau pewarnaan bilirubin yang masuk
ke dalam usus untuk mewarnai feses. Juga, perut dapat menjadi bengkak akibat
pembesaran hati.
d) Penurunan berat badan, berkembang ketika tingkat ikterus meningkat
e) Degenerasi secara gradual pada liver menyebabkan jaundice, ikterus, dan
hepatomegali, Saluran intestine tidak bisa menyerap lemak dan lemak yang larut dalam
air sehingga menyebabkan kondisi malnutrisi, defisiensi lemak larut dalam air serta
gagal tumbuh
Pada saat usia bayi mencapai 2-3 bulan, akan timbul gejala berikut:
a) Gangguan pertumbuhan yang mengakibatkan gagal tumbuh dan
malnutrisi.
b) Gatal-gatal : karena asam empedu yang menumpuk dan menyebar
kedalam aliran darah yang menyebabkan kulit merasa gatal
c) Rewel

d) splenomegali menunjukkan sirosis yang progresif dengan hipertensi


portal / Tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang
mengangkut darah dari lambung, usus dan limpa ke hati).

2.6 Patofisiologi

Gb.1.3 Patofisiologi atresia bilier


Penyebabnya sebenarnya atresia bilier tidak diketahui sekalipun mekanisme imun atau
viral injurio bertanggung jawab atas progresif yang menimbulkan obstruksi saluran empedu.
Berbagai laporan menunjukkan bahwa atresiabilier tidak terlihat pada janin, bayi yang baru
lahir (Halamek dan StefienSoen, 1997). Keadaan ini menunjukan bahwa atresiabilier terjadi
pada akhir kehamilan atau pada periode perinatal dan bermanisfestasi dalam waktu beberapa
minggu sesudah dilahirkan. Inflamasi terjadi secara progresif dengan menimbulkan obstruksi
dan fibrosis pada saluran empedu intrahepatik atau ekstrahepatik (Wong, 2008). Obstruksi pada
saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan obstruksi aliran normal empedu keluar hati,
kantung empedu dan usus akhirnya akan menyebabkan peradangan, edema, degenerasi hati,
bahkan hati menjadi fibrosis dan sirosis. Obstruksi melibatkan dua duktushepatic yaitu
duktusbiliaris yang menimbulkan ikterus dan duktusdidalamlobus hati yang meningkatkan
ekskresi bilirubin. Obstruksi yang terjadi mencegah terjadi bilirubin ke dalam usus
menimbulkan tinja berwarna pucat seperti kapur. Obstruksi bilier menyebabkan akumulasi
garam empedu di dalam darah sehingga menimbulkan gejala pruritus pada kulit. Karena tidak
adanya empedu dalam usus, lemak dan vitamin A, D, E, K tidak dapat di absorbsi sehingga
mengalami kekurangan vitamin yang menyebabkan gagal tumbuh pada anak (Parakrama,
2005)

2.6.1 Pathway Atresia Billier


2.7 Pemeriksaan Diagnosis
Belum ada satu pun pemeriksaan penunjang yang dapat sepenuhnya diandalkan
untuk membedakan antara kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Secara garis besar,
pemeriksaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu pemeriksaan :
1) Laboratorium rutin dan khusus untuk menentukan etiologi dan

mengetahui fungsi hati (darah,urin, tinja)


2) Pencitraan, untuk menentukan patensi saluran empedu dan menilai

parenkim hati
3) Biopsi hati, terutama bila pemeriksaan lain belum dapat menunjang diagnosis
atresia bilier.
1) Pemeriksaan Laboraturium
a) Pemeriksaan urine : pemeriksaan urobilinogen penting artinya pada
pasien yang mengalami ikterus. Tetapi urobilin dalam urine negatif. Hal
ini menunjukkan adanya bendungan saluran empedu total.
b) Pemeriksaan feces : warna tinja pucat karena yang memberi warna pada
tinja / stercobilin dalam tinja berkurang karena adanya sumbatan.

c) Fungsi hati : bilirubin, aminotranferase dan faktor pembekuan :


protombin time, partial thromboplastin time.
2) Pencitraan

a) Pemeriksaan ultrasonografi

Theoni mengemukakan bahwa akurasi diagnostic USG 77% dan dapat


ditingkatkan bilapemeriksaan dilakukan dalam 3 fase, yaitu pada keadaan
puasa, saat minum dan sesudah minum.Bila pada saat atau sesudah minum
kandung empedu berkontraksi, maka atresia bilier kemungkinan besar (90%)
dapat disingkirkan. Dilatasi abnormal duktus bilier, tidak ditemukannya
kandung empedu, dan meningkatnya ekogenitas hati, sangat mendukung
diagnosis atresia bilier. Namun demikian, adanya kandung empedu tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier, yaitu atresia bilier tipe I /
distal.
b) Sintigrafi hati
Pemeriksaan sintigrafi sistem hepatobilier dengan isotop Technetium 99m
mempunyai akurasi diagnostik sebesar 98,4%. Sebelum pemeriksaan dilakukan,
kepada pasien diberikan fenobarbital 5 mg/kgBB/hari per oral, dibagi dalam 2
dosis selama 5 hari. Pada kolestasisintrahepatik pengambilan isotop oleh
hepatosit berlangsung lambat tetapi ekskresinya ke usus normal, sedangkan
pada atresia bilier proses pengambilan isotop normal tetapi ekskresinya keusus
lambat atau tidak terjadi sama sekali. Di lain pihak, pada kolestasis intrahepatik
yang beratjuga tidak akan ditemukan ekskresi isotop ke duodenum.
c) Liver Scan

Scan pada liver dengan menggunakan metode HIDA (Hepatobiliary


Iminodeacetic Acid). Hida melakukan pemotretan pada jalur dari empedu dalam
tubuh, sehingga dapat menunjukan bilamana ada blokade pada aliran empedu.
d) Pemeriksaan kolangiografi

Pemeriksaan ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreaticography).


Merupakan upaya diagnostik dini yang berguna untuk membedakan antara
atresia bilier dengan kolestasis intrahepatik. Bila diagnosis atresia bilier masih
meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan kolangiografi durante operasionam.
Sampai saat ini pemeriksaan kolangiografi dianggap sebagai baku mas untuk
membedakan kolestasis intrahepatik dengan atresia bilier.
3) Biopsi hati

Gambaran histopatologik hati adalah alat diagnostik yang paling dapat


diandalkan. Ditangan seorang ahli patologi yang berpengalaman, akurasi
diagnostiknya mencapai 95%,sehingga dapat membantu pengambilan keputusan
untuk melakukan laparatomi eksplorasi, danbahkan berperan untuk penentuan
operasi Kasai. Keberhasilan aliran empedu pasca operasi Kasai di 6 tukan oleh
diameter duktus bilier yang paten di daerah hilus hati. Yang menjadi pertanyaan
adalah waktu yang paling optimal untuk melakukan biopsi hati. Harus disadari,
terjadinya proliferasi duktuler (gambaran histopatologik yang menyokong
diagnosis atresia bilier tetapi tidak patognomonik) memerlukan waktu. Oleh
karena itu tidak dianjurkan untuk melakukan biopsi pada usia < 6 minggu
2.7 Penatalaksanaan

1. Terapi medikamentosa

1) Memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama asam


empedu (asamlitokolat), dengan memberikan :
 Fenobarbital 5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis, per oral.

 Fenobarbital akan merangsang enzimglukuronil transferase (untuk


mengubah bilirubin indirek menjadi bilirubin direk); enzimsitokrom P-
450 (untuk oksigenisasi toksin), enzim Na+ K+ ATPase (menginduksi
aliranempedu). Kolestiramin1gram/kgBB/hari dibagi 6 dosis atau sesuai
jadwal pemberian susu. Kolestiramin memotong siklus enterohepatik
asam empedu sekunder

2. Terapi nutrisi

Terapi yang bertujuan untuk memungkinkan anak tumbuh dan


berkembang seoptimal mungkin, yaitu :
 Pemberian makanan yang mengandung medium chain triglycerides
(MCT) untuk mengatasi malabsorpsi lemak dan mempercepat
metabolisme. Disamping itu, metabolisme yang dipercepat akan secara
efisien segera dikonversi menjadi energy untuk secepatnya dipakai oleh
organ dan otot, ketimbang digunakan sebagai lemak dalam tubuh.
Makanan yang mengandung MCT antara lain seperti lemak mentega,
minyak kelapa, dan lainnya.
 Penatalaksanaan defisiensi vitamin yang larut dalam lemak. Seperti
vitamin A, D, E, K
3. Terapi bedah

a. Kasai Prosedur

Prosedur yang terbaik adalah mengganti saluran empedu yang


mengalirkan empedu keusus. Tetapi prosedur ini hanya mungkin dilakukan pada
5-10% penderita. Untuk melompati atresia bilier dan langsung menghubungkan
hati dengan usus halus, dilakukan pembedahan yang disebut prosedur Kasai.
Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan sementara dan pada
akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
b.Pencangkokan atau Transplantasi Hati

Transplantasi hati memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi untuk


atresia bilier dan kemampuan hidup setelah operasi meningkat secara dramatis
dalam beberapa tahun terakhir. Karena hati adalah organ satu- satunya yang bisa
bergenerasi secara alami tanpa perlu obat dan fungsinya akan kembali normal
dalam waktu 2 bulan. Anak-anak dengan atresia bilier sekarang dapat hidup
hingga dewasa, beberapa bahkan telah mempunyai anak. Kemajuan dalam
operasi transplantasi telah juga meningkatkan kemungkianan untuk
dilakukannya transplantasi pada anak- anak dengan atresia bilier. Di masa lalu,
hanya hati dari anak kecil yang dapat digunakan untuk transplatasi karena
ukuran hati harus cocok. Baru-baru ini, telah dikembangkan untuk
menggunakan bagian dari hati orang dewasa, yang disebut"reduced size" atau
"split liver" transplantasi, untuk transplantasi pada anak dengan atresia bilier.
Berdasarkan treatment yang diberikan :

1. Palliative treatment

Dilakukan home care untuk meningkatkan drainase empedu dengan


mempertahankan fungsi hati dan mencegah komplikasi kegagalan hati.
2. Supportive treatment
 Managing the bleeding dengan pemberian vitamin K yang berperan dalam
pembekuan darah dan apabila kekurangan vitamin K dapat menyebabkan
perdarahan berlebihan dan kesulitan dalam penyembuhan. Ini bisa ditemukan
pada selada, kubis, kol, bayam, kangkung, susu, dan sayuran berdaun hijau tua
adalah sumber terbaik vitamin ini.
 Nutrisi support, terapi ini diberikan karena klien dengan atresia bilier
mengalami obstruksi aliran dari hati ke dalam usus sehingga menyebabkan
lemak dan vitamin larut lemak tidak dapat diabsorbsi. Oleh karena itu diberikan
makanan yang mengandung medium chain triglycerides (MCT) seperti minyak
kelapa.
 Perlindungan kulit bayi secara teratur akibat dari akumulasi toksik yang
menyebar ke dalam darah dan kulit yang mengakibatkan gatal (pruiritis) pada
kulit.
 Pemberian health edukasi dan emosional support, keluarga juga turut membantu
dalam memberikan stimulasi perkembangan dan pertumbuhan klien.

2.8 Komplikasi

1. Kolangitis:

Komunikasi langsung dari saluran empedu intrahepatic ke usus, dengan


aliran empedu yang tidak baik, dapat menyebabkan ascending cholangitis. Hal ini
terjadi terutamadalam minggu-minggu pertama atau bulan setelah prosedur Kasai
sebanyak 30-60% kasus.Infeksi ini bisa berat dan kadang-kadang fulminan. Ada
tanda-tanda sepsis (demam, hipotermia,status hemodinamik terganggu), ikterus yang
berulang, feses acholic dan mungkin timbul sakitperut. Diagnosis dapat dipastikan
dengan kultur darah dan / atau biopsi hati.
2. Hipertensi portal:

Portal hipertensi terjadi setidaknya pada dua pertiga dari anak-anak setelah
portoenterostomy. Hal paling umum yang terjadi adalah varises esofagus.
3. Hepatopulmonary syndrome dan hipertensi pulmonal:

Seperti pada pasien dengan penyebab lain secara spontan (sirosis atau
prehepatic hipertensi portal) atau diperoleh (bedah) portosystemic shunts, shunts
pada arterivenosus pulmo mungkin terjadi. Biasanya, hal inimenyebabkan hipoksia,
sianosis, dan dyspneu. Diagnosis dapat ditegakan dengan scintigraphyparu. Selain
itu, hipertensi pulmonal dapat terjadi pada anak-anak dengan sirosis yang menjadi
penyebab kelesuan dan bahkan kematian mendadak. Diagnosis dalam kasus ini
dapat ditegakan oleh echocardiography. Transplantasi liver dapat membalikan
shunts, dan dapat membalikkan hipertensi pulmonal ke tahap semula.

4. Keganasan:

Hepatocarcinomas, hepatoblastomas, dan cholangiocarcinomas dapat timbul


pada pasien dengan atresia bilier yang telah mengalami sirosis. Skrining untuk
keganasan harus dilakukan secara teratur dalam tindak lanjut pasien dengan operasi
Kasai yang berhasil.
Hasil setelah gagal operasi Kasai Sirosis bilier bersifat progresif jika operasi
Kasai gagal untuk memulihkan aliran empedu,dan pada keadaan ini harus dilakukan
transplantasi hati. Hal ini biasanya dilakukan di tahun kedua kehidupan, namun dapat
dilakukan lebih awal (dari 6 bulan hidup) untuk mengurangi kerusakan dari hati.
Atresia bilier mewakili lebih dari setengah dari indikasi untuk transplantasi hati di
masa kanak-kanak. Hal ini juga mungkin diperlukan dalam kasus-kasus dimana pada
awalnya sukses setelah operasi Kasai tetapi timbul ikterus yang rekuren (kegagalan
sekunder operasi Kasai), atau untuk berbagai komplikasi dari sirosis
(hepatopulmonary sindrom)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Biodata : Usia bayi, jenis kelamin
2. Keluhan utama : jaundice dalam 2 minggu sampai 2 bulan
3. Riwayat penyakit dahulu : apakah ibu pernah terinfeksi virus seperti rubella
4. Riwayat penyakit sekarang : jaundice, tinja warna pucat, distensi abdomen, hepatomegali,
lemah, pruritus, bayi tidak mau minum, letargi
5. Pemeriksaan Fisik
 BI : sesak nafas, RR meningkat
 B2: takikardi, berkeringat, kecenderungan perdarahan (kekurangan vitamin K)
 B3: gelisah atau rewel
 B4: urine warna gelap dan pekat
 B5: distensi abdomen, kaku pada kuadran kanan, asites, feses warna pucat, anoreksia,
mual, muntah, regurgitasi berulang, berat badan menurun, lingkar perut 52 cm
 B6: ikterik pada sclera kulit dan membrane mukosa, kulit berkeringat dan
gatal(pruritus), oedem perifer, kerusakan kulit, otot lemah
6. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
 Bilirubin direk dalam serum meninggi
 nilai normal bilirubin total < 12 mg/dl
 Bilirubin indirek serum meninggi karena kerusakan parenkim hati akibat bendungan
empedu yang luas
   Tidak ada urobilinogen dalam urine
 Pada bayi yang sakit berat terdapat peningkatan transaminase alkalifosfatase (5-20 kali lipat
nilai normal) serta traksi-traksi lipid (kolesterol fosfolipid trigiliserol)

 Pemeriksaan diagnostik
 USG yaitu untuk mengetahui kelainan congenital penyebab kolestasis ekstra hepatic (dapat
berupa dilatasi kristik saluran empedu)
 Memasukkan pipa lambung cairan sampai duodenum lalu cairan duodenum di aspirasi. Jika
tidak ditemukan cairan empedu dapat berarti atresia empedu terjadi
 Sintigrafi radio kolop hepatobilier untuk mengetahui kemampuan hati memproduksi
empedu dan mengekskresikan ke saluran empedu sampai tercurah ke duodenum. Jika tidak
ditemukan empedu di duodenum, maka dapat berarti terjadi katresia intra hepatic
 Biopsy hati perkutan ditemukan hati berwarna coklat kehijauan dan noduler. Kandung
empedu mengecil karena kolaps. 75% penderita tidak ditemukan lumen yang jelas

Tahap Tumbuh Kembang umur  6-9 Bulan


 Duduk (sikap tripoid-sendiri)
 Belajar berdiri, kedua kakinya menyangga sebagian berat badan
 Merangkak meraih mainan atau mendekati seseorang
 Memindahkan benda dari tangan satu ke tangan lainnya
 Memungut dua benda, masing-masing tangan pegang satu benda pada saat yang
bersamaan
 Memungut benda sebesar kacang dengan cara meraup
 Bersuara tanpa arti, misalnya ,mamama, bababa, papapa
 Mencari benda/mainan yang dijatuhkan
 Bermain tepuk tangan atau ciluk ba
 Bergembira dengan melempar benda
 Makan kue sendiri
Umur 9-12 bulan
 Mengangkat badannya ke posisi berdiri
 Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan di kursi
 Dapat berjalan dengan di tuntun
 Mengulurkan lengan/badan untuk meraih mainan/gambar yang diinginkan
 Menggenggam erat pensil
 Memasukkan benda ke mulut
 Mengulang menirukan bunyi yang didengar
 Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
 Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa saja
 Bereaksi terhadap suara perlahan/bisikan
 Senang diajak bermain “ ciluk ba”
 Mengenal anggota keluarga, takut kepada orang yang belum dikenal
Umur 12-18 bulan
 Berdiri sendiri tanpa berpegangan
 Membungkuk memungut mainan  kemudian berdiri kembali
 Berjalan mundur 5 langkah
 Memanggil ayah dengan  kata “papa”, memanggil ibu dengan kata “mama”.
Tergantung mengajarinya, kalau diajari memanggilnya “ayah” ya akan dipanggil
“ayah.
Diagnosa Keperawatan
 Kekurangan volume cairan berhubungan dengan absorbsi nutrient yang buruk, mual muntah
 Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu dalam jaringan
dtandai dengan adanya pruritus
 Risiko perubahan pertumbuhan dan perkembangan (gagal tumbuh) berhubungan dengan
penyakit kronis
 Risiko ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen

Intervensi Keperawatan

D Tujuan Tindakan Rasional


X

I Bayi akan  Memantau asupan  Memungkinan evaluasi


mempertahankan dan cairan bayi keseimbangan cairan bayi dan
keseimbangan cairan perjam(cairan infuse, tindakan lebih lanjut
dan elektrolit yang susu per NGT, atau
ditandai dengan  Mengetahui kadar PH feces
jumlah ASI yang
pengisian kembali untuk menentukan absorbsi lemak
diberikan, (timbang
dengan kapiler dan karbohidrat bayi. (PH normal
popok)
kurang dari 3 detik, 7-7,5)
turgor kulit baik,  Untuk mendeteksi asites
produksi urine 1- 2. Periksa feses tiap
2ml/kgBB/jam  Tanda dehidrasi
hari mengindikasikan intervensi segera
dalam mengatasai kekurangan
cairan pada bayi

5. Mengevaluasi keseimbangan
dan elektrolit
3. Memantau lingkar
perut bayi setiap hari
 Observasi tanda-
tanda dehidrasi
(oliguria, kuilt kering,
turgor kulit buruk,
ubun-ubun dan mata
cekung
5. Kolaborasi  untuk
pemeriksaan
elektrolit, kadar
protein total,
albumin, nitrogen
urea darah dan
kreatinin serta darah
lengkap

II Bayi akan 1. Memberikan informasi tentang


 Ukur masukan diet
menunjukkan kebutuhan pemasukan/Defisiensi
harian (MCT)
peningkatan berat
badan progresif 2. Mungkin sulit untuk menggunakan
mencapai tujuan berat badan sebagai indicator langsung
dengan nilai status nutrisi karena ada gambaran
laboratorium normal edema/asites
2. Timbang sesuai 3. Pasien cenderung mengalami
indikasi. Bandingkan luka/perdarahan gusi dan rasa tak enak
perubahan status pada mulut dimana menambah
cairan, riwatyat berat anoreksia
badan
4. Mencegah kulit kering berlebihan dan
memberikan penghilang rasa gatal

 Kelembapan meningkatkan
3. Berikan perawatan pruritus dan resiko kerusakan kulit
mulut sering

2. Pengubahan posisi menurunkan


tekanan pada jaringan dan untuk
memperbaiki sirkulasi

4. Mandikan dengan 3. Mencegah dari cidera tambahan


III air hangat sehari dua pada kulit khususnya bila tidur
kali dan di olesi baby
Bayi akan cream
 mempertahankan
kelembapan kulit 4. Antihistamin dapat mengurangi
yang ditandai dengan rasa gatal
kulit tidak kering,
tidak ada pruritus,
jaringan kulit utuh  Pertahankan sprei
dan bebas lecet kering dan bersih

2. Rubah posisi tidur


sesuai jadwal

3. Gunting kuku jari


hingga pendek,
berikan sarung tangan
bila memungkinkan

4. Berikan obat sesuai


indikasi
(antihistamin)

IV Bayi akan bertumbuh 1. Berikan stimulus pada ü  1. Stimulasi bayi yang terencana
dan berkembang bayi yang menekankan membantu tahap-tahap penting dalam
secara normal yang pencapaian keterampilan perkembangan dan membantu orangtua
ditandai dengan motorik kasar memiliki ikatan dengan bayi
mencapai tahap
pertumbuhan dan ü  2. Dapat menghilangkan stress pada
perkembangan yang orangtua yang menghadapi masalah dan
sesuai memberikan informasi penting tentang
cara-cara menstimulasi perkembangan
ü  2. Jelaskan pada
orangtua bahwa bayi ü  3. Mengelompokkan intervensi
mereka dapat saja  tidak memungkinkan bayi beristirahat tanpa
mencapai tahap-tahap gangguan, istirahat diperlukan untuk
penting perkembangan tahap tumbuh kembang bayi
dengan kecepatan yang
sama seperti pada bayi
sehat

ü  3. Sedapat mungkin


lakukan intervensi secara
berkelompok

V Bayi akan ü  1. Awasi frekuensi, ü 1. Pernafasan dangkal, cepat/dispneu


mempertahankan kedalaman, dan upaya mungkin ada hubungan hipoksia atau
pola nafas efektif, pernafasan akumulasi cairan dalam abdomen
bebas dispneu dan
sianosis, dengan nilai ü 2. Menunjukan terjadinya komplikasi
GDA dan kapasitas (contoh adanya bunyi tambahan
vital dalam rentang menunjukan akumulasi cairan/sekresi)
normal meningkatkan resiko infeksi
ü  2. Auskultasi bunyi ü 3. Perubahan mental dapat
nafas krekles, mengi dan menunjukkan hipoksia dan gagal nafas
ronchi
ü 4. Memudahkan pernafasan dengan
menurunkan tekanan pada diagfragma

5. Untuk mencegah hipoksia


Mengetahui perubahan status
pernafasan dan terjadinya komplikasi
paru
ü  3. Observasi perubahan
tingkat kesadaran

ü  4. Berikan posisi kepala


bayi lebih tinggi
Berikan tambahan O2
sesuai indikasi

ü  5. Kolaborasi untuk


pemeriksaan GDA
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Atresia bilier (biliary atresia) adalah suatu penghambatan di dalam


pipa/saluran-saluran yang membawa cairan empedu (bile) dari liver menuju ke
kantung empedu (gallbladder). Ini merupakan kondisi congenital, yang berarti
terjadi saat kelahiran.
Tujuan dari pengobatan atresia bilier adalah untuk membuat suatu lintasan bagi
empedu bila tidak dilakukan penatalaksanaan secara memadai maka prognosis akan buruk
dan kematian akan terjadi dalam 2 tahun kehidupan.
Perawatan pra bedah dan pasca bedah dilakukan sesuai dengan jenis pada
umumnya. Hal penting lain adalah dukungan bagi orangtua. Orangtua harus mendapat
penjelasan secara detail dengan bahasa yang mudah dipahami oleh mereka, serta
diberikan dorongan untuk menangani dan merawat anak karena prognosis sering kali
buruk maka mereka juga memerlukan dukungan emosional yang besar. Deteksi dini dari
kemungkinan adanya atresiabilier sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-
pontoeterostomi (operasi Kasai) akan menurun bila dilakukan setelah umur 2 bulan. Bagi
penderita atresiabilier prosedur yang baik adalah mengganti saluran empedu yang
mengalirkan empedu ke usus. Selain itu, terdapat beberapa intervensi keperawatan yang
penting bagi anak yang menderita atresiabilier. Penyuluhan yang meliputi semua aspek
rencana penanganan dan dasar pemikiran bagi tindakan yang akan dilakukan harus
disampaikan kepada anggota keluarga pasien. Segera sesudah pembedahan
portoenterostomi, asuhan keperawatannya serupa dengan yang dilakukan pada setiap
pembedahan abdomen yang berat. Penyuluhan yang diberikan meliputi pemberian obat
dan terapi gizi yang benar, termasuk penggunaan formula khusus, suplemen vitamin serta
mineral, terapi nutrisi enteral atau parenteral. Pruritus mungkin menjadi persoalan
signifikan namun dapat dikurangi dengan obat atau tindakan seperti mandi rendam atau
memotong kuku jari-jari tangan.

4.2 Saran

Kita sebagai perawat sebaiknya dapat memahami dan mengaplikasikan segala


sesuatu yang terjadi tentang penyakit Atresia Bilier yang telah dibahas pada makalah ini
agar dapat tercipta perawat yang profesional dalam menerapkan asuhan keperawanan
secara komprehensif karena diperlukan tindakan deteksi dini kasus atresia bilier dan
penatalksanaanya yang tepat demi tercapainya pertumbuhan fisik dan perkembangan
mental yang optimal bagi penderita atresia bilier.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Richard E. (1992). Ilmu Kesehatan Anak Ed. 2. Jakarta:


EGC.David. (1994). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Kumar, Robbins Cotran. (1999). Buku Saku Robbins Dasar Patologi
Penyakit Ed. 5. Jakarta: EGC.
Markum, A. H. (1999). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Gaya

Baru.
Parlin.1991.Atresia Bilier. Jakarta: Ilmu Kesehatan Anak FK UI.
National Digestive Diseases Information Clearinghouse. 2012. Biliiary Atresia.Diakses
dari  http://digestive.niddk.nih.gov/ddiseases/pubs/atresia/BiliaryAtresia_508.pdf pada 10
November 2014
https://helda.helsinki.fi/bitstream/handle/10138/38267/lampela_dissertation.pdf?sequence=1
Hull, David. 2008. Dasar-Dasar Pediatri Ed. 3. Jakarta : EGC
Majalah Kedokteran Andalas, 2009. Vol.33. No.2
Mitchell (et al).2009.Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbin & Cotran. Ed.7.Jakarta:EGC
Pustaka.unpad.ac.id/wp-content/.../pustaka_unpad_atresia_biliaris.pdf di akses pada hari Sabtu
18 Oktober 2014 pukul 06.42
Richard N. Mitchell, et al. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Robbins & Cotran Ed. 7.Jakarta : EGC.
Shires,Schwartz. Spencer.2000.Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Ed.6. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai