Anda di halaman 1dari 6

PENINDAK LANJUTAN KASUS HIV YANG MELANDA ANAK DIBAWAH UMUR

AKIBAT KASUS PELECEHAN SEKSUAL SERTA MENANAMKAN PERILAKU


MEMANUSIAKAN MANUSIA DALAM DIRI

Dalam kasus topik 1 menjelaskan bahwa seorang anak perempuan berinisial J diduga menjadi
korban pemerkosaan yang dilakukan orang-orang terdekatnya selama bertahun-tahun. Bahkan
gadis malang ini sedang dirawat dirumah sakit karena terinfeksi HIV dan gizi buruk. Gadis ini
berusia 7 Tahun. Mendengar kasus ini kita sebagai generasi muda merasa terpukul dan sedih
karena kebiadaban seorang manusia dewasa yang sudah merusak generasi muda.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)
merupakan penyakit mematikan yang masih menjadi permasalahan global sampai saat ini yang
penderitanya semakin bertambah. Situasi terkini mengenai penyebaran HIV/AIDS di Indonesia
seperti dilaporkan dan dipublikasikan oleh Ditjen P2P Kemenkes RI pada 27 Agustus 2019,
menunjukkan jumlah kumulatif kasus HIV/AIDS yang mendekati angka setengah juta atau
500.000 yaitu 466.859 yang terdiri atas 349.882 HIV dan 116.977 AIDS. Estimasi kasus
HIV/AIDS di Indonesia pada 2016 sebanyak 640.443. Dengan demikian yang baru terdeteksi
sebesar 60,70 persen. Itu artinya ada 290.561 warga yang mengidap HIV/AIDS tapi tidak
terdeteksi.

TINDAK LANJUT CEGAH HIV

HIV/AIDS pada remaja merupakan hal yang sangat perlu diperhatikan bahkan pengetahuan
mengenai HIV/AIDS harus selalu dijadikan konseling sebaya karena, mengingat banyaknya
masalah perilaku remaja semakin rentan terhadap HIV/AIDS. Banyaknya kasus dikalangan
remaja terhadap HIV/AIDS disebabkan oleh ketidaktahuan dan ketidakpedulian remaja.

sejauh ini sosialisasi tentang bahaya HIV dan AIDS sudah sering dilakukan dari berbagai pihak,
mulai dari jenjang SD,SMP,SMA bahkan harus sampai keperguruan tinggi. sosialisasi HIV
banyak sekali sudah di webinarkan akan tetapi masih kurangnya kesadaran oknum mengenai
penyakit berbahaya ini. penyakit ini paling banyak disebarkan oleh adanya seks bebas. Harapan
untuk mengurangi penderitanya belum sesuai yang diinginkan. Hal ini yang menginisiasi
seluruh negara di dunia ini melakukan peringatan HIV dan AIDS. Dilaksanakan setiap 1
Desember sebagai hari HIV dan AIDS sedunia agar masyarakatnya semakin peduli untuk
memerangi virus dan penyakit mematikan ini.

Penyuluhan dan upaya sudah banyak dilakukan tenaga kesehatan bahkan masyarakat untuk
melindungi lingkungan dari bahaya HIV dan AIDS. Seluruh masyarakat harus bergerak dan
perlu melakukan pencegahan serta perlindungan terutama pada diri sendiri terlebih dahulu,
kemudian keluarga sampai masyarakat sekitar agar pemahaman tentang HIV/AIDS dapat
mereka pahami sehingga dapat mengurangi presentase maraknya kasus ini. Sehingga
perlindungan terhadap hak asasi yang melekat pada diri sendiri, keluarga dan masyarakat dapat
diakui sebagaimana mestinya.

Dalam diri sendiri, kita perlu mengetahui dan memperbanyak informasi dan karakteristik virus
yang mematikan kekebalan ini, mengetahui bagaimana virus ini menyebar beserta cara
penangggulangannya. Bila diri sendiri sudah memiliki ‘imun’ informasi virus dan penyakit
tersebut, tentunya kemudian dapat membekali keluarga. Pemberian informasi dalam keluarga
dengan bahasa bersifat sederhana dan disesuaikan dengan usia penerima informasi tersebut
akan membuat informasi tersebut diterima dengan baik.

PEMAHAMAN MASYARAKAT MENGENAI HIV/AIDS

Dalam lingkungan masyarakat, terkait pemahaman tentang penyakit dan virus mematikan ini
lebih ditekankan agar upaya pencegahan dan perlindungan terhadap HIV dan AIDS dapat
berjalan secara maksimal dengan tidak menghilangkan serta meninggalkan nilai-nilai agama
serta budaya yang sudah ada di negeri ini. Berbudi pekerti luhur dan selalu taat pada agama
merupakan bentuk dari pemahaman dan kesadaran akan penyakit HIV/AIDS ini. Selain itu,
apapun bentuk kegiatan dalam pencegahan dan perlindungan terhadap HIV dan AIDS
utamanya adalah mempertahankan dan membuat ketahanan dan kesejahteraan pribadi masing-
masing masyarakat, keluarga maupun dukungan sosial yang telah mengakar dalam masyarakat.
Adapun cara menanamkan kepedulian terhadap sesama manusia seperti mengurangi kegiatan
negatif seperti seks bebas dan kegiatan yang bisa menularkan HIV/AIDS. Adapun caranya
melalui pencegahan dan penanggulangan virus ataupun penyakit mematikan dengan program
yang sudah sering disosialisasikan yaitu program KIE. KIE (Komunikasi, Informasi dan
Edukasi) baik itu melalui berbagai aksi sosialisasi maupun penyuluhan ke berbagai daerah atau
instansi dapat memantapkan sikap dan perilaku serta upaya menjauhkan dari penularan
terhadap infeksi HIV dan AIDS. Disamping itu bila di lingkungan masyarakat terdapat ODHA
(Orang dengan HIV dan AIDS) jangan sekali – kali untuk menjauh bahkan mengucilkan
mereka justru sebaliknya cukup mendukung ataupun memotivasi agar tetap memiliki semangat
menjalani kehidupan dan mendukung untuk melakukan kegiatan positif, karena sampai saat ini
obat HIV/AIDS belum ada.

Adapun peran Pemerintah yang ikut serta dalam menanggulangi, mencegah dan melindungi
dari HIV dan AIDS harus pula secara maksimal terutama pada kegiatan sosialisasi kebijakan,
program, pelayanan sampai kegiatan yang matang dan terencana sehingga apa yang diharapkan
dapat mencapai sasaran untuk mengedukasi masyarakatnya mengenai pentingnya penyuluhan
mengenai HIV/AIDS. Meskipun demikian kebijakan yang dilakukan, program yang
direncanakan, pelayanan yang diterapkan serta kegiatan yang dilaksanakan hendaknya harus
tetap berbasis masyarakat yang menghormati harkat dan martabat individu.

Tidak ada kata terlambat untuk bergerak dan mencegah penyakit yang sampai sekarang belum
ada obatnya ini. Mulai memproteksi diri sendiri dan menjauhkan dari perilaku beresiko yang
sangat berbahaya, membekali dan mendampingi keluarga agar jangan sampai terkena dan tidak
melakukan perilaku beresiko serta memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa HIV
dan AIDS sangat perlu dicegah dan tidak perlu menunggu untuk upaya penanggulangannya.
Upaya yang dilakukan tersebut tidak lain untuk menjadikan Indonesia tetap negara yang
masyarakatnya bebas terhadap berbagai perilaku beresiko dan terbebas dari virus dan penyakit
mematikan tersebut.

KEKERASAN PADA ANAK

Mengingat kasus yang terjadi pada anak berinisial J maraknya kasus kekerasan pada anak usia
dini jumlahnya cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Banyak anak usia dini yang menjadi
korban kekerasan baik secara fisik, emosional, verbal maupun seksual, penelantaran,
eksploitasi, perlakuan salah, diskriminasi, dan perlakukan tidak manusiawi lainnya, baik yang
berlangsung secara disadari maupun yang tanpa disadari.

Menurut jurnal Unesco, Kekerasan seksual menempati jumlah yang terbanyak, yakni 50% -
62% (Unesco 2016: v). Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan,
selama tahun 2011-2015 telah terjadi sebanyak 1.671 kasus kekerasan seksual pada anak.
Undang-Undang Perlindungan Anak memberi Batasan, yang dimaksud dengan anak adalah
seseoran yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam
kandungan (UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002).Anak laki-laki dan perempuan paling
sering dilecehkan oleh orang dewasa atau anak yang lebih tua yang dikenal dan yang dapat
mengontrol mereka. Pelakunya dikenal oleh korban dalam delapan dari sepuluh kasus yang
dilaporkan. Pelakunya seringkali adalah sosok yang dihormati yang dipercaya dan disayangi
oleh anak tersebut. Seringnya sang anak diyakinkan untuk melakukan seks melalui bujukan,
sogokan, atau ancaman (Unesco, 2016: 42).

EDUKASI BERPERILAKU KEPADA ANAK SEJAK DINI

Pendidikan seks harus dimulai sejak dini dan bertahap sesuai perkembangan anak. Bila hal ini
dilakukan saat beranjak dewasa, mereka tidak akan mencari penjelasan dari lingkungan sekitar
yang terkadang menyesatkan. Untuk mulai menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap
anak, orang tua bisa mendiskusikan beberapa hal berikut ini sesuai kesepakatan, yaitu

1. cara yang santun untuk mengungkapkan pendapat ke orang tua,


2. jam belajar anak dalam satu hari,
3. batas waktu anak keluar malam,
4. wilayah mana saja yang menjadi privasi anak dan orang tua, dan
5. tayangan televisi yang bisa ditonton oleh anak berdasarkan usia

(Alya, 2010:35-36) Komunikasi merupakan muara solusi untuk menyelesaikan kasus


kekerasan. Caranya dapat dimulai dengan membangun komunikasi yang terbuka antara guru,
orangtua, dan anak. Selama ini, komunikasi di antara mereka seringkali tidak berjalan dengan
baik dan efektif. Orang tua misalnya jarang memberi perhatian terhadap anaknya, baik di
rumah atau di lembaga pendidikan. Mereka, mungkin terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan
sehingga tidak sempat atau tidak mau menyempatkan diri berkomunikasi dengan anak dan
pihak lembaga pendidikan. Sementara itu, di lembaga pendidikan, guru cenderung ingin
didengarkan oleh anak didiknya. Komunikasi yang dibangun hanya satu arah. Tidak banyak
guru yang memposisikan dirinya sebagai fasilitator atau mitra berbagi dengan anak didik.
Sedangkan anak didik lebih suka mengambil jalan sendiri, dan tidak tahu kepada siapa dia
harus berkomunikasi (Unesco 2016: 83). Komunikasi menjadi semacam muara bagi solusi atas
kasus-kasus kekerasan di kalangan anak didik. Kesediaan semua pihak terutama orangtua, guru
dan anak didik untuk menjalin komunikasi yang posistif, terbuka dan jujur, akan membuka
jalan menuju solusi yang efektif dalam menyelesaikan kasus kekerasan.
KESIMPULAN

Dalam kasus topik 1 menjelaskan bahwa seorang anak perempuan berinisial J diduga menjadi
korban pemerkosaan yang dilakukan orang-orang terdekatnya selama bertahun-tahun. Bahkan
gadis malang ini sedang dirawat dirumah sakit karena terinfeksi HIV dan gizi buruk.

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS)
merupakan penyakit mematikan yang masih menjadi permasalahan global sampai saat ini yang
penderitanya semakin bertambah.

Penyuluhan dan upaya sudah banyak dilakukan tenaga kesehatan bahkan masyarakat untuk
melindungi lingkungan dari bahaya HIV dan AIDS. Seluruh masyarakat harus bergerak dan
perlu melakukan pencegahan serta perlindungan terutama pada diri sendiri terlebih dahulu,
kemudian keluarga sampai masyarakat sekitar agar pemahaman tentang HIV/AIDS dapat
mereka pahami sehingga dapat mengurangi presentase maraknya kasus ini. Sehingga
perlindungan terhadap hak asasi yang melekat pada diri sendiri, keluarga dan masyarakat dapat
diakui sebagaimana mestinya.

Dalam diri sendiri, kita perlu mengetahui dan memperbanyak informasi dan karakteristik virus
yang mematikan kekebalan ini, mengetahui bagaimana virus ini menyebar beserta cara
penangggulangannya. Bila diri sendiri sudah memiliki ‘imun’ informasi virus dan penyakit
tersebut, tentunya kemudian dapat membekali keluarga. Pemberian informasi dalam keluarga
dengan bahasa bersifat sederhana dan disesuaikan dengan usia penerima informasi tersebut
akan membuat informasi tersebut diterima dengan baik.

Pendidikan seks harus dimulai sejak dini dan bertahap sesuai perkembangan anak. Bila hal ini
dilakukan saat beranjak dewasa, mereka tidak akan mencari penjelasan dari lingkungan sekitar
yang terkadang menyesatkan. Untuk mulai menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap
anak, orang tua bisa mendiskusikan beberapa hal berikut ini sesuai kesepakatan, yaitu

1. cara yang santun untuk mengungkapkan pendapat ke orang tua,


2. jam belajar anak dalam satu hari,
3. batas waktu anak keluar malam,
4. wilayah mana saja yang menjadi privasi anak dan orang tua, dan
5. tayangan televisi yang bisa ditonton oleh anak berdasarkan usia
DAFTAR PUSTAKA

Aryani, L., & Pramitasari, R. (2018). Perkembangan Kasus Hiv Di Kota Semarang : Tinjauan
Karakteristik Dan Aspek Lingkungan the Development of Hiv Cases in Semarang :
Review of Characteristics and Environmental Aspects. J. Kesehat. Masy. Indones,
13(1), 2018.

Kusumaadhi, Z. M., Farhanah, N., & Udji Sofro, M. A. (2021). Risk Factors for Mortality
among HIV/AIDS Patients. Diponegoro International Medical Journal, 2(1), 20–19.
https://doi.org/10.14710/dimj.v2i1.9667

Ni’matutdtsania NL, A. M. (2021). Perilaku Pencegahan Penularan HIV/AIDS pada Wanita


Pekerja Seks (WPS) Usia Remaja. Higeia Journal of Public Health Research and
Development, 1(3), 625–634.

Hubaybah, H., Wisudariani, E., & Lanita, U. (2021). Evaluasi Pelaksanaan Layanan Voluntary
Counseling and Testing (VCT) Dalam Program Pencegahan HIV/AIDS di Puskesmas
Pakuan Baru Kota Jambi. Jurnal Kesmas Jambi, 5(1), 61–71.
https://doi.org/10.22437/jkmj.v5i1.12403

Anda mungkin juga menyukai