Anda di halaman 1dari 31

RENCANA KEGIATAN

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK PADA PASIEN HALUSINASI


DI RUANG GATOTKACA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH
SURAKARTA

STASE KEPERAWATAN JIWA

Krisna Tri Haryono G1D014060


Firman Solpiyan G1D014054
Graytika Winahyu Kukuh P G1D014052
Layndo Dheanisa R G1D0140
Sri Aprina Siregar G1D0140
Devi Kurnia Sofia G1D0140
Cornella Priscke G1D0140

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PROFESI NERS
PURWOKERTO
2015
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
di bidang kesehatan sudah demikian pesatnya hingga berdampak pada sumber
daya manusia yang menuntut pelayanan prima. Bidang pelayanan kesehatan
psikiatri juga terus mengembangkan mutu pelayanan antara lain dengan
adanya berbagai terapi baik medis, modalitas, konseling, psikoterapeutik,
pendidikan kesehatan, perawatan berkelanjutan, perawatan mandiri Activity
Daily Living (ADL).
Terapi aktivitas kelompok merupakan terapi medik yang terarah bagi
pasien baik fisik maupun mental dengan mempergunakan aktivitas sebagai
media terapi. Terapi aktivitas kelompok memegang peranan penting dalam
proses penyembuhan klien dan meningkatkan mutu pelayanan. Melalui
aktivitas pasien diharapkan dapat berkomunikasi lebih baik untuk
mengekspresikan dirinya dan kemampuan pasien dapat diketahui secara baik
oleh terapis maupun oleh pasien itu sendiri.
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK): sosialisasi TAK adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial. Salah satu gangguan hubungan sosial pada pasien gangguan
jiwa adalah gangguan persepsi sensori. Pada pasien gangguan jiwa dengan
kasus Schizoprenia selalu diikuti dengan gangguan persepsi sensori;
halusinasi. Terjadinya halusinasi dapat menyebabkan klien menjadi menarik
diri terhadap lingkungan sosialnya, hanyut dengan kesendirian dan
halusinasinya sehingga semakin jauh dari sosialisasi dengan lingkungan
disekitarnya
Terapi aktivitas kelompok merupakan terapi medik pasien yang terarah
baik fisik maupun mental. Penyelenggaraan dan pelaksanaan terapi aktivitas
akan dilakukan di ruang Gatotkaca RSJD SURAKARTA dimana memiliki
kapasitas jumlah 40 tempat tidur dan jumlah total pasien saat ini adalah 28

1
2

orang dimana pasien yang mengalami gangguan persepsi halusinasi berjumlah


15 orang.
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada maka dilakukan terapi
aktivitas kelompok dengan cara menghardik, bercakap-cakap, melakukan
kegiatan terjadwal dan minum obat secara teratur.

B. Tujuan
Adapun tujuan dari dilaksanakannya terapi aktivitas kelompok ini
terbagi atas :
1. Tujuan Umum
Klien dapat menggunakan cara mengontrol halusinasi yang diberikan.
2. Tujuan Khusus
a. Klien dapat mempraktikan cara menghardik
b. Klien dapat mempraktikan cara bercakap-cakap dengan orang lain
c. Klien dapat mempraktikan aktivitas terjadwal
d. Klien dapat minum obat secara teratur sesuai lima benar.
3

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada
klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi sering diidentikkan dengan
Skizofrenia. Dari seluruh klien schizophrenia 70 % di antaranya mengalami
halusinasi.
Halusinasi adalah gangguan persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh/baik. Halusinasi merupakan
bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa
berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering
berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna.
Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau
yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau
bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap
dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan
seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap
halusinasi datang dari setiap tubuh atau di luar tubuhnya.
Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat
tiduran, ancaman dan lain-lain. Menurut May Durant Thomas (1991)
halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti
Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan
penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian
pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus
halusinasi.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi sindrom dengan variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya
(PPDGJ III, 2001). Gejala-gejala yang karakteristiknya meliputi proses
4

psikologik yang multipel dan dapat digolongkan kedalam: isi dan bentuk
pikir, persepsi, afek, insight, kemauan, hubungan dengan dunia luar, perilaku
psikomotorik.
Salah satu dari gejala pasien dengan skizofrenia adalah gangguan
persepsi. Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsang yang
datang dari luar dan rangsang dari luar itu dapat berupa rangsang penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecapan dan rabaan (taktil) atau dapat disebut
juga sebagai halusinasi. Pada pasien dengan skizofrenia dapat terjadi
berbagai bentuk halusinasi tetapi terutama adalah halusinasi pendengaran,
yang meliputi suara orang yang berasal dari luar kepalanya. Suara itu
mungkin sudah dikenal dan sering sebagai hinaan atau cacian secara tunggal
atau banyak.
Halusinasi terbagi atas 4 macam tingkatan, yang pertama adalah
halusinasi yang bersifat menyenangkan dan datang saat individu sendiri.
Kedua, halusinasi bersifat mencemooh, menjijikkan, mencela, mengutuk dan
menyalahkan. Ketiga, halusinasi sudah mulai memberi perintah, isi halusinasi
mungkin sangat menarik bagi individu dan individu merasa kesepian jika
suara tidak ada. Keempat, halusinasi bersifat mengancam individu jika
individu tidak mengikuti perintah (Intansari.N, 2004).

B. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang
berada dalam rentang respon neurobiology. Ini merupakan respon persepsi
paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu
mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi
yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu,
pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu
stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada. Diantara
kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena sesuatu hal
mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi
5

yang dilakukannya terhadap stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus
yang diterima.
Rentang respon (Harnawati, 2008):
Respon Adaptif Respon Maladaptif
Pikiran logis Distorsi pikiran gangguan piker/delusi
Persepsi akurat ilusi Halusinasi
Emosi konsisten dengan reaksi Sulit berespon emosi
emosi berlebihan
Berhubungan social Menarik diri

C. Klasifikasi
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
1) Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, terutama suara - suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau panorama yang luas
dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3) Halusinasi penghidu
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti darah, urine atau feses. Kadang terhirup bau harum.
Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan demensia.
4) Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.
6

5) Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.

D. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada
klien dengan gangguan jiwa seperti skizofrenia, depresi atau keadaan delirium,
demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan
substansi lainnya.
Halusinasi dapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik
dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek
samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik,
anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat
membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas.
Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu
pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan,
kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan.

E. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau
bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah,
melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari
pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa yang di lihat, di dengar
atau di rasakan).
Derajat Halusinasi :
1. Comforting (kecemasan level sedang, biasanya menyenangkan)
7

1.1. Karakteristik : pengalaman emosional yang kuat seperti kecemasan,


merasa sendiri, perasaan bersalah, kejahatan, dan ketakutan dan klien
mencoba fokus pada pikiran yang menyenangkan untuk membebaskan
dari nyeri. Klien mengenali bahwa pikiran dan pengalaman sensori bisa
dikontrol jika kecemasan diatur/dikendalikan.
1.2. Perilaku : tersenyum/tertawa sendiri, menggerakkan bibir tanpa ada suara
yang keluar, gerakan mata yang cepat, respon verbal yang sangat lambat,
diam dan linglung.
2. Condemning (kecemasan level berat, biasanya mengerikan)
2.1. Karakteristik : pengalaman sensori yang mengerikan dan menakutkan.
Dimulai dengan merasa kehilangan kontrol dan mencoba menjauh dari
sumber yang dapat dilihat. Klien mungkin merasa disulitkan dengan
pengalaman sensori itu dan menarik diri dari orang lain. Psikotik sedang.
2.2. Perilaku : peningkatan tanda-tanda vital (TD, RR, HR), perhatian
menyempit, linglung, kemungkinan tidak bisa membedakan antara
halusinasi dengan realitas.
3. Controlling (kecemasan level berat, sensory experience become
omnipotent)
3.1. Karakteristik : halusinator menimbulkan pertentangan, dan klien
mengalah. Ketika halusinasi mungkin akan, dan klien akan merasa
sendiri. Psikotik.
3.2. Perilaku : keringat dingin, tremor, tidak mampu mengikuti perintah, sulit
berhubungan dengan orang lain, perhatian hanya beberapa detik atau
menit.
4. Concuering (kecemasan level panik, generally becomes elaborate and
interwofen with delusion )
5. Karakteristik : pengalaman sensori mungkin mengancam, halusinasi akan
bertahan beberapa jam atau hari jika tidak mendapat intervensi terapeutik.
Psikotik berat.
6. Perilaku : panik, potensial bunuh diri, perilaku kekerasan, bingung,
menarik diri, kataton, tidak dapat mengikuti perintah yang kompleks,
tidak mampu mengikuti satu orang atau lebih.
8

F. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori
yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik,
fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga
yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari
dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi
yang lebih dari munculnya ke alam sadar. Bila input ini dilemahkan atau tidak
ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis,
maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa
dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa
halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious
dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai
realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus
eksterna.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien
disentuh atau dipegang. Pasien jangan diisolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien diberitahu. Pasien diberitahu tindakan yang akan di
lakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
9

persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di


berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada. Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi
serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
4. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan.
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugas lain agar tidak membiarkan
pasien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
6. Terapi medis pada pasien halusinasi chlorpromazine (CPZ) yang berwarna
orange diminum 3x sehari jam 7 pagi, 1 siang dan 7 malam. CPZ
berfungsi untuk menghilangkan suara-suara, Thrixyphenidyl (THP)
berwarna putih diminum 3x sehari berguna untuk membuat relaks dan
tidak kaku diminum jam 7 pagi, 1 siang dan 7 malam. Halloperidol
berwarna merah jambu diminum 3x sehari berfungsi untuk agar pikiran
tenang. Apabila suara sudah hilang obat tetap dikonsumsi agar tidak
10

kambuh lagi. Apabila obat habis konsultasi ke dokter untuk mendapatkan


obat.

H. Hubungan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) dengan Halusinasi


Pada pasien gangguan jiwa dengan kasus Skizofrenia selalu diikuti
dengan gangguan persepsi sensori; halusinasi. Terjadinya halusinasi dapat
menyebabkan klien menjadi menarik diri terhadap lingkungan sosialnya,
hanyut dengan kesendirian dan halusinasinya sehingga semakin jauh dari
sosialisasi dengan lingkungan disekitarnya.
Terapi Aktivitas Kelompol (TAK) atau sosialisasi TAK adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial. Salah satu gangguan hubungan sosial pada pasien gangguan
jiwa adalah gangguan persepsi sensori. Halusinasi adalah salah satu gejala
gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan sensori persepsi,
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,perabaan atau
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Dampak
dari halusinasi yang diderita klien diantaranya dapat menyebabkan klien tidak
mempunyai teman dan asyik dengan fikirannya sendiri. Salah satu
penanganannya yaitu dengan melakukan Terapi Aktivitas Kelompok yang
bertujuan untuk mengidentifikasi halusinasi dan mengontrol halusinasi yang
dialaminya.
Atas dasar tersebut, maka kami menganggap dengan Therapy Aktivitas
Kelompok (TAK) klien dengan gangguan persepsi sensori dapat tertolong
dalam hal mengontrol halusinasinya, sehingga diharapkan setelah pasien
mengikuti proses TAK halusinasi pasien dapat diminimalisir.
11

BAB III
RENCANA PELAKSANAAN TAK

A. Kriteria Pasien
Sesuai dengan teori pada terapi aktivitas kelompok menurut Stuart dan
Laraia (2001) jumlah anggota kelompok adalah 5-10 orang, maka jumlah klien
yang diambil pada terapi ini adalah 5 orang dengan kriteria inklusi dan
eksklusi sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
a. Klien yang dirawat di ruang Gatotkaca
b. Klien berusia 20-50 tahun
c. Klien telah berada pada tahap maintenance
d. Klien mengalami gangguan persepsi halusinasi
e. Klien tidak mengalami gangguan pendengaran atau tuna rungu dan
tuna wicara.

B. Terapis
1. Leader mampu memimpin acara dan dapat mengkoordinasi seluruh
kegiatan dari awal hingga akhir
2. Co- Leader membantu mengkoordinasi seluruh kegiatan.
3. Fasilitator membantu leader melaksanakan kegiatan dan bertanggung
jawab dalam antisipasi masalah dan memotivasi peserta dalam kegiatan.
4. Observer sebagai pengamat melaporkan hasil pengamatan kepada
kelompok yang berfungsi sebagai evaluator kelompok.

C. Persiapan alat
1. Jadwal kegiatan harian
2. Pulpen
3. Spidol dan whiteboard/papan tulis
12

D. Perencanaan waktu dan tempat kegiatan


1. Pelaksanaan
a) Hari/Tanggal : Senin 14 September 2015
b) Waktu : Pkl. 10.30 s.d selesai
c) Alokasi waktu : Perkenalan dan pengarahan (5 menit)
Terapi kelompok (20 menit)
Penutup (5 menit)
d) Tempat : Ruang Gatotkaca RSJD Surakarta
e) Jumlah klien : 5 orang

2. Tim Terapi
1) Leader : Firman Solpiyan., S.kep
2) Co Leader : Layndo Dheanisa Rahma., S.Kep
Uraian tugas :
a) Mengkoordinasi seluruh kegiatan
b) Memimpin jalannya terapi kelompok
c) Memimpin diskusi

3) Observer : Cornella Priscke S., S.Kep


Uraian tugas :
a) Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan waktu,
tempat dan jalannya acara
b) Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua anggota
kelompok dengan evaluasi kelompok

4) Fasilitator :
Krinsa Tri Haryono., S.Kep
Graytika Winahyu Kukuh Panggagas., S.Kep
Devi Kurnia Sofia., S.Kep
Sri Aprina Siregar., S.Kep
13

Uraian tugas :
a) Memotivasi peserta dalam aktivitas kelompok
b) Memotivasi anggota dalam ekspresi perasaan setelah kegiatan
c) Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk
melaksanakan kegiatan
d) Membimbing kelompok selama permainan diskusi
e) Membantu leader dalam melaksanakan kegiatan
f) Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah

E. Setting Tempat

Keterangan:

: Leader

: Co Leader

: Observer

: Klien

: Fasilitator

1. Terapis dan klien duduk bersama membentuk lingkaran


2. Leader dan Co-Leader berada di tengah-tengah klien, fasilitator berada
diantara klien dan observer berada di luar lingkaran
3. Ruangan nyaman dan tenang
14

F. Metode dan Media


a) Media
1. Handphone
2. Bola kecil
3. Spidol
4. Kertas HVS
5. Pengeras suara
b) Metode
1. Bermain peran atau demonstrasi SP pada halusinasi
2. Diskusi dan Tanya jawab

G. Proses Pelaksanaan
Sesi I : Mengenal Halusinasi
a. Salam terapeutik kepada klien
1) Perkenalan nama lengkap dan nama panggilan semua struktur
(beri papan nama)
2) Menanyakan nama lengkap dan nama panggilan dari semua klien
(beri papan nama)
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
c. Kontrak
1) Leader menjelaskan tujuan kegiatan yang akan dilaksanakan
yaitu mengenal suara-suara yang didengar
2) Leader menjelaskan aturan main
3) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok harus minta
izin kepada leader
4) Lama kegiatan 45 menit
5) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
d. Tahap kerja
1) Leader menjelaskan kegiatan yang akan dilakukan yaitu
mengenal suara-suara yang didengar (halusinasi) tentang isinya,
15

waktu terjadinya, situasi yang membuat terjadi dan perasaan


klien pada saat halusinasi muncul
2) Leader meminta klien menceritakan isi halusinasi, waktu
terjadinya, situasi yang membuat terjadi dan perasaan klien saat
terjadi halusinasi. Hasilnya ditulis di whiteboard
3) Beri pujian pada klien yang melakukan dengan baik
4) Simpulkan isi, waktu terjadi, situasi pada saat terjadi dan
perasaan klien dari suara yang biasa didengar
e. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
b) Leader memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
2) Tindak Lanjut
Leader meminta untuk melaporkan isi, waktu, situasi dan
perasaan jika halusinasi muncul
3) Kontrak yang akan datang
a) Menyepakati TAK yang akan datang: cara mengontrol
halusinasi
b) Menyepakati waktu dan tempat
f. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Sesi I TAK Stimulasi Persepsi Sensori (Halusinasi)
Kemampuan Personal/Halusinasi
Menyebut Menyebut
Menyebutkan
Nama Menyebut Isi Situasi Perasaan
No Waktu terjadi
Klien Halusinasi Halusinasi saat
Halusinasi
Muncul berhalusinasi

Petunjuk:
a. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama
16

b. Untuk setiap klien beri penilaian kemampuan mengenal halusinasi : isi, waktu,
situasi dan perasaan saat halusinasi muncul. Beri tanda (√) jika klien mampu
dan berikan tanda X jika klien tidak mampu.
2. Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan proses
keperawatan setiap klien. Anjurkan klien mengidentifikasi halusinasi yang
timbul dan menyampaikan kepada perawat.

Sesi II: Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik


a. Tujuan
1. Klien dapat menjelaskan cara yang selama ini dilakukan untuk mengatasi
halusinasi
2. Klien dapat memahami cara menghardik halusinasi
3. Klien dapat memperagakan cara menghardik halusinasi
b. Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi I
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam terapeutik
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Orientasi
1) Leader menanyakan perasaan klien saat ini
2) Leader menanyakan pengalaman halusinasi yang terjadi: isi, waktu,
situasi dan perasaan
c. Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan: latihan cara mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik
d. Menjelaskan aturan main
1) Jika ada yang ingin meninggalkan kelompok harus meminta izin
kepada leader.
17

2) Lama kegiatan 45 menit


3) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

3. Tahap kerja
a. Leader meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat
mengalami halusinasi dan bagaimana hasilnya . Ulangi sampai semua
pasien mendapat giliran
b. Berikan pujian setiap klien selesai bercerita
c. Leader menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik
halusinasi pada saat halusinasi muncul
d. Leader memperagakan cara menghardik halusinasi yaitu:
”Pergi pergi jangan ganggu saya, kamu suara palsu...”
e. Leader meminta masing-masing klien memperagakan cara
menghardik halusinasi
f. Leader memberikan pujian dan mengajak semua klien bertepuk
tangan setiap klien memperagakan menghardik halusinasi
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Leader memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak Lanjut
1) Leader mengajarkan klien untuk menerapkan cara yang telah
dipelajari jika halusinasi muncul
2) Memasukkan kegiatan menghardik ke dalam jadwal kegiatan
harian klien
3) Kontrak yang akan datang
4) Leader membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya
yaitu cara mengontrol halusinasi dengan melakukan bercakap-
cakap dengan orang lain
5) Leader membuat kesepakatan waktu dan tempat TAK berikutnya
18

c. Evaluasi dan Dokumentasi


1. Evaluasi
Sesi II: Stimulasi Persepsi Sensori (Halusinasi)
Kemampuan Menghardik Halusinasi

No Aspek yang dinilai Nama Klien


1 Menyebutkan cara yang selama ini
digunakan untuk mengatasi
halusinasi
2 Menyebutkan efektivitas cara yang
digunakan
3 Menyebutkan cara mengatasi
halusinasi dengan menghardik
4 Memperagakan cara menghardik
halusinasi
Petunjuk :
a. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama
b. Untuk setiap klien beri penilaian kemampuan menyebutkan; cara yang
biasa digunakan untuk mengatasi halusinasi, efektifitas cara yang
digunakan, cara mengatasi halusinasi dengan menghardik dan
memperagakan cara menghardik halusinasi. Beri tanda √ jika klien
mampu dan berikan tanda X jika klien tidak mampu.

2. Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan
proses keperawatan setiap klien. Contoh: klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi sensori. Klien mampu memperagakan cara menghardik
halusinasi, anjurkan klien mengguanakannnya jika halusinasi muncul.
19

Sesi III: Mengontrol Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan Terjadwal


a. Tujuan
1. Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk mencegah
munculnya halusinasi
2. Klien dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah terjadinya
halusinasi
b. Seting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
c. Alat
1. Jadwal kegiatan harian
2. Pulpen
3. Spidol dan whiteboard/papan tulis/flipchart
d. Metode
1. Diskusi dan tanya jawab
2. Bermain peran/ simulasi dan latihan
e. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak klien yang telah mengikuti sesi 2
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi/ validasi
1) Terapis menyakan keadaan klien saat ini
2) Terapis menanyakan cara mengontrol halusinasi yang telah di
pelajari
3) Terapis menanyakan pengalaman klien menerapkan cara
menghardik halusinasi.
20

c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu terjadinya halisinasi
dengan melakukan kegiatan
2) Menjelaskan aturan main berikut
a. Jika ada klien ingin meninggalkan kelompok, harus meminta
ijin kepada terapis
b. Lama kegiatan 30 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap kerja
a. Terapis menjelaskan cara kedua yaitu melakukan kegiatan sehari-
hari. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang teratur akan
mencegah munculnya halusinasi.
b. Terapis meminta tiap-tiap klien menyampaikan kegiatan yang biasa
dilakukan sehari-hari dan tulis di whiteboard.
c. Terapis membagikan formulir jadwal kegiatan terapis menulis
formulir yang sama di whiteboard.
d. Terapis membimbing satu persatu klien untuk membuat jadwal
kegiatan, dari bangun pagi sampai tidur malam. Klien menggunakan
formulir dan terapis menggunakan whiteboard.
e. Terapis melatih klien memperagakan kegiatan yang telah disusun.
f. Berikan pujian dengan tepuk tangan bersama kepada klien yang
sudah selesai membuat jadwal kegiatan dan memperagakannya.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah selesai menyusun
jadwal kegiatan dan memperagakannya.
2) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut
1) Terapis menganjurkan klien melaksanakan 2 cara mengontrol
halusinasi, yaitu menghardik dan melakukan kegiatan.
2) Kontrak yang akan datang
21

3) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK


berikutnya, yaitu belajar mengontrol halusinasi dengan bercakap-
cakap.
4) Terapis membuat kesepakatan waktu dan tempat.
f. Evaluasi dan dokumentasi
1. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap
kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi persepsi sensori (halusinasi) sesi 3,
kemampuan yang diharapkan adalah klien melakukan kegiatan harian
untuk mencegah timbulmya haluasinasi.
Formulir evaluasi sebagai berikut.

SESI III TAK


STIMULASI PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI)
Kemampuan Mencegah Halusinasi dengan Melakukan Kegiatan
NO ASPEK YANG DINILAI NAMA KLIEN
1 Menyebutkan kegiatan yang
biasa dilakukan
2 Memperagakan kegiatan
yang biasa dilakukan
3 Menyusun jadwal kegiatan
harian
4 Menyebutkan 2 cara
mengontrol halusinasi
Petunjuk :
a. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien.
b. Untuk setiap klien beri penilaian atas kemampuan menyebutkan
kegiatan harian yang biasa dilakukan, memperagakan salah stau
kegiatan, menyusun jadwal kegiatan harian dan menyebutkan 2 cara
mencegah halusinasi, beri tanda √ jika klien mampu dan tanda X jika
klien tidak mampu.
22

2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki saat klien TAK. Pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi: halusinasi sesi III. Klien mampu memperagakan kegitan harian
dan menyusun jadwal. Anjurkan klien untuk melakukan kegiatan untuk
mencegah halusinasi.

Sesi IV: Mencegah Halusinasi dengan Bercakap-cakap


a. Tujuan
1. Klien memahami pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain untuk
mencegah munculnya halusinasi
2. Klien dapat bercakap-cakap dengan orang lain untuk mencegah halusinasi
b. Seting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
c. Alat
1. Spidol dan whiteboard/papan tulis
2. Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen
d. metode
1. Diskusi kelompok
2. Bermain peran/stimulasi
e. Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak klien yang telah mengikuti sesi III
b. Terapis membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi/ validasi
1) Menayakan perasaan klien saat ini
23

2) Menanyakan pengalaman klien setelah menerapkan dua cara yang


telah di pelajari {mengardik, menyibukkan diri dengan kegiatan
terarah} untuk mencegah halusinasi.
c. Kontrak
3) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap.
4) Terapis menjelaskan aturan main berikut
a. Jika ada klien ingin meninggalkan kelompok, harus meminta ijin
kepada terapis
b. Lama kegiatan 30 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap Kerja
a. Terapis menjelaskan pentingnya bercakap-cakap dengan orang lain
untuk mengontrol dan mencegah halusinasi
b. Terapis meminta tiap tiap klien untuk menyebutkan orang yang biasa
dan bisa diajak bercakap-cakap.
c. Terapis meminta tiap klien menyebutkan pokok pembicaraan yang
biasa dan bisa dilakukan
d. Terapis memperagakan cara bercakap-cakap jika halusinasi itu muncul
”suster ada suara di telinga saya pengen ngobrol sama suster saja”
e. Terapis meminta klien untuk memperagakan percakapan dengan orang
di sebelahnya
f. Berikan pujian atas keberhasilan klien
g. Ulangi e dan f sampai semua klien giliran.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah di
latih
3) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
24

b. Tindak lanjut
1) Menganjurkan klien menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi
yaitu menghardik, melakukan kegiatan harian dan bercakap-cakap.
2) Kontrak yang akan datang
3) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk TAK berikutnya,
yaitu belajar cara mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
4) Terapis menyepakati waktu dan tempat

c. Evaluasi dan dokumentasi


1. Evaluasi
Evaluasi di lakukan saat TAK berlangsung khusunya pada tahap
kerja.aspek yang dinilai adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK.
Formulir evaluasi sebagai berikut:

Sesi IV : TAK
Stimulasi persepsi: halusinasi
Kemampuan bercakap-cakap untuk mencegah halusinasi
NO Aspek yang dinilai Nama klien
1 Menyebutkan orang
yang diajak bicara
2 Memperagakan
percakapan
3 Menyebutkan tiga
cara mengontrol dan
mencegah halusinasi

Petunjuk :
a. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
b. Untuk setiap klien beri penilaian atas kemampuan menyebutkan orang
yang biasa diajak bicara, memperagakan percakapan, menyusun jadwal
25

kegiatan harian,dan menyebutkan 3 cara mencegah halusinasi, beri tanda


√ jika klien mampu dan tanda X jika klien tidsak mampu.

2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki saat klien TAK. Pada catatan
proses keperawatan tiap klien.contoh klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi: halusinasi sesi IV. Klien mampu memperagakan bercakap-cakap
dengan orang lain. Anjurkan klien untuk melakukan percakapan kepada
klien dan perawat untuk mencegah halusinasi.

Sesi V: Mengontrol Halusinasi dengan Patuh Minum Obat


a. Tujuan
1. Klien memahami pentingnya minum obat
2. Klien memahami akibat tidak minum obat
3. Klien dapat menyebutkan lima benar minum obat
b. Seting
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang.
c. Alat
1. Spidol dan whiteboard/papan tulis
2. Jadwal kegiatan harian klien dan pulpen
3. Beberapa contoh obat
d. Metode
1. Diskusi tanya jawab
2. Melengkapi jadwal harian
e. Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak klien yang telah mengikuti sesi IV
b. Terapis membuat kontrak dengan klien
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
26

2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis klien
2) Klien dan terapis pakai papan nama
b. Evaluasi/ validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi setelah
menggunakan tiga cara yang telah di pelajari{mengardik,
menyibukkan diri dengan kegiatan terarah dan bercakap-cakap}
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan
bercakap-cakap dan minum obat.
2) Terapis menjelaskan aturan main berikut
a. Jika ada klien ingin meninggalkan kelompok, harus meminta ijin
kepada terapis
b. Lama kegiatan 45 menit
c. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3. Tahap Kerja
a. Terapis menjelaskan untungnya patuh minum obat, yaitu
mencegah kambuh karena obat memberi perasaan tenang
b. Terapis menjelaskan kerugian bila tidak patuh minum obat.
c. Terapis meminta tiap klien menyampaikan obat yang dimakan dan
waktu memakannya. Buat daftar di whiteboard
d. Menjelaskan lima benar minum obat
e. Meminta klien untuk menyebutkan lima benar minum obat
f. Berikan pujian pada klien yang benar
g. Diskusikan perasaan klien sebelum minum obat (tulis di
whiteboard)
h. Diskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat
(whiteboard)
i. Menjelaskan keuntungan minum obat, yaitu salah satu cara
mencegah halusinasi/kambuh
27

j. Menjelaskan akibat/kerugian tidak minum obat,yaitu halusinasi


kambuh
k. Minta klien menyebutkan kembali keuntungan dan kerugian
minum atau tidak minum obat.
l. Berikan pujian bila benar.
4. Tahap Terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapis menanyakan TAK mengontrol halusinasi yang sudah
dilatih
3) Memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
b. Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan tiga cara mengontrol halusinasi
yaitu, menghardik, melakukan kegiatan harian dan bercakap-cakap
dan minum obat
c. Kontrak yang akan datang
1) Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk
mengontrol halusinasi
2) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan
indikasi klien.
f. Evaluasi dan Dokumentasi
1. Evaluasi
Evaluasi di lakukan saat TAK berlangsung khususnya pada tahap
kerja.aspek yang dinilai adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan
TAK.
Formulir evaluasi sebagai berikut:
28

Sesi V: TAK
Stimulasi persepsi : halusinasi
Kemampuan patuh minum obat untuk mencegah halusinasi

Menyebutkan
Menyebutkan 5 Menyebutkan
Nama akibat tidak
No benar cara minum keuntungan
Klien patuh minum
obat minum obat
obat
1
2
3
4
5
6
7
8

Petunjuk:
a. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien
b. Untuk setiap klien beri penilaian atas kemampuan menyebutkan 5 benar cara
minum obat, manfaat dan akibat tidak minum obat beri tanda √ jika klien
mampu dan tanda X jika klien tidak mampu.

2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki saat klien TAK. Pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh klien mengikuti TAK stimulasi
persepsi: halusinasi sesi V. Klien mampu menyebutkan 5 benar minum
obat, manfaat dan akibat bila tidak patuh minum obat. Anjurkan klien
minum obat dengan cara yang benar.
29

Stimulasi Persepsi: Halusinasi


Kemampuan menghardik halusinasi

Nama Klien
No Aspek yang Dinilai
1 2 3 4 5 6 7
1. Menyebutkan cara yang
selama ini digunakan untuk
mengatasi halusinasi
2. Memahami cara
menghardik halusinasi
3. Memperagakan
menghardik halusinasi
30

Daftar Pustaka

Kelliat.B A (2005) Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok. Jakarta : EGC.

Maslim. R (2003) Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ III. Jakarta : Bag. Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

Nurjannah I. (2004) Pedoman Penanganan pada Gangguan Jiwa. Yogyakarta :


Mocomedia.

Soekarto. A (1997) Psikiatri Klinik Ed.3. Yogyakarta : Bag. Ilmu Kedokteran


Jiwa FK.

Anda mungkin juga menyukai