Anda di halaman 1dari 30

Asuhan Keperawatan Pada Anak dengan Gangguan Sistem

Imunitas “HIV AIDS”


Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak
Dosen : Ns. Trimawati, M. Kep

Oleh :
1. PUJI LESTARI NIM : 017222014
2. MARDANI NIM : 017222064
3. SABRANI NIM : 017222039

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS


KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
TAHUN 2023

1
BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejauh ini HIV/AIDS telah memakan korban lebih dari 12 juta jiwa,

namun dengan meningkatnya akses pencegahan penyakit, pengobatan dan

perawatan HIV/AIDS yang efektif untuk infeksi HIV telah menjadi kondisi

kesehatan kronis yang dapat dikelola dan memungkinkan orang yang hidup

dengan HIV terus menjalani hidup yang panjang dan sehat. Human

Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus penyebab Acquired

Immunodeficiency Syndrome (AIDS) yaitu merupakan salah satu masalah

darurat global di negara maju ataupun negara berkembang. Penyakit HIV

sendiri dapat menyerang sistem imun/kekebalan tubuh yang mengakibatkan

menurunnya daya tahan tubuh sehingga penyakit-penyakit infeksi dan ganas

dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh yang dapat menyebabkan

kematian.

AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein

dan Amman pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah

AIDS pada anak di Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan

Desember di Amerika dilaporkan 1995 maupun pada anak yang berumur

kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat

4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah kasus AIDS

yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356 anak

2
dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada

anak – anak tertinggi didunia adalah di Afrika (Dranesia, dkk., 2022).

Bagi setiap orang yang sudah didiagnosa positif mengidap HIV dan

AIDS sering disebut sebagai ODHA. Populasi dari WHO (2019), penyebab

penularan HIV/AIDS berasal dari pemakaian jarum suntik dan seks bebas

yang terdapat dikalangan remaja terutama hubungan sesama jenis (WHO Data

and statistics, 2019; Tanjung 2016) Berdasarkan data menurut WHO (2019),

pada tahun 2017 penderita HIV dengan jumlah terbesar yaitu di Africa dengan

jumlah 69.93%, Asia Tenggara 9,52%, Amerika 9,25%, Eropa 6,26%,

Wastern Pasific 4,08%, HIV terus menjadi masalah kesehatan utama di

global. Hingga akhir tahun 2018 terdapat sekitar 37,9 juta orang yang hidup

dengan HIV, jumlah kasus HIV/AIDS tersebut pada tahun 2018 terdapat

sebanyak 2.564 kasus. dan di Indonesia untuk kasus HIV 32.711 dan AIDS

5.494 kasus yang dilaporkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Penemuan kasus HIV pada laki-laki jumlahnya lebih banyak dibandingkan

perempuan. Jika dilihat berdasarkan umur penderita HIV terbanyak berada

http://repository.unimus.ac.id pada usia 25-45 tahun 71,02%. Untuk usia 20-

24 tahun 13,57% dan usia diatas 50 tahun 9,63%. Jumlah kematian pada

pasien AIDS tahun 2017 dilaporkan terdapat 166 kasus dan terus meningkat

lebih banyak di tahun 2018 yang terdapat 255 kasus kematian. Dengan kasus

kematian AIDS yang tertinggi pada usia 25-45 tahun 162 kasus. Berdasarkan

data di wilayah Puskesmas Poncol Semarang hingga Januari 2020 dengan

jumlah kumulatif kasus infeksi HIV terdapat sebanyak 93 kasus.

3
Tingginya kasus HIV/AIDS yang terjadi hingga saat ini dapat

menimbulkan berbagai macam masalah pada semua aspek, salah satunya

aspek spiritual (Tanjung, 2016; WHO Data and statistics, 2019) Adapun

masalah pada aspek spiritual yang dialami oleh pasien HIV/AIDS yaitu

adanya penurunan aktivitas, kualitas tidur yang tidak efektif, masalah

penyakit yang tidak bisa disembuhkan hingga menyalahkan tuhan dengan

kondisi yang dialami sekarang dan menolak beribadah, beribadah yang tidak

sesuai ketentuan dan gangguan dalam beribadah. Kebanyakan kasus pada

ODHA mudah mengalami depresi atau stres dan gangguan emosional lainnya,

hingga dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Maka untuk itu dilakukan

upaya tindakan untuk memenuhi kebutuhan spiritual (Amal & Khofsoh, 2018;

Collein, 2015)

Beberapa penelitian didapatkan jika seseorang sudah di diagnosis

positif HIV/AIDS, maka akan terjadi perbedaan di dalam hidupnya dari

rencana hidup sebelumnya. Betapa beratnya permasalahan yang dialami

pasien HIV/AIDS yang dapat mempengaruhi aspek psikologis, sosial dan

spiritualitas. Pasien HIV/AIDS akan mengalami masalah ekonomi, berduka

yang berkepanjangan, frustasi, depresi dan akan ketakutan menghadapi

kematian. Maka orang yang sudah terkena HIV/AIDS akan mengalami

berbagai macam masalah misalnya kesehatan yang menurun, hilangnya

teman/kelompok sebaya, status sosial tidak sesuai dengan harapan,

pendapatan dan ekspektasi hidup yang sudah direncanakan (Tanjung, 2016;

Kozier, 2010).

4
B. TUJUAN

1. Memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak sakit kronis

dan terminal

2. Mengetahui proses terjadinya HIV / AIDS

3. Mengetahui gambaran asuhan keperawatan pada pasien dengan HIV

AIDS

5
BAB II
KONSEP PENYAKIT

A. DEFINISI
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Ketika seseorang terinfeksi HIV, virus ini
merusak sel-sel CD4 (sel T-helper), yang merupakan komponen penting dalam
sistem kekebalan tubuh. Ini membuat tubuh menjadi lebih rentan terhadap
infeksi dan penyakit lainnya. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
adalah tahap lanjutan dari infeksi HIV yang ditandai dengan penurunan berat
badan yang signifikan, infeksi oportunistik yang berat, dan gangguan lain pada
sistem kekebalan tubuh.
HIV pada anak adalah infeksi HIV yang terjadi pada individu di bawah
usia 18 tahun. Anak-anak bisa terinfeksi HIV melalui berbagai cara, seperti
penularan dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, atau melalui ASI,
serta melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi HIV dari
orang lain. Penting untuk diingat bahwa tidak semua anak yang terinfeksi HIV
akan mengalami AIDS. Dengan perawatan yang tepat, yaitu penggunaan obat
antiretroviral (ARV) yang efektif, perawatan medis yang memadai, dan
perhatian yang baik terhadap kondisi kesehatan umum, banyak anak dengan
HIV dapat hidup dengan baik dan memiliki harapan hidup yang panjang.
Penting untuk mendeteksi dan mengelola HIV pada anak sejak dini untuk
mencegah perkembangan AIDS dan komplikasi serius lainnya. Perawatan dan
dukungan medis, psikologis, dan sosial sangat penting dalam merawat anak-
anak yang terinfeksi HIV. (Elisanti, 2018).
Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS yaitu sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena kekebalan tubuh yang menurun yang
disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh pada
seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC,
kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan
kanker. Kondisi ini juga disebut ketika sel CD4 sudah benar-benar rusak

6
sehingga kekebalan tubuh seseorang sangat rentan sekali terjadi infeksi
penyakit menular lainnya (Keller Dwiyanti, 2019).

B. ETIOLOGI
Infeksi HIV/AIDS pada anak-anak biasanya terjadi melalui beberapa jalur
penularan yang berbeda dari pada orang dewasa. Berikut adalah beberapa
penyebab utama HIV/AIDS pada anak-anak:
a. Penularan dari Ibu ke Anak (Perinatal):
Penularan HIV dari ibu ke anak saat hamil: Virus HIV dapat menyebar dari
ibu ke janin selama kehamilan melalui aliran darah ibu.
Penularan HIV saat persalinan: Virus dapat ditularkan saat bayi melalui
kontak dengan cairan vagina, darah, atau cairan lain yang mungkin ada
selama proses persalinan.
Penularan HIV melalui menyusui: Jika seorang ibu yang terinfeksi HIV
menyusui bayinya, virus dapat ditularkan melalui ASI (Air Susu Ibu).
b. Transfusi Darah dan Produk Darah:
Sebelum pemeriksaan rutin donor darah dan pengujian produk darah untuk
HIV, ada risiko anak tertular HIV jika mereka menerima transfusi darah
atau produk darah yang terinfeksi.
c. Melalui Penggunaan Alat Suntik Bersama:
Anak-anak yang berisiko tinggi seperti remaja yang menggunakan narkoba
intravena atau melakukan tindakan berisiko lainnya, dapat tertular HIV
jika mereka berbagi jarum suntik atau alat suntik lainnya dengan orang
yang terinfeksi.
d. Seksual:
Pada anak-anak yang aktif secara seksual, terutama remaja, HIV juga
dapat ditularkan melalui aktivitas seksual dengan seseorang yang
terinfeksi.
Pencegahan penularan HIV pada anak-anak sangat penting. Ini termasuk
pemeriksaan kehamilan dan konseling HIV untuk ibu hamil, pemeriksaan

7
rutin darah dan produk darah untuk HIV, penggunaan alat suntik yang
bersih dan tidak berbagi, serta edukasi seksual yang tepat untuk remaja.
Jika seorang anak diduga terpapar HIV atau memiliki faktor risiko, penting
untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk pencegahan dan
pengujian HIV yang tepat waktu. Dengan perawatan yang tepat, dapat
meminimalkan risiko penularan dan membantu anak-anak yang terinfeksi
HIV untuk hidup lebih lama dan sehat.

C. MANIFESTASI KLINIS
HIV/AIDS pada anak memiliki manifestasi klinis yang serupa dengan
manifestasi pada orang dewasa. Namun, ada beberapa perbedaan dalam gejala
dan perawatan yang perlu diperhatikan pada anak-anak. Berikut adalah
beberapa manifestasi klinis HIV/AIDS pada anak:
1. Infeksi Saluran Pernapasan: Anak-anak dengan HIV/AIDS cenderung
lebih rentan terhadap infeksi saluran pernapasan, seperti pneumonia,
bronkitis, atau infeksi tenggorokan. Infeksi ini dapat menjadi lebih serius
dan sering kambuh.
2. Gangguan Pertumbuhan: HIV/AIDS dapat mempengaruhi pertumbuhan
anak. Anak-anak dengan HIV/AIDS mungkin mengalami penurunan berat
badan, pertumbuhan yang lambat, atau gagal tumbuh.
3. Infeksi Oportunistik: Seiring dengan penurunan sistem kekebalan tubuh,
anak-anak dengan HIV/AIDS dapat mengalami infeksi oportunistik seperti
tuberkulosis, infeksi jamur, dan infeksi lainnya yang jarang terjadi pada
anak-anak sehat.
4. Gangguan Gastrointestinal: HIV/AIDS dapat menyebabkan masalah
pencernaan seperti diare kronis, mual, muntah, atau masalah lain dalam
sistem pencernaan.
5. Masalah Neurologis: Beberapa anak dengan HIV/AIDS dapat mengalami
masalah neurologis, termasuk keterlambatan perkembangan, masalah
kognitif, kejang, dan masalah saraf lainnya.

8
6. Masalah Kulit: Ruam kulit atau masalah kulit lainnya dapat terjadi pada
anak-anak dengan HIV/AIDS.
7. Masalah Darah: HIV/AIDS dapat mempengaruhi produksi sel darah, yang
dapat mengakibatkan anemia atau peningkatan risiko perdarahan.
8. Masalah Kelenjar Getah Bening: Pembengkakan kelenjar getah bening
adalah tanda umum dari infeksi HIV pada anak-anak.
9. Masalah Psikologis dan Sosial: Anak-anak dengan HIV/AIDS dapat
mengalami masalah psikologis dan sosial, seperti depresi, isolasi sosial,
atau stigmatisme.
10. Gejala Umum: Gejala umum yang mungkin muncul pada anak-anak
dengan HIV/AIDS termasuk demam, kelelahan, nyeri otot atau sendi, dan
kehilangan berat badan yang tidak diinginkan.
Penting untuk diingat bahwa gejala HIV/AIDS pada anak-anak dapat
bervariasi, dan beberapa anak mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun
untuk waktu yang cukup lama. Diagnosa dini dan pengobatan yang tepat sangat
penting untuk mengelola HIV/AIDS pada anak-anak dan mencegah komplikasi
yang lebih serius. Perawatan biasanya melibatkan penggunaan obat
antiretroviral (ARV) yang diresepkan oleh dokter anak atau spesialis
HIV/AIDS, serta perawatan dukungan untuk mengelola gejala dan komplikasi
yang mungkin timbul.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi HIV/AIDS pada anak mirip dengan patofisiologi pada
orang dewasa. Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) menyerang dan
merusak sistem kekebalan tubuh, yang dikenal sebagai sistem kekebalan tubuh.
Ini menyebabkan penurunan tingkat kekebalan tubuh, yang pada gilirannya
membuat anak-anak lebih rentan terhadap infeksi oportunistik (infeksi yang
biasanya tidak menyebabkan masalah pada individu dengan sistem kekebalan
yang sehat). Berikut adalah langkah-langkah utama dalam patofisiologi
HIV/AIDS pada anak:

9
1. Penularan HIV: Anak-anak biasanya terinfeksi HIV melalui transmisi
vertikal, yaitu dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak selama kehamilan,
persalinan, atau menyusui. Penularan juga bisa terjadi melalui transfusi
darah yang terkontaminasi, berbagi jarum suntik yang terkontaminasi, atau
melalui kontak dengan darah, sperma, cairan vagina, atau cairan tubuh
lainnya yang terinfeksi HIV.
2. Penetrasi ke Sel-sel T: Setelah virus HIV memasuki tubuh anak, ia akan
menyebar dan menembus sel-sel T-helper (CD4) di sistem kekebalan
tubuh. Sel-sel T-helper adalah bagian penting dari sistem kekebalan tubuh
yang membantu mengoordinasikan respons imun terhadap infeksi.
3. Replikasi Virus: Setelah memasuki sel T-helper, virus HIV mengubah
informasi genetiknya menjadi DNA menggunakan enzim reverse
transcriptase. Kemudian, virus tersebut mengintegrasikan DNA hasil
rekombinasi ini ke dalam genom sel T-helper, membuat sel tersebut
menjadi "pabrik" untuk memproduksi lebih banyak virus.
4. Kerusakan Sistem Kekebalan Tubuh: Reproduksi virus dalam sel T-
helper menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh secara bertahap.
Seiring waktu, jumlah sel T-helper yang sehat menurun, yang
mengakibatkan penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh. Ini membuat
anak-anak dengan HIV/AIDS lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit
oportunistik.
5. Infeksi Oportunistik: Saat sistem kekebalan tubuh semakin terganggu,
anak-anak dengan HIV/AIDS menjadi rentan terhadap berbagai jenis
infeksi oportunistik, seperti pneumonia, tuberkulosis, infeksi jamur, dan
penyakit lain yang biasanya tidak menyebabkan masalah pada individu
dengan sistem kekebalan yang sehat.
6. Kondisi Terkait HIV/AIDS: Selain infeksi oportunistik, HIV/AIDS pada
anak juga dapat terkait dengan masalah pertumbuhan yang lambat,
gangguan perkembangan, masalah neurologis, masalah gastrointestinal,
dan komplikasi lainnya.

10
7. Pengobatan dan Perawatan: Pengobatan yang tepat, termasuk terapi
antiretroviral (ARV), dapat menghentikan atau memperlambat replikasi
virus HIV, memungkinkan pemulihan sementara dari sistem kekebalan
tubuh, dan meningkatkan harapan hidup anak-anak dengan HIV/AIDS.
Terapi ARV yang tepat dapat meminimalkan kerusakan sistem kekebalan
tubuh dan memungkinkan anak-anak untuk menjalani hidup yang lebih
normal.
Pemahaman tentang patofisiologi HIV/AIDS pada anak penting untuk
merancang perawatan yang tepat dan memberikan dukungan medis yang
diperlukan kepada anak-anak yang terinfeksi HIV. Terapi ARV dan
perawatan yang komprehensif dapat membantu mengontrol infeksi,
memperlambat perkembangan penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup
anak-anak dengan HIV/AIDS.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dan pemantauan HIV/AIDS
melibatkan sejumlah tes dan evaluasi medis yang dapat membantu dalam
mengkonfirmasi infeksi HIV, memahami tingkat kerusakan sistem kekebalan
tubuh, dan memantau respons terhadap pengobatan. Berikut adalah beberapa
pemeriksaan penunjang yang biasanya digunakan dalam manajemen
HIV/AIDS:
1. Tes HIV Antigen-Antibodi: Tes ini digunakan untuk mendeteksi adanya
virus HIV dan antibodi terhadap HIV dalam darah. Ini adalah tes paling
umum untuk mendiagnosis infeksi HIV.
2. Hitung Sel CD4: Tes ini mengukur jumlah sel T-helper CD4 dalam darah.
Penurunan jumlah sel CD4 adalah tanda kerusakan sistem kekebalan tubuh
dan indikator utama tingkat keparahan HIV/AIDS.
3. Hitung Sel CD8: Selain sel CD4, sel CD8 juga penting dalam
mengevaluasi sistem kekebalan tubuh. Pengukuran sel CD8 dapat
memberikan informasi tambahan tentang status imun anak.

11
4. Pengukuran Viral Load HIV: Tes ini mengukur jumlah virus HIV aktif
dalam darah. Ini membantu dalam pemantauan sejauh mana pengobatan
ARV berhasil mengendalikan virus.
5. Tes Resisten Obat: Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah
virus HIV yang ada di tubuh anak resisten terhadap salah satu obat
antiretroviral (ARV). Informasi ini penting untuk merancang rejimen
pengobatan yang efektif.
6. Pemeriksaan Genetik: Beberapa anak dapat menjalani pemeriksaan
genetik untuk menentukan tipe virus HIV yang mereka miliki. Ini dapat
membantu dalam merencanakan pengobatan yang lebih tepat.
7. Pemeriksaan Fungsi Hati: Beberapa obat ARV dapat memengaruhi
fungsi hati, jadi pemeriksaan fungsi hati secara rutin dapat diperlukan
selama pengobatan.
8. Pemeriksaan Fungsi Ginjal: Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk
memeriksa fungsi ginjal karena beberapa obat ARV juga dapat
memengaruhi ginjal.
9. Pemeriksaan Imunisasi: Anak-anak dengan HIV/AIDS mungkin
memerlukan vaksin tambahan atau imunisasi tertentu untuk melindungi
dari infeksi yang dapat dicegah.
10. Pemeriksaan Radiologi: Dalam beberapa kasus, pemeriksaan radiologi
seperti sinar-X dada atau pemindaian CT mungkin diperlukan untuk
mengevaluasi komplikasi seperti pneumonia atau infeksi oportunistik
lainnya.
11. Pemeriksaan Psikososial: Pemeriksaan ini dapat mencakup penilaian
psikologis dan dukungan sosial untuk membantu anak dan keluarganya
mengatasi aspek emosional dan sosial yang terkait dengan HIV/AIDS.

12
F. WAY OF CAUTION

13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HIV-AIDS

A. Pengkajian

1. Data Subjektif, mencakup:

a. Pengetahuan klien tentang AIDS

b. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun

c. Dispneu (serangan)

d. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)

2. Data Objektif, meliputi:

a. Kulit, lesi, integritas terganggu

b. Bunyi nafas

c. Kondisi mulut dan genetalia

d. BAB (frekuensi dan karakternya)

e. Gejala cemas

3. Pemeriksaan Fisik

a. Pengukuran TTV

b. Pengkajian Kardiovaskuler

c. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat. Gagal

jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena HIV.

d. Pengkajian Respiratori

e. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea,

hipoksia, nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.

14
f. Pengkajian Neurologik

g. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku,

nyeri otot, kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor,

penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan

perkembangan.

h. Pengkajian Gastrointestinal

i. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan menelan,

bercak putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis, candidisiasis

esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering, pembesaran

hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis, pembesaran limfa.

j. Pengkajain Renal

k. Pengkajaian Muskuloskeletal

l. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)

m. Pengkajian Hematologik

n. Pengkajian Endokrin

4. Kaji status nutrisi

a. Kaji adanya infeksi oportunistik

b. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

B. Dapatkan riwayat imunisasi

1. Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap aids

pada anak-anak: exposure in utero to HIV-infected mother, pemajanan

15
terhadap produk darah, khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang

menunjukan prilaku resiko tinggi.

2. Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh,

limfadenopati, hepatosplenomegaly.

3. Infeksi bakteri berulang.

4. Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii (pneumonitys

inter interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid paru).

5. Diare kronis.

6. Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah di

capai sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan neurologis

abnormal.

7. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes antibody

serum.

C. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada anak dengan HIV

antara lain:

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi

yang ditandai dengan mengi/wheezing/ronkhi, batuk tidak efektif, tidak

mampu batuk, gelisah, sianosis, bunyi nafas menurun, frekuensi nafas

berubah, pola nafas berubah.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis yang

ditandai dengan pola nafas abnormal, tekanan ekspirasi menurun,

tekanan inspirasi menurun.

16
3. Diare berhubungan dengan proses infeksi yang ditandai dengan defekasi

lebih dari tiga kali dalam 24 jam, feses lembek atau cair, frekuensi

peristaltic meningkat, bising usus hiperaktif

4. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan diare muntah

5. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit yang ditandai dengan

suhu tubuhndiatas nilai normal, kulit terasa hangat, takipnea

6. Deficit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme

yang ditandai dengan berat badan menurun, bising usus hiperaktif, diare

7. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status

cairan, perubahan pigmentasi, ketidakseimbangan nutrisi, penurunan

imunologis

8. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status cairan,

perubahan pigmentasi, ketidakseimbangan nutrisi, penurunan imunologis

9. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan yang ditandai

dengan kelemahan, merasa tidak nyaman setelah beraktivitas, merasa

lemah

10. Risiko cedera berhubungan dengan disfungsi autoimun, malnutrisi

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI).

17
D. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

Keperawatan

Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas (I.

nafas tidak efektif tindakan keperawatan 01011)

(D.0001) selama 3x24 jam


Observasi :
diharapkan bersihan jalan
 Monitor pola nafas
nafas
 Monitor bunyi nafas
meningkat(L.021001)
tambahan
dengan kriteria hasil :
 Monitor sputum
 Batuk efektif
Terapeutik
meningkat
 Pertahankan kepatenan
 Produksi sputum
jalan nafas
menurun
 Posisikan semi fowler atau
 Mengi menurun
fowler
 Wheezing menurun
 Berikan minum hangat

 Lakukan penghisapan

lendir kurang dari 15 detik

 Berikan oksigenasi jika

perlu

Edukasi

 Ajarkan teknik batuk

18
efektif

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian

bronkodilator, jika perlu

Pola nafas tidak Setelah dilakukan Pemantauan respirasi (I.01014)

efektif (D.0005) tindakan keperawatan


Observasi :
selama 3x24 jam
 Monitor frekuensi irama,
diharapkan pola nafas
kedalaman dan upaya nafas
membaik dengan kriteria
 Monitor pola nafas
hasil :
 Monitor adanya produksi
 Dyspnea menurun
sputum
 Penggunaan otot
 Monitor saturasi oksigen
bantu nafas menurun
 Auskultasi bunyi nafas
 Pemanjangan fase
Terapeutik :
ekspirasi menurun
 Atur interval pemantauan
 Frekuensi nafas
respirasi sesuai kondisi
membaik
pasien
 Kedalaman nafas
Edukasi :
membaik

 Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantauan

Diare b/d proses Setelah dilakukan Manajemen diare (I.03101)

19
infeksi(D.0020) tindakan keperawatan

selama 3x24 jam


Observasi :
diharapkan eliminasi
 Identifikasi penyebab diare
fekal membaik dengan
 Identifikasi riwayat
kriteria hasil :
pemberian makanan
 Kontrol pengeluaran
 Monitor warna, volume,
feses meningkat
frekuensi, dan konsistensi
 Konsistensi feses
feses
membaik
 Monitor tanda dan gejala
 Frekuensi BAB
hypovolemi
membaik
 Monitor jumlah dan
 Peristaltic usus
pengeluaran diare
membaik
Terapeutik :
 Mengejan saat
 Berikan asupan cairan oral
defekasi menurun
 Berikan cairan intravena,

jika perlu

 Ambil sampel darah untuk

pemeriksaan darah lengkap

dan elektrolit

Edukasi :

 Anjurkan makanan sedikit

20
tapi sering

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian obat

antimotilitas

 Kolaborasi pemberian

spasmolitik

Resiko Setelah dilakukan Monitor keseimbangan elektrolit

ketidakseimbangan tindakan keperawatan (I. 03122)

elektrolit (D.0037) selama 3x24 jam


Observasi :
diharapkan keseimbangan
 Monitor kemungkinan
elektrolit meningkat
penyebab keseimbangan
dengan kriteri hasil :
elektrolit
 Serum natrium
 Monitor kadar elektrolit
membaik
serum
 Serum kalium
 Monitor mual, muntah,
membaik
diare
 Serum klorida
 Monitor kehilangan cairan
membaik
Terapeutik :

 Atur interval waktu

pemantauan sesuai

dengan kondisi pasien

21
Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan

prosedur pemantauan

Hipertermi Setelah dilakukan Manajemem hipertermi

(D.0130) tindakan keperawatan (I.15506)

selama 3x24 jam


Observasi :
diharapkan termoregulasi
 Identifikasi penyebab
membaik, dengan kriteria
hipertermi
hasil :
 Monitor suhu tubuh
 Menggigil
 Monitor kadar elektrolit
menurun
 Monitor komplikasi
 Suhu tubuh
akibat hipertermi
membaik
Terapeutik :
 Suhu kulit
 Sediakan lingkungan
membaik
yang dingin

 Berikan cairan oral

 Longgarkan atau

lepaskan pakaian

 Lakukan pendinginan

eksternal

Edukasi :

22
 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian

cairan dan elektrolit

intravena, jika perlu

Deficit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen nutrisi (I.03119)

(D.0019) tindakan keperawatan


Observasi :
selama 3x24 jam
 Identifikasi status nutrisi
diharapkan status nutrisi
 Identifikasi makanan
membaik dengan kriteria
yang disukai
hasil :
 Identifikasi kebutuhan
 Porsi makan yang
kalori dan jenis nutrient
dihabiskan
 Monitor asupan
meningkat
makanan
 Berat badan
 Monitor berat badan
membaik
Terapeutik :
 Indeks massa

tubuh (IMT)  Fasilitasi menentukan

membaik pedoman diet

 Berikan makanan tinggi

kalori dan protein

 Berikan suplemen

23
makanan, jika perlu

Edukasi :

 Ajarkan diet yang

diprogramkan

Kolaborasi :

 Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk menentukan

kebutuhan kalori dan

nutrient yang dibutuhkan

Resiko kerusakan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit (I.

integritas kulit tindakan keperawatan 11353)

(D.0139) selama 3x24 jam


Observasi :
diharapkan integritas
 Identifikasi penyebab
kulit meningkat, dengan
kerusakan integritas kulit
kriteria hasil :
Terapeutik :
 Kerusakan
 Ubah posisi tiap 2 jam
jaringan menurun
sekali tirah baring
 Kerusakan lapisan
 Bersihkan perineal
kulit menurun
dengan air hangat

 Lakukan pemijatan pada

area tonjolan tulang, jika

24
perlu

Edukasi :

 Anjurkan menggunakan

pelembab

 Anjurkan minum yang

cukup

 Anjurkan meningkatkan

asupan nutrisi

Gangguan Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit (I.

integritas kulit tindakan keperawatan 11353)

(D.0129) selama 3x24 jam


Observasi :
diharapkan toleransi
 Identifikasi penyebab
aktivitas meningkat,
kerusakan integritas kulit
dengan kriteria hasil :

Terapeutik :
 Keluhan lelah

menurun  Ubah posisi tiap 2 jam

 Dyspnea saat sekali tirah baring

aktivitas menurun  Bersihkan perineal

 Dyspnea setelah dengan air hangat

aktivitas menurun  Lakukan pemijatan pada

 Frekuensi nadi area tonjolan tulang, jika

25
membaik perlu

Edukasi :

 Anjurkan menggunakan

pelembab

 Anjurkan minum yang

cukup

 Anjurkan meningkatkan

asupan nutrisi

Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energy (I. 05178)

aktivitas (D.0056) tindakan keperawatan


Observasi :
selama 3x24 jam
 Identifikasi fungsi tubuh
diharapkan toleransi
yang menyebabkan
aktivitas meningkat,
kelelahan
dengan kriteria hasil :
 Monitor kelelahan fisik
 Keluhan lelah
dan emosional
menurun
 Berikan aktivitas
 Dyspnea saat
distraksi yang
aktivitas menurun
menenangkan
 Dyspnea setelah
 Monitor lokasi dan
aktivitas menurun
ketidaknyamanan selama
 Frekuensi nadi
melakukan aktivitas

26
membaik Terapeutik :

 Sediakan lingkungan

yang nyaman dan rendah

stimulus

 Lakukan latihan rentang

gerak pasif/aktif

Edukasi :

 Anjurkan tirah baring

 Anjurkan melakukan

aktivitas secara bertahap

 Ajarkan strategi koping

untuk mengurangi

kelelahan

Kolaborasi :

 Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk meningkatkan

energy

Resiko cedera Setelah dilakukan Menejemen keselamatan

(D.0136) tindakan selama 3x24 lingkungan (I.14513)

jam diharapkan tingkat


Observasi :
cedera menurun, dengan
 identifikasi kebutuhan

27
kriteria hasil : keselamatan

 monitor perubahan status


 Kejadian cedera
keselamatan lingkungan
menurun
terapeutik :
 Luka/lecet

menurun  hilangkan bahaya

keselamatan lingkungan

 modifikasi lingkungan

untuk minimalkan

bahaya dan resiko

edukasi :

 ajarkan individu,

keluarga dan kelompok

risiko tinggi bahaya

lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Afif Nurul Hidayat, dkk. (2019). Manajemen HIV/AIDS. Pusat Penerbitan AUP :
Surabaya.

28
Amal, Ahmad Ikhlasul dan Elvi Khofsoh. (2018). Potret Kebutuhan Spriritualitas
Pasien HIV/AIDS. Proceeding Unissula Nursing Conference. Unissula
Press. ISBN 978-602-1145-69-2.

Ardhiyanti, Y., Lusiana, N., Megasari, K. (2015). Bahan Ajar AIDS pada Asuhan
Kebidanan. Deepublish : Yogyakarta.

Dranesia, A., Reisy T., Nurul A., dan Kurniawati. (2022). Trend dan Issue
Perawatan Anak Dengan HIV/AIDS. Eureka Media Aksara :
Purbalingga.

Elisanti, A. D. (2018). HIV AIDS, Ibu Hamil dan Cara Pencegahan Pada Janin.
Deepublish Publisher : Yogyakarta.

Keller Dwiyanti. (2019). Upaya Pencegahan HIV/AIDS. Cell, 151(4), 1–46.

Kozier. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.

Nasronudin. (2020). HIV dan AIDS Pendekatan Biologi Molekuler Klinis dan
Sosial Ed 2. Deepublish : Jakarta.

Nursalam & Kurniawati. (2007). Asuhan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.


Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam, N. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.


Salemba Medika : Jakarta.

Oliver, J. (2013). Manajemen Pelayanan Penanggulangan HIV/AIDS Pada


Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Manado. Journal of
Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Robbins, Stanley LA, Vinay K. (2012). Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Vol.
2. EGC : Jakarta.
Tanjung, D. M. (2016). Karakteristik Distress Spiritual pada Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) di RSUP Haji Adam Malik Medan. (Doctoral
dissertation, Universitas Sumatera Utara).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus PPNI : Jakarta.

29
Widoyono. (2011). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Erlangga : Jakarta.

30

Anda mungkin juga menyukai