Anda di halaman 1dari 24

METODOLOGI KEPERAWATAN

FAKTOR YANG BERUHUBUNGAN DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN HIV / AIDS PADA USIA
REMAJA / MUDA DI SMA- N 6 PADANG SELATAN SUMATERA BARAT TAHUN 2021

Disusun Oleh

Mutiara Sarmila Putri

19731

Politeknik Aisyiyah Sumatera Barat

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upaya preventif HIV/AIDS pada remaja merupakan masalah penting untuk diperhatikan
mengingat banyaknya masalah perilaku remaja yang semakin mendekati kerentanan terhadap
HIV/AIDS. Perilaku remaja saat ini cenderung terjadi penyimpangan pada masalah seksualitas, juga
penyalahgunaan NAPZA. Perilaku remaja yang seperti itu mampu mendekatkan remaja sebagai salah
satu faktor risiko penderita HIV/AIDS. Selain itu, remaja sering salah mempersepsikan tentang
informasi mengenai seks dari teman sebaya, film atau buku yang isinya jauh menyimpang dari nilai-
nilai etika dan moral, yang pada akhirnya dapat menyebabkan remaja terjerumus ke persoalan
seksualitas yang kompleks termasuk risiko penularan HIV/AIDS, oleh sebab itu salah satu aspek yang
penting dalam pencegahan HIV diarahkan pada kelompok remaja dan dewasa muda.

Kasus HIV-AIDS terus bertambah dan menyebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia.
Peningkatan kasus terutama terjadi pada kelompok beresiko tinggi, antara lain pekerja seks
komersial dan pengguna Napza dengan jarum suntik (IOU). Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan berbagai metode seperti wawancara mendalam, diskusi kelompok terfokus dan
obsentasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan HIV-AIDS semakin
meningkat terutama pada karakteristik tertentu. Berdasarkan jenis kelaminnya, kasus HIV-AIDS pada
perempuan cenderung meningkat. Bila dilihat dari kelompok umur, terjadi peningkatan kasus yang
cukup tajam pada kelompok umur produktifterutama pada kelompok umur 15-39 tahun. Dari
kelompok umur tersebut, yang lebih memprihatinkan adalah adanya peningkatan kasus pada
kelompok umur 15-19 tahun yang merupakan kelompok terbesar dalam piramida penduduk
Indonesia ini karena gaya hidup. Perkembangan epidemi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) di dunia telah menyebabkan HIV dan AIDS menjadi
masalah global dan semakin nyata menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Epidemi HIV
mengancam kesehatan dan kehidupan generasi penerus bangsa secara langsung membahayakan
perkembangan sosial dan ekonomi, serta keamanan negara. AIDS merupakan penyakit menular yang
disebabkan karena infeksi dengan virus yang disebut HIV. Virus ini menyerang dan menghancurkan
kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-Helper, sel yang membuat zat anti dalam tubuh.
HIV memperbanyak diri dalam sel limfosit yang diinfeksikannya dan merusak selsel
tersebut,sehingga mengakibatkanmenurunnya sistem kekebalan dan daya tahan tubuh. Virus ini
terdapat dalam darah dan air mani. Daya tahan tubuh yang melemah mengakibatkan timbulnya
penyakit oleh karena infeksi ataupun penyakit lain akan meningkat.

Di Indonesia perkembangan kasus HIV/AIDS sangat pesat dan sudah menyebar ke berbagai
wilayah, dari kota sampai ke desa. Temuan penting dalam dunia kedokteran untuk menekan
pengembangbiakan virus HIV adalah obat Antiretroviral (ARV) yang harus dikonsumsi secara teratur.
Perilakukepatuhan dalam berobat merupakan salah satu cara untuk mempertahankan agar ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS)dapat hidup lebih lama.Kedisiplinan dalam mengkonsumsikan obat ini
dapat membantu mempertahankan konsistensi efektifitas ARV dalam tubuh penderita sehingga
resistensi tidak terjadi dan memperlambat berkembangnya virus dalam tubuh. ARV memang tidak
bisa mematikan virus HIV di dalam tubuh, tetapi dapat menekan pengembang biakan virus tersebut.
Masalah penyakit HIV/AIDS di ibaratkan seperti fenomena gunung es, dimana yang tampak
hanyalah puncaknya saja. Sama halnya dengan penyakit HIV/AIDS yang tampak hanyalah kasus yang
dilaporkan saja. Untuk pencegahan penyakit HIV/AIDS ini Millennium Development Goals (MDGs)
memiliki tujuan untuk memerangi HIV/AIDS pada tujuan keenamnya dengan salah satu indikatornya
adalah “penggunaan kondom pada hubungan seks risiko tinggi dan penggunaan kondom sebagai alat
kontrasepsi dengan meningkatkan cakupan pengetahuan komprehensif mengenai HIV/AIDS pada
kelompok umur 12-24 tahun”.

Perkembangan epidemi HIV (Human Immunodeficiency Virus) dan AIDS (Acquired Immune
Deficiency Syndrome) di dunia telah menyebabkan HIV dan AIDS menjadi masalah global dan
semakin nyata menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Epidemi HIV mengancam
kesehatan dan kehidupan generasi penerus bangsa secara langsung membahayakan perkembangan
sosial dan ekonomi, serta keamanan negara. AIDS merupakan penyakit menular yang disebabkan
karena infeksi dengan virus yang disebut HIV. Virus ini menyerang dan menghancurkan kelompok
sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T-Helper, sel yang membuat zat anti dalam tubuh. HIV
memperbanyak diri dalam sel limfosit yang diinfeksikannya dan merusak selsel tersebut,sehingga
mengakibatkanmenurunnya sistem kekebalan dan daya tahan tubuh. Virus ini terdapat dalam darah
dan air mani. Daya tahan tubuh yang melemah mengakibatkan timbulnya penyakit oleh karena
infeksi ataupun penyakit lain akan meningkat.

Di Indonesia perkembangan kasus HIV/AIDS sangat pesat dan sudah menyebar ke berbagai
wilayah, dari kota sampai ke desa. Temuan penting dalam dunia kedokteran untuk menekan
pengembangbiakan virus HIV adalah obat Antiretroviral (ARV) yang harus dikonsumsi secara teratur.
Perilakukepatuhan dalam berobat merupakan salah satu cara untuk mempertahankan agar ODHA
(Orang Dengan HIV/AIDS)dapat hidup lebih lama.Kedisiplinan dalam mengkonsumsikan obat ini
dapat membantu mempertahankan konsistensi efektifitas ARV dalam tubuh penderita sehingga
resistensi tidak terjadi dan memperlambat berkembangnya virus dalam tubuh. ARV memang tidak
bisa mematikan virus HIV di dalam tubuh, tetapi dapat menekan pengembang biakan virus tersebut.

Masalah penyakit HIV/AIDS di ibaratkan seperti fenomena gunung es, dimana yang tampak
hanyalah puncaknya saja. Sama halnya dengan penyakit HIV/AIDS yang tampak hanyalah kasus yang
dilaporkan saja. Untuk pencegahan penyakit HIV/AIDS ini Millennium Development Goals (MDGs)
memiliki tujuan untuk memerangi HIV/AIDS pada tujuan keenamnya dengan salah satu indikatornya
adalah “penggunaan kondom pada hubungan seks risiko tinggi dan penggunaan kondom sebagai alat
kontrasepsi dengan meningkatkan cakupan pengetahuan komprehensif mengenai HIV/AIDS pada
kelompok umur 12-24 tahun”.

Upaya pemerintah untuk menghindarai penyebaran dan penularan HIV/AIDS belum tercapai
secara maksimal, sehingga upaya pemerintah berlanjut pada Indicator Sustainable Development
Goals (SDGs), dalam tujuan ketiganya yang memiliki tujuan salah satunya yaitu: “Pastikan hidup
sehat dan mempromosikan kesejahteraan untuk semua di segala usia”. Dalam SDGs memiliki tujuan
dengan target tahun 2019 prevalensi HIV/AIDS dari 0,46% menjadi <0,5% dan persentase angka
kasus HIV yang diobati dari 42% menjadi 55% serta cakupan tindakan intervensi untuk pengguna zat
tertentu seperti narkotika dan alkohol dari 16,5% jadi 50%. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013
menyebutkan, setelah tiga tahun berturut-turut (2010-2012) jumlah kasus HIV cukup stabil, tapi
perkembangan “jumlah kasus baru HIV positif pada tahun 2013 kembali mengalami peningkatan
secara signifikan, dengan kenaikan mencapai 35% dibanding tahun 2012”. Serta mengalami
peningkatan kembali pada tahun 2014.

Berdasarkan data Profil Kesehatan RI, jumlah kasus HIV positif pada tahun 2012 sebanyak
21.511 kasus, meningkat 34,9% pada tahun 2013 (29.037 kasus), serta pada tahun 2014 meningkat
lagi 12,36% (32.711 kasus), dan tahun 2015 sebanyak 30.935 kasus dengan penurunan 5,42%.
Presentase kumulatif infeksi HIV tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-24 tahun 4.871 kasus
(17%), umur 25- 49 tahun 21.810 (69%) dan kelompok umur diatas 50 tahun 2.002 kasus (7%).
Laporan kasus AIDS yang didapatkan sampai tahun 2015, terjadi peningkatan 7.8% pada tahun 2013,
dan terjadi penurunan pada tahun berikutnya. Kasus AIDS pada tahun 2012 (10.659 kasus),
meningkat 7,8% pada tahun 2013 (11.493 kasus), menurun 31,4% pada tahun 2014 (7.875 kasus)
dan pada tahun 2015 terjadi penurunan lagi 22,7% (6.081 kasus). Dengan kelompok umur 20-29
tahun 27,9% kasus, 30-39 tahun 37,3% kasus, 40-49 tahun 18,8% kasus dan diatas 60 tahun 2%
kasus. Berdasarkan data yang ada sepuluh provinsi terbanyak kasus AIDS tertinggi diurutan pertama
yaitu Bali (955 kasus), diikuti Bengkulu (586 kasus), Gorontalo (212 kasus), DKI Jakarta (171 kasus),
Bangka Belitung (152 kasus), Sumatera Selatan (120 kasus), Papua (119 kasus), NTT (112 kasus),
Sumbar (97 kasus), dan Sulawesi Selatan (92 kasus). Angka kematian akibat AIDS di Indonesia
berdasarkan laporan yang ada, pada tahun 2012 (2.072 kasus), tahun 2013 (1.481 kasus), tahun 2014
(956 kasus) dan pada tahun 2015 (610 kasus) yang di laporkan. Dengan kelompok umur 15-19 tahun
209 kasus, umur 20-29 tahun 3.877 kasus.

Data Profil Kesehatan Indonesia melaporkan di mana Sumbar berada di posisi kesembilan
kasus AIDS tertinggi. Berdasarkan data yang ada di dapatkan pada tahun 2012 terdapat 924 kasus
HIV/AIDS di Sumbar dimana 122 orang HIV positif dan 802 AIDS dan yang meninggal 123 orang. Pada
tahun 2014 didapatkan sebanyak 240 kasus baru AIDS dan meninggal 20 orang dan tahun 2015
meningkat 35,78% dengan 61 kasus dan kematian meningkat 54% dengan 11 orang, dan untuk
tahun 2015 terjadi penurunan kasus HIV 5,63% dengan 213 kasus, AIDS menurun 17,28% dengan 81
kasus dan kematian didapatkan 4 orang. Di mana untuk tahun 2015 kasus HIV positif banyak
ditemukan di Puskesmas Seberang Padang dengan 30 kasus. Untuk Kota Padang kelompok umur
yang tertular HIV pada umur kurang dari 4 tahun 11 orang, 5-14 tahun 5 orang, 15-19 tahun
sebanyak 6 orang, umur 20-24 tahun 39 orang, umur 25-49 tahun 151 orang dan diatas 50 tahun
sebanyak 13 orang.

HIV/AIDS telah memaksa kita untuk meninjau kembali pola perilaku seksual kita dan
mengambil sikap bertanggung jawab dalam interaksi seks kita lebih dari waktu-waktu sebelum
wabah HIV/AIDS ini mulai melanda kita. Upaya-upaya pencegahan umumnya difokuskan agar orang
mengetahui tentang HIV/AIDS. Bagaimana perilaku remaja kita termasuk pelajar SMA sudah banyak
diteliti secara luas. Sebagai bahan pemikiran kita dapat merenungkan situasi perilaku beresiko
remaja saat kini. Seperti yang dikemukan oleh Rohmati dalam presentasinya di Prosiding APHC
dimana UNODC (United Nation Office on Drugs and Crime) menyatakan bahwa diperkirakan sekitar
3,7 juta sampai 4,7 juta orang pengguna narkoba di Indonesia dan 61,9% di antaranya adalah remaja
SMA serta mencatat bahwa terjadi peningkatan prevalensi HIV/AIDS di Indonesia.

Pada presentasi di Prosiding APHC oleh Yuli Amran juga mengemukan hasil penelitiannya
yaitu dari 916 orang remaja SMP di Kota Padang tahun 2014 didapatkan 6,0% pernah berciuman
bibir, dan 1,7% pernah melakukan hubungan seksual. Dari total sampel juga diketahui 7,9% (72
orang) mengatakan memiliki teman yang pernah melakukan hubungan seksual, 61% remaja memiliki
pengetahuan yang rendah tentang kesehatan reproduksi. Sebanyak 68,2% remaja tidak tahu wadah
atau tempat bagi mereka untuk remaja memperoleh informasi mengenai program kesehatan
reproduksi remaja (KRR)

Berdasarkan data yang ada pada tahun 2013 pengguna napza diperkirakan sekitar 5 juta
orang atau 2,8% dari total penduduk Indonesia. Untuk pengguna napza pada remaja yang berusia
12-21 tahun ditaksir sekitar 14.000 orang dari jumlah remaja di Indonesia sekitar 70 juta orang.
Sedangkan di Sumbar penyalahgunaan narkoba terus meningkat tiap tahunnya dari tahun 2014-
2015. Data yang didapatkan pada tahun 2014 terdapat 389 kasus, kasus ini didominasi oleh usia 30
tahun keatas 242 kasus, remaja 16-19 tahun 34 kasus, usia 20-29 tahun 225 kasus. Pada tahun 2015
meningkat jadi 626 kasus, kasus ini didominasi oleh usia 30 tahun keatas 426 kasus, remaja 16-19
tahun 67 kasus, usia 20-29 tahun dapat ditekan menjadi 33 kasus.

Kota Padang di daerah Kecamatan Padang Selatan dari informasi yang didapatkan banyak
perilaku berisiko yang dilakukan oleh remaja. Sepertiyang banyak diberitakan yang diantaranya,
Satpol PP Kota Padang pada tanggal 22 Februari 2016 lalu melakukan razia di daerah Kecamatan
Padang Selatan yang berhasil menertibkan beberapa pelajar SMA negeri di kawasan Mata Air yang
bolos saat jam pelajaran.(11) Berita lain dari Padang Ekspres pada tanggal 27 Februari 2016 di mana
kasus prostitusi di Padang tidak lagi di tataran mahasiswa saja, tapi telah melibatkan pelajar SMA
juga. Polda Sumbar berhasil membongkar sindikat prostitusi yang diduga melibatkan sejumlah
pelajar SMA di salah satu hotel berbintang di kawasan Jalan MH.Thamrin Kecamatan Padang Selatan,
di mana tertangkap 3 mucikari dan 7 PSK yang diantaranya adalah pelajar SMA. Serta pada tanggal 1
Maret 2016 berita menghebohkan adanya kawin sejenis atau LGBT (lesbian, gay, biseksual dan
transgender) di Kota Padang serta disusul dengan berita terbongkar sindikat prostitusi anak di
bawah umur di Kota Padang dengan hasil penangkapan dari 7 PSK 5 orang diantaranya adalah
pelajar dan selebihnya mahasiswa. Berita lain pada tanggal 3 Maret 2016 juga diberitakan
penangkapan di Wisma Mutiara di Jalan Pulau Karam yang berada di Kecamatan Padang Selatan
juga. Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurul Prihastita dalam skripsinya yang
berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Pencegahan HIV/AIDS Oleh Pelajar
SMA-N 8 Padang Tahun 2012” menunjukan “bahwa dari 90 jumlah responden didapatkan responden
berpengetahuan rendah (32,2%), bersikap negatif (31,1%), peran orang tua ( 38,9%), peran teman
sebaya (13,3%)”. Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat
pengetahuan, sikap, peran orang tua, dan peran teman sebaya dengan tindakan pencegahan
HIV/AIDS. Berdasarkan kejadian perilaku berisiko yang banyak terjadi yang diiringi kasus HIV/AIDS
yang semakin meningkat di Kota Padang dan dari penelitian yang telahterdapat 191 kasus baru AIDS.
Data Profil Kesehatan RI 2015 jumlah kasus HIV di Sumbar 243 kasus yang terbanyak di Kota Padang
dengan 205 kasus, Bukittinggi 25 kasus, dan Payakumbuh 9 kasus. Jumlah kumulatif AIDS sampai
tahun 2015 di Sumbar yaitu 1.192 kasus dengan yang terbanyak di Kota Padang 557 kasus,
Bukittinggi 214 kasus, dan Kabupaten Agam 77 kasus.

Berdasarkan data yang ada, kasus HIV/AIDS di Kota Padang meningkat tiap tahunnya
terbukti dengan laporan tahunan yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kota Padang yaitu pada
tahun 2012 ditemukan 33 kasus HIV dan 42 AIDS serta meninggal 3 orang. Tahun 2013 kasus HIV
meningkat 79,87% dengan 164 kasus dan AIDS meningkat 31,14% dengan 61 kasus serta kematian
akibat AIDS meningkat 40% dengan 5 orang. Pada tahun 2014 terjadi peningkatan kasus HIV 27,11%
dengan 225 kasus, AIDS

meningkat 35,78% dengan 61 kasus dan kematian meningkat 54% dengan 11 orang, dan
untuk tahun 2015 terjadi penurunan kasus HIV 5,63% dengan 213 kasus, AIDS menurun 17,28%
dengan 81 kasus dan kematian didapatkan 4 orang. Di mana untuk tahun 2015 kasus HIV positif
banyak ditemukan di Puskesmas Seberang Padang dengan 30 kasus. Untuk Kota Padang kelompok
umur yang tertular HIV pada umur kurang dari 4 tahun 11 orang, 5-14 tahun 5 orang, 15-19 tahun
sebanyak 6 orang, umur 20-24 tahun 39 orang, umur 25-49 tahun 151 orang dan diatas 50 tahun
sebanyak 13 orang.

HIV/AIDS telah memaksa kita untuk meninjau kembali pola perilaku seksual kita dan
mengambil sikap bertanggung jawab dalam interaksi seks kita lebih dari waktu-waktu sebelum
wabah HIV/AIDS ini mulai melanda kita. Upaya-upaya pencegahan umumnya difokuskan agar orang
mengetahui tentang HIV/AIDS. Bagaimana perilaku remaja kita termasuk pelajar SMA sudah banyak
diteliti secara luas. Sebagai bahan pemikiran kita dapat merenungkan situasi perilaku beresiko
remaja saat kini. Seperti yang dikemukan oleh Rohmati dalam presentasinya di Prosiding APHC
dimana UNODC (United Nation Office on Drugs and Crime) menyatakan bahwa diperkirakan sekitar
3,7 juta sampai 4,7 juta orang pengguna narkoba di Indonesia dan 61,9% di antaranya adalah remaja
SMA serta mencatat bahwa terjadi peningkatan prevalensi HIV/AIDS di Indonesia.

Pada presentasi di Prosiding APHC oleh Yuli Amran juga mengemukan hasil penelitiannya
yaitu dari 916 orang remaja SMP di Kota Padang tahun 2014 didapatkan 6,0% pernah berciuman
bibir, dan 1,7% pernah melakukan hubungan seksual. Dari total sampel juga diketahui 7,9% (72
orang) mengatakan memiliki teman yang pernah melakukan hubungan seksual, 61% remaja memiliki
pengetahuan yang rendah tentang kesehatan reproduksi. Sebanyak 68,2% remaja tidak tahu wadah
atau tempat bagi mereka untuk remaja memperoleh informasi mengenai program kesehatan
reproduksi remaja (KRR)

Berdasarkan data yang ada pada tahun 2013 pengguna napza diperkirakan sekitar 5 juta
orang atau 2,8% dari total penduduk Indonesia. Untuk pengguna napza pada remaja yang berusia
12-21 tahun ditaksir sekitar 14.000 orang dari jumlah remaja di Indonesia sekitar 70 juta orang.
Sedangkan di Sumbar penyalahgunaan narkoba terus meningkat tiap tahunnya dari tahun 2014-
2015. Data yang didapatkan pada tahun 2014 terdapat 389 kasus, kasus ini didominasi oleh usia 30
tahun keatas 242 kasus, remaja 16-19 tahun 34 kasus, usia 20-29 tahun 225 kasus. Pada tahun 2015
meningkat jadi 626 kasus, kasus ini didominasi oleh usia 30 tahun keatas 426 kasus, remaja 16-19
tahun 67 kasus, usia 20-29 tahun dapat ditekan menjadi 33 kasus.

Kota Padang di daerah Kecamatan Padang Selatan dari informasi yang didapatkan banyak
perilaku berisiko yang dilakukan oleh remaja. Sepertiyang banyak diberitakan yang diantaranya,
Satpol PP Kota Padang pada tanggal 22 Februari 2016 lalu melakukan razia di daerah Kecamatan
Padang Selatan yang berhasil menertibkan beberapa pelajar SMA negeri di kawasan Mata Air yang
bolos saat jam pelajaran.(11) Berita lain dari Padang Ekspres pada tanggal 27 Februari 2016 di mana
kasus prostitusi di Padang tidak lagi di tataran mahasiswa saja, tapi telah melibatkan pelajar SMA
juga. Polda Sumbar berhasil membongkar sindikat prostitusi yang diduga melibatkan sejumlah
pelajar SMA di salah satu hotel berbintang di kawasan Jalan MH.Thamrin Kecamatan Padang Selatan,
di mana tertangkap 3 mucikari dan 7 PSK yang diantaranya adalah pelajar SMA. Serta pada tanggal 1
Maret 2016 berita menghebohkan adanya kawin sejenis atau LGBT (lesbian, gay, biseksual dan
transgender) di Kota Padang serta disusul dengan berita terbongkar sindikat prostitusi anak di
bawah umur di Kota Padang dengan hasil penangkapan dari 7 PSK 5 orang diantaranya adalah
pelajar dan selebihnya mahasiswa. Berita lain pada tanggal 3 Maret 2016 juga diberitakan
penangkapan di Wisma Mutiara di Jalan Pulau Karam yang berada di Kecamatan Padang Selatan
juga.

Daerah Kecamatan Padang Selatan terdapat beberapa sekolah SMA. Di mana sekolah-
sekolah tersebut termasuk kawasan dari Puskesmas Seberang Padang yang terdapat 30 kasus HIV
positif dan kejadian prostitusi dibawah umur yang sedang banyak terjadi. Dari survey awal yang
peneliti lakukan pada 10 pelajar di beberapa SMA di Kecamatan Padang Selatan di dapatkan di SMA-
N 6 yang memiliki pengetahuan rendah dan sikap negative terhadap HIV/AIDS, dari 10 pelajar di
dapatkan 3 orang yang masih berpengetahuan rendah dan 5 orang yang bersikap negative terhadap
HIV/AIDS serta 5 orang berperilaku berisiko. Teori yang di kemukan oleh Green (2012) pada faktor
predisposisi, pengetahuan dan sikap menentukan pembentukan perilaku seseorang. Pengetahuan
dan sikap yang dilakukan oleh remaja akan menimbulkan perubahan perilaku pada diri remaja,
sehingga jika remaja memiliki pengetahuan rendah dan sikap yang negative pada penyakit HIV/AIDS
maka yang ditakutkan remaja tersebut akan terjerumus kepada perilaku berisiko.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nurul Prihastita dalam skripsinya yang
berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Pencegahan HIV/AIDS Oleh Pelajar
SMA-N 8 Padang Tahun 2012” menunjukan “bahwa dari 90 jumlah responden didapatkan responden
berpengetahuan rendah (32,2%), bersikap negatif (31,1%), peran orang tua ( 38,9%), peran teman
sebaya (13,3%)”. Peneliti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat
pengetahuan, sikap, peran orang tua, dan peran teman sebaya dengan tindakan pencegahan
HIV/AIDS. Berdasarkan kejadian perilaku berisiko yang banyak terjadi yang diiringi kasus HIV/AIDS
yang semakin meningkat di Kota Padang dan dari penelitian yang telah banyak dilakukan maka
penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan
Perilaku Berisiko Penyakit HIV/AIDS Pada Remaja Di SMA-N 6 Kecamatan Padang Selatan Kota
Padang Tahun 2016” .

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gutumo & Udiati, ditemukan bahwa 76,25% dari 400
orang responden menyatakan telah mengetahui atau memiliki pengetahuan tentang AIDS, baik
diperoleh dengan cara mengikuti penyuluhan, membaca koran, mendengarkan siaran TV atau radio,
internet maupun cara lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok masyarakat tersebut cukup
aktif dalam usaha mengetahui lebih banyak dan menghindari bahaya HIV/AIDS.

Media massa/informasi adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber
kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat – alat komunikasi mekanik seperti televisi,
radio, film dan surat kabar, internet atau majalah. Karakteristik media massa adalah : 1). Bersifat
melembaga artinya pihak yang mengelola media massa terdiri dari banyak orang, yakni mulai dari
pengumpul pengelola sampai penyaji informasi; 2). Bersifat satu arah artinya komunikasi yang
dilakukan kurang memungkinkan terjadinya dialog antara pengirim dan penerima pesan; 3). Meluas
dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena memiliki kecepatan; 4).
Memakai peralatan teknis dan mekanis, seperti internet, televisi, radio dan surat kabar dan
semacamnya, dan; 5). Bersifat terbuka artinya pesan dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja
tanpa mngenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.

Teori menyatakan dukungan teman sebaya menjadi salah satu motivasi dan pembentukam
identitas diri seorang remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama saat dia menjalin asmara
dengan lawan jenis. Penelitian yang dilakukan Rizali dan Piliang untuk pelajar SMU dan SMK bahwa
pengetahuan seks dan AIDS, 63% didapat dari teman sebaya dan kelompok remajanya
ketidaktahuan remaja pelajar tentang AIDS, siklus dan reproduksi sehat serta penyakit menular
seksual adalah akibat informasi yang sering salah disamping adanya pergeseran nilai dan perilaku
seks ke arah seks bebas terutama di kalangan generasi muda.

1.2 Rumusan Masalah

Faktor apa saja Yang Berhubungan Dengan Tindakan Pencegahan HIV/AIDS

Pada Usia Remaja / Muda. ?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui apa saja faktor yang berhubungan dengan tindakan pencehan HIV/AIDS
pada usia remaja / muda.

1.3.3. Tujuan Khusus

1.2.2.1 Untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor pengetahuan pada usia remaja di SMA
N 6 Padang tahun 2021.

1.2.2.2 Untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor teman sebaya pada usia remaja di SMA
N 6 Padang tahun 2021.

1.2.2.3 Untuk mengetahui distribusi frekuensi faktor media masa / informasi pada usia
remaja di SMA N 6 Padang tahun 2021.

1.3.3.4 Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan tindakan pencegahan HIV / AIDS
pada usia remaja di SMA N 6 Padang 2021.

1.3.3.5 Untuk mengetahui hubungan teman sebaya dengan tindakan pencegahan HIV / AIDS
pada usia remaja di SMA N 6 Padang 2021.

1.3.3.6 Untuk mengetahui hubungan media masa / informasi dengan tindakan pencegahan
HIV /AIDS pada usia remaja di SMA N 6 Padang 2021.
1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan Sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya dalam
pengembangan ilmu kesehatan masyarakat.

1.4.2 Bagi Institusi Kesehatan Sebagai bahan informasi dan umpan balik dalam rangka
pelaksanaan tindakan pencegahan HIV/AIDS khususnya di kalangan remaja.

1.4.3 Bagi Remaja Sebagai informasi dan menambah pengetahuan remaja tentang bahaya
HIV/AIDS, serta tindakan pencegahan HIV/AIDS.

1.4.4 Bagi Peneliti Untuk menambah wawasan dan meningkatkan pengetahuan peneliti
tentang permasalahan kesehatan reproduksi yang ada khususnya tentang masalah tindakan
pencegahan HIV/AIDS.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Pengertian HIV/AIDS


2.1.1 Pengertian HIV / AIDS
HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Orang yang mengidap HIV positif atau pengidap HIV. Orang yang
telah terinfeksi HIV dalam beberapa tahun pertama belum menunjukkan gejala apapun, secara fisik
kelihatan tidak berbeda dengan orang lain. Namun, dia sudah bisa menularkan HIV pada orang lain.
AIDS adalah singkatan dari Acquired Immunedeficiency Syndrome. Syndrome dalam bahasa
Indonesia adalah sindroma yang berarti kumpulan gejala penyakit. Deficiency dalam bahasa
Indonesia adalah kekurangan. Immune berarti kekebalan tubuh, sedangkan aquired berarti
diperoleh atau didapat. Dalam hal ini, “diperoleh” mempunyai pengertian bahwa AIDS bukan
penyakit keturunan, tetapi karena ia terinfeksi virus penyebab AIDS. Dengan demikian, AIDS dapat
diartikan sebagai sekumpulan gejala penyakit akibat hilangnya/ menurunnya sistem kekebalan
tubuh. AIDS merupakan fase terminal (akhir) dari infeksi HIV.
ODHA adalah singkatan dari Orang Dengan HIV/AIDS, sebagai pengganti istilah penderita
yang mengarah pada pengertian bahwa orang tersebut secara positif didiagnosa terinfeksi HIV. HIV
adalah virus penyebab AIDS yang menyerang sistem kekebalan tubuh (Diane, 2002:1). Fungsi dari
sistem kekebalan tubuh itu sendiri sangat vital karena melindungi terhadap segala penyakit. Bila
sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi dengan baik atau dirusak oleh virus maka akan berakibat
kematian.Secara terusmenerus HIV memperlemah sistem kekebalan tubuh dengan cara menyerang
dan menghancurkan kelompok sel-sel darah putih tertentu yaitu sel T- helper, sel yang membuat zat
anti dalam tubuh.HIV adalah sejenis parasit yang hanya dapat hidup dalam sel tubuh manusia.
Ukuran virus HIV kecil sekali, untuk dapat menutupi satu titik saja, dibutuhkan sekitar 500.000.000
lebih virus HIV. Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa tidak semua orang yang menderita infeksi
HIV akan langsung menunjukan gejala klinis, dan ini menyebabkan orang dengan HIV/AIDS (ODHA)
bahkan orang-orang yang berada didekat mereka tidak mengetahui bahwa ia sudah terinfeksi virus
tersebut.
Pengidap HIV bila tidak ditangani sedini mungkin secara tepat dan cepat berakibat sangat
fatal, dan berdasarkan hasil penelitian, HIV merupakan virus penyebab AIDS (Richard D. Munna, dkk.
2015: 23). Namun demikian, tidak semua pengidap virus HIV akhirnya menderita AIDS. Berdasarkan
studi yang pertama menunjukkan sekitar 1 dari 10 orang yang tertular virus ini akan berakhir dengan
menderita AIDS karena masa antara infeksi dengan munculnya gejala memakan waktu beberapa
tahun. Diperkirakan waktu antara terinfeksi HIV dan terbentuk AIDS bervariasi antara 1-10 tahun,
dengan perkiraan rata-rata waktu 7-8 tahun. Orang dengan HIV positif sangat rentan terhadap
serangan virus sehingga kondisi tubuh dapat melemah secara cepat dan berkembang menjadi
AIDS(Acquired Immune Deficiency Syndrome).
Penyakit AIDS jika diterjemahkan secara bebas adalah sekumpulan gejala penyakit yang
menunjukan kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh yang didapat dari faktor luar (bukan
bawaan sejak lahir). Jadi AIDS merupakan sekumpulan gejala-gejala penyakit infeksi atau keganasan
tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh (kekebalan) penderita. Penderita
AIDS menjadi peka terhadap infeksi termasuk kuman yang dalam keadaan normal sebenarnya tidak
berbahaya, dan hal ini disebabkan tubuhnya telah mengalami kerusakan sistim kekebalan tubuh.
Infeksi kuman bentuk ini disebut sebagai infeksi oportunistik.
2.1.2 Fase Perkembangan Perjalanan HIV
Fase perkembangan perjalanan HIV di dalam tubuh manusia secara umum dibagi dalam 4
fase, yaitu:

1. Fase Window Period (Periode Jendela)


Pada fase ini seseorang yang telah terinfeksi HIV sama sekali tidak menunjukkan gejala apapun.
Beberapa kejadian yang bisa dialami seorang pengidap HIV pada fase ini adalah beberapa gejala flu
(pusing, lemas, demam, dan lain-lain). Hal ini biasanya terjadi antara 2-4 minggu setelah seseorang
terinfeksi HIV. Pada fase periode jendela ini di dalam darah pengidap HIV belum terbentuk antibodi
HIV sehingga apabila darahnya di tes dengan jenis tes yang cara kerjanya adalah mencari antibodi
HIV, maka hasil tes akan negatif. Fase priode jendela ini bisa berlangsung selama 3 sampai 6 bulan
dari saat terinfeksi HIV.

2. Fase Asymptomatic (Tanpa Gejala)


Pada fase ini seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala sama sekali. Perlahan-lahan jumlah
CD4 dalam darah menurun karena diserang oleh HIV. Kadang ada keluhan berkaitan dengan
pembengkakan di kelenjar getah bening, tempat dimana sel darah putih diproduksi. Menurut WHO,
awalnya diperkirakan hanya sebagian kecil dari mereka yang terinfeksi HIV akan menunjukkan gejala
AIDS. Namun, kini ditemukan bahwa sekitar 20% dari mereka yang HIV positif akan berkembang
menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun setelah terinfeksi. Sedangkan 50% lainnya dalam waktu 15
tahun. Berdasarkan keterangan di atas seseorang bisa saja terkena HIV dan tidak menunjukkan
gejala apapun dalam waktu yang cukup lama (3-10 tahun).

3. Fase Symptomatic (Bergejala)


Pada fase ini seseorang yang mengidap HIV akan mengalami gejala-gejala ringan, tetapi tidak
mengancam nyawanya, seperti demam yang bertahan lebih dari sebulan, menurunnya berat badan
lebih dari 10%, diare selama sebulan (konsisten atau terputus-putus). Berkeringat di malam hari,
batuk lebih dari sebulan, dan gejala kelelahan yang berkepanjangan (fatigue). Sering kali gejala-
gejala dermatitis mulai muncul pada kulit, infeksi pada mulut dimana lidah sering terlihat dilapisi
oleh lapisan putih, herpes, dan lainnya. Kehadiran satu atau lebih tandatanda terakhir ini
menunjukkan seseorang sudah berpindah dari tahap infeksi HIV menuju AIDS. Bila hitungan CD4
turun pesat di bawah 200 sel/mm3, maka pada umumnya gejala menjadi kian parah sehingga
membutuhkan perawatan yang lebih intensif.

4. Fase AIDS
Pada fase ini seorang pengidap HIV telah menunjukkan gejala-gejala AIDS. Ini menyangkut tanda-
tanda yang khas AIDS, yaitu adanya infeksi oportunistik (penyakit yang muncul karena kekebalan
tubuh manusia sudah sangat lemah), seperti pneumocytis carinii (PCP) atau radang paru-paru,
candidiasis atau jamur, sarkoma kaposis atau kanker kulit, tuberkulosis (TB), berat badan menurun
drastis, diare tanpa henti, dan penyakit lainnya yang berakibat fatal. Gangguan syaraf juga sering
dilaporkan, diantaranya hilangnya ketajaman daya ingat, timbulnya gejala gangguan mental
(dementia), dan perubahan perilaku secara progresif. Disfungsi kognitif sering terjadi dengan tanda
awal, diantaranya adalah tremor serta kelambanan bergerak. Hilangnya kemampuan melihat dan
kelumpuhan kaki juga bisa timbul di fase ini.
2.1.3 Cara Penularan HIV/AIDS
Penularan HIV dapat terjadi bila ada kontak atau masuknya cairan tubuh yang mengandung HIV,
yaitu:
1. Melalui hubungan seksual yang berisiko tanpa menggunakan pelindung dengan seseorang yang
mengidap HIV.
2. Melalui tranfusi darah dan transplantasi organ yang tercemar HIV.
3. Melalui alat suntik atau alat tusuk lainnya yang dapat menembus kulit (akupuntur, tindik, tat)
yang tercemar oleh HIV.
4. Penularan HIV dari perempuan pengidap HIV bisa terjadi melalui beberapa proses, yaitu saat
menjalani kehamilan, saat proses melahirkan, melalui pemberian ASI.
5. Melalui orang-orang yang memiliki perilaku berisiko tinggi untuk terinfeksi HIV :
a) Perempuan dan laki-laki yang berganti-ganti pasangan mereka.
b) Penjaja seks, serta pelanggannya.
c) Pasangan dari laki-laki pelanggan pekerja seks, misalnya ibu rumah tangga.
d) Pengguna narkotika suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersamaan.

Beberapa perilaku atau tindakan yang tidak menularkan HIV, yaitu:


a) Bersentuhan dengan pengidap HIV.
b) Berjabat tangan.
c) Bersentuhan dengan pakaian dan barang-barang bekas pakai ODHA.
d) Bersin atau batuk-batuk.
e) Berciuman.
f) Melalui makanan dan minuman.
g) Berenang bersama di kolam renang.
h) Menggunakan WC atau jamban yang sama dengan pengidap HIV.
i) Melalui gigitan nyamuk atau serangga lain.

2.1.4 Pencegahan HIV/AIDS


Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan seseorang dalam mencegah tertularnya HIV, seperti
berikut:

1. Pencegahan penularan melalui kontak seksual (ABC)


a) A= abstinence atau absen, tidak melakukan hubungan seksual sama sekali. Hubungan seksual
hanya dilakukan melalui pernikahan yang sah.
b) B= be faithfull atau saling setia, hanya melakukan hubungan seksual dengan satu orang, saling
setia dan resmi sebagai pasangan suami istri.
c) C= condom, apabila salah satu pasangan sudah terinfeksi HIV atau tidak dapat saling setia, maka
gunakan pengaman atau pelindung untuk mencegah penularan HIV.

2. Pencegahan penularan melalui darah (termasuk DE)


a) D= drug, jangan menggunakan narkoba terutama yang narkoba suntik karena dikhawatirkan
jarum suntik tidak steril.
b) E= education atau equipment, pendidikan seksual sangat penting khususnya bagi para remaja
agar mereka tidak terjerumus dalam perilaku berisiko serta mewaspadai semua alat-alat tajam yang
ditusukkan ketubuh atau yang dapat melukai kulit, seperti jarum akupuntur, alat tindik, pisau cukur,
agar semuanya steril dari HIV lebih dulu sebelum digunakan atau pakai jarum atau alat baru yang
belum pernah digunakan.
3. Pencegahan penularan dari ibu kepada anak
Pada kondisi biasa, janin dari perempuan pengidap HIV berisiko tertular sekitar 25-30%. Risiko
bayi terinfeksi HIV melalui ASI adalah sangat kecil sehingga tetap dianjurkan bagi si ibu untuk
memberikan ASI pada bayinya. Program pencegahan penularan penyakit dari perempuan atau ibu
pengidap HIV kepada bayinya dikenal dengan PMTCT (Prevention of Mother to Child Transmission)
atau PPTCT (Prevention of Parents to Child Transmisson). Program ini meliputi 3 tindakan utama
yaitu:
a) Pemberian ARV (antiretroviral) saat kehamilan.
b) Terapi kelahiran, misal kelahiran caesar.
c) Pemberian ASI ekslusif selama 3 atau 6 bulan pertama tanpa pemberian makanan tambahan
atau tidak melakukan pemberian ASI ekslusif, tetapi diganti dengan pemberian susu formula dari
awal, maka bisa dilakukan juga pemberian makanan tambahan lainnya.

2.1.5 Dampak Virus HIV/AIDS

Virus HIV/AIDS menimbulkan dampak yang sangat luas dan serius bagi si penderita, masyarakat
dan keselamatan bangsa, baik psikis, fisik maupun sosial. Kondisi ini seringkali mempengaruhi proses
kesembuhan yang harus dilakukan oleh ODHA.Tekanan-tekanan psikologis yang dialami oleh ODHA
merupakan faktor utama penyebab kondisi menjadi lemah kembali. Seperti yang dikemukakan oleh
Richard D. Muma dan kawan-kawan (2015: 279) yang mengatakan bahwa dampak yang dialami oleh
penderita HIV adalah:

1. Kecemasan: rasa tidak pasti tentang penyakit yang diderita, perkembangan dan
pengobatannya, merasa cemas dengan gejalagejala baru, prognosis, dan ancaman
kematian, hiperventilasi, serangan panik.
2. Depresi: merasa sedih, tidak berdaya, rendah diri, merasa bersalah, tidak berharga, putus
asa, berkeinginan untuk bunuh diri, menarik diri, memberikan ekspresi pasrah, sulit tidur,
dan hilang nafsu makan.
3. Merasa terisolasi dan berkurangnya dukungan sosial, merasa ditolak oleh keluarga, dan
orang lain. Sedikitnya orang yang menjenguk pada saat ODHA dirawat semakin memperkuat
perasaan ini.
4. Merasa takut bila ada orang yang mengetahui atau akan mengetahui penyakit yang
dideritannya.
5. Merasa khawatir dengan biaya perawatan, khawatir kehilangan pekerjaan, pengaturan
hidup selanjutnya dan transportasi.
6. Merasa malu dengan adanya stigma sebagai penderita AIDS, penyangkalan terhadap
kebiasaan seksual.
7. Penyangkalan hidup riwayat penggunaan obatobatan terlarang.

2.1.6 Terapi HIV/AIDS


Saat ini, belum ditemukan obat yang dapat menghilangkan HIV/AIDS dari tubuh manusia.
Obat yang ada hanya menghambat virus (HIV), tetapi tidak dapat menghilangkan HIV di dalam
tubuh. Obat tersebut adalah antiretroviral (ARV). Ada beberapa macam obat ARV secara kombinasi
(triple drugs) yang dijalankan dengan dosis dan cara yang benar mampu membuat jumlah HIV
menjadi sangat sedikit bahkan sampai tidak terdeteksi. Menurut data FKUI/RSCM tahun 2010, lebih
dari 250 ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) yang minum ARV secara rutin setiap hari, setelah 6
bulan jumlah viral load-nya (banyaknya jumlah virus dalam darah) tidak terdeteksi. Meski sudah
tidak terdeteksi, pemakaian ARV tidak boleh dihentikan karena dalam waktu dua bulan akan kembali
ke kondisi sebelum diberi ARV. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam menerapkan terapi ARV
adalah alasan utama mengapa penderita gagal memperoleh manfaat dari penerapan ARV.
Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan
pengobatan tersebut, diantaranya karena adanya efek samping/dampak pengobatan tidak bisa
ditolerir (diare, tidak enak badan, mual, dan lelah), terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak
efektif, infeksi HIV tertentu yang resisten obat, tingkat kepatuhan pasien, dan kesiapan mental
pasien untuk memulai perawatan awal. Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya
perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah 9-10 tahun dan ratarata waktu hidup setelah
mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada
setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari 2 minggu sampai 20 tahun.
Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah kekuatan tubuh untuk bertahan
melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya
memiliki kekebalan yang lebih lama daripada orang yang lebih muda sehingga lebih berisiko
mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan
dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini.
HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda yang akan menyebabkan
laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif
akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembang AIDS serta rata-rata waktu kemampuan
penderita bertahan hidup.
Kedisiplinan dan kepatuhan dalam mengkonsumsi obat maupun pola hidup yang sehat akan
memberikan dampak yang positif terhadap kondisi fisik maupun psikis, karena keseimbangan antara
kedua faktor tersebut dapat menstimulus pemahaman dan pemikiran yang bermakna terhadap
masa depan maupun sikap optimisme dalam menjalankan dan melakukan interaksi kehidupan sosial
sehari-hari.

2.1.7 Jenis Pelayanan yang Terkait HIV dan AIDS


Berikut ini merupakan macam-macam jenis pelayanan HIV dan AIDS yang ada sampai saat ini
adalah:
1. Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah konseling dan tes HIV yang dilakukan secara
sukarela untuk mengetahui status HIV seseorang, dikenal juga sebagai Konseling Testing
secara Sukarela (KTS).
2. Prevention of Mother To Child Transmission (PMTCT) atau Prevention of Parents To Child
Transmission (PPTCT) atau Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak (PPIA) merupakan
pelayanan yang dikhususkan terhadap para ibu yang terinfeksi HIV. Setiap ibu berstatus HIV
yang hamil menjadi perhatian dari pelayanan ini. Pelayanan yang didapat adalah konseling,
pemeriksaan rutin kehamilan, terapi ARV, proses kelahiran dan penanganan ibu dan anak
dari setelah kelahiran termasuk gizi, nutrisi bayi, dan pemeriksaan untuk status HIV bayi.
3. Provider Initiated Test and Counseling (PITC) merupakan layanan pemeriksaan darah untuk
mengetahui status HIV seseorang pasien yang datang dengan gejala penyakit terkait HIV,
diagnosis dan tatalaksana klinik berdasarkan diagnosis HIV.
4. Care Support and Treatment (CST) merupakan pelayanan terkait dengan pemberian
dukungan kepada orang yang berstatus HIV positif. CST memberikan dukungan dan layanan
berupa pemeriksaan laboratorium terkait dengan tingkat CD4 (jumlah CD4 dalam darah),
viral load (jumlah HIV dalam mm3 darah), terapi ARV, dukungan sosial, ekonomi, atau
spiritual.
2.2 Faktor - Faktor Yang Berhubungan HIV/AIDS

2.2.1 Penegetahuan

2.2.1.1 Pengertian pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan domain
yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gutumo & Udiati, ditemukan bahwa 76,25% dari 400
orang responden menyatakan telah mengetahui atau memiliki pengetahuan tentang AIDS, baik
diperoleh dengan cara mengikuti penyuluhan, membaca koran, mendengarkan siaran TV atau radio,
internet maupun cara lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok masyarakat tersebut cukup
aktif dalam usaha mengetahui lebih banyak dan menghindari bahaya HIV/AIDS.

2.2.2 Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif

Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif, antara lain:

1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain dapat
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan-
makanan yang bergizi.
3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumusan statistik dalam
perhitungan–perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus
pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari
kasus yang diberikan.
4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan
masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan
kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasiformulasi yang ada.
6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada
suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.2.2 Teman sebaya

Teori menyatakan dukungan teman sebaya menjadi salah satu motivasi dan pembentukam
identitas diri seorang remaja dalam melakukan sosialisasi, terutama saat dia menjalin asmara
dengan lawan jenis. Penelitian yang dilakukan Rizali dan Piliang untuk pelajar SMU dan SMK bahwa
pengetahuan seks dan AIDS, 63% didapat dari teman sebaya dan kelompok remajanya
ketidaktahuan remaja pelajar tentang AIDS, siklus dan reproduksi sehat serta penyakit menular
seksual adalah akibat informasi yang sering salah disamping adanya pergeseran nilai dan perilaku
seks ke arah seks bebas terutama di kalangan generasi muda.

Teman sebaya adalah remaja dengan tingkat usia atau tinggkat kedewasaan yang sama.
Teman sebaya merupakan individu atau kelompok satuan fungsi yang berpengaruh pada remaja.
Kelompok remaja mempunyai ciri khusus orientasi, nilai-nilai, normadan kesepakatan yang secara
khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut . Teman sebaya memiliki pengaruh langsung
terhadap perilaku pencegahaan HIV AIDS karena dengan dukungan teman sebaya dengan cara
mepengaruhi kearah yang positif meberikaninformasi yang positif danmeberikan suport yang positif
juga maka akan mepengaruhi perilaku remaja dalam berperilaku yang baik sehingga masalah HIV
AIDS dapat dicegah sedini mungkin dengan cara merubah perilaku remaja tersebut.

Pergaulan teman sebaya mempengaruhi perilaku. Pengaruh tersebut dapat berupa


pengaruh positif dan dapat pula berupa pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dimaksud adalah
ketika individu bersama teman-teman sebayanya melakukan aktifitas yang bermanfaat seperti
membentuk kelompok belajar dan patuh pada norma-norma dalam masyarakat. Sedangkan
pengaruh negatif yang dimaksudkan dapat berupa pelanggaran terhadap norma-norma sosial, dan
pada lingkungan sekolah berupa pelanggaran terhadap aturan sekolah. Dari teman sebaya remaja
menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka.Remaja cenderung untuk mengikuti
pendapat dari kelompoknya dan menganggap bahwa kelompoknya itu selalu benar. Kecenderungan
untuk bergabung dengan teman sebaya didorong oleh keinginan untuk mandiri, sebagaimana yang
diungkapkan bahwa melalui hubungan teman sebaya remaja berpikir mandiri, mengambil keputusan
sendiri, memerima bahkan menolak pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari
polaperilaku yang diterima didalamkelompoknya.

Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi sangat menonjol.Hal ini sejalan
dengan meningkatnya minat individu dalam persahabatan serta keikut sertaan dalam kelompok.
Kelompok teman sebaya juga menjadi suatu komunitas belajar di mana terjadi pembentukan peran
dan standar sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan prestasi.
2.2.3 Media masa / informasi

2.2.3.1 Pengertian media masa / informasi

Media massa/informasi adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari
sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat – alat komunikasi mekanik
seperti televisi, radio, film dan surat kabar, internet atau majalah.

Sumber informasi adalah media atau alatsaluran untuk mendapatkan informasi dan
untuk mempermudah penerima pesan-pesan bagi masyarakat atau penerima pesan
tersebut. Maka sering orang mengakses informasi tersebut sehinga makin banyak
pengetahuan yangdidapat dan sebaliknya seseorang apabila tidak pernah mengakses
informasi maka semakin sedikit pengetahuan yang dimilikinya.

Di kemukakan bahwa sumber informasi merupakan faktor pendukung dalam


pembentukan perilaku seseorang.Sumber informasi yang berasal dari petugas kesehatan,
dari sekolah dan media massa akan mempengaruhi perilaku pencegahan HIV AIDS pada
remaja. Sumber informasi kesehatan berasal dari berbagai macam pihak maupun
media.Dalam hal penceghan HIV AIDS yang sangat diharapkan pentingnya informasi yang
postif mengenai pencegahan HIV AIDS pada remaja. Informasi tersebut bisa didapat pada
tenaga kesahatan, pada sekolah dalam hal ini tenaga pengajar maupun teman-teman
disekolah dan dari media massa. Dengan semakin banyakanya informasi yang dimiliki oleh
remaja akan meningkatkan pengetahauanya sehingga dapat merubah perilakunya.

2.2.3.2 Karakteristik media massa

Karakteristik media masa adalah :

1. Bersifat melembaga artinya pihak yang mengelola media massa terdiri dari banyak
orang, yakni mulai dari pengumpul pengelola sampai penyaji informasi.
2. Bersifat satu arah artinya komunikasi yang dilakukan kurang memungkinkan
terjadinya dialog antara pengirim dan penerima pesan.
3. Meluas dan serempak, artinya dapat mengatasi rintangan waktu dan jarak, karena
memiliki kecepatan.
4. Memakai peralatan teknis dan mekanis, seperti internet, televisi, radio dan surat
kabar dan semacamnya.
5. Bersifat terbuka artinya pesan dapat diterima oleh siapa saja dan dimana saja
tanpa mngenal usia, jenis kelamin dan suku bangsa.

2.2.3.3 Bentuk Sumber Informasi

1. Media tulis cetak, seperti: buku, koran, tabloit, majalah, ensiklopedia, surat, buletin,
jurnal, dan selebaran.
2. Media elektronik, seperti: radio, televisi, dan internet.
3. Langsung dari narasumber yang bersangkutan dengan melalui percakapan,
wawancara, diskusi, seminar, dan lain-lain. Narasumber tentunya orang-orang yang
dianggap ahli di bidangnya, seperti tokoh agama, para guru, dan ilmuwan
2.3 Stigma dan Diskriminasi

Stigma diartikan sebagai pemberian cap (label) kepada seseorang atau sekelompok
orang yang didasarkan pada penilaian subjektif. Sedangkan diskriminasi adalah tindakan
pengucilan terhadap seseorang atau sekelompok orang. Stigma menghadirkan suatu
penilaian yang dapat menghambat proses perubahan seorang ODHA dalam memaknai
hidupnya dan berfikir secara positif sebagai bagian dari warga masyarakat.

Stigma yang telah dibangun di tengah masyarakat yang memiliki pemahaman yang
salah terhadap ODHA maupun penyakitnya. Hal ini menimbulkan berbagai prasangka dan
ketakutan yang berlebihan dari masyarakat dengan memandang penyakit AIDS diakibatkan
karena perilaku seks yang menyimpang, pecandu narkotik suntik, dan ODHA lelaki
disamakan dengan kaum homoseksual. Ketakutan dan kecemasan yang terjadi
menyebabkan berbagai bentuk penolakan dan pengucilan dari seluruh aspek kehidupan
manusia.

Berbagai bentuk penolakan dan pengucilan yang diskriminatif menyebabkan ODHA


tidak dapat menjalankan tugasnya dan tanggungjawab sosial sebagai warga masyarakat.
Perlakuan masyarakat dengan memberikan stigma maupun diskriminasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor (Dit. RTS 2015), yaitu:

a. Ketidaktahuan tentang informasi yang benar dan baik tentang HIV/AIDS.

b. Berkembangnya mitos-mitos HIV di masyarkat

c. Adanya ketakutan yang irasional akan tertular HIV/AIDS.

d. HIV sering dikaitkan dengan isu-isu moral.

Stigma seputar HIV/AIDS muncul dalam berbagai konteks, termasuk dalam ruang
lingkup keluarga, komunitas, pendidikan, pekerjaan, rumah sakit, klinik, yang semuanya
membawa dampak terhadap berbagai akses dan kesempatan untuk memperoleh pelayanan.
Bila stigma tidak dilawan, maka akan menimbulkan terbentuknya kesadaran diri (bagaimana
orang memandang dirinya), dan yang lebih membahayakan adalah timbulnya suatu
keyakinan terhadap diri sendiri bahwa cap buruk yang diberikan adalah sudah sewajarnya
diterima sebagai suatu kenyataan. Hal ini mengakibatkan orang menjadi malu, merasa
rendah diri dan merasa tidak berharga. Akibat yang dialami memberikan dampak kepada
ODHA menjadi pribadi yang tertutup, menarik diri dari pergaulan sosialnya, eksklusif, dan
bahkan tidak percaya lagi kepada orang diluar kelompoknya.

Diskriminasi menurut UNAIDS (2015), adalah : Sebagai “tindakan yang disebabkan


perbedaan yang menghakimi terhadap orangorang berdasarkan status HIV mereka, baik
yang pasti maupun yang diperkirakan, atau keadaan kesehatan mereka”. Sangat penting
untuk mengetahui kaitan antara stigma, diskriminasi, dan pelanggaran hak azasi manusia,
yaitu:
a. Stigma,diskriminasi, dan pelanggaran HAM saling terkait. Semua ini
membentuk, menguatkan, dan mensahkan satu sama lain. Mereka
membentuk semacam lingkaran setan.
b. Pembebasan dari diskriminasi adalah hak azasi manusia, dimana harus ada
kerangka acuan untuk tindakan yang bertanggung jawab dan bisa
dipertanggungjawabkan guna menghadapi masalah ini. (Yayasan Spritia,
2014)

2.4 Remaja

2.4.1 Pengertian remaja

Remaja dalah proses seorang mengalami perkembangan keseluruhan dari masa


kanak - kanak menuju masa dewasa. Peralihan dari masa kanak- kanak ke masa dewasa
disebut pubertas. Masa pubertas adalah masa dimana remaja mengalami proses
kematangan organ reproduksi dan seksual yang sudah mulai berfungsi. Masa pematangan
fisik remaja wanita ditandai dengan mulainya haid, sedangkan masa remaja laki - laki
ditandai dengan mengalami mimpi basah. (Sarwono, 2011)

Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak - anak menuju masa dewasa
dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang pesat termasuk fungsi reproduksi sehingga
mempengaruhi terjadinya perubahan - perubahan perkembangan baik fisik, mental, maupun
peran sosial. (Ardh yantoro dan kumalasari, 2010)

2.4.2 Karakteristik remaja

Menurut widyastuti (2011) karakteristik perkembangan remaja berdasarkan umur


sebagai berikut :

1. Masa remaja awal (10-12 tahun)


a)Lebih dekat dengan teman sebaya

b)Ingin bebas

c)Lebih memperhatikan keadaan tubuhnya

d)Mulai berfikir abstrak

2. Masa remaja pertengahan (13-15 tahun)

a) Masa dimana mau mencari identitas diri

b) Timbul keinginan untuk berkencan

c) Mempunyai rasa cinta yang mendalam

d) Mengembangkan kemampuan berfikir yang abstrak

e) Berkhayal tentang aktivitas seks


3. Remaja akhir (17-21 tahun)

a) Pengungkapan kebebasan diri

b) Lebih selektif membahas teman sebaya

c) Mempunyai citra tubuh (body image) terhadap dirinya

d) Dapat mewujudkan rasa cinta

2.4.3 Sikap remaja

Masa remaja dikenal sebagai masa dimana mencari jati diri, karena masa remaja masa
peralihan dari kanak - kanak menuju dewasa. Menurut Ali(2010), sikap yang sering ditunjukan
remaja yaitu :

1. Kegelisahan

Sesuai dengan fase perkembangannya, remaj banyak memiliki angan - angan atau keinginan
yang hendak diwujudkan dimasa depan. Namun sebagi seorang remaja, ia belum memiliki
kemampuan yang memadai untuk mewujudkannya. Dengan adanya angan- angan yang tinggi namun
tidak memiliki kemampuan untuk mewujudkannya, maka terjadilah perasaan gelisah.

2. Pertentangan

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi yang psikologis
dimana ingin melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu mandiri. Hal inilah
yang menjadi sebuah pertentangan.

3. Mengkhayal

Dengan adanya keinginan untuk menjelajah dan bertualang yang tidak semuanya dapat
tersalurkan hingga akhirnya menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif.

4. Aktivitas kelompok

Kebanyakan dari remaja menemukan jalan keluar dari kesulitannya setelah mereka
berkumpul dengan teman sebaya untuk melakukan kegiatan bersama -sama.

5. Keinginan mencoba sesuatu

Pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiosity). karena didorong
oleh rasa ingin tahu yang tinggi, remaja cenderung ingin berpetualang, menjelajah segala sesuatu,
dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya.

2.4.4 Tahap perkembangan remaja

Pertumbuhan dan perkembangan remaja sangatlah cepat, baik fisik maupun psikologis.
Perkembangan anak perempuan lebih cepat dari anak laki - laki karena dipengaruhi oleh hormon
seksual. Perkembangan berfikir pada remaja juga tidak terlepas dari kehidupan emosionalnya yang
labil.(Proverawati dalam Ngafif, 2013)

Ada 3 tahap perkembangan remaja yaitu :

1. Remaja awal (early adolescence) : remaja awal memliki rentan usia 11-13 tahun.
Pada tahap ini mereka masih heran dan belum mengerti akan perubahan -
perubahan yang terjadipada tubuhnya dan dorongan yang menyertai perubahan
tersebut. Mereka juga mengembangkan pikiran - pikiran baru, mudah tertarik pada
lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
2. Remaja madya (middle adolescence) : remaja madya memiliki rentann usia 14-16
tanun. Tahap remaja madya atau pertengahan sangat membutuhkan temannya.
Masa ini remaja sangat mencintai dirinya sendiri.
3. Remaja akhir (late adolescence) : remaja akhir memiliki rentan usia 17-20 tahun.
Masa ini merupakan masa menuju dewasa dengan sifat egois dan mementingkan
diri sendiri dan mencari pengalaman baru. Remaja akhir juga sudah terbentuk
identitas seksualnya. Mereka biasanya sudah berfikir secara matang dan intelek
dalam mengambil keputusan.

2.5. Kerangka Teori

HIV/HIDS

Pengetahuan Media/Masa Teman Sebaya

Jalinan
asmara dan
seks
Dari,penyuluhan,
koran,tv, Alat komunikasi yang
radio,internet melembaga,satu arah
meluas,peralatan
teknis & mekanis
dan terbuka
BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antarakonsep satu dengan konsep yang lainnya atau antara veariabel satu dengsn variabel lain dari
masalah yang ingin diteliti (Wahyuningsih, 2018). peneliti membatasi kerangka konsep dalam
penelitian ini untuk melihat “Faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Pencegahan HIV / AIDS
Pada Usia Remaja / Muda Di SMA N 6 Padang Selatan Sumatera Barat Tahun 2021” dapat dilihat
dalam kerangka konsep di bawah ini :

Variabel Indenpenden Variabel Dependen

Pengetahuan Tindakan pencegahan HIV/AIDS pada


Media masa usia remaja/muda di SMA N 6
Teman sebaya Padang
3.2.Definisi Operasional

Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Penelitian Variabel

Indenpenden Hal ini Wawancara Kuesioner Tinggi ≥ mean Ordinal


menunjukkan & angket 6,50
Penetahuan bahwa kelompok Rendah ≤
remaja ataupun mean 6,50
mayarakat
tersebut cukup
aktif dalam
usaha
mengetahui
lebih banyak dan
menghindari
banyak
HIV/Air7ryDS

Media Penyampaian Wawancara & Kuesioner Tidak Original


masa/informasi pesan dari angket Mengetahui
sumber kepada ≤ mean 5,93
khalayak Mengetahui
(penerima) ≥ mean 5,93
dengan
menggunakan
alat- alat
komunikasi
mekanik seperti
televisi,radio,film
dan surat
kabar,internet
atau majalah.
Teman Sabaya Salah satu Wawancara Kuesioner Negatif : ≤ Ordinal
motivasi dan mean 14,97
pembentukan Positif ≥ 14,97
indentitas diri
seseorang
remaja dalam
melakukan
sosialisasi
Dependen Upaya preventif Wawancara Kuesioner Negatif : ≤ ordinal
HIV/AIDS pada mean 14,97
Tindakan remaja Positif : ≥
pencegahan merupakan mean 14,97
pada usia masalah penting
remaja /muda untuk
di SMA N 6 diperhatikan
Padang Selatan mengingat
banyaknya
masalah perilaku
remaja yang
semakin
mendekati
kesekatan
terhadap
HIV/AIDS

Anda mungkin juga menyukai