Anda di halaman 1dari 11

69

Penerimaan Diri Pada Remaja Yang Mengalami HIV/AIDS

¹Siti Nurhayati
Akademi Keperawatan Pasar Rebo, Departemen Keperawatan Anak
E-mail: sitinurhayati.fa23@gmail.com
Jl. Tanah Merdeka No. 16, 17, 18 Jakarta Timur

Abstrak

HIV tidak hanya merupakan masalah fisik melainkan juga berdampak pada masalah psikososial. Remaja yang
mengalami HIV biasanya menjadi denial, menarik diri, takut terhadap penolakan teman sebaya, kecemasan
yang berakibat buruknya penampilan di sekolah, depresi, isolasi bahkan ada kecenderungan untuk bunuh diri.
Kurangnya pengetahuan keluarga dan masyarakat mengenai HIV/AIDS menambah buruk situasi yang dialami
penderita HIV/AIDS. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi remaja
adalah membantu mengembangkan konsep dirinya secara positif adalah melalui pelayanan bimbingan
konseling. Pendekatan multiaspek yang dilakukan oleh kelompok kesehatan publik, spesialis anak, sekolah, dan
program komunitas mampu menurunkan perilaku resiko tinggi seks dan penyalahgunaan obat – obatan
dikalangan remaja.

Kata kunci:HIV, penerimaan diri , remaja

Abstract
HIV is not only a physical problem but it also affects psychosocial problems. HIV-infected teenagers usually
become denial, withdraw, fear of peer rejection, anxiety that results in poor performance in school, depression,
isolation and even suicidal tendencies. The lack of information of family and community about HIV / AIDS, make
this situation getting worse. One effort that can be done to overcome the problems that occur teenagers is to help
develop the concept of himself positively through counseling guidance services. Multi-aspect approaches by
public health groups, child specialists, schools, and community programs can reduce high-risk behavior of sex
and drug abuse among teenagers

Keyword: HIV, self acceptance, teenage


.

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080


70

Pendahuluan berusia kurang dari 13 tahun di Amerika


Anak merupakan karunia Tuhan yang Serikat. Selain itu juga diketahui ada 1 – 5
paling berharga yang harus dijaga. kasus baru HIV yang didiagnosa pada anak
Sepanjang kehidupannya anak senantiasa usia 13 – 24 tahun (the U.S. Department of
menghadapi tantangan yang berat terutama Health and Human Services (HHS), 2016).
diawal masa tumbuh kembangnya. Hal ini Sejak dilaporkannya kasus AIDS yang
disebabkan antara lain oleh pertahanan pertama di Bali pada 1987, infeksi HIV
tubuh yang masih lemah, berbagai telah menyebar ke seluruh Indonesia. Sejak
penyakit yang didapat maupun diturunkan, itu perkembangan kasus secara cepat terus
ketergantungan yang tinggi kepada orang meningkat. Pada saat ini perkembangan
lain, serta keterbatasan mekanisme koping. epidemi HIV di Indonesia termasuk yang
tercepat di Asia (Kemenkes RI, 2010).
Serangan berbagai penyakit infeksi adalah Pada tahun 2013, jumlah infeksi baru HIV
yang tersering dialami anak. HIV (Human mencapai 2,1 juta dan jumlah kematian
Immunodeficiency Virus)/AIDS (Acquired akibat AIDS sebanyak 1,5 juta yang terdiri
Immunodeficiency Syndrome) adalah dari 1,3 juta dewasa dan 190.000 anak
salah satu penyakit infeksi menular yang berusia <15 tahun. Jumlah penderita HIV
akhir-akhir ini angka kejadiannya kian di Jawa Barat pada tahun 2016 mencapai
meningkat. HIV ditularkan melalui kontak 23.145 orang dan menempati peringkat
langsung antara lapisan kulit dalam keempat setelah DKI Jakarta, Jawa Timur
(membran mukosa) atau aliran darah dan Papua (Direktorat Jenderal
dengan cairan tubuh yang mengandung Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
HIV seperti darah, air mani, cairan vagina, Lingkungan RI, 2016).
dan air susu ibu. Oleh karena itu penyakit
ini bahkan dapat diderita anak dari Meskipun penanganan yang telah ada
sebelum ia lahir. dapat memperlambat laju perkembangan
virus, namun belum bisa mengurangi
HIV menimpa kehidupan anak-anak dan resiko terhadap terjadinya beberapa kanker
keluarga di seluruh dunia. Berdasarkan dan tumor. Hal ini dikarenakan infeksi
data dari Centers for Disease Control and oleh virus DNA penyebab mutasi genetik,
Prevention (CDC) pada tahun 2016, yaitu terutama virus Epstein Barr (EBV),
sedikitnya ada 122 kasus HIV pada anak virus herpes Sarkoma Kaposi dan virus

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080


71

pailoma manusia (HPV). Sarkoma Kaposi tekanan psikologis, diskriminasi dan


adalah tumor yang paling umum pembatasan sosial. Laporan dari
menyerang pasien yang terinfeksi HIV. independent Commision of AIDS di Asia
Timbulnya tumor ini pada sejumlah mengemukakan beratnya beban sosial
pemuda homoseksual tahun 1981 adalah ekonomi yang harus ditanggung oleh
salah satu pertanda pertama wabah AIDS. rumah tangga dan anak-anak akibat
Penyakit ini sering muncul di kulit berupa epidemi HIV diperkirakan biaya ekonomi
bintik keunguan tetapi dapat menyerang selama setahun untuk AIDS pada seluruh
organ lain.terutama mulut, saluran rumah tangga si Asia sekitar US $ 2
pencernaan dan paru-paru. Di tempat- milyar. Pengeluaran kesehatan tersebut
tempat dilakukannya terapi antiretrovirus mengakibatkan rumah tangga miskin
yng sangat aktif (HAART), kemunculan menjadi lebih miskin. Penyakit yang
berbagai kanker yang berhubungan dengan mereka derita ini mempengaruhi
AIDS menurun, namun pada saat yang kehidupan pribadi, sosial, belajar, karir dan
sama kanker kemudian menjadi penyebab kehidupan keluarga.
kematian yang paling umum pada pasien
terinfeksi HIV. Perubahan yang terjadi pada internal
maupun eksternal dirinya membuat
Selain dapat mengakibatkan kematian, mereka memiliki persepsi yang negatif
HIV/AIDS juga memunculkan berbagai tentang dirinya dan mempengaruhi
masalah psikologis seperti ketakutan, perkembangan konsep dirinya. Mereka
keputusasaan yang disertai dengan cenderung menunjukkan bentuk-bentuk
prasangka buruk dan diskriminasi dari reaksi sikap dan tingkah laku yang salah.
orang lain, yang kemudian dapat Hal ini disebabkan ketidakmampuan diri
menimbulkan tekanan psikologis. Banyak menerima kenyataan dengan kondisi yang
perubahan yang terjadi dalam diri individu dialami.
setelah terinfeksi HIV/AIDS. Orang yang
hidup dengan HIV (ODHA) cenderung Pada remaja, penilaian terhadap diri
dibebani berbagai masalah seperti merupakan hal yang terpenting
terjangkit berbagai penyakit kronis, dalam perkembangan, karena sebagai dasar
kehilangan pekerjaan dan pendapatan, pembentukan identitas anak. Penerimaan
peningkatan pengeluaran untuk kesehatan, diri berkaitan dengan kondisi yang sehat

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080


72

secara psikologis, yang memiliki dan cita-cita sendiri, dengan kesadaran


kesadaran dan penerimaan penuh terhadap tersebut mereka berusaha menemukan
siapa dan apa diri mereka. Hal ini berarti jalan hidupnya dan mulai mencari nilai-
mereka bebas dari rasa bersalah, rasa malu, nilai tertentu, seperti kebaikan, keluhuran,
dan rendah diri karena keterbatasan diri, kebijaksanaan, keindahan dan sebagainya.
serta kebebasan dari kecemasan akan
adanya penilaian dari orang lain terhadap Menurut Wong (2008), batasan usia remaja
keadaan dirinya. Individu dengan dibagi menjadi tiga yaitu :
penerimaan diri menghargai harapan orang a. Remaja Awal (11-15 Tahun)
lain dan meresponnya dengan bijak, Pada masa ini, remaja mengalami
memiliki pendirian yang terbaik dalam perubahan jasmani yang sangat pesat
berfikir, merasakan dan membuat pilihan dan perkembangan intelektual yang
(Sari, Devina Juwita. 2010). Pemberian sangat intensif sehingga minat anak
layanan asuhan terintegrasi yang holistik pada dunia luar sangat besar dan pada
diharapkan mampu mendorong remaja saat ini remaja tidak mau dianggap
pada tahap penerimaan diri yang positif. kanak-kanak lagi namun sebelum bisa
meninggalkan pola kekanak-
Pembahasan kanakannya. Selain itu pada masa ini
Anak yang mulai masa transisi atau disebut remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu,
remaja, dalam perkembangannya terjadi tidak stabil, tidak puas dan merasa
perubahan-perubahan yang dramatis, baik kecewa.
dari perubahan fisik maupun b. Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)
kognitif berpengaruh terhadap perubahan Kepribadian remaja pada masa ini
perkembangan psikososial mereka. Masa masih kekanak-kanakan tetapi pada
remaja disebut pula sebagai masa masa remaja ini timbul unsur baru
penghubung atau masa peralihan antara yaitu kesadaran akan kepribadian dan
masa kanak-kanak dengan masa dewasa. kehidupan badaniah sendiri. Remaja
Dalam periode ini terjadi perubahan- mulai menentukan nilai-nilai tertentu
perubahan yang besar mengenai dan melakukan perenungan terhadap
kematangan dan fungsi rohaniah pemikiran filosofis dan etis.
dan jasmaniah terutama fungsi seksual.
Remaja mulai meyakini kemauan, potensi

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080


73

c. Remaja Akhir (18-21 Tahun) 2. Melalui pemakaian bersama jarum


Pada masa ini remaja sudah mantap suntik dengan orang yang telah
dan stabil. Remaja sudah mengenal terinfeksi HIV
dirinya dan ingin hidup dengan pola 3. Melalui transfusi darah atau organ dari
hidup yang digariskan sendiri dengan orang yang terinfeksi HIV
keberanian. Remaja mulai memahami 4. Dari ibu hamil yang terinfeksi HIV
arah hidupnya dan menyadari tujuan kepada bayinya sebelum atau setelah
hidupnya. Remaja sudah mempunyai lahir. Sekitar 25 – 35 % bayi dilahirkan
pendirian tertentu berdasarkan satu oleh ibu pengidap HIV melalui infeksi
pola yang jelas yang baru yang terjadi selama dalam kandungan,
ditemukannya. selama proses persalinan dan melalui
pemberian ASI.
Sejak kasus pertama penyakit AIDS
diidentifikasi pada awal tahun 1980-an, Pada saat seseorang terkena infeksi virus
infeksi HIV sudah menimbulkan AIDS maka diperlukan waktu 5-10 tahun
penyelidikan medis yang intensif. Riset untuk sampai ke tahap yang disebut
telah menghasilkan penegakkan diagnosis sebagai AIDS. Setelah virus masuk ke
infeksi HIV sejak dini dan peningkatan dalam tubuh manusia, maka selama 2-4
terapi medisnya, yang mengubah penyakit bulan keberadaan virus tersebut belum bisa
ini dari penyakit fatal yang berlangsung terdeteksi dengan pemeriksaan darah
cepat menjadi penyakit kronis, tetapi meskipun virusnya sendiri sudah ada
terminal, pada masa kanak-kanak. dalam tubuh manusia. Tahap ini disebut
sebagai periode jendela. Sebelum masuk
HIV adalah virus yang menyebabkan pada tahap AIDS, orang tersebut dinamai
AIDS, sebuah penyakit yang dapat HIV positif karena dalam darahnya
dicegah, diobati tetapi tidak dapat terdapat HIV. Pada tahap HIV positif ini
disembuhkan. Secara garis besar, transmisi maka keadaan fisik yang bersangkutan
HIV sebagai berikut : tidak mempunyai kelainan khas ataupun
1. Melalui hubungan seksual yang tidak keluhan apapun, dan bahkan bisa tetap
aman bekerja seperti biasa. Setelah 5 – 10 tahun
kekebalan tubuh akan hancur dan penderita
masuk dalam tahap AIDS dimana terjadi

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080


74

berbagai infeksi seperti infeksi jamur, pengobatan ART. Kondisi mental yang
virus, atau bahkan kanker dan sebagainya. buruk menyebabkan apatis, keputusasaan,
Penderita akan meninggal dalam waktu 1 – sehingga terjadi penolakan obat (Haberer
2 tahun kemudian karena infeksi tersebut & Mellins, 2009).
(Irawati, tanpa tahun).
Kurangnya pemahaman keluarga dan
Selain masalah kesehatan fisik, berbagai masyarakat mengenai HIV/AIDS
gangguan psikososial dialami pula oleh menambah buruk situasi yang dialami
anak dengan HIV/AIDS sesuai usia penderita. HIV/AIDS masih dianggap
perkembangannya. Bowden dan Greenberg sebagai momok menyeramkan, saat
(2010) mengidentifikasi bahwa pada anak divonis sebagai penderita. Dalam
usia pertengahan mulai memahami ada kehidupan di masyarakat, penderita sering
sesuatu yang salah pada dirinya, perasaan menerima perlakuan yang tidak adil atau
bersalah karena munculnya penyakit, takut bahkan mendapatkan diskriminasi dari
dan penolakan. Pada remaja, penegakan lingkungan. Diskriminasi yang dialami
diagnosis penyakit HIV menyebabkan membuat mereka menarik diri dari
anak denial, menarik diri, takut terhadap lingkungan sekitar, serta stigmatisasi yang
penolakan teman sebaya, kecemasan yang berkembang dalam masyarakat mengenai
berakibat buruknya penampilan di sekolah, HIV/AIDS merupakan suatu vonis mati
depresi, isolasi bahkan kecenderungan bagi mereka. Kasus-kasus perlakuan
bunuh diri. Penderita HIV memiliki angka diskriminasi terhadap ODHA maupun
kondisi kesehatan mental lebih tinggi keluarganya merupakan indikasi adanya
dibandingkan masyarakat lain umumnya. dampak sosial ekonomi yang harus
Penderita HIV akan mengalami depresi, dialami, termasuk anak-anak. Kondisi ini
ansietas, post-traumatic stress disorder, membuat ruang gerak mereka terbatas
pemikiran bunuh diri, dan insomnia (the dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.
U.S. Department of Health and Human Peristiwa yang dialami tersebut membuat
Services (HHS), 2016). Depresi dan mereka menutupi identitas mereka. Oleh
kecemasan umumnya dikaitkan dengan karena itu diperlukan berbagai upaya
masa remaja, namun terjadi juga pada anak dalam menangani permasalahan yang
yang lebih muda. Kondisi ini akan mereka hadapi.
mempengaruhi kepatuhan terhadap

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080


75

Salah satu upaya yang dapat dilakukan menemukan masih adanya sikap perawat
untuk mengatasi masalah yang terjadi yang menolak dan memberikan hukuman
remaja adalah membantu mengembangkan kepada pasien disebabkan masih
konsep dirinya secara positif. Terapi terdapatnya stigma perawat terhadap
spiritualitas adalah salah satu upaya untuk pasien HIV/AIDS. Oleh karena itu
mengobati masalah emosional, karena dirasakan masih perlunya diadakan
spiritualitas dan agama memberikan pelatihan perawat agar bisa berlaku lebih
jawaban atas ketakutan dan penderitaan caring dalam memenuhi kebutuhan pasien
ODHA pasca diagnosis. Spiritualitas juga HIV/AIDS biopsikososiospiritual. Menurut
dianggap memberikan penyembuhan dan Allen & Marshall (2008), manajemen
perasaan tenang secara emosional perawatan jangka panjang bagi anak perlu
(Chicoki, 2007). Selain itu pemberian dipersiapkan perawatan akhir hidup bagi
edukasi melalui pelayanan bimbingan anak yang sakit parah dan perawatan
konseling oleh konselor yang profesional paliatif bagi anak dan keluarga. ANECCA
adalah upaya berikutnya. Pelayanan (2011), menguraikan faktor penting yang
konseling bertujuan membantu penderita mendukung perawatan jangka panjang
HIV/AIDS untuk membangkitkan yang efektif bagi anak dengan HIV,
semangat hidup agar bisa menerima meliputi: pengetahuan perawat,
kondisi dan keadaan diri dan mampu infrastruktur kesehatan fungsional, sistem
menyesuaikan diri dengan kondisi yang manajemen informasi fungsional, akses
dialaminya. (Wahyu,S.,Taufik., Ilyas, A., terhadap obat esensial dan
2012 ). ketersediaannya, komunikasi aktif sejak
dini beserta keterlibatan orangtua/wali,
Pelayanan konseling yang baik hanya struktur pendukung di tingkat masyarakat,
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan dukungan untuk pengasuh.
yang memiliki pengetahuan dan terampil
dalam berbagai kebutuhan perawatan anak Pemberian konseling dan edukasi pada
dengan HIV. Hal ini disebabkan oleh dasarnya merupakan upaya memberikan
panjangnya waktu pengobatan (seumur pendidikan sebagai pilar utama
hidup) karena HIV merupakan penyakit pencegahan HIV. Pada tahun 2000
kronis dan terminal. Penelitian yang diperkenalkan sebuah terminologi baru
dilakukan oleh Oktarina (2011), ‘education vaccine’, pendidikan dilihat

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080


76

sebagai ujung tombak upaya pencegahan tangga atau ikut membantu merawat
penyebaran HIV (Vandemoortele, Jan & anggota keluarga yang sakit. Dari segi
Enrique Delamonica, 2000). Kementerian kualitas, selain anak tidak bisa konsentrasi
Kesehatan (2011) melaporkan sampai saat belajar di sekolah karena masalah
dengan akhir 2010 terdapat kasus AIDS yang ia alami, sering juga anak
tertinggi pada kelompok usia muda (15-29 menghadapi kondisi tidak nyaman karena
tahun) yaitu sekitar 50,5 %. Hal ini masih besarnya stigma di masyarakat
dimungkinkan karena keterbatasan akses terlebih jika anak tersebut adalah pengidap
informasi dan layanan kesehatan yang HIV/AIDS. Menurut Siregar (2012),
berdampak pada rendahnya pengetahuan stigma ODHA (stigma instrumental,
tentang HIV dan AIDS yang benar. simbolis, kesopanan) berpengaruh terhadap
Menurut Komisi Penanggulangan AIDS penerimaan masyarakat terhadap ODHA di
(KPA) tahun 2011, pemahaman remaja Desa Buntu Bedimbar Kecamatan Tanjung
tentang HIV dan AIDS masih sangat Morawa Kabupaten Deli Serdang .
minim, padahal remaja termasuk kelompok
usia yang rentan dengan perilaku berisiko. Baik keluarga maupun masyarakat
Dalam penelitian yang pernah dilakukan memerlukan penyuluhan yang terus
KPA, persentase remaja (15-24 tahun) menerus mengenai HIV untuk
yang mampu menjawab dengan benar menghilangkan banyak mitos yang telah
cara-cara pencegahan penularan HIV dan disebarluaskan oleh orang – orang yang
AIDS serta menolak pemahaman yang tidak terinformasi dengan baik. Keluarga
salah mengenai penularan HIV dan AIDS merupakan support system utama bagi
hanya sebesar 14,3%. anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Li et al (2006), diketaui bahwa semua
Meski pendidikan diyakini mampu partisipan (30 ODHA) sangat
menurunkan kejadian HIV, namun fakta membutuhkan dukungan keluarga sebagai
menunjukkan sebaliknya. Banyak ODHA pendukung utama. Dukungan yang mereka
yang terpaksa berhenti menjalani perlukan berupa dukungan keuangan,
pendidikannya karena HIV/AIDS. dukungan dalam aktifitas sehari-hari, dan
Seringkali anak-anak dari keluarga ODHA dukungan psikologis penelitian yang
terpaksa mangkir dari sekolah untuk mengukur kualitas hidup pasien HIV/AIDS
membantu memenuhi kebutuhan rumah yang dilakukan Kusuma (2010)

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080


77

mengemukakan adanya hubungan yang edukasi tentang pencegahan HIV, test, dan
signifikan antara dukungan keluarga pengobatan.
dengan kualitas hidup, dimana ODHA
yang tidak mendapat dukungan keluarga Diagnosis awal dan pemberian pengobatan
akan menurun kualitas hidupnya kepada anak serta orang dewasa
(OR=12,06). Dukungan yang kuat dari merupakan upaya yang dapat lebih
keluarga khususnya pasangan hidup, teman memberikan jaminan untuk hidup lebih
dekat membantu ODHA melewati masa- lama dan lebih sehat. Anak dan keluarga
masa kritis pasca diagnosis HIV/AIDS yang tertular HIV harus memperoleh akses
(Collein, 2010). pelayanan kesehatan yang ramah anak,
serta perawatan gizi dan pelayanan
Menurut Wong (2008), pencegahan kesejahteraan sosial. Semua penderita HIV
merupakan komponen utama dalam harus tahu hak-hak mereka. gizi dan
penyuluhan tentang HIV, terutama pada pelayanan kesejahteraan sosial. Selain itu
kelompok remaja. Materi penyuluhan diperlukan kerjasama lintas sektoral dan
harus meliputi cara penularan, bahaya program untuk pemberdayaan ODHA serta
penyuntikan IV dan pemakaian obat – menggiatkan Karang Taruna serta kegiatan
obatan demi kesenangan semata, dan kerohanian sehingga waktu luang
pentingnya tidak melakukan hubungan masyarakat diisi dengan hal-hal positif
seks serta praktik seks yang aman. (Siregar, 2012).
Pendekatan multiaspek yang dilakukan
oleh kelompok kesehatan publik, spesialis Kesimpulan
anak, sekolah, dan program komunitas Penerimaan keluarga, perhatian, dan
mampu menurunkan perilaku resiko tinggi support yang kuat kepada remaja dapat
seks dan penyalahgunaan obat – obatan memperkuat perubahan perilaku positif
dikalangan remaja di Negara Amerika pada dirinya. Pemberian edukasi dan
Serikat (Weintrub, 2012). Memberikan informasi yang dibutuhkan oleh remaja
penyuluhan kepada semua orang tentang pengidap HIV/AIDS dapat
HIV, mengurangi cap buruk serta membangkitkan semangat remaja untuk
diskriminasi harus dimasukkan sebagai mempertahankan kualitas hidupnya secara
bagian dari komunikasi, informasi dan maksimal. Dukungan sosial berupa
suasana dan kondisi hangat, ungkapan

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080


78

empati, fasilitas kesehatan meningkatkan http://www.aidsindonesia.or.id/index.php.


diunggah pada 24/11/2012
perasaan nyaman dan penerimaan diri
pada remaja dengan pengidap HIV/AIDS. James, S.R., Nelson, K.A., Ashwill, J.W.,
(2013). Nursing care of children:
principles and practice (4th ed.). St. Louis.
Daftar Pustaka Elsevier
African Network for Care of Children
Kemenkes RI, (2010), Penuntun hidup
Affected by HIV/AIDS (ANECCA).
sehat, edisi keempat, Jakarta, UNICEF
(2011). Handbook on Paediatric AIDS in
Africa (2nd ed.). Uganda: ANECCA
Kusuma, H. Nurachmah, E. & Gayatri, D.
(2010). Hubungan antara depresi dan
Allen, D., & Marshall, E.S. (2008).
dukungan keluarga dengan kualitas hidup
Children with HIV/AIDS: With unique for
pasien HIV/AIDS yang menjalani
palliative care. Journal of Hospice and
perawatan di RSPUPN Cipto
Palliative Nursing. 10(6). 359-367
Mangunkusumo Jakarta. Tesis. FIK-UI.
Tidak dipublikasikan
Bowden, V.R., & Greenberg C.S., (2010).
Children and their families the continuum
Li, L., et al. (2009). Stigma, social support
care. (2nd ed.). Phildelphia. Lippincott
and depression among people living with
Williams and Wilkins
HIV in Thailand. AIDS Care. Vol.21. (8).
1007-1013
Collein, I. (2010). Makna spiritualitas pada
pasien HIV/AIDS dalam konteks asuhan
Oktarina, E. (2011). Persepsi perawat
keperawatan di RSUPN Cipto
tentang asuhan Keperawatan yang
Mangunkusumo Jakarta. Tesis. FIK-UI.
diberikan kepada pasien HIV/AIDS di
Tidak dipublikasikan
RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Tesis. FIK-UI. Tidak dipublikasikan
Chicoki, M. (2007). The Role of religion
and spirituality in HIV: How faith and
Sari, DJ. (2010). Hubungan antara
belief intersect with HIV
dukungan sosial dengan penerimaan diri
pada remaja penderita HIV di Surabaya.
Ditjen PP & PL. Departemen Kesehatan
diambil dari
RI. (2016). Statistik Kasus HIV di
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/.
Indonesia. Diakses dari
diunggah pada 24/11/2012
http://www.spiritia.or.id/stats/
statCurr.stat2016.xls.
Siregar, N. (2012). Pengaruh stigma orang
dengan HIV/AIDS (ODHA) terhadap
Irawati, D. Tanpa Tahun. Lewat Kafe
penerimaan masyarakat desa Buntu
Mencegah Penularan HIV/AIDS. diambil
Bedimbar di Kecamatan Tanjung Morawa
dari
Kabupaten Deli Serdang. Tesis. FKM USU

Sudikno, Simanungkalit, & Siswanto. Reproduksi Vol. 1 No.3. Agustus


(2011). Pengetahuan HIV dan AIDS pada 2011:145-154
Remaja di Indonesia (Analisis Data
Riskesdas 2010). Jurnal Kesehatan Sutisna, A. (2013). Dampak HIV pada
pendidikan anak di Indonesia: Survey

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080


79

dampak sosial ekonomi pada individu dan Wahyu,S., Taufik., & Ilyas,A., (2012).
rumah tangga dengan HIV di Tujuh Konsep diri dan masalah yang dialami
Provinsi di Indonesia. Child Poverty and orang terinfeksi HIV/AIDS. J.ilmiah
Social Protection Conference. 10-11 konseling. 1-12. Vol. 1 Nomor 1 Januari
September 2013. AIDSina Foundation. 2012
Indonesia.
Weintrub, PS. (2012). Trends in HIV Risk
The U.S. Department of Health and Behaviors in Teens from 1991 to 2011.
Human Services. (2017). HIV and Journal Watch. Pediatrics & Adolescent
Children and Adolescents. Medicine (Aug 15, 2012)
https://aidsinfo.nih.gov/understanding-hiv-
aids/fact-sheets/27/92/hiv-and-mental- Wong, D.L. (2008). Wong’s essential of
health (June 2, 2018) pediatric nursing. (6th ed.). Philadelphia.
Mosby Year Book

Buletin Kesehatan Vol. 2 No. 1 Januari – Juli 2018 ISSN: 2614-8080

Anda mungkin juga menyukai