Anda di halaman 1dari 59

1

TEKNIK PEMELIHARAAN LARVA IKAN KAKAP PUTIH


(Lates calcalifer, Bloch) DI BALAI BESAR RISET BUDIDAYA
LAUT DAN PENYULUHAN PERIKANAN (BBRBLPP)
GONDOL, BALI.

TUGAS AKHIR

ARDIANSYAH PRATAMA. L
1522010254

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERIKANAN


JURUSAN BUDIDAYA PERIKANAN
POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP
2018
2
3
4

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftarpustaka.

Pangkep, Agustus 2018

Yang menyatakan,

Ardiansyah Pratama. L
5

KATA PENGANTAR

Upaya maksimal yang dilakukan oleh penulis tidak akan terwujud dengan
baik tanpa diiringi dengan doa yang dikabulkan oleh Allah SWT. Untuk itu
patutlah kiranya jika penulis memanjatkan puji dan syukur serta terima kasih yang
tak terhingga kepada-Nya dan kepada orang-orang yang turut mendukung
penyelesaian Tugas Akhir ini antara lain :

1. Kepada Bapak Ir. Nawawi, M.Si. selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr. Ir.
Dahlia,M.P selaku pembimbing anggota yang telah memberikan motivasi,
arahan dan bimbingan mulai dari penyusunan tugas akhir.
2. Ucapan terima kasih kepada pembimbing lapangan Ahmad Muzaki, S.Pi,
M.Sc, atas partisipasi dan bantuannya dalam penyelesaian tugas akhir serta
teknisi selama kegiatan Pak katimin S,Pi, Pak Ihsan, Pak Kordi, Mas Wahid
dan Mas Heri.
3. Kepada Ketua Jurusan Budidaya Perikanan Bapak Ir. Rial Hamal, M.P.
4. Kepada Direktur Bapak Ir. Darmawan, M.P. Politeknik Pertanian Negeri
Pangkep.
5. Ayahanda Abdul Latif S.Pt dan Ibunda Hasniah Hamid serta saudara-
saudaraku tercinta Nurfadila Latif dan Nur Aisyah Latif atas dukungan dan
doanya sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini
Penulisan tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya membanfun.
Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat.

Pangkep, Juli 2018

Penulis
6

DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL .................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................ iii
PERNYATAAN ............................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ............................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... x
ABSTRAK ......................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ............................................................ 1

1.2. Tujuan dan 2


Manfaat....................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kakap Putih 3


..............

2.2. Habitat Ikan Kakap Putih 4


............................................

2.3. Reproduksi dan Siklus Hidup Ikan Kakap Putih 5


........

2.4. Cara Makan dan Makanan Ikan Kakap Putih 6


.............

2.5. Pemijahan 7
.....................................................................
7

2.6. Pembuahan 8
...................................................................

2.7. Perkembangan Larva Ikan Kakap Putih 9


......................

2.8. Padat Tebar ................................................... 11


..............

2.9. Penyakit pada Larva Ikan Kakap Putih 12


.......................

2.10. Manjemen Pemberian Pakan........................................ 14

2.11. Kualitas Air.................................................................. 16

BAB III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat ..................................................... 18

3.2. Alat dan Bahan .......................................................... 18

3.3. Metode Pengumpumpulan Data ................................ 19

3.4. Metode Pelaksanaan .................................................. 19

3.4.1. Persiapan Air Pemeliharaan ............................ 19

3.4.2. Persiapan Bak Pemeliharaan ........................... 20

3.4.3. Penebaran dan Penetasan Telur ...................... 21

3.4.4. Pemeliharaan Larva ......................................... 23

3.4.5. Pencegahan Penyakit ........................................ 24

3.4.6. Panen dan Pascapanen ..................................... 25

3.5. Parameter yang Diamati dan Analisis Data 25


...............

3.5.1. Parameter yang Diamati .................................. 25

3.5.2. Analisis Data ................................................... 26


8

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Derajat Tetasan ......................................................... 27

1.2. Pertumbuhan Panjang Larva ..................................... 28

1.3. Tingkat Kelangsungan Hidup ................................... 30

1.4. Kualitas Air .............................................................. 31

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ................................................................. 34

5.2. Saran ........................................................................... 34


DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
9

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1. Tahapan Perkembangan Larva Ikan Kakap Putih ............ 10

Tabel 2.2. Perlakukan untuk Mengatasi Penyakit Bakteri dan Parasit 14


pada Ikan Kakap Putih ....................................................
Tabel 2.3. Kualitas Air Ikan Kakap Putih .......................................... 17

Tabel 3.1. Alat yang Digunakan pada Kegiatan Larva Ikan Kakap 18
Putih ..................................................................................
Tabel 3.2. Bahan yang Digunakan pada Kegiatan Pemeliharaan 19
Larva Ikan Kakap Putih ....................................................
Tabel 3.3. Manajemen Pemberian Pakan .......................................... 23

Tabel 3.4. Matriks Pengelolaan Air ................................................... 24

Tabel 4.1. Perhitungan Derajat Penetasan ......................................... 27

Tabel 4.2. SR Larva Ikan Kakap Putih .............................................. 30

Tabel 4.3. Hasil Pengkuran Kualitas Air ........................................... 32


10

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Skema Morfologi Kakap Putih ........................................ 4

Gambar 4.1. Grafik Pertumbuhan Panjang Larva Ikan Kakap Putih .... 28
11

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Alat dan Bahan yang Digunakan dalam Kegiatan
Pemeliharaan Larva Ikan Kakap Putih ................. 40

Lampiran 2. Kegiatan Pemeliharaan Kakap Putih ..................... 42

Lampiran 3. Perhitungan ............................................................ 44


12

ABSTRAK

ARDIANSYAH PRATAMA L. 1522010254. Teknik Pemeliharaan Larva Ikan

Kakap Putih (Lates Calcalifer, Bloch) di Balai Riset Budidaya Laut dan

Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol, Bali. Dibimbing oleh Nawawi

dan Dahlia.

Kakap putih (Lates calcalifer, Bloch) biasa dikenal dengan nama Giant sea
perch, seabass atau barramundi, ikan ini hidup di perairan pantai, muara dan air
tawar dan termasuk ikan ekonomis penting di Kawasan Indo-Pasifik. Ikan kakap
putih merupakan jenis ikan euryhaline dan katadromous. Ikan matang gonad
ditemukan dimuara-muara sungai, danau atau laguna dengan salinitas air antara
10-15 ppt.
Tugas akhir ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui teknik
pemeliharaan larva ikan kakap putih di hatchery. Selain itu, tugas akhir ini
diharapkan sebagai pedoman dalam kegiatan pemeliharaan larva ikan kakap putih
di hatchery dan sekaligus sebagai sumber informasi bagi masyarakat terutama
yang bergerak dibidang pembenihan ikan.
Laporan tugas akhir ini disusun berdasarkan data dari hasil kegiatan
Pengalaman Kerja Praktik Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan pada tanggal
29 Januari sampai 25 April 2018 di di Balai Besar Riset Budidaya Laut dan
Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol, Bali.
Pemeliharaan larva dilakukan dalam bak beton volume 6 m3 yang
ditempatkan dalam hatchery. Selama pemeliharaan larva, fitoplankton
Nannochloropsis oculata ditambahkan ke dalam media pemeliharaan larva. Pakan
alami yang diberikan sebagai pakan bagi larva adalah zooplankton rotifer
Brachionus rotundiformis dan naupli artemia. Selain itu dilakukan pengelolaan
kualitas air dengan melakukan penyiponan dan pergantian air serta pemberian
probiotik Alteromonas BY 9 sebanyak 5 ppm.
Selama masa pemeliharaan 20 hari menunjukkan hasil yang berbeda
terhadap tingkat kelangsungan hidup, dengan persentase tertinggi pada bak (B)
97%, bak (A) 94%, bak (C) 74% dan bak (D) 68,9%. Faktor yang mempengaruhi
tingkat kelangsungan hidup antara lain : Padat tebar, kualitas air, dan manajemen
pemberian pakan.
Kata Kunci :Kakap Putih, Pemeliharaan, Larva.
13

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kakap putih (Lates calcarifer, Bloch) biasa dikenal dengan nama Giant

sea perch, seabass atau barramundi, ikan ini hidup di perairan pantai, muara dan

air tawar dan termasuk ikan ekonomis penting di Kawasan Indo-Pasifik. Ikan

kakap putih ini dapat di budidayakan di air payau dan air tawar, serta di keramba

jaring apung di pantai (Kungvankij et al., 1984;. Abu-abu, 1987, dalam schipp et

al., 2007). Ikan ini memiliki daging yang halus, populer di wilayah Indo-Pasifik,

dan memiliki pasar dan harga yang tinggi. Ikan kakap putih memiliki tingkat

pertumbuhan yang cepat, tumbuh dengan ukuran besar, dan dapat dibesarkan di

penangkaran, sehingga membuat ikan kakap putih sangat cocok untuk akuakultur

(Schipp et al., 2007). Dipasaran harga ikan ini bisa mencapai Rp.60.000,- per kg.

Ikan Kakap putih (L.calcarifer) merupakan ikan yang mempunyai toleransi yang

cukup besar terhadap kadar garam (euryhaline) dan merupakan ikan katadromous

(dibesarkan di air tawar dan kawin di laut) serta termasuk ke dalam ikan karnivora

(Febianto, 2007).

Produksi ikan kakap di Indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari

penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantaranya yang telah di hasilkan

dari usaha pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang

menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di Indonesia adalah masih

sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup (Direktorat

Jenderal Perikanan 2001).


14

Pembenihan kakap putih (L. calcarifer) mulai diusahakan di Thailand

pada tahun 1971 (Tattanon and Maneewongsa 1982) dan Malaysia tahun 1982

(Ruangpanit 1984) sedangkan di Indonesia di mulai tahun 1987 dan pada akhir

1988 berhasil dilakukan pembenihan secara massal di Balai Budidaya Laut

Lampung. Penyediaan benih yang tepat, baik dalam jumlah, waktu, maupun mutu

menjadi faktor utama untuk menjamin kelangsungan usaha pembesaran ikan

kakap. Adapun tahapan dalam pembenihan ikan kakap yang sangat menentukan

yaitu padat tebar, manajemen pemberian pakan, dan pengelolaan kualitas air.

1.2. Tujuan dan Manfaat

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk memperkuat penguasaan

teknik pemeliharaan larva ikan kakap putih yang dilaksanakan di Balai Besar

Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLP) Gondol,Bali.

Manfaat penulisan tugas akhir ini untuk memperluas wawasan kompetensi

keahlian mahasiswa dalam berkarya di masyarakat kelak, khususnya mengenai

teknik pemeliharaan ikan kakap putih dalam bidang pembenihan.


15

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch)

Menurut Mathew (2009), klasifikasi ikan kakap putih adalah sebagai

berikut:

Phylum : Chordata

Sub-phylum : Vertebrata

Class : Pisces

Sub-class : Teleostomi

Order : Percomorphi

Family : Centropomidae

Genus : Lates

Species : Lates calcalifer, Bloch

Menurut Marwiyah (2001) dalam Mulyono (2011) ciri-ciri morfologis

ikan kakap putih (L. calcarifer) yaitu badan memanjang, gepeng dan batang sirip

ekor lebar, pada waktu masih burayak (umur 1–3 bulan) warnanya gelap dan

setelah menjadi gelondongan (umur 3–5 bulan) warnanya terang dengan

bagianpunggung berwarna coklat kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi

keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-abu gelap, mulut lebar, sedikit serong

dengan gigi halus. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.

Sirip punggung berjari-jari keras sebanyak 3 buah dan jari-jari lemah sebanyak 7–

8 buah. Skema Morfologi Kakap Putih dapat dilihat pada gambar 2.1.
16

Gambar 2.1. Ikan Kakap Putih (Data Primer, 2018)

2.2. Habitat Ikan Kakap Putih

Daerah sebaran kakap putih di daerah tropis dan subtropis, daerah pasifik

Barat dan Samudera Hindia, yang meliputi Australia, Papua New Guinea,

Indonesia, Philipina, Jepang, China, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia,

Singapura, Bangladesh, India, Srilangka, Pakistan, Iran, Oman dan negara-negara

disekitar laut Arab. Penyebaran kakap putih di Indonesia terutama terdapat di

pantai utara Jawa, di sepanjang perairan pantai Sumatera bagian timur,

Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Arafuru (Sulistiono, 2013).

Distribusi ikan kakap putih terdapat di seluruh wilayah pesisir Indonesia,

wilayah Pasifik Barat (dari tepi timur Teluk Persia ke China, Taiwan selatan,

Jepang selatan, ke Papua Nugini, dan Australia bagian utara). Di Barat Australia,

kakap putih ditemukan di sungai dan di sepanjang pantai dari Teluk Exmouth ke

Wilayah perbatasan Utara. Namun, kakap putih yang paling produktif di

Kimberley di mana area besar sungai tropis negara berada (Department of

Fisheries, 2011).

Ikan kakap putih merupakan jenis ikan euryhaline dan katadromous. Ikan

matang gonad ditemukan dimuara-muara sungai, danau atau laguna dengan


17

salinitas air antara 10–15 ppt. Larva yang baru menetas (umur 15–20 hari atau

ukuran panjang 0,4–0,7 cm) terdapat sepanjang pantai atau muara sungai,

sedangkan larva yang berukuran 1 cm dapat ditemukan di perairan tawar seperti

sawah dan danau (Mulyono, 2011).

2.3. Reproduksi dan Siklus Hidup Ikan Kakap putih

Berdasarkan kebiasaan ruang hidup (niche), kakap putih bersifat

katadromous, artinya dia memijah di air laut dan dewasa di air tawar. Hal ini

terjadi karena selama ikan berda di air tawar gonad belum bisa berkembang

maksimum. Untuk mecapai perkembangan maksimum, kakap putih mengadakan

ruaya ke arah laut (daerah estuaria) dan memijah (Soetomo, 1997).

Menurut Bond dkk. (2005) Proses pembuahan terjadi di luar tubuh

(eksternal), dan berlangsung pada saat air laut pasang tinggi diwaktu malam hari

(sekitar pukul 18.00–22.00) di awal bulan baru atau bulan penuh.

Telur kakap bersifat mengapung (planktonik) dengan diameter 0,5 mm.

telur akan menetas ± 18 jam kemudian dan larvanya hanyut terbawa arus ke arah

estuaria masuk ke batang-batang sungai, danau-danau dan rawa. Selanjutnya

larva akan tumbuh menjadi dewasa (Bond dkk., 2005).

Selama di lingkungan air tawar, kakap putih mampu tumbuh sepanjang

65 cm dengan berat badan 19,8 kg. Selama ada di air laut, panjang tubuh bisa

mencapai 1,7 m bahkan lebih. Kemampuan kakap putih menghasilkan telur

(fekunditas) diduga memiliki hubungan positif dengan berat dan panjang ikan

kakap putih (Soetomo, 1997).


18

2.4. Cara Makan dan Makanan Larva Ikan Kakap Putih

Kebiasaan dan cara makan individu merupakan faktor paling penting

yang menentukan keberhasilan mempertahankan eksistensi suatu organisme

karena makanan menyediakan semua nutrisi yang diperlukan oleh organisme

untuk tumbuh dan berkembang. Makanan juga berperan dalm menentukan

distribusi dan migrasi ikan.

Pengetahuan tentang interaksi makan antara suatu species lain juga

penting diketahui dalam kaitan penyusunan rancangan manajemen sumber daya

perikanan dan konservasi disuatu perairan. Analisis makanan juga penting

dilakukan untuk mengetahui pesaingan makan (diet overlap) antar spesies,

informasi ini penting diketahui dalam kegiatan restocking (Pusluh

2012 dalam Manalu 2014).

Ikan kakap putih termasuk jenis ikan karnivora yaitu ikan pemakan daging

yang termasuk dalam predator. Ikan predator adalah jenis ikan pemakan hewan

yang masih hidup. Ikan jenis ini bersifat buas sehingga tidak bisa dicampurkan

dengan ikan budidaya lain (Thia, 2012).

Analisa perut yang pernah dilakukan pada ikan yang berukuran 1–10 cm,

ternyata 20% bagian adalah plankton (terutama diatom dan alga) sementara

sisanya terdiri dari udang-udangan kecil, ikan dan sebagainya (kungvankij 1971

dalam Bond dkk., 2005). Dipihak lain bahwa larva ikan kakap bisa tumbuh

optimum bila diberi rotifer (Brachionus sp.). Namun untuk ikan yang berukuran

lebih dari 20 cm dinyatakan 100% adalah pemakan daging dimana 70% adalah

crustacea (udang, anak kepiting) dan 30% adalah ikan-ikan kecil (Bond dkk.,

2005).
19

2.5. Pemijahan

Menurut Barlow (1981), metoda pemijahan pada ikan kakap putih (L.

calcarifer) dibagi atas 3 yaitu pemijahan alami (Natural spawning), pemijahan

(Stripping atau artificial fertilization) dan penyuntikan (induced spawning).

Natural spawning atau pemijahan alami dalam bak/tangki pemeliharaan

biasanya berlangsung sama seperti pada pemijahan yang terjadi diperairan

terbuka. Pemijahan diperairan terbuka berlangsung dari bulan April sampai akhir

bulan September. Waktu pemijahan dalam bak berlangsung antara jam 20.00–

24.00 pada bulan purnama.

Telur yang dibuahi mengapung dipermukaan, sedangkan yang tidak

dibuahi tenggelam ke dasar bak. Kemudian telur yang mengapung dikoleksi dan

dipindahkan kedalam bak-bak penetasan. Guna melindungi perkembangan telur

secara layak, salinitas harus dipertahankan 25–32 ppt dan temperatur 27–30°C.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan/kegagalan dalam

pemijahan adalah pakan, mutu air (oksigen terlarut, pH, salinitas) dan ukuran

induk.

Stripping atau pemijahan dengan cara pemijatan merupakan cara yang

baik untuk memperoleh produksi benih secara besar-besaran. Induk jantan yang

digunakan berukuran 2–5 kg dan betina 3–7 kg. Untuk melakukan pemijatan

diperlukan 2 orang, satu orang memegang induk kakap diatas sebuah wadah dan

seorang lagi mengeluarkan telur dengan jalan pemijatan perut ikan perlahan-lahan

dari depan kebelakang dengan ibu jari dan telunjuk.

Pemijatan induk jantan juga sama dengan induk betina, sperma disimpan

dalam ice box (dapat disimpan selama 5 hari). Tanda-tanda sperma yang baik
20

tidak menggumpal dan tidak melekat pada plasma, apabila dipijat spermanya akan

keluar dengan mudah dan bila dilihat dibawah mikroskop mereka bergerak secara

aktif dan cepat. Setelah sperma dan telur dikeluarkan dari induknya segera

dicampur dalam sebuah wadah, lalu diaduk dengan bulu ayam. Kemudian telur

yang sudah dibuahi dicuci dengan air laut bersih berulang-ulang. Cara

pembuahan demikian sering disebut dengan "dry method of eggs fertilization".

Induce spawning atau pemijahan dengan suntikan menggunakan hormon

HCG (Human Chorionic Gonadotropin), Puberogen dan LHRHa (Luteinizing

Hormone Releasing Hormone Analoque). Hormon tersebut disuntikan secara

intramusculer lebih kurang 3–4 cm dibawah sirip dorsal.

Menurut Limet al.(1986), dosis yang digunakan tergantung pada jenis

hormonnya. Untuk hormon HCG 250 IU/kg berat badan (betina) dan 100 IU/kg

(jantan), Puberogen 200 IU/kg (jantan dan betina), sedangkan hormon LHRHa

adalah 75 kg ug/kg (betina) dan 40 ug/kg (jantan). Pada Sub Balitdita

Bojonegara-Serang menggunakan hormon HCG dengan dosis 250 IU/kg (jantan

dan betina) untuk penyuntikan I dan 500 IU/kg penyuntikan II, sedangkan

hormon LHRHa dengan dosis 50 IU/kg (jantan dan betina) baik untuk

penyuntikan I dan II. Interval penyuntikan I dan II lebih kurang 12 jam.

2.6. Pembuahan

Telur yang sudah dibuahi berbentuk bundar, permukaannya licin,

transparan dan berdiameter 0,69–0,80 mm. Mereka saling melekat dan apabila

dalam kelompok berwarna kuning muda atau keemasan. Dalam telur terdapat

gelembung minyak dengan diameter 0,20–0,23 mm.


21

Telur yang dibuahi ditempatkan kedalam bak penetasan yang

sebelumnya dicuci dengan larutan acriflavine 5 ppm sebanyak 2–3 kali. Bak diisi

air laut bersih dengan salinitas 28–32 ppt dan diaerasi dari dasar. Setelah telur

dibuahi, 35 menit kemudian dimulai perkembangan embrio. Dimulai dari stadium

1 sel, kemudian berturut-turut menjadi 2 sel, 4 sel, 8 sel, 16 sel, 32 sel, 64 sel, 128

sel, prablastula, blastula, gastrula, neurula dan kemudian meningkat menjadi

embryo yang sudah berkepala dengan bola mata dan tunas ekornya. Beberapa

menit kemudian jantungnya mulai berfungsi, ekornya tumbuh dan badannya mulai

bergerak-gerak, sampai akhirnya telur itu menetas.

Penetasan telur kakap putih sangat dipengaruhi oleh temperatur air dan

salinitas. Pada temperatur 30–32°C menetas setelah 12–14 jam, temperatur 27°C

menetas setelah 17 jam. Sedangkan salinitas yang baik untuk penetasan

berkisaran25–34 ppt (Mayunar, 1991).

2.7. Perkembangan Larva Ikan Kakap Putih

Larva ikan kakap yang baru lahir berukuran 1,5 mm dengan sebuah

kantong kuning telur yang besar. Kantong kuning telur tersebut mempunyai satu

gelembung minyak pada bagian depannya, tubuhnya langsing dan berwarna

pucat. Mata, bagian jeroan, anus dan sirip ekornya jelas kelihatan, tetapi

mulutnya masih terkatup sampai berumur 3 hari. Sirip ekornya sudah dapat

bergerak dengan lincah.

Posisi dalam air bila dilihat dari atas membentuk sudut 45–90 derajat.

Merka cenderung berada di permukaan air sedalam setengah meter dan dekat

dengan lapisan tengah air yang mempunyai aerasi atau gerakan air yang kecil.

Setiap 3 hari, mulutnya mulai membuka dan kuning telurya sudah mulai lenyap,
22

ini pertanda bahwa ia mulai makan. Sampai berumur 7 hari, mereka masih

berwarna pucat. Dan sesudah berumur 18-20 hari, mereka bermetamorfosa, yaitu

berwarna gelap dengan garis-garis tegak pada bagian tubuh tertentu. Setelah

umunya lebih dari 18-20 hari, warnanya berubah menjadi kecoklat-coklatan dan

garis-garis tegaknya kelihatan jelas sebanyak 3 buah, satu pada pangkal ekor,

yang lainnya terletak di antara sirip punggung yang berjari-jari lemah, serta yang

ketiga terdapat di atas kepala.

Dalam waktu sebulan berubah menjadi burayak berukuran antara 1,5–2,0

cm. Kemudian sesudah berumur 3–5 bulan meningkat menjadi gelondongan

dengan panjang 8–15 cm. Pada tingkat gelondongan ini mereka sudah dapat

bergerak aktif dan mulai tumbuh dengan cepat (Asikin, 1995).

Tahapan perkembangan larva kakap putih dari umur 1 hari (D1) sampai

umur 20 hari (D20) dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Tahapan Perkembangan Larva Ikan Kakap Putih

No Umur Tahapan
1. D1 Larva baru menetas, transparan, tidak aktif dan melayang – layang
2. D2 Kuning telur mulai terserap
3. D3 Mulut mulai terbuka, pasokan kuning telur sudah mulai habis
4. D4 Bukaan mulut yang sudah membesar,tubuh makin memanjang dan pigmentasi
meluas
5. D5 Cadangan makanan sudah terserap habis
6. D9 Pigmentasi dikepala
7. D10 Perkembangan bintik hitam semakin tebal pada bagian tubuh di bawah sirip
8. D18 Sudah terdapat spina, warna tubuh sebagian hitam dan transparan
9. D20 Pertambahan panjang spina yang menyerupai layang-layang terus berlansung
Sumber :Supriya dkk, (2003)

Dalam perkembangan larva kakap putih memiliki beberapa fase kritis. Fase-

fase kritis pada larva kakap putih dibagi atas empat fase yaitu :
23

1. Fase kritis I : Umur 3-5 hari, kuning telur sebagai cadangan makanan terserap

habis, sedangkan bukaan mulutnya masih terlalu kecil untuk rotifer dan organ

pencernaan makanan belum berkembang sempurna sehingga tidak dapat

dimanfaatkan pakan yang tersedia.

2. Fase kritis II : Umur 6-10 hari, yaitu ketika spina mulai tumbuh. Pada fase

ini kemungkinan mulai membutuhkan nutrisi yang berbeda sedangkan pakan

yang diberikan jenisnya masih sama dengan fase sebelumnya.

3. Fase kritis III : Umur lebih dari 15 hari, sifat kanibalisme sudah mulai

tampak, dimana benih lebih besar memangsa yang lebih kecil.

2.8. Padat Tebar

Dalam melakukan kegiatan pemeliharaan salah satu faktor yang perlu

diperhatikan yaitu padat penebaran. Peningkatatan padat penebaran akan menjadi

salah satu faktor penyebab kematian pada ikan kakap putih, hal ini terjadi karena

ruang gerak yang semakin terbatas serta persaingan pakan juga semakin tinggi

sehingga menyebabkan ikan stres dan mengalami kematian. Kadarini dkk. (2010)

menyatakan bahwa padat penebaran yang tinggi dapat menyebabkan ikan stres,

kondisi ini dapat menyebabkan metabolisme terhambat dan nafsu makan ikan

menurun. Ikan yang mengalami stres diduga terjadi karena kondisi lingkungan

tidak sesuai bagi kelangsungan hidupnya. Padat penebaran yang tinggi akan

menyebabkan kompetisi dalam mendapatkan ruang gerak, pakan dan oksigen

yang dapat menyebabkan ikan stres. Kondisi ikan yang stres terus menerus dapat

menyebabkan fungsi normal ikan terganggu sehingga menyebabkan pertumbuhan

menjadi lambat dan dapat menyebabkan kematian.


24

Peningkatan padat penebaran juga mempengaruhi proses pertumbuhan

Menurut Niazie et al. (2013), padat penebaran merupakan faktor penting yang

dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Padat penebaran tertentu akan memiliki

efek positif dan negatif terhadap laju pertumbuhan. Menurut Effendi dkk. (2008),

bahwa meningkatkan padat penebaran dalam wadah akan mengakibatkan ruang

gerak semakin terbatas dan kompetisi dalam mendapatkan makanan juga semakin

tinggi sehingga dapat menyebabkan ikan stres dan pertumbuhan menurun.

2.9. Penyakit Pada Larva ikan kakap Putih dan Penanggulangannya

2.9.1. Penyakit Patogenik

Parasit yang pernah menyerang larva kakap putih adalah cacing pipih

golongan Trematoda. Larva yang terserang parasit berumur sekitar 18 hari.

serangannya mencapai 2–3%. Cacing ini banyak terdapat pada air media

pemeliharaan dan sebagian menempel pada tubuh larva, yaitu pada bagian spina.

Tanda gejala serangan pada larva adalah nafsu makan berkurang, warna tubuh pucat,

gerakan larva lambat dan berenang di permukaan. Karena ukuran ikan sangat kecil

dan mudah stres, perendaman dengan formalin maupun air tidak dapat dilakukan.

Penanggulanagan yang dapat dilakukan adalah dengan pergantian air

pemeliharaan sebanyak mungkin, sehingga cacing yang terdapat di air

pemeliharaan akan berkurang (Kurniastuty dkk., 2004).

Bakteri yang menyerang larva adalah jenis Vibrio sp. Umumnya bakteri

ini menyerang pada larva berumur sekitar 17 hari. Bakteri ini bersifat patogen

pada larva dan merupakan penyebab kematian yang besar selain penyakit viral.

Ikan yang terserang bakteri vibrio sp. tidak menunjukkan perubahan secara fisik,

namun pada saat gelap tubuh ikan tampak bercahaya dan larva kehilangan nafsu

makan(Kurniastuty et dkk., 2004). Penyakit viral pada larva kakap putih adalah
25

VNN (Viral Nervous Necrosis). Virus ini sangat patogenik dan merupakan

penyebab kematian larva terbesar. VNN yang menginfeksi larva dapat

mengakibatkan kematian total 100% dalam tempo yang relatif singkat (1–2

minggu). Ikan yang terserang virus VNN tidak menunjukkan perubahan secara

fisik, gejala yang terlihat adalah terjadinya kematian secara massal (Kurniastuty et

al., 2004).

2.9.2. Penyakit Non Patogenik

Penyebab penyakit non patogenik dipengaruhi faktor lingkungan dan erat

kaitannya dengan parameter kualitas air. Terjadinya perubahan kualitas air dapat

menyebabkan inang memiliki daya tahan tubuh lemah dan patogen berkembang

dengan baik sehingga menimbulkan kematian pada larva. Beberapa penyakit non

patogenik pada larva ikan kakap putih karena faktor lingkungan antara lain

defisinsi oksigen, gas bubble desease dan keracunan.

Secara umum penanganan penyakit meliputi tindakan diagnosa,

pencegahan dan pengobatan. Diagnosa yang tepat perlu dilakukan dalam setiap

rencana pengendalian penyakit, termasuk pengetahuan mengenai daur hidup dan

ekologi organisme penyebab penyakit. Diagnosa yang tepat akan mengahsilkan

tindakan penaggulangan yang lebih terarah yaitu dengan mempertahankan

kualitas air agar tetap baik, mengurangi kemungkinan penanganan yang kasar,

pemberian pakan yang optimal mutu dan kualitasnya, mencegah penyebaran

organisme penyebab penyakit dari bak pemeliharaan ke bak pemeliharaan yang

lain (Kurniastuty dkk., 2004). Penanggulangan penyakit pada budidaya ikan laut

baik pembesaran maupun pembenihan dapat dilakukan dengan mencegah

timbulnya stres pada ikan. Stres didefinisikan sebagai reaksi biologis terhadap
26

stimulus yang mengganggu, baik secara fisik, internal atau eksternal yang

cenderung mengganggu kondisi homeostatis suatu organisme. Menurut

Kurniastuty dkk. (2004),menyatakan bahwa untuk mencegah mortalitas pada ikan

dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Mempertahankan kualitas air tetap baik

b. Pemberian pakan yang cukup secara kualitas dan kuantitas

c. Mencegah menyebarnya organisme penyebab penyakit dari bak

pemeliharaan satu ke bak yang lain

Perlakuan yang dapat diberikan untuk mengatasi penyakit bakteri dan

parasit pada kakap putih dapat dilakukan pada Tabel 2.2.berikut :

Tabel 2.2. Perlakukan untuk Mengatasi Penyakit Bakteri dan Parasit pada Ikan
Kakap Putih

Patogen Perlakuan Lama Perlakuan


Perendaman dengan 150 ppm
Monogenea 30 menit, 7 hari berturut-turut
hidrogen peroksida
Cryptocaryon irritants Pergantian air, pemindahan ikan -
Diplectanum sp. Formalin 200 ppm, aerasi kuat ½ - 1 jam, 3 hari
Pseudohabdosyncus 250 ppm formalin atau air tawar 1 jam
Chloroampenicol 0.2 kg/kg
4 hari
pakan
Sulphonamide 0.5 g/kg 7 hari
Vibrio sp.
Perendaman dengan
Nitrofurazone 15 ppm atau 4 hari
sulfonamide 50 ppm
Sumber : Kurniastuty dkk., (2004).

2.10. Manajemen Pemberian Pakan Larva Ikan Kakap Putih

Pakan yang diberikan selama pemeliharaan benih ikan kakap putih harus

sesuai dengan kebutuhan benih yang dipelihara, baik dari segi jumlah, waktu,

syarat fisik (ukuran dan bentuk) sertakandungan nutrisi. Pemberian pakan pada

stadia larva ini sangat penting karena merupakan masa-masa kritis

dimana survival ratenya sangat rendah.


27

Dalam melakukan pemberian pakan hal yang perlu diperhatikan yaitu

jenis, dosis frekuensi dan komposisi. Selama masa pemeliharaan larva kakap

diberikan Nannochloropsis sp. hal ini bertujuan untuk menjaga kualitas air,

meredam intensitas cahaya dan stok sebagai pakan rotifer sesuai dengan pendapat

(Anonymous, 1985) untuk menekan peningkatan kadar amonia didalam tangki

pemeliharaan, diinokulasikan Chlorella atau Tetraselmis. Kepadatan yang ideal


4
untuk Chlorella adalah 50 x 10 sel/ml dan untuk Tetraselmis 5x10 sel/ml.

Chlorella dan Tetraselmis juga berfungsi sebagai pakan rotifer didalam tangki.

Menurut (Cheong and Yeng, 1986), kepadatan jasad pakan yang diberikan

terrgantung pada umur larva. Larva umur 2 hari diberikan rotifer 2–3 ind./ml,

umur 3–10 hari (3–5 ind./ml), umur 11–15 hari (5–10 ind./ml), umur 13–20 hari

(10 ind./ml). Rotifer dipilih sebagai pakan untuk larva karena memiliki enzim

pencernaan dan memiliki kandungan gizi yang lengkap hal ini sesuai dengan

pendapat (Anonymous, 1985), kandungan gizi rotifer adalah kadar air 85.70%,

protein 8.60%, lemak 4.50% dan abu 0.70%. CHOMDEJ (1986) menyatakan

bahwa pemberian niakanan pada larva kakap dapat dimulai hari ke 2 setelah

penetasan dengan rotifer (10-20 ind./ml). Mulai harike 8–14 ditambah dengan

nauplii artemia 1—2 in./ml, hari ke 15–20 ditambah 4–5 ind./ml, hari 20–30

artemia 6–7 ind./ml dan mulai umur 25 hari sudah dapat diberikan daging ikan.

Artemia dipilih sebagai pakan untuk larva karena memiliki kandungan nutrisi

yang lengkap yaitu protein 55%, lemak 18,9 %, serat kasar 2,04 %, kadar abu 7,2

% dan air 8,19 % (Zonneveld dkk.,1991). Selain itu artemia dipilih sebagai pakan

larva karena pergeraknnya yang pasif dan ukurannya sesuai dengan bukaan mulut
28

larva dengan panjang dan lebarnya masing-masing 630 dan 186 μm (Moretti et

al., 1999).

Selain pakan alami larva ikan kakap juga diberikan pakan buatan yang

berupa chrumble dan pellet. Dalam pemilihan pakan buatan selama pemeliharaan

hal yang perlu diperhatikan yaitu kandungan nutrisi yang lengkap untuk

menunjang kelangsungan hidup, perkembangan dan pertumbuhan larva.

Pemberian pakan buatan untuk larva ikan kakap putih dilakukan secara adlibitum,

maka pada saat melakukan pemberian harus dilakukan secara cermat. Indikator

larva sudah kenyang yaitu pada saat dilakukan pemberian pellet larva tidak akan

bergerombol.

2.11. Kualitas Air

Air berperan penting dalam kegiatan budidaya yang dimana air adalah

media bagi organisme yang dibudidayakan. Oleh sebab itu air yang akan

digunakan dalam kegiatan budidaya harus memiliki kualitas yang baik dalam

artian kesesuain terhadap jenis organisme yang nantinya akan dibudidayakan.

Kualitas air untuk keperluan kegiatan budidaya ikan merupakan suatu

variabel yang mempengaruhi pengelolaan dan kelangsungan hidup, berkembang

biak, pertumbuhan serta produksi ikan. Kondisi kualitas air di suatu tempat selalu

berubah-ubah tergantung musim atau cuaca maupun waktu, sehingga akan

berpengaruh juga terhadap keberlangsungan hidup biota atau organisme perairan

(Yesiani, 2014).

Adapun persyaratan kualitas air untuk pemeliharaan organisme ikan

kakap putih dapat dilihat pada Tabel 2.3.


29

Tabel 2.3. Kualitas Air Ikan Kakap Putih

No Parameter Standar Baku Mutu Satuan


o
1 Suhu 28–32 C

2 pH 7.0–8.5 -

3 Salinitas 28–35 Ppt

4 Oksigen terlarut >5 Ppm

5 Kadar amoniak (NH+3) <0,01 Ppm

Sumber: Direktorat Usaha Budidaya. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya


2018
30

BAB III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan PKPM dilaksanakan selama 3 bulan mulai pada bulan Januari

sampai bulan April 2018 di Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan

Perikanan (BBRBLPP) Gondol, Bali.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada teknik pemeliharaan Larva Ikan

Kakap Putih dapat dilihat pada Tabel 3.1. dan Tabel 3.2.

Tabel 3.1. Alat yang digunakan pada Kegiatan Pemeliharaan Larva Ikan Kakap
Putih

No Nama Alat Jumlah Spesifikasi Fungsi


Memelihara
1 Bak larva 4 unit Ukuran 3x2x1 m
larva
Membuang
2 Selang sipon 2 buah Panjang 1,5 m
kotoran
Menyuplai
3 Aerasi 36 buah 9 buah untuk 1 bak
oksigen
Bahan plastik Menampung
5 Ember 4 buah
kapasitas 60 liter plankton
Bahan plastik Menetaskan
6 Bak penetasan artemia 2 buah
kapasitas 50 liter kiste artemia
SUMBERSIBLE
7 Lampu UV 4 buah UV LAMP-G2-i
Membunuh
40w, 240 V/50 Hz
bakteri
Mengukur
8 Thermometer 4 buah
suhu
10 Filter bag 2 buah Menyaring air
Ukuran 120 mikron Menyaring
11 Saringan artemia 1 buah
naupli artemia
20 Terpal 2 buah Ukuran 3x3m Menutup bak
Ukuran 80 mikron Menyaring
21 Saringan Rotifer 2 buah
dan 100 mikron rotifer
Sumber : Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan
(BBRBLPP)
31

Tabel 3.2. Bahan yang Digunakan pada Kegiatan Pemeliharaan Larva Ikan kakap
Putih

No Nama Bahan Jumlah Spesifikasi Fungsi


1 Cat Cat AGA 4kg
2 Minyak ikan 500 kapsul/bungkus
Artemia, Rotifer,
3 Pakan larva Pakan larva
4 jenis Nannochloropsis sp, pellet
4 Air laut Media
pemeliharaan
5 Air tawar
Mencuci bak
Sumber : Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan
(BBRBLPP)

3.3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer selama PKPM dilakukan melalui partisipasi

aktif pada setiap kegiatan mulai dari persiapan sarana dan prasarana sampai panen

larva ikan kakap putih. Selain itu, data dikumpulkan melalui konsultasi dengan

pembimbing lapangan dan penelusuran literatur yang terkait dengan tugas akhir

ini sebagai data sekunder.

3.4. Metode Pelaksanaan

Kegiatan PKPM dilaksanakan berdasarkan Standar Operasional Prosedur

(SOP) yang diterapkan di Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan

Perikanan (BBRBLPP) Gondol, Bali. Adapun susunan kegiatan pembenihan ikan

kakap putihyang dilaksanakan meliputi:

3.4.1. Persiapan Air Pemeliharaan

Air laut yang diguanakan pada kegiatan pemeliharaan larva ikan kakap

putih yaitu berasal dari laut bali yang diambil dengan menggunakan pompa.

Selanjutnya ditampung dalam bak penampungan, bak penampungan air

pemeliharaan larva ikan kakap bervoulme 100 m3 dan diberi perlakuan klorin
32

sebanyak 50 ppm pada sore hari dan pagi harinya dinetralisir dengan

menggunakan tio sulfat sebanyak 25 ppm selanjutnya air tersebut dipompa ke

filter yang terdiri dari beberapa tahap penyaringan agar tidak ada kotoran-kotoran

yang ikut terbawa aliran air dan masuk dalam bak pemeliharaan. Sebelum

digunakan air ditampung selama 2–3 hari sebelum penebaran telur. Setelah

ditampung selama 2–3 hari air dialirkan menggunakan pompa ke bak

pemeliharaan. Bak dilengkapi dengan saluran pemasukan (inlet) dan pengeluaran

(outlet), pipa pemasukan air berupa pipa PVC (PolypVinyl Chloride) yang

berukuran 1,5 inci dan pipa ukurann 4 inci sepanjang 100 cm dipasang hingga

dasar bak dengan tujuan menghindari perputaran air karena larva ikan kakap

sangat rentan terhadap perputaran air, saluran pengeluaran air pada bagian dalam

terbuat dari pipa PVC (PolypVinyl Chloride) ukuran 4 inci dengan panjang 100

cm yang diberi lubang kemudian dilapisi dengan jaring halus untuk membalut

bagian pipa yang berlubang.

3.4.2. Persiapan Bak Pemeliharaan Larva

Pencucian Bak Larva

Bak yang digunakan untuk memelihara larva kakap putih di Hatchery

BBRPBL Gondol adalah sebanyak 4 masing-masing berukuran 2×3×1 m3. Bak

larva ini berbentuk segi empat yang dibagian sudutnya dibuat setengah lingkaran

atau tumpul hal ini bertujuan agar bak tidak memiliki sudut mati. Pencucian bak

dilakukan 2–3 hari sebelum digunakan, dengan cara menyiramkan klorin

sebanyak 30–50 ppm ke seluruh bagian badan dibiarkan selama 1–2 jam. Setelah

itu dinding dan dasar bak disikat dan dibilas menggunakan air laut sampai bersih

lalu dikeringkan ± 24 jam. Kemudian sebelum ditebar, bak dicuci dengan


33

menggunakan sikat dan dibersihkan dengan air tawar terlebih dahulu. Setelah

sedikit kering bak kemudian diisi air laut yang telah dilengkapi dengan filter bag

dan air laut yang digunakan telah melewati tahapan filterisasi dengan tinggi air

80% dari volume bak yaitu 4,8 m3.

Pemasangan fasilitas aerasi

Aerasi berperan penting dalam kegiatan pemeliharaan larva karena aerasi

sebagai suplai oksigen. Batu aerasi yang digunakan adalah yang berukuran kecil,

berpori kecil dan bergelembung sedikit. Dalam melakukan pemasangan fasilitas

aerasi terlebih dahulu kran aerasi dipasang pada pipa saluran aerasi setelah itu

kran aerasi dipasangkan selang aerasi. Selanjutnya selang aerasi dipasangi batu

aerasi. Setelah semua fasilitas aerasi terpasang maka dilakukan penempatan

aerasi. Penempatan aerasi selama kegiatan pemeliharaan yaitu menggunakan 6

titik yang dimana berjarak 75 cm dan jarak dari dasar bak 10 cm.

Pengisisan air

Air yang akan digunakan dalam kegiatan pemeliharaan larva ikan kakap

putih harus memiliki mutu yang baik sehingga dapat mendukung kehidupan dan

pertumbuhan ikan. Oleh sebab itu air yang akan digunakan harus melewati

beberapa perlakuan.

Pengisian air pemeliharaan dilakukan dengan cara air yang berada di bak

filter dipompa dengan menggunakan mesin pompa. Lalu dialirkan ke bak

pemeliharaan melalui pipa saluran inlet yang dilengkapi dengan saringan kantong

(bag filter). Pengisian air untuk awal pemeliharaan yaitu 70 cm. Setelah larva

berumur 10 hari ketinggian air ditambah sebanyak 80 cm.


34

3.4.3. Penebaran dan PenetasanTelur

Telur ikan kakap putih yang ditebar di Besar Besar Riset Budidaya Laut

dan Penyuluhan Perikanan Gondol, Bali berasal dari perusahaan CV. Musi Jaya di

Desa Gerokgak. Penebaran telur dilakukan pada pagi hari, jumlah telur yang

ditebar ke bak larva yang bervolume masing-masing 4,8 m3 dengan kepadatan

120.000 butir untuk bak I sehingga padat penebaran yang diterapkan adalah 25

butir per liter dan 175.000 butir untuk bak II sehingga padat penebaran yang

diterapkan adalah 36 butir per liter.

Sebelum telur ditebar ke dalam media air, dilakukan aklimatisasi dengan

cara wadah (kantong) berisi telur dibiarkan terapung di atas permukaan air selama

10–20 menit. Setelah itu ikatan kantong yang masih berisi telur didekatkan

dengan aerasi lalu kantong dibuka. Selanjutnya telur dikeluarkan dari kantong

secara perlahan-lahan hingga selesai dan kantong diangkat dari air.

Pengamatan Tetasan Telur

Perhitungan jumlah telur yang menetas dilakukan melalui pengambilan

contoh (sample) telur menggunakan pipa PVC diameter 2 inci (PolyVinyl

Chloride). Pipa PVC dicelupkan tegak lurus ke dalam dasar bak dengan kran

terbuka selanjutnya kran ditutup lalu diangkat secara perlahan-lahan. Kemudian

telur contoh (sample) dimasukkan ke dalam erlenmeyer volume 1000 ml

selanjutnya telur dalam erlenmeyer dihitung satu persatu, kemudian dicatat.


35

3.4.4. Pemeliharaan larva

Penanganan larva Stadia D1 – D2

Larva umur 1 hari (D1) perlu diberikan minyak ikan dalam bentuk kapsul

dan rata-rata diberikan sebanyak 3 kapsul. Selain itu Nannochloropsis oculata

diberikan ke dalam air media pemeliharaan larva sebanyak 5.300.000 sel per ml.

Pemberian Pakan

Setelah larva ikan kakap putih berumur 2 hari (D2), larva mulai diberi

rotifer sebanyak 2 – 3 individu per ml dan diberikan 2 kali sehari yaitu pagi dan

sore. Larva umur 3 hari (D3), mulai diberikan rotifer sebanyak 3–5 individu/ml.

Pada umur larva 10 hari (D10), mulai diberikan pakan tambahan berupa crumble

dan diberikan secara adlibitum. Selain itu, larva mulai diberikan naupli artemia

sebanyak 1–2 individu per ml dan diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore.

Jadwal pemberian pakan selama pemeliharaan larva dapat dilihat pada tabel

Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Manjemen Pemberian Pakan pada Larva Ikan Kakap Putih

Umur larva (Hari)


Jenis pakan
D1 D2 D3 D7 D9 D10 D11 D12 D13 D14 D15 D16 D17 D19 D20
Nannochloropsi sp

Rotifer

Pakan buatan

Nauplii Artemia

Sumber : Data Sekunder yang diolah, 2018.


Catatan : Nannochloropsi sp hanya sebagai greend water.

Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air dilakukan sejak larva berumur 10 hari (D10)

mulai dilakukan penyiponan sisa-sisa pakan dan feses larva ikan. Selanjutnya
36

dilakukan pergantian air menggunakan pipa yang berdiameter 2 inci yang dimana

ujungnya dipasangkan filter bag sebanyak 5–10 %. Selain melakukan

penyiponan dan pergantian air, dilakukan pula pemberian probiotik Alteromonas

BY 9 sebanyak 0,5 ppm pada masing-masing bak yang volume air 4,8 m3 setiap 2

hari. Pemberian jenis probiotik ini dilakukan hingga larva berumur 19 hari (D19).

Pengelolaan kualitas air pada pemeliharaan larva ikan kakap putih dapat dilihat

pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Matriks Pengelolaan Air pada Pemeliharaan Larva Ikan Kakap Putih

Umur Larva (Hari)


Manajemen
Air D1 D3 D5 D7 D9 D10 D11 D12 D13 D14 D15 D16 D17 D20
Penambahan
Plankton
Ganti Air 5-
10
Sipon ¼ bak
dan Ganti
Air 10-15%
Sumber : Data Primer yang diolah, 2018.

3.4.5. Pencegahan penyakit

Pencegahan penyakit larva ikan kakap putih di Balai Besar Riset Budidaya

Laut dan Penyuluhan Perikanan Gondol, Bali dilakukan melalui pengelolaan

kualitas air media pemeliharaan larva ikan kakap putih. Pengelolaan kualitas

dilakukan melalui pergantian air, pemberian probiotik Alteromonas BY 9 serta

pemberian jenis Nannochloropsis oculata.

Pemberian Nannochloropsis oculata ke dalam air media pemeliharaan

larva dilakukan sejak umur larva 1 hari (Tabel 3.3.), sedangkan pergantian dan

pemberian probiotik mulai diberikan sejak umur larva 10 hari (D10).


37

3.4.6. Panen dan Pascapanen

Panen larva (benih)

Panen benih ikan kakap putih dilakukan pada saat larva berumur 20 hari

(D20) setelah larva berukuran 0.8 cm. Panen benih ikan kakap putih dilakukan

panen selektif. Panen larva (benih) menggunakan seser diameter 200 mikron dan

benih hasil panen ditampung dalam ember volume 8 liter.

Grading dan pengepakan

Benih yang telah dipanen selanjuntya diseleksi berdasarkan ukuran

(grading) menggunakan alat grading. Benih hasil grading dimasukkan ke dalam

kantong benih kepadatan 300 ekor per kantong. Dengan perbandingan 3 : 1, yang

dimana 3 bagian untuk oksigen dan 1 bagian untuk air. Lalu benih dalam kantong

di beri gas oksigen. Benih dalam kantong dimasukkan (dikepak) ke dalam boks

steryoform ukuran 75x43x40 cm.

3.5. Parameter yang Diamati dan Analisis Data

3.5.1. Parameter yang Diamati

Parameter yang akan diamati meliputi:

Derajat Tetasan (Hatching Rate)

Derajat tetas telur ikan kakap putih dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :

Jumlah telur yang menetas (butir)


𝐻𝑅 (%) = Jumlah telur yang terbuahi (butir)x100%

Kelangsungan Hidup Larva

Kelangsungan hidup (survival rate) dapat dihitung dengan menggunakan

rumus sebagai berikut :


38

Nt
𝑆𝑅 = No x 100%

Keterangan :
SR = Tingkat Kelangsungan Hidup (%)
Nt = Jumlah Benih yang Hidup Pada Akhir Pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah Benih yang Ditebar (ekor)

Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan larva dilakukan terhadap pertumbuhan panjang yang

dihitung dengan rumus sebagai berikut :

L = L2 - L1

Keterangan :
L = Pertumbuhan panjang mutlak (cm)
L2 = panjang akhir (cm)
L1 = panjang awal (cm)

3.5.2. Analisis Data

Data yang diperoleh selama kegiatan disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik kemudian dianalisa secara deskriptif.


39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Derajat Tetasan (Hatching Rate)

Berdasarkan hasil pengamatan selama kegiatan, derajat tetasan telur ikan

kakap putih dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel. 4.1. Perhitungan Derajat Tetasan (Hatching Rate)

Bak Volume Bak Jumlah Tebar Jumlah yang HR


(Liter) (butir) menetas (%)
(ekor)
A 4800 120.000 99000 82,5%
B 4800 120.000 99000 82,5%
C 4800 175.000 144375 82,5%
D 4800 175.000 144375 82.5%

Rerata 82,5 %
Sumber : Data primer yang diolah, 2018.

Pada Tabel 4.1. rata-rata derajat tetasan telur kakap putih yang diperoleh

adalah 82.5 %. Derajat tetasan telur ikan kakap putih tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan derajat tetasan yang diperoleh Regina (2010) Pada suhu

26ᴼC menghasilkan jumlah tetas sebanyak 60,66 % dan pada suhu 28ᴼC

menghasilkan jumlah tetas sebanyak 77,66 %.

Penetasan telur disebabkan dari beberapa fator yaitu kualitas telur dan suhu.

Kualitas telur yang baik berasal dari induk, untuk memperoleh induk yang baik

maka perlu memperhatikan kandungan nutrisi pada saat pemberian pakan.

Menurut Khabibbulloh dkk. (2015), pakan induk ikan yang lebih variatif dapat

saling menutupi kekurangan nutrien sehingga induk memperoleh nutrisi yang

lebih lengkap. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi derajat tetasan telur

yaitu faktor kualitas air terutama suhu. Srihati (1997) dalam Regina (2010) yang
40

mengemukakan bahwa suhu air berpengaruh terhadap penetasan telur dimana

makin tinggi suhu air makin cepat terjadi penetasan telur. Suhu yang optimal

untuk penetasan adalah 30 oC karena pada suhu ini dianggap lebih memacu

metabolisme embrio sehingga perkembangan embrio pada media inkubasi yang

lebih tinggi akan semakin cepat.

4.2. Pertumbuhan Panjang Larva

Menurut Mujiman (2009), pertumbuhan didefinisikan sebagai perubahan

ikan dalam ukuran, berat, maupun volume seiring dengan berubahnya waktu.

Selama pemeliharaan pertumbuhan yang diamati pada larva ikan kakap putih

adalah pengukuran panjang yang dilakukan mulai larva berumur 1 hari (D1)

sampai (D20). Adapun hasil pengukuran panjang total larva dapat dilihat pada

Gambar 4.1.

6
Panjang Total (mm)
5 5,08
Panjang (mm)

4,82
4 3,95
3 3,11
2
1 Pertu…
0 0,29
DI D5 D10 D15 D20
Umur larva (Hari)

Gambar 4.1. Grafik panjang total larva ikan kakap

Panjang total panjang dari hari pertama (D1) sampai hari ke dua puluh

(D20) yaitu 0.29–5.08 mm, pertumbuhan larva memasuki hari ke 5 dengan

peningkatan panjang sebesar 2.82 mm, pada hari ke 10 panjang larva bertambah

sebanyak 0.84 mm, pada hari ke 15 panjang larva bertambah sebanyak 0.87 mm

dan pada hari ke 20 panjang larva bertambah sebanyak 0.26 mm. Pertambahan
41

panjang tertinggi terjadi pada saat larva memasuki hari kelima (D5) hal ini

diduga karena ketersediaan rotifer masih terpenuhi dengan baik. Selama kegiatan

pemeliharaan terjadi keterbatasan pakan alami berupa rotifer hal ini yang menjadi

kendala selama kegitan dan untuk menutupi kekurangan pakan alami berupa

rotifer maka dilakukan pemberian pakan buatan secara adlibitum. Namun diduga

pakan buatan yang diberikan tidak mampu dimanfaatkan dengan baik sehingga

menghambat pertumbuhan larva pada saat berumur 10 hari (D10) sampai umur 19

hari (D19).

Hal lain yang mempengaruhi pertumbuhan yaitu padat penebaran

Peningkatan padat penebaran akan menjadi salah satu faktor penyebab kematian

pada ikan kakap putih, hal ini terjadi karena ruang gerak yang penebaran semakin

terbatas serta persaingan pakan juga semakin tinggi sehingga menyebabkan ikan

stres dan mengalami kematian, hal ini sesuai dengan pendapat Niazie et al.

(2013), padat penebaran merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan ikan. Padat penebaran tertentu akan memiliki efek positif dan

negatif terhadap laju pertumbuhan.

Laju pertumbuhan juga dipengaruhi oleh pemberian, dosis dan penentuan

jenis pakan, hal ini sesuai dengan pendapat Anriyono dkk. (2018), yang

mengatakan bahwa pemberian pakan yang tepat akan berefek pada efesiensi

pakan untuk pemeliharaan benih ikan kakap putih. Permasalahan yang

mempengaruhi dalam pembenihan ikan kakap putih adalah faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan benih ikan

kakap putih salah satunya yaitu pakan, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Dosis pakan yang tepat mampu memanfaatkan jumlah pakan yang lebih baik
42

untuk pertumbuhan.Hal ini sesuai menurut Rayes dkk. (2013), pertumbuhan ikan

dapat terjadi apabila energi yang disimpan lebih besar dibandingkan dengan

energi yang digunakan untuk aktivitas tubuh.

Selain itu, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah kualitas air

pemeliharaan. Faktor yang paling mempengaruhi yaitu suhu pemeliharaan hal ini

sesuai Gunarso (1985) dalam Sari dkk. (2009), kisaran suhu yang diperlukan

untuk ikan-ikan budidaya daerah tropis berkisar antara 270C–320C, Suhu perairan

mempunyaiperanan sangat penting dalam pengaturan aktifitas, pertumbuhan,

nafsu makan, dan mempengaruhi proses pencernaan makanan.

4.3. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate)

Pemanenan pada larva ikan kakap putih dilakukan pada larva berumur 20

hari. Pada saat melakukan pemanenan dilakukan pula perhitungan SR dengan

tujuan untuk mengetahui tingkat jumlah larva yang hidup dan jumlah larva yang

mati. Presentase hasil perhitungan antara jumlah yang hidup dan jumlah yang

mati dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. SR Larva Ikan Kakap Putih

Jumlah tebar Jumlah panen SR (%)


Bak
(ekor) (ekor)
A 99000 94000 94%
B 99000 97000 97%
C 144375 107000 74%
D 144375 99500 68.9%
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2018

Tingkat kelangsungan hidup yang tinggi merupakan faktor yang sangat

menentukan keberhasilan dalam suatu kegiatan budidaya. Tingkat kelangsungan

hidup ikan kakap putih pada masa pemeliharaan sampai umur 20 hari (D20)

setelah penebaran, menujukkan hasil nilai rata–rata 83.47%.Bak (A) dan (B)
43

merupakan nilai tertinggi yang didapatkan dibandingkan dengan bak (C) dan (D).

Tingkat kelangsungan yang tinggi pada bak (A) dan (B) karena disebabkan padat

penebaran. Padat penebran bak (A) dan (B) yaitu 20 ekor/l sedangkan padat

penebaran bak (C) dan (D) yaitu 30 ekor/l. Kadarini et al. (2010), menyatakan

bahwa padat penebaran yang tinggi dapat menyebabkan ikan stres, kondisi ini

dapat menyebabkan metabolisme terhambat dan nafsu makan ikan menurun.

Apabila nafsu makan menurun maka energi berkurang dan proses pertumbuhan

terganggu apabila keadaan ini terus berlansung maka dapat menyebabkan

kematian pada larva. Hal lain yang mempengaruhi rendahnya tingkat

kelangsungan hidup bak (C) dan (D) yaitu ketersediaan dan dosisi pakan. Selama

kegiatan tidak ada perbedaan jenis dan dosis pakan yang diberikan tetapi untuk

frekuensi pemberian pellet pada bak (C) dan (D) lebih sering diberikan, hal ini

untuk menutupi kekurangan pakan alami berupa rotifer karena ketersediaan rotifer

selama kegiatan terbatas. Hal inilah yang diduga menyebabkan rendahnya tingkat

kelangsungan pada bak (C) dan (D).

4.4. Kualitas Air

Selama pemeliharaan pengamatan kualitas air dilakukan dengan tujuan

untuk mengantisipasi agar tidak terjadi perubahan kualitas air secara mendadak.

Subyakto dan Cahyaningsih (2005), menjelaskan beberapa parameter lingkungan

yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan ketahanan larva terhadap penyakit

antara lain: suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut, amonia, nitrit, bahan organik dan

beberapa senyawa yang bersifat racun seperti pestisida dan logam berat.

Parameter kualitas air yang diukur selama pemeliharaan larva yaitu suhu, pH,
44

salinitas, oksigen terlarut, kekeruhan. Adapun hasil pengukuran kualitas air dapat

dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil Pengkuran Kualitas Air Pada Bak Pemeliharaan Larva

Kisaran Optimum (Ditjen


No Parameter Satuan Rata-rata
perikanan 2018)
o
1. Suhu C 26.7–30.2 28-32
2. pH - 7.8–8.5 7.0-8.5
3. Salinitas ppt 27.5–29.4 28-35
4. Oksigen terlarut ppm 4.5-5.7 >5
Sumber : Data Primer yang diolah, 2018

Kisaran suhu pengukuran pada bak pemeliharaan larva kakap putih

yaitu26.7–30.2, pH 8.9–9.6, Salinitas 27.5–29.4 ppt, dan oksigen terlarut 4.5– 5.7

ppm dalam hal ini masih layak untuk pemeliharaan larva. Hal ini sesuai pendapat

Boyd and Linchoppler (1979), pertumbuhan ikan baik pada temperatur 25–32°C,

pH 6,5–9 dan oksigen terlarut diatas 5 ppm. Semakin tinggi suhu, maka nafsu

makan ikan semakin meningkat dan proses metabolisme berjalan dengan cepat

sehingga energi yang dihasilkan banyak. Jika energi dalam tubuh ikan tinggi,

maka pertumbuhan larva akan berjalan dengan normal dan cepat. Hal ini sesuai

dengan pendapat Ruangpit (1993), bahwa proses metamorfosis larva ikan pada

kisaran suhu 26–29oC dapat berlansung secara normal. Untuk mempertahankan

suhu media pemeliharaan larva berada di ruang yang beratap.

Derajat keasaman atau pH adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion

hidrogen dan menujukkan sifat asam atau basa suatu perairan. Dekomposisi

bahan organik dan respirasi akan menurunkan kandungan oksigen terlarut

sehingga konsentrasi CO2bebas akan meningkat, hal ini menyebabkan

menurunnya pH (Boyd, 1982). Air dengan pH yang terlampau rendah atau tinggi

dapat mematikan ikan. Hasil pengukuran pH 8.9–9.6pada bak larva, masih dalam
45

kondisi normal untuk pertumbuhan ikan sesuai dengan pendapat Subyakto dan

Cahyaningsih (2003).

Salinitas adalah kadar garam yang terdapat pada suatu perairan. Salinitas

merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat membatasi kehidupan

organisme dan dapat mengontrol pertumbuhan, reproduksi, dan distribusi

organisme (Odum, 1971). Salinitas air laut selama penelitian berkisar 27.5–29.4

ppt hal ini masih layak dalam kegiatan budidaya hal ini sesuai pendapat

Sudjiharno (1999), bahwa ikan kakap putih mempunyai kemampuan bertoleransi

terhadap salinitas sangat tinggi. Ikan Kakap Putih mampu hidup pada kisaran

salinitas 0–33 ppt.

Oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang sangat penting

bagi kehidupan organisme karena sangat dibutuhkan untuk melakukan proses

metabolisme dalam tubuhnya. Oksigen terlarut selain untuk respirasi juga

membantu proses penguraian bahan organik. Suplai oksigen (O2) pada media

pemeliharaan larva diperoleh dari aerasi. Kisaran oksigen terlarut pada media

pemeliharaan larva kakap berdasarkan hasil pengukuran selama kegiatan adalah

4.5–5.7 ppm. Kisaran tersebut merupakan kisaran yang ideal bagi pertumbuhan

ikan kakap (Subyakto dan Cahyaningsi, 2003).


46

BAB V.KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Derajat tetasan telur ikan kakap putih selama satu siklus kegiatan

diperoleh sebanyak 486.750 ekor larva (82,5 %) dari total penebaran

telur (embrio) sebanyak 590.000 embrio.

2. Tingkat kelangsungan hidup larva ikan kakap putih selama satu

siklus pemeliharaan larva dengan padat tebar sebanyak 486.750 ekor

adalah 397500 ekor (81.66%).

3. Kualitas air media pemeliharaan larva yang dikelola melalui sistim

green water, pergantian air dan pemberian probiotik, parameter

kualitas air yaitu suhu 26.7–30.2 oC, pH 7.8–8.5 dan oksigen 4.5–5.7

ppm, masih layak untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva

hingga D20.

5.2. Saran

Dalam melakukan proses pemeliharaan larva ikan kakap putih, harus

selalu dilakukan pengontrolan terhadap kualitas air, pakan maupun kesehatan

larva agar tingkat kelangsungan hidup larva dapat meningkat.


47

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R. Dan Tang, U.M. 2002. Fisioloigi Hewan Air. Unri Press. Riau

ANONYMOUS. 1985. Pembenihan ikan laut. Seri ke Delapan. Kerjasama Sub


Balitdita Bojonegara - Serang dengan JICA: 20 pp

ANONYMOUS. 1985. Budidaya rotifera (Branchionus plicatilis OF. Muller). Seri


ketiga. Proyek Penelitiann dan pengembangan Budidaya Laut (ATA-192).
Kerjasama antara sub Balai Budidaya Laut dan Japan International
Cooperation Agency : 16 pp.

Anriyono., H. Irawan., W.K.A. Putra. 2018. Pertumbuhan Benih Ikan Kakap Putih
(Lates calrcarifer) Dengan Pemberian Dosis Pakan yang Berbeda. Fakultas
Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Maritim Raja Ali Haji
(UMRAH). Kepulauan Riau.

Asikin, 1995. Budidaya ikan kakap. Penebar Swadya. Jakarta

BARLOW, C.G. 1981. Breeding and Larval rearing of hates calcarifer (Bloch) in
Thailand. Sidney. N.S.W. 2000. Austra-lia : 7 pp.

Bond, Manja Meyky, Nono Hartono, dan Hanafi. 2005. Pembenihan Kakap
Putih (Lates calcalifer). Loka Budidaya Laut Batam. Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Batam

Boyd, C. E. 1982. Walter Quality Management for Pon Fish Culture Development
in Aquaculture and Science, Elsevier Scientific Pub. Copm, Vol.9

Chou and Lee 1998. Comersial Marine Fish Farming in Singapore Aquaculture
Research, 10. 767-777.

Boyd, C.E and LINCHOPLER, 1979. Water quality management in pond fish
culture, Series NO. 22. Auburn University. Alabama : 30 pp

CHEONG, L and L. YENG. 1986. Status of seabass (hates calcarifer) culture in


Singapore. Proceeding of a International workshop held at Darwin, N.T.
Australia. 24 - 30 September 1986 : 65 - 68.

CHOMDEJ, W. 1986. Technical manual for seed production of seabass. National


Institute of Coastal Aquaculture. Kaw-Seng, Songkhla. Thailand : 49 pp.

Department of Fisheries. 2011. Fisheries Fact Sheet "Barramundi". Govertment


of Western Autralia. Australia.

Direktorat Jenderal Perikanan. 2001. Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates


calcalifer, Bloch) Di Keramba Jaring Apung. Departemen Petanian. Jakarta
48

Effendi, I., T.D. Ratih, T. Kadarini. 2008. Pengaruh padat penebaran terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan balashark (balantiocheilus
melanopterus Blkr.) di dalam sistem resirkulasi. Jurnal Akuakultur
Indonesia, 7 (2): 189–197.

Febianto S. 2007. Aspek biologi reproduksi ikan lidah pasir ( Cynoglosuss


idalamgua Hammiton-Buchanan, 1822) di perairan Ujung Pangkah,
Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Depatemen Manajemen Sumberdaya
Perairan. Institut Pertanian Bogor.

Kadarini, T., L. Sholichah, M. Gladiyakti. 2010. Pengaruh padat penebaran


terhadap sintasan dan pertumbuhan benih ikan hias silver dollar (Metynnis
hypsauchen) dalam sistem resirkulasi. Prosiding Forum Inovasi Teknologi
Akuakultur.

Khabibbuloh., Subyanto, R., Amiruddin, H., Ely, N. 2015. Jurnal Teknologi


Budidaya Laut. Teknologi Produksi Telur Ikan Kerapu Sunu
(Plectropomus leopardus).

Kurniastuty, T. Tusihadi dan P. Hartono. 2004. Hama dan Penyakit Ikan dalam
Pembenihan Ikan Kakap. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung. Bandar
Lampung. Halaman 77-89.

LIM, L.C., H.H. HENG and H.B. LEE. 1986. The induced breeding of seabass
(hates calcarifer) in Singapore. Singapore J. Pri. Ind. 14 (2): 81 -95.

Manalu, Tiur Natalia. 2014. Makanan Dan Kebiasan Makan. Universitas


Sumatera Utara. Medan

Mathew, Grace. 2009. Taxonomy, identification and biology of Seabass (Lates


calcarifer). Central Marine Fisheries Research Institute. Kerala, India

Mayunar, 1991. Pemijahan dan pemeliharaan larva ikan kakap putih (Lates
Calcalifer) Oseana, Volume XVI No. 4,

Moretti A, Pedini Fernandez-Criado M., Cittolin G, and Guildastri R 1999.


Manual on hatchery production of seabass and gilthead seabream, voulme 1.
Food and Agriculture Organization of the United Nations : Rome

Mudjiman, A. (2009). Makanan Ikan. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hlm.

Mulyono, Mugi. 2011. Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates Calcalifer, bloch).
Pusat Penyuluhan Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.

Niazie, E.H.N., M. Imanpoor, V. Taghizade, V. Zadmajid. 2013. Effect of density


stress on growth indicase and survival rate of gold fish (Carasius auratus).
Global Veterinaria, 10 (3): 365-371.
49

Odum, H. T. (1971). Environment, Power, and Society. Wiley-Interscience New


York, N. Y.

Rayes, R.D., sutresna, I, W., Diniarti, N., Supii, A.I. 2013. Pengaruh perubahan
salinitas terhadap pertumbuhan dan sintasan ikan kakap putih (Lates
calcarifer bloch). Jurnal Kelautan 6 (1): 47-56

Regina Melianawati., Philip Teguh Imanto, Made Suastika 2010. Perencanaan.


Waktu Tetas Telur Ikan Kerapu dengan Penggunaan Suhu Inkubasi yang
Berbeda. Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Peikanan
Gondol, Bali. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan. Halaman 83–91.

Ruangpanit, N. 1984. Fry production on seabass hates calcarifer, at NIC A in


1983. Report of Thailand and Japan Joint Coastal Aquaculture Research
Pro-ject No. 1:7 — 12.

Ruangpit, N. 1993. Technical Manual For Seed Redection of Groupers


(Epinephelus malabricu). National Institute of Coastal Aquaculture
(NICA). Departement of Fisheries, Minstri of Aquaculture and Cooperatif,
Thailand. 46 p. Makalah pada Seminar Teknologi Perikanan Pantai.
Denpasar 6 – 7 Agustus 1998

Sari, W. P, Agustono, Cahyoko, D. 2009. Pemberian Pakan Dengan Energi


YangBerbeda Terhadap Pertumbuhan BenihIkan Kerapu Tikus
(Cromileptes altivelis). Jurnal Penelitian Budidaya Perikanan Universitas
Hang tuah. Surabaya. 18 hlm

Schipp, Glenn, Jerome Bosmans, and John Humphrey. 2007. Northen Territory
Barramundi Farming Handbook. Department Of Primary Industri, Fisheries
And Mines. Australia

Soetomo H.A., Moch. 1997. Teknik Budidaya Ikan Kakap Putih di Air Laut, Air
Payau, dan Air Tawar. Trigenda Karya. Bandung

Srihati. 1997. Pengaruh suhu terhadap penetasan telur, pertumbuhan dan daya
tahan hidup larva ikan bandeng (Dicentranchus labrax L.) Seminar
biologi XV. Bandar Lampung : 872-876

Subyakto, S dan Cahyaningsih, S. 2003. Pembenihan Kerapu Skala Rumah


Tangga. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis. Penerbit PT. Agromedia
Pustaka.

Sudjiharno. 1999. Budidaya Ikan Kakap Putih(Lates calcarifer, Bloch) di


Keramba JaringApung. Departemen PertanianDirektorat Jenderal
Perikanan BalaiBudidaya Laut Lampung. 65 hlm.
50

Sulistiono, M. Rizki. 2013. Distribusi dan Penyebaran Ikan Kakap Putih.


Studyaquaculture.wordpress.com (diakses tanggal 22 April 2018 pukul
20.24 Wita)

Tattanon, T. and S. Maneewungsa. 1982. Larval rearing of seabass. Report of


training courses on seabass spawning and larval rearing. South China sea
Fisheries Development and Coordinating Programme : 29 - 30.

Thia. 2012. Pola Kebiasaan Makan Si Ikan Ada Ikan.


Seputarduniaair.blogspot.co.id. (di akses tanggal 22 April 2018 pukul 22.08
Wita)

Yesiani, Lia Ni Made. 2014. Manajemen Kualitas Air Pada Tambak Pembesaran
Ikan Kakap Putih (Lates Calcarifer ) Dan Ikan Bandeng (Chanos
Chanos) Di Tambak Ud. Laskar Langit Desa Patas Kecamatan Gerokgak
Buleleng, Bali. Universitas Brawijaya. Malang

Zonnevel, N. Huisman, E. A Boon, J.H. 1191. Budidaya Ikan. Gramedia : Jakarta


51

LAMPIRAN
52

lampiran 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam Kegiatan Pemeliharaan Larva
Ikan Kakap Putih
Alat

Tempat penampungan Nannochloropsis


Bak pemeliharaan larva oculata

Baskom grading
Bak penetasan kiste artemia
53

Do meter
Thermometer

Saringan artemia
54

Bahan

Rotifer Nannochloropsi Oculata

Minyak Ikan Kiste artemia


55

Lampiran 2. Kegiatan Pemeliharaan Larva Ikan Kakap Putih

Mencuci bak Pemberian Nannochloropsi oculata

Panen Rotifer Pemberian pellet

Pemberian Rotifer Panen Artemia


56

Grading dan Panen


57

Lampiran 3. Perhitungan

Derajat Penetasan (Hatching Rate)%Padat Tebar = ∑ larva : volume air

BAK A

Dik :∑ telur yang ditebar = 120.000 butir

:∑ telur yang menetas = 99000 Ekor

Dit : HR ?

Penyelesaian:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠


HR = x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑏𝑎𝑟

99000 𝑒𝑘𝑜𝑟
= x 100%
120.000𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟

= 82.5%

BAK B

Dik :∑ telur yang ditebar = 175000 butir

:∑ telur yang menetas = 144375 Ekor

Dit : HR ?

Penyelesaian:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠


HR = x 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑏𝑎𝑟

144375 𝑒𝑘𝑜𝑟
= x 100%
175.000 𝑏𝑢𝑡𝑖𝑟

= 82,5%

Pertumbuhan Panjang Mutlak

(Lm) = Panjang total akhir pemeliharaan - panjang total awal pemeliharaan

= 5.08-0.29

= 4.79 mm
58

Tingkat Kelangusngan Hidup (SR)

Bak A
Dik : No = 99000 ekor

Nt = 94000ekor

Dit SR = ..............?

Penyelesaian:

Nt
𝑆𝑅 = No x 100%

94000
SR= 99000 x 100% = 94%

Bak B
Dik : N0 = 99000 ekor

Nt = 97000 ekor

Dit SR = ..............?

Penyelesaian:

Nt
𝑆𝑅 = No x 100%

97000
SR= 99000 x 100% = 97%

Bak C
Dik : N0 = 144375 ekor

Nt = 107000 ekor

Dit SR = ..............?

Penyelesaian:

Nt
𝑆𝑅 = No x 100%

107000
SR= 144375 x 100% = 74%
59

Bak D
Dik : No = 144375 ekor

Nt = 99500 ekor

Dit SR = ..............?

Penyelesaian:

Nt
𝑆𝑅 = No x 100%

99500
SR= 144375 x 100% = 68.9%

Anda mungkin juga menyukai