Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH HIV AIDS

TREND ISSUE MENGENAI KONSEP DAN PERILAKU YANG BERISIKO


TERTULAR HIV AIDS
Dosen Pembimbing Mata Kuliah:
Wardatul washilah, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh:

1. Hosnol Khotimah (14201.12.20013)


2. Intan Dewi Firnanda (14201.12.20018)
3. Silvina Sugianti (14201.12.20037)
4. Tri Sultan Karimullah (14201.12.20043)
5. Yuyun Puspita Sari (14201.12.20050)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG
PAJARAKAN-PROBOLINGGO
TAHUN 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya karena
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa sholawat serta salam semoga
senantiasa tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, sahabatnya hingga kepada kita sebagai umatnya hingga akhir zaman.
Pada makalah ini penulis membahas mengenai penulis membahas mengenai pengaruh
kesejajaran tubuh. Dalam menyusun makalah ini, penulis menggunakan beberapa sumber
sebagai referensi, penulis mengambil referensi dari buku dan internet.
Penulisan makalah ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar antara lain tidak lepas dari
dukungan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku Pengasuh Yayasan
Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. Nur Hamim, S.Kep., N.s M.Kes. selaku Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
3. Wardatul washilah, S.Kep.,Ns.,M.Kep Selaku dosen pembimbing mata kuliah
keperawatan HIV AIDS.
Dalam penulisan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyajikan yang terbaik, namun kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dikarenakan keterbatasan pengetahuan kami. Oleh sebab itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk
kesempurnaan makalah ini.
Genggong, 11 Maret 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
HIV ditemukan pertama kali oleh Dr. Luc Montaigner dan teman – temannya yang
berasal dari Institute Pasteur Perancis. Pada saat itu mereka berhasil mengisolasi virus dari
kelenjar getah bening seseorang yang positif pengidap HIV dan AIDS (ODHA) yang
membengkak. AIDS belum diketahui secara pasti kapan dan darimana AIDS muncul.
Diperkirakan pada akhir tahun 1970 didaerah subsahara Afrika, HIV sudah berkembang dan
meluas.
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sel darah putih
didalam tubuh (limfosit) sehingga mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia. Virus
ini dapat memungkinkan berbagai penyakit masuk dan sulit disembuhkan. Seseorang yang
didalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum membutuhkan
pengobatan. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS adalah suatu kumpulan
gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh. AIDS terjadi akibat defisiensi
immunitas seluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi oportunistik
yang dapat berakibat fatal. Munculnya Syndrome ini erat hubungannya dengan
berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi seketika melainkan
sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana trend dan issue mengenai konsep HIV AIDS ?
b. Perilaku apa saja yang dapat tertular/menularkan HIV AIDS ?
c. Bagaimana asuhan keperawatan HIV AIDS?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui trend dan issue mengenai konsep HIV AIDS.
b. Untuk mengetahui perilaku yang dapat tertular/menularkan HIV AIDS.
c. Untuk mengetahui asuhan keperawatan HIV AIDS.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Trend dan issue mengenai konsep HIV AIDS


a. Sejarah HIV
HIV ditemukan pertama kali oleh Dr. Luc Montaigner dan teman – temannya
yang berasal dari Institute Pasteur Perancis. Pada saat itu mereka berhasil mengisolasi
virus dari kelenjar getah bening seseorang yang positif pengidap HIV dan AIDS (ODHA)
yang membengkak. Pada bulan Juli 1994 seorang dokter dari Lembaga Kanker Nasional
di Amerika Serikat bernama Dr. Robert Gallo mampu menemukan virus baru dari
penderita AIDS yang disebut HTLV-III. Lalu menyusul ilmuan lain yang juga
menemukan virus penyebab AIDS yang disebut AIDS Related Virus yang disingkat
ARV. Pada akhirnya tepat dibulan Mei tahun 1986 Komisi Taksonomi Internasional
sepakat menyebut nama virus AIDS ini dengan HIV.
b. Sejarah AIDS.
AIDS belum diketahui secara pasti kapan dan darimana AIDS muncul.
Diperkirakan pada akhir tahun 1970 didaerah subsahara Afrika, HIV sudah berkembang
dan meluas. Peringatan ini dibuat berdasarkan kasus kasus penyakit yang terjadi di rumah
sakit dibeberapa negara Afrika pada saat itu. Hal ini juga diperkuat dengan adanya
sample darah pada tahun 1950 yang sudah positif mengandung HIV dan AIDS.1 Namun
kasus HIV dan AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gott Lite dan kawan-kawannya di Los
Angeles pada tanggal 5 Juli 1981. Dalam buku AIDS Dalam Islam, Krisis Moral atau
Krisis Kemanusiaan. Karangan Ahmad Shams Madyan Ph.D, menyandingkan dua
pandangan ulama besar terkait penyebaran AIDS. Ulama pertama adalah seorang tokoh
berasal dari Afrika Selatan, bernama Prof. DR. Farid Esack. Sedangkan ulama kedua
adalah tokoh yang berasal dari Sudan dan sekarang tinggal di Malaysia bernama Prof. Dr.
Malik Badri. Prof. Dr. Malik Badri meyakini bahwa AIDS berawal dari Negara Barat,
kemudian menyebar hingga ke seluruh belahan dunia tanpa terkecuali. Bagian terpenting
dalam penyebaran AIDS adalah karena adanya revolusi seksual modern khususnya yang
disebabkan oleh praktek seks. anal yang dilakukan kaum homoseksual, seks bebas dan
perilaku narkoba.Prof. DR. Farid Esack, berpendapat bahwa AIDS bukan hanya
dikarenakan karena adanya krisis daya tahan tubuh yang terjadi didalam tubuh seseorang,
namun juga karena krisis tentang hancurnya seluruh sistem sosial yang ada dalam
masyarakat. Dalam berbagai bentuknya, penyakit sebenarnya adalah kondisi ketidak-
adilan yang terjadi di masyarakat terutama kesenjangan antara yang kaya dan miskin.
Karena pada faktanya, orang-orang yang terinfeksi HIV dan AIDS merupakan orang-
orang yang terkucilkan dan dipinggirkan oleh tatanan struktur serta mendapatkan
tekanan dari orang disekitar mereka.
c. Persentase HIV AIDS.
Prevalensi epidemi HIV secara global mencapai 37,7 juta orang di seluruh dunia
pada tahun 2020, dan tercatat 1,5 juta orang baru terinfeksi HIV pada 2020 dan 1,1 juta
kematian akibat AIDS. Kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 558.618
(Andrianto et al., 2021; Susilowati et al., 2019). Tingginya kumulatif kasus HIV/AIDS di
Indonesia, menjadi peringatan untuk tetap waspada terhadap penyebaran dan penularan
virus HIV/AIDS. Resiko penyebaran HIV seperti perilaku seksual, menjadi salah satu
indikator penanganan yang terus dimonitor dalam Sustainable Development Goals
(SDGs) 2030 (Tumina, 2020; Andri et al., 2020).
Perkembangan internet dan eksistensi media sosial, membawa trend baru sebagai
media perantara terjadinya perilaku seksual yang beresiko menularkan HIV (Aisyah et
al., 2020). Fokus dalam pemenuhan kebutuhan seksual di era digital ini tentunya
menciptakan variasi ketertarikan seksual yang tidak biasanya, saat ini dikenal dengan
istilah LGBT sampai ke trend perubahan jenis kelamin karena mudahnya akses informasi
bahkan komunitas yang mereka bentuk melalui media sosial. Pernyataan ini dibuktikan
dalam penelitian (Aulia & Diriyana, 2021) bahwa terdapat hubungan antara penggunaan
media sosial dengan perilaku seksual dengan p-value 0,005 < 0,0. Hal ini sejalan dengan
penelitian Winarti & Andriani (2020) memaparkan bahwa penggunaan akses media sosial
(instagram) sebagai aktivitas terjadinya perilaku seksual pranikah dengan p-value 0,027 <
0,005. Kemudian hal ini berlanjut ke hubungan virtual yang dijalani dua orang asing
dengan latar belakang yang tidak diketahui, dan berpotensi ke resiko perilaku seksual
yang menyebabkan penyebaran infeksi HIV/AIDS.
d. Pengertian HIV
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sel darah
putih didalam tubuh (limfosit) sehingga mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh
manusia. Virus ini dapat memungkinkan berbagai penyakit masuk dan sulit disembuhkan.
Seseorang yang didalam darahnya terdapat virus HIV dapat tampak sehat dan belum
membutuhkan pengobatan. Namun dalam kondisi seperti ini, orang tersebut sudah dapat
menularkan virusnya kepada orang lain. Apabila melakukan hubungan seks beresiko atau
menggunakan berbagi alat suntik dan tidak steril dengan orang lain.
HIV menyerang sistem imun dengan menghancurkan jenis sel darah putih tertentu
dan mengganggu fungsi kerjanya. Sel ini disebut dengan nama sel T pembantu, sel T4
atau sel CD4+. Sel CD4+ memiliki fungsi sebagai monitor dalam mengenali benda asing
yang masuk ke dalam tubuh. HIV mampu melawan sel CD4+ sehingga dengan
menyerang sel ini maka fungsinya sebagai antibodi melawan kuman-kuman penyebab
penyakit menjadi tidak berfungsi sama sekali yang terus-menerus, yang akan
mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh.
Sistem kekebalan dianggap defisien ketika sistem tersebut tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya memerangi infeksi berbagai penyakit. Orang yang kekebalan
tubuhnya defisien (Immunodeficient) menjadi lebih rentan terhadap berbagai ragam
infeksi. Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui dirinya telah terinfeksi.
Setelah terinfeksi, orang tersebut mengalami gejala yang mirip gejala flu selama beberapa
minggu dan tidak terdapat tanda-tanda terinfeksi HIV, akan tetapi virus tersebut masih
tetap berada di dalam tubuh dan dapat menularkan kepada orang lain. Orang yang
terpapar virus HIV belum tentu secara positif mengidap AIDS. Namun jika tidak ada
penangangan lebih lanjut, maka lama kelamaan sistem kekebalan tubuh akan menurun
sehingga semua penyakit dapat masuk, pada tahap inilah seseorang sudah terkena AIDS.
e. Pengertian AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS adalah suatu kumpulan
gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh. AIDS terjadi akibat
defisiensi immunitas seluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi
oportunistik yang dapat berakibat fatal. Munculnya Syndrome ini erat hubungannya
dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang prosesnya tidaklah terjadi seketika
melainkan sekitar 5-10 tahun setelah seseorang terinfeksi HIV. Berdasarkan hal tersebut
maka penderita AIDS dimasyarakat digolongkan kedalam 2 kategori yaitu:
1) Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis (penderita
AIDS positif).
2) Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis
(penderita AIDS negatif).
Pada tingkat pandemi HIV tanpa gejala jauh lebih banyak daripada penderita AIDS itu
sendiri. Tetapi infeksi HIV itu dapat berkembang lebih lanjut dan menyebabkan kelainan
imunologis yang luas dan gejala klinik yang bervariasi. AIDS merupakan penyakit yang
sangat berbahaya karena mempunyai case fatality rate 100% dalam 5 tahun setelah
diagnosa AIDS ditegakkan, maka semua penderita akan meninggal.
2.1 Cara Penularan HIV dan AIDS
Secara resmi kasus HIV dan AIDS pertama di Indonesia dilaporkan pada seorang
turis asing yang ada di Bali pada tahun 1987. Walaupun sebelumnya sudah ada berita
secara tidak resmi terdapat tiga kasus AIDS di Jakarta tepatnya tahun 1983. Namun
karena tidak tercatat secara resmi maka kasus pertama di Indonesia disepakati pada tahun
1987. Kasus HIV dan AIDS melonjak begitu cepat pada tahun 90-an yang banyak diidap
oleh penduduk usia produktif. Lebih banyak diindap oleh laki-laki jika dibandingkan
dengan perempuan. Menurut jaringan Epidemiologi Nasional ada beberapa kondisi yang
membuat penyebaran AIDS di Indonesia semakin cepat, antara lain:
a. Semakin banyaknya kasus pelacuran
b. Peningkatan hubungan seks pra nikah
c. Prevalensi penyakit menular seksual yang tinggi
d. Kesadaran penggunaan kondom yang masih rendah
e. Migrasi dan Urbanisasi penduduk
f. Penggunaan jarum suntik yang tidak steril
Cara penularan HIV yang dikenal hingga saat ini yaitu melalui media darah atau produk
darah. HIV ditularkan melalui kontak langsung antara membran mukosa atau aliran darah
dengan cairan tubuh yang mengandung HIV.
Berikut beberapa cara penularan HIV dan AIDS sebagai berikut:
1) Tranfusi Darah
Transfusi yang dilakukan dengan darah yang tidak melalui proses pemeriksaan
(screening), sehingga dapat tercemar HIV.
2) Hubungan Seksual
Hubungan seksual yang tidak aman yaitu dengan orang yang terpapar HIV.
Apabila seseorang positif dengan HIV kemudian melakukan hubungan seks, maka
besar kemungkinan pasangannya akan tertular HIV.
3) Penggunaan Jarum Suntik Yang Terkontaminasi Jarum suntik yang sudah
terkontaminasi oleh seseorang pengguna narkoba ataupun jarum suntik yang tidak
steril dan sering dipakai dalam penyuntikan obat atau imunisasi, alat tusuk yang
mampu menembus kulit (seperti alat tindik, alat tato, alat cukur, alat sunat, dan
alat facial wajah). Jika telah dipakai oleh orang sebelumnya dan sampai
dipergunakan secara Bersama-sama. Maka cara tersebut mampu menularkan HIV
dengan melalui kontak darah.
4) Ibu Hamil Kepada Anak Yang Dikandungnya
Antena : Saat bayi masih dalam Rahim, penularannya yaitu melalui plasenta.
Intranetal : Saat proses persalinan, sehingga bayi terpapar darah ibu atau
cairan vagina.
Postnatal : Setelah proses persalinan yaitu melalui ASI (Air Susu Ibu).
5) Perilaku Berisiko
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara
dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak
terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
Adapun HIV tidak dapat ditularkan dengan cara bersentuhan seperti jabatan tangan
atau persinggungan tubuh di dalam angkutan umum maka tidak dapat tertular HIV. Virus
ini juga tidak berpindah melalui gigitan nyamuk atau serangga, virus HIV tidak dapat
hidup di dalam aliran darah serangga. HIV juga tidak dapat ditularkan dengan mencoba
pakaian di toko, memegang gagang pintu, uang, melalui pesawat telepon, toilet, alat
minum, berenang bersama di kolam renang atau benda lain yang digunakan oleh
pengidap HIV. Virus HIV tidak dapat berpindah hanya melalui udara yang dihirup atau
makanan yang sedang dikonsumsi. Penularan HIV juga tidak terjadi di dalam keluarga
yang bersama-sama makan, bahkan memakai alat mandi. HIV harus memasuki aliran
darah untuk dapat mengganggu sistem tubuh kulit yang biasanya menjadi tameng
terhadap HIV dan kuman penyebab penyakit lainnya. Jika kulit kita terkena darah, cairan
vagina atau air mani yang mengandung HIV, virus itu biasanya mati dan tetap di sana
hingga terbuang. Namun apabila kulit itu mengalami luka, maka HIV akan dapat masuk
ke dalam aliran darah. Bila cairan itu tertelan, umumnya HIV akan dihancurkan oleh
Suasana asam yang ada di dalam saluran pencernaan makanan.
2.3 Asuhan Keperawatan HIV AIDS.
A. Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang sel darah putih
didalam tubuh (limfosit) sehingga mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS adalah suatu kumpulan
gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh. AIDS terjadi akibat
defisiensi immunitas seluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai dengan infeksi
oportunistik yang dapat berakibat fatal
B. Etiologi
1) Tranfusi Darah
Transfusi yang dilakukan dengan darah yang tidak melalui proses pemeriksaan
(screening), sehingga dapat tercemar HIV.
2) Hubungan Seksual
Hubungan seksual yang tidak aman yaitu dengan orang yang terpapar HIV.
Apabila seseorang positif dengan HIV kemudian melakukan hubungan seks, maka
besar kemungkinan pasangannya akan tertular HIV.
3) Penggunaan Jarum Suntik Yang Terkontaminasi
Jarum suntik yang sudah terkontaminasi oleh seseorang pengguna narkoba
ataupun jarum suntik yang tidak steril dan sering dipakai dalam penyuntikan obat
atau imunisasi, alat tusuk yang mampu menembus kulit (seperti alat tindik, alat
tato, alat cukur, alat sunat, dan alat facial wajah). Jika telah dipakai oleh orang
sebelumnya dan sampai dipergunakan secara Bersama-sama. Maka cara tersebut
mampu menularkan HIV dengan melalui kontak darah.
4) Ibu Hamil Kepada Anak Yang Dikandungnya
Antena : Saat bayi masih dalam Rahim, penularannya yaitu melalui plasenta.
Intranetal : Saat proses persalinan, sehingga bayi terpapar darah ibu atau
cairan vagina.
Postnatal : Setelah proses persalinan yaitu melalui ASI (Air Susu Ibu).
5) Perilaku Berisiko
Penularan melalui hubungan heteroseksual adalah yang paling dominan dari
semua cara penularan. Penularan melalui hubungan seksual dapat terjadi selama
senggama laki-laki dengan perempuan atau laki-laki dengan laki-laki. Senggama
berarti kontak seksual dengan penetrasi vaginal, anal (anus), oral (mulut) antara
dua individu. Resiko tertinggi adalah penetrasi vaginal atau anal yang tak
terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
C. Tanda dan gejala.
Menurut KPA terdapat gejala klinis jika seseorang sudah terpapar HIV. Gejala klinis
terdiri dari 2 gejala yaitu gejala mayor (umum terjadi) dan gejala minor (tidak umum
terjadi).
a. Gejala Mayor
Berat badan turun hingga mencapai lebih dari 10% dalam kurun waktu satu bulan,
diare yang berkelanjutan sehingga berdampak kronis dan berlangsung hingga lebih
dari satu bulan, Demam berkepanjangan selama satu bulan atau lebih, Mengalami
penurunan kesadaran dan berdampak pada gangguan neurologis, Demensia atau HIV
ensafalopati.
b. Gejala Minor
Batuk menetap lebih dari satu bulan, adanya Herpes Zoster Multisegmental dan
Herpes Zoster berulang, kandidatas orofaringeal, Herpes simpleks kronis progesif,
Limfadenopati generalisata dan Retinitis Virus Sitomegalo.
Gejala klinis dari HIV dan AIDS dibagi atas beberapa fase:
1) Fase Awal
Pada awal infeksi, mungkin tidak ada penemuan gejala dan tanda-tanda infeksi.
Namun, terkadang ditemukan gejala semacam flu seperti demam, sakit tenggorokan,
sakit kepala, ruam dan pembengkakan pada kelenjar getah bening. Walaupun pada
fase ini belum menunjukkan indikasi infeksi, namun penderita HIV dan AIDS sudah
dapat menularkan virus kepada orang lain.
2) Fase Lanjut
Penderita akan merasakan seperti tidak terjadi apa-apa dari gejala infeks selama 8-9
tahun bahkan dapat lebih. Namun seiring dengan berjalannya waktu maka
perkembangan virus dan penghancuran sel imun tubuh seorang penderita HIV dan
AIDS akan mulai memperlihatkan gejala kronis, seperti; pembesaran kelenjar getah
bening, diare, berat badan menurun drastis, demam, batuk dan pernafasan terasa
sesak.
3) Fase Akhir
Selama fase akhir dari HIV, terjadi sekitar 10 tahun atau bahkan lebih setelah
terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut akan berakhir
pada AIDS.
D. Patofisiologi.
Menurut Robbins, Dkk (2011) perjalanan HIV paling baik dipahami dengan
menggunakan kaidah saling mempengaruhi antara HIV dan sistem imun. Ada tiga tahap
yang dikenali yang mencerminkan dinamika interaksi antara virus dan penjamu. (1) fase
akut pada tahap awal; (2) fase kronis pada tahap menengah; dan (3) fase kritis pada tahap
akhir.
Fase akut menggambarkan respon awal seseorang deawas yang imunokompeten
terhadap infeksi HIV. Secara klinis, hal yanmg khas merupakan penyakit yang sembuh
sendiri yang terjadi pada 50% hingga 70% dari orang dewasa selama 3-6 minggu setelah
infeksi; fase ini ditandai dengan gejalah nonspesifik yaitu nyeri tenggorokan, nilagioa,
demam, ruam, dan kadang-kadang meningitis aseptik. Fase ini juga ditandai dengan
prooduksi virus dalam jumlah besar, viremia dan persemaian yang luas pada jaringan
limfoid perifer, yang secara khas disertai dengtan berkurangnya sel T CD4+ kembali
mendekati jumlah normal. Namun segera setelah hali itu terjadi, akan muncul respon
imun yang spesifik terhadap virus, yang dibuktikan melalui serokonversi ( biasanya
dalam rentang waktu 3 hingg 17 minggu setelah pejanan) dan munculnya sel T sitoksik
CD8+ yang spesifik terhadap virus. Setelah viremia meredah, sel T CD4+ kembali
mendekati jumlah normal. Namun berkurangnya virus dalam plasma bukan merupakan
penanda berakhirnya replikasi virus, yang akan terus berkanjut didalam magkrofak dan
sel T CD4+ jaringan.
Fase kronis, pada tahap menengah, menunjukan tahap penahanan relatif virus.
Pada fase ini, sebagaian besar sistem imun masih utuh, tetapi replikasi virus berlanjut
hingga beberapa tahun. Pada pasien tiudak menunjukan gejala ataupn limfadenopati
persisten, dsan banyak penderita yang mengalami infeksi oportunistik ”ringan” seperti
sariawan (candida) atau herpes zoster selama fase ini replikasi virus dalam jaringan
limfoid terus berlanjut. Pergantian virus yang meluas akan disertai dengan kehilangan sel
CD4+ yang berlanjut. Namun, karena kemampuan regenerasi imun besar, sel CD4+ akan
tergantikan dengan juumlah yang besar. Oleh karena itu penuruna sel CD4+ dalam darah
perifer hanyalah hal yang sederhana. Setelah melewati periode yang panjang dan
beragam, pertahanan mulai berkkurang, jumlah CD4+ mulai menurun, dan jumlah CD4+
hidup yang terinfeksi oleh HIV semakin meningkat. Linfadenopati persisten yang disertai
dengan kemunculan gejala konstitusional yang bermakna (demam, ruam, mudah lelah)
mencerminkan onset adanya deokompesasi sistem imun, peningkatan replikasi virus, dan
onset fase “kritis”.
Tahap akhir, fase kritis , ditandai dengan kehancuran pertahanna penjamu yang
sangat merugikan viremia yang nyata, srerta penyakit kinis. Para pasien khasnya akan
mengalami demam lebih dari satu bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, dan diare.
Jumlah sel CD4+ menurun dibawah 500 sel/µL. Setelah adanya interval yang berubah-
ubah, para pasien mengalami infeksi oportunistik yang serius, neoplasma sekunder, dan
atau manifestasi neurologis (disebut kondisi yang menentukan AIDS), dan pasien yang
bersangkutan dikatakan telah menderita AIDS yang sesungguhnya. Bahkan jikakondisi
lazim yang menentukan AIDS tidak muncul, pedoman CDC yanng digunakan saat ini
menentukan bahwa seseorang teerinfeksi HIV dengan jumlah sel CD4+ kurang atau sma
dengan 200/µL sebagai pengidap AIDS.
E. Pemeriksaan Diagnostik.
1. Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat penelitian.
Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
A. Serologis
1) Tes antibody
serum Skrining Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan ELISA.
Hasiltes positif, tapi bukan merupakan diagnosa
2) Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
3) Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
4) Sel T4 helper Indikator system imun (jumlah
5) T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel
helper ( T8 ke T4 ) mengindikasikan supresi imun. 6)
6) P24 ( Protein pembungkus Human ImmunodeficiencyVirus (HIV )
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi
infeksi
7) Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati
normal
8) Reaksi rantai
polimerase Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi
sel perifer monoseluler.
9) Tes PHS
Pembungkus hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
B. Neurologis EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
C. Tes Lainnya
1) Sinar X dada Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP
tahap lanjut atau adanya komplikasi lain
2) Tes Fungsi Pulmonal Deteksi awal pneumonia interstisial
3) Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk
pneumonia lainnya.
4) Biopsis Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi e) Brankoskopi /
pencucian trakeobronkial 19 Dilakukan dengan biopsy pada waktu
PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
2. Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.Kurang dari
1% penduduk perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV,
dan persentasenya bahkan lebih sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5%
wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi fasilitas kesehatan umum
memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau menerima hasil
tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum pedesaan.
Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk
pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.
Tes HIV umum, termasuk imunoasaienzim HIV dan pengujian Western blot,
dilakukan untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah
kering, atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya
antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang
dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk
mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk
mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan
untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat
terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus 20 untuk
diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di negaranegara maju.
3. USG Abdomen
4. Rongen Thorak
F. Penatalalaksanaan.
1. Penatalaksanaan keperawatan
a) Aspek Psikologis, meliputi :
a. Perawatan personal dan dihargai
b. Mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalahmasalahnya
c. Jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya
d. Tindak lanjut medis
e. Mengurangi penghalang untuk pengobatan f.Pendidikan/penyuluhan
tentang kondisi mereka
b) Aspek Sosial.
Seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk dukungan dari
lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal:
a. Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai, dan
diperhatikan
b. Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat
c. Materials support, meliputi bantuan / pelayanan berupa sesuatu barang
dalam mengatasi suatu masalah. (Nursalam, 2007) Dukungan sosial
terutama dalam konteks hubungan yang akrab atau kualitas hubungan
perkawinan dan keluarga barangkali merupakan sumber dukungan sosial
yang paling penting. House (2006) membedakan empat jenis dimensi
dukungan social :
 Dukungan Emosional Mencakup ungkapan empati, kepedulian
dan perhatian terhadap pasien dengan HIV AIDS yang
bersangkutan .
 Dukungan Penghargaan Terjadi lewat ungkapan hormat /
penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau
persetujuan dengan gagasan atau perasaan individu dan
perbandingan positif orang itu dengan orang lain
 Dukungan Instrumental Mencakup bantuan langsung misalnya
orang memberi pinjaman uang, kepada penderita HIV AIDS yang
membutuhkan untuk pengobatannya
 Dukungan Informatif Mencakup pemberian nasehat, petunjuk,
sarana.
2. Penatalaksaan Medis
a) Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya yaitu
(Endah Istiqomah : 2009) :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis
harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3
c. Terapi Antiviral
Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus
pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : Didanosin, Ribavirin,
Diedoxycytidine , Recombinant CD 4 dapat larut
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian
dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan
keberhasilan terapi AIDS.
G. Komplikasi.
a. Oral Lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis
Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan
berat badan, keletihan dan cacat.
b. Neurologik
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social. Enselophaty akut, karena reaksi
terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan elektrolit, meningitis /
ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total / parsial. Infark
serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci
Virus (HIV)
c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.
3. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang
sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-
gatal dan siare.
d. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas
pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.
e. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa
terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f. Sensorik
1. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
2. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri.
H. Konsep Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian.
a. Identitas klien.
Meliputi : nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR.
b. Keluhan utama.
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluahn utama sesak nafas. Keluahn utama lainnya dirtemui pada pasien penyakit
HIV AIDS, yaitu demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare kronis
lebih dari 1 bulan berulang maupun terus menerus, penurunan berat badan lebih
dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi mulut dan tenggorokan
disebabkan oleh jamur candida albikans,pembekakan kelenjar getah bening
diseluruh tubuh, munculnya herpes zooster berulang dan bercak-0bercak gatal
diesluruh tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang.
Dapat ditemukan keluhan yang baisanuya disampaikan pasien HIV AIDS adalah:
pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang memiliki
manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyreri dada, dan demam, pasien akan
mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya riwayat
penggunaan narkoba suntik, hubungan seks bebas atau berhubungan seks dengan
penderita HIV/AIDS terkena cairan tubuh penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/ AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang terinfeksi
HIV. Pengakajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat pekerjaan keluarga,
adanya keluarga bekerja ditempat hiburan malam, bekerja sebagai PSK (pekerja
seks komersial).
f. Pola aktifitas sehari-hari (ADL) meliputi :
a) Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat.
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS akan mengalami perubahan atau gangguan
pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan
kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau
perawat.
b) Pola nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV / AIDS mengalami penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan
berat badan yang cukup drastis dalam jangka waktu singkat (terkadang lebih
dari 10% BB).
c) Pola eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, feses encer, disertai mucus berdarah
d) Pola istrihat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/ AIDS pola istrirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperti demam daan keringat pada malam hari
yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas dan depresi
terhadap penyakit.
e) Pola aktifitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/ AIDS aktifitas dan latihan mengalami perubahan.
Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti bekerja. Hal
ini disebabkan mereka menarik diri dari lingkungan masyarakat maupun
lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya ataupun karena kondisi
tubuh yang lemah.
f) Pola prespsi dan kosep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan mara, cemas, depresi
dan stres.
g) Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya ingat,
kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan kognitif
lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
h) Pola hubungan peran Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan
peran yang dapat mengganggu hubungan interpesonal yaitu pasien merasa
malu atau harga diri rendah.
i) Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas, gelisa dan
depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu perawtan,
perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah,
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif dan
adaptif.
j) Pola reproduksi skesual
Pada pasien HIV AIDS pola reproduksi seksualitasnya terganggu karean
penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan seksual.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awalnya akan berubah,
karena mereka menganggap hal yang menimpa mereka sebagai balasan
perbuatan mereka. Adanya status perubahan kesehatan dan penurunan fungsi
tubuh mempengaruhi nilai kepercayaan pasien dalam kehidupan mereka dan
agama merupakan hal penting dalam hidup pasien.
g. Pemeriksaan fisik
a) Gambaran umum : ditemukan pasien tampak lemah
b) Kesadaran : composmentis kooperatif, sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran, apatis, somnolen, stupor bahkan koma.
c) Vital sign :
TD: biasanya ditemukan dalam batas normal, nadi; terkadang ditemukan
frekuensi nadi meningkat, pernapasan : biasanya ditemukn frekuensi
pernapasan meningkat, suhu; suhu biasanya ditemukan meningkat krena
demam, BB ; biasanya mengalami penrunan(bahkan hingga 10% BB), TB;
Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap).
d) Kepala : biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis, seboreika
e) Mata : biasanya konjungtifa anemis , skelera tidak ikterik, pupil isokor,refleks
pupil terganggu
f) Hidung : biasanya ditemukan adanya pernapasan cuping hidung
g) Leher: kaku kuduk (penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
criptococus neofarmns)
h) Gigi dan mulut : biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak- bercak putih
seperti krim yang menunjukan kandidiasis
i) Jantung: Biasanya tidak ditemukan kelainan
j) Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada pada pasien AIDS yang disertai
dengan TB napas pendek (cusmaul)
k) Abdomen : Biasanya bising usus yang hiperaktif
l) Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tandatanda lesi
(lesi sarkoma kaposi)
m) Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus oto menurun, akral
dingin.
2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul.
1. Gangguan defisit nutrisi berhubungan dengan penigkatan kebutuhan metabolisme.
2. Nyeri akut b.d agen pencendera fisiologis (inflamasi) (D.0022)
3. Diare b.d proses infeksi (D.0020)
4.  Gangguan integritas kulit b.d perubahan status nutrisi, penurunan mobilitas fisik
(D. 0129)
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan (D0056)
6. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d proses infeksi. (D.0149)

3. Intervensi Keperawatan.
1. Kriteria hasil status nutrisi L.03030
No INDIKATOR TARGET
1. Kekuatan otot pengunyah Meningkat
2. Kekuatan otot menelan Meningkat
3. Nyeri abdomen Menurun
4. Sariawan Menurun
5. Diare Menurun
6. Nafsu makan Membaik
7. Bising usus Membaik
2. Manajemen nutrisi 1.03119
a. Observasi
1. Identifikasi status nutrisi.
2. Identifikasi alergi dan intoteransi makanan.
3. Identifikasi makanan disukai.
4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient.
5. Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik.
6. Monitor asupan makanan.
7. Monitor berat badan.
8. Monitor hasil pemeriksaan labolatorium.
b. Terapeutik.
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu.
2. Fasilitas menentukan pedomn diet.
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai.
4. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegan konstipasi.
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein.
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu.
7. Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat
ditoleransi.
c. Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk.
2. Ajarkan diet yang diprogramkan.
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan ( pereda nyeri)
a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrient yang dibutuhkan, jika perlu.
4. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan
yang sistematis dan terencana Kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga medis dengan
menggunakan SOAP.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang
sel darah putih didalam tubuh (limfosit) sehingga mengakibatkan turunnya
kekebalan tubuh manusia. Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS
adalah suatu kumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya
kekebalan tubuh. Dan HIV AIDS masih tetap di dominasi oleh sex bebas.

B. Saran
Setelah mengetahui pengetahuan tentang Trend dan Isu Keperawatan
HIV/AIDS yang telah diuraikan dalam makalah ini, diharapkan mahasiswa
mampu memahaminya, karena sangat penting dalam bidang. Semoga
dengan adanya makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi
pembaca, baik bagi tenaga kesehatan dan khususnya bagi mahasiswa
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan secara professional.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesiam Dewan
Pengurus Pusat, Cetakan III. PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Cetakan II.Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisidan
Tindakan Keperawatan Cetakan II.Jakarta : DPP PPNI
Nurasalam. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV AIDS, Jakarta : Salemba
Medika Nursalam dan Kurniawati,Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Pasien HIV
/AIDS. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai