Oleh :
1. PUJI LESTARI NIM : 017222014
2. MARDANI NIM : 017222064
3. SABRANI NIM : 017222039
1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejauh ini HIV/AIDS telah memakan korban lebih dari 12 juta jiwa,
perawatan HIV/AIDS yang efektif untuk infeksi HIV telah menjadi kondisi
kesehatan kronis yang dapat dikelola dan memungkinkan orang yang hidup
dengan HIV terus menjalani hidup yang panjang dan sehat. Human
kematian.
dan Amman pada tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah
AIDS pada anak di Amerika makin lama makin meningkat. Pada bulan
kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat
4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah kasus AIDS
yang dilaporkan di Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356 anak
2
dengan AIDS. Kasus infeksi HIV terbanyak pada orang dewasa maupun pada
Bagi setiap orang yang sudah didiagnosa positif mengidap HIV dan
AIDS sering disebut sebagai ODHA. Populasi dari WHO (2019), penyebab
penularan HIV/AIDS berasal dari pemakaian jarum suntik dan seks bebas
yang terdapat dikalangan remaja terutama hubungan sesama jenis (WHO Data
and statistics, 2019; Tanjung 2016) Berdasarkan data menurut WHO (2019),
pada tahun 2017 penderita HIV dengan jumlah terbesar yaitu di Africa dengan
global. Hingga akhir tahun 2018 terdapat sekitar 37,9 juta orang yang hidup
dengan HIV, jumlah kasus HIV/AIDS tersebut pada tahun 2018 terdapat
sebanyak 2.564 kasus. dan di Indonesia untuk kasus HIV 32.711 dan AIDS
24 tahun 13,57% dan usia diatas 50 tahun 9,63%. Jumlah kematian pada
pasien AIDS tahun 2017 dilaporkan terdapat 166 kasus dan terus meningkat
lebih banyak di tahun 2018 yang terdapat 255 kasus kematian. Dengan kasus
kematian AIDS yang tertinggi pada usia 25-45 tahun 162 kasus. Berdasarkan
3
Tingginya kasus HIV/AIDS yang terjadi hingga saat ini dapat
aspek spiritual (Tanjung, 2016; WHO Data and statistics, 2019) Adapun
masalah pada aspek spiritual yang dialami oleh pasien HIV/AIDS yaitu
kondisi yang dialami sekarang dan menolak beribadah, beribadah yang tidak
ODHA mudah mengalami depresi atau stres dan gangguan emosional lainnya,
hingga dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka. Maka untuk itu dilakukan
upaya tindakan untuk memenuhi kebutuhan spiritual (Amal & Khofsoh, 2018;
Collein, 2015)
Kozier, 2010).
4
B. TUJUAN
1. Memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak sakit kronis
dan terminal
AIDS
5
BAB II
KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia. Ketika seseorang terinfeksi HIV, virus ini
merusak sel-sel CD4 (sel T-helper), yang merupakan komponen penting dalam
sistem kekebalan tubuh. Ini membuat tubuh menjadi lebih rentan terhadap
infeksi dan penyakit lainnya. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
adalah tahap lanjutan dari infeksi HIV yang ditandai dengan penurunan berat
badan yang signifikan, infeksi oportunistik yang berat, dan gangguan lain pada
sistem kekebalan tubuh.
HIV pada anak adalah infeksi HIV yang terjadi pada individu di bawah
usia 18 tahun. Anak-anak bisa terinfeksi HIV melalui berbagai cara, seperti
penularan dari ibu ke anak selama kehamilan, persalinan, atau melalui ASI,
serta melalui kontak dengan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi HIV dari
orang lain. Penting untuk diingat bahwa tidak semua anak yang terinfeksi HIV
akan mengalami AIDS. Dengan perawatan yang tepat, yaitu penggunaan obat
antiretroviral (ARV) yang efektif, perawatan medis yang memadai, dan
perhatian yang baik terhadap kondisi kesehatan umum, banyak anak dengan
HIV dapat hidup dengan baik dan memiliki harapan hidup yang panjang.
Penting untuk mendeteksi dan mengelola HIV pada anak sejak dini untuk
mencegah perkembangan AIDS dan komplikasi serius lainnya. Perawatan dan
dukungan medis, psikologis, dan sosial sangat penting dalam merawat anak-
anak yang terinfeksi HIV. (Elisanti, 2018).
Acquired Immune Deficiency Syndrome atau AIDS yaitu sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena kekebalan tubuh yang menurun yang
disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh pada
seseorang maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC,
kandidiasis, berbagai radang pada kulit, paru, saluran pencernaan, otak dan
kanker. Kondisi ini juga disebut ketika sel CD4 sudah benar-benar rusak
6
sehingga kekebalan tubuh seseorang sangat rentan sekali terjadi infeksi
penyakit menular lainnya (Keller Dwiyanti, 2019).
B. ETIOLOGI
Infeksi HIV/AIDS pada anak-anak biasanya terjadi melalui beberapa jalur
penularan yang berbeda dari pada orang dewasa. Berikut adalah beberapa
penyebab utama HIV/AIDS pada anak-anak:
a. Penularan dari Ibu ke Anak (Perinatal):
Penularan HIV dari ibu ke anak saat hamil: Virus HIV dapat menyebar dari
ibu ke janin selama kehamilan melalui aliran darah ibu.
Penularan HIV saat persalinan: Virus dapat ditularkan saat bayi melalui
kontak dengan cairan vagina, darah, atau cairan lain yang mungkin ada
selama proses persalinan.
Penularan HIV melalui menyusui: Jika seorang ibu yang terinfeksi HIV
menyusui bayinya, virus dapat ditularkan melalui ASI (Air Susu Ibu).
b. Transfusi Darah dan Produk Darah:
Sebelum pemeriksaan rutin donor darah dan pengujian produk darah untuk
HIV, ada risiko anak tertular HIV jika mereka menerima transfusi darah
atau produk darah yang terinfeksi.
c. Melalui Penggunaan Alat Suntik Bersama:
Anak-anak yang berisiko tinggi seperti remaja yang menggunakan narkoba
intravena atau melakukan tindakan berisiko lainnya, dapat tertular HIV
jika mereka berbagi jarum suntik atau alat suntik lainnya dengan orang
yang terinfeksi.
d. Seksual:
Pada anak-anak yang aktif secara seksual, terutama remaja, HIV juga
dapat ditularkan melalui aktivitas seksual dengan seseorang yang
terinfeksi.
Pencegahan penularan HIV pada anak-anak sangat penting. Ini termasuk
pemeriksaan kehamilan dan konseling HIV untuk ibu hamil, pemeriksaan
7
rutin darah dan produk darah untuk HIV, penggunaan alat suntik yang
bersih dan tidak berbagi, serta edukasi seksual yang tepat untuk remaja.
Jika seorang anak diduga terpapar HIV atau memiliki faktor risiko, penting
untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan untuk pencegahan dan
pengujian HIV yang tepat waktu. Dengan perawatan yang tepat, dapat
meminimalkan risiko penularan dan membantu anak-anak yang terinfeksi
HIV untuk hidup lebih lama dan sehat.
C. MANIFESTASI KLINIS
HIV/AIDS pada anak memiliki manifestasi klinis yang serupa dengan
manifestasi pada orang dewasa. Namun, ada beberapa perbedaan dalam gejala
dan perawatan yang perlu diperhatikan pada anak-anak. Berikut adalah
beberapa manifestasi klinis HIV/AIDS pada anak:
1. Infeksi Saluran Pernapasan: Anak-anak dengan HIV/AIDS cenderung
lebih rentan terhadap infeksi saluran pernapasan, seperti pneumonia,
bronkitis, atau infeksi tenggorokan. Infeksi ini dapat menjadi lebih serius
dan sering kambuh.
2. Gangguan Pertumbuhan: HIV/AIDS dapat mempengaruhi pertumbuhan
anak. Anak-anak dengan HIV/AIDS mungkin mengalami penurunan berat
badan, pertumbuhan yang lambat, atau gagal tumbuh.
3. Infeksi Oportunistik: Seiring dengan penurunan sistem kekebalan tubuh,
anak-anak dengan HIV/AIDS dapat mengalami infeksi oportunistik seperti
tuberkulosis, infeksi jamur, dan infeksi lainnya yang jarang terjadi pada
anak-anak sehat.
4. Gangguan Gastrointestinal: HIV/AIDS dapat menyebabkan masalah
pencernaan seperti diare kronis, mual, muntah, atau masalah lain dalam
sistem pencernaan.
5. Masalah Neurologis: Beberapa anak dengan HIV/AIDS dapat mengalami
masalah neurologis, termasuk keterlambatan perkembangan, masalah
kognitif, kejang, dan masalah saraf lainnya.
8
6. Masalah Kulit: Ruam kulit atau masalah kulit lainnya dapat terjadi pada
anak-anak dengan HIV/AIDS.
7. Masalah Darah: HIV/AIDS dapat mempengaruhi produksi sel darah, yang
dapat mengakibatkan anemia atau peningkatan risiko perdarahan.
8. Masalah Kelenjar Getah Bening: Pembengkakan kelenjar getah bening
adalah tanda umum dari infeksi HIV pada anak-anak.
9. Masalah Psikologis dan Sosial: Anak-anak dengan HIV/AIDS dapat
mengalami masalah psikologis dan sosial, seperti depresi, isolasi sosial,
atau stigmatisme.
10. Gejala Umum: Gejala umum yang mungkin muncul pada anak-anak
dengan HIV/AIDS termasuk demam, kelelahan, nyeri otot atau sendi, dan
kehilangan berat badan yang tidak diinginkan.
Penting untuk diingat bahwa gejala HIV/AIDS pada anak-anak dapat
bervariasi, dan beberapa anak mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun
untuk waktu yang cukup lama. Diagnosa dini dan pengobatan yang tepat sangat
penting untuk mengelola HIV/AIDS pada anak-anak dan mencegah komplikasi
yang lebih serius. Perawatan biasanya melibatkan penggunaan obat
antiretroviral (ARV) yang diresepkan oleh dokter anak atau spesialis
HIV/AIDS, serta perawatan dukungan untuk mengelola gejala dan komplikasi
yang mungkin timbul.
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi HIV/AIDS pada anak mirip dengan patofisiologi pada
orang dewasa. Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) menyerang dan
merusak sistem kekebalan tubuh, yang dikenal sebagai sistem kekebalan tubuh.
Ini menyebabkan penurunan tingkat kekebalan tubuh, yang pada gilirannya
membuat anak-anak lebih rentan terhadap infeksi oportunistik (infeksi yang
biasanya tidak menyebabkan masalah pada individu dengan sistem kekebalan
yang sehat). Berikut adalah langkah-langkah utama dalam patofisiologi
HIV/AIDS pada anak:
9
1. Penularan HIV: Anak-anak biasanya terinfeksi HIV melalui transmisi
vertikal, yaitu dari ibu yang terinfeksi HIV ke anak selama kehamilan,
persalinan, atau menyusui. Penularan juga bisa terjadi melalui transfusi
darah yang terkontaminasi, berbagi jarum suntik yang terkontaminasi, atau
melalui kontak dengan darah, sperma, cairan vagina, atau cairan tubuh
lainnya yang terinfeksi HIV.
2. Penetrasi ke Sel-sel T: Setelah virus HIV memasuki tubuh anak, ia akan
menyebar dan menembus sel-sel T-helper (CD4) di sistem kekebalan
tubuh. Sel-sel T-helper adalah bagian penting dari sistem kekebalan tubuh
yang membantu mengoordinasikan respons imun terhadap infeksi.
3. Replikasi Virus: Setelah memasuki sel T-helper, virus HIV mengubah
informasi genetiknya menjadi DNA menggunakan enzim reverse
transcriptase. Kemudian, virus tersebut mengintegrasikan DNA hasil
rekombinasi ini ke dalam genom sel T-helper, membuat sel tersebut
menjadi "pabrik" untuk memproduksi lebih banyak virus.
4. Kerusakan Sistem Kekebalan Tubuh: Reproduksi virus dalam sel T-
helper menyebabkan kerusakan sistem kekebalan tubuh secara bertahap.
Seiring waktu, jumlah sel T-helper yang sehat menurun, yang
mengakibatkan penurunan fungsi sistem kekebalan tubuh. Ini membuat
anak-anak dengan HIV/AIDS lebih rentan terhadap infeksi dan penyakit
oportunistik.
5. Infeksi Oportunistik: Saat sistem kekebalan tubuh semakin terganggu,
anak-anak dengan HIV/AIDS menjadi rentan terhadap berbagai jenis
infeksi oportunistik, seperti pneumonia, tuberkulosis, infeksi jamur, dan
penyakit lain yang biasanya tidak menyebabkan masalah pada individu
dengan sistem kekebalan yang sehat.
6. Kondisi Terkait HIV/AIDS: Selain infeksi oportunistik, HIV/AIDS pada
anak juga dapat terkait dengan masalah pertumbuhan yang lambat,
gangguan perkembangan, masalah neurologis, masalah gastrointestinal,
dan komplikasi lainnya.
10
7. Pengobatan dan Perawatan: Pengobatan yang tepat, termasuk terapi
antiretroviral (ARV), dapat menghentikan atau memperlambat replikasi
virus HIV, memungkinkan pemulihan sementara dari sistem kekebalan
tubuh, dan meningkatkan harapan hidup anak-anak dengan HIV/AIDS.
Terapi ARV yang tepat dapat meminimalkan kerusakan sistem kekebalan
tubuh dan memungkinkan anak-anak untuk menjalani hidup yang lebih
normal.
Pemahaman tentang patofisiologi HIV/AIDS pada anak penting untuk
merancang perawatan yang tepat dan memberikan dukungan medis yang
diperlukan kepada anak-anak yang terinfeksi HIV. Terapi ARV dan
perawatan yang komprehensif dapat membantu mengontrol infeksi,
memperlambat perkembangan penyakit, dan meningkatkan kualitas hidup
anak-anak dengan HIV/AIDS.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis dan pemantauan HIV/AIDS
melibatkan sejumlah tes dan evaluasi medis yang dapat membantu dalam
mengkonfirmasi infeksi HIV, memahami tingkat kerusakan sistem kekebalan
tubuh, dan memantau respons terhadap pengobatan. Berikut adalah beberapa
pemeriksaan penunjang yang biasanya digunakan dalam manajemen
HIV/AIDS:
1. Tes HIV Antigen-Antibodi: Tes ini digunakan untuk mendeteksi adanya
virus HIV dan antibodi terhadap HIV dalam darah. Ini adalah tes paling
umum untuk mendiagnosis infeksi HIV.
2. Hitung Sel CD4: Tes ini mengukur jumlah sel T-helper CD4 dalam darah.
Penurunan jumlah sel CD4 adalah tanda kerusakan sistem kekebalan tubuh
dan indikator utama tingkat keparahan HIV/AIDS.
3. Hitung Sel CD8: Selain sel CD4, sel CD8 juga penting dalam
mengevaluasi sistem kekebalan tubuh. Pengukuran sel CD8 dapat
memberikan informasi tambahan tentang status imun anak.
11
4. Pengukuran Viral Load HIV: Tes ini mengukur jumlah virus HIV aktif
dalam darah. Ini membantu dalam pemantauan sejauh mana pengobatan
ARV berhasil mengendalikan virus.
5. Tes Resisten Obat: Pemeriksaan ini digunakan untuk menentukan apakah
virus HIV yang ada di tubuh anak resisten terhadap salah satu obat
antiretroviral (ARV). Informasi ini penting untuk merancang rejimen
pengobatan yang efektif.
6. Pemeriksaan Genetik: Beberapa anak dapat menjalani pemeriksaan
genetik untuk menentukan tipe virus HIV yang mereka miliki. Ini dapat
membantu dalam merencanakan pengobatan yang lebih tepat.
7. Pemeriksaan Fungsi Hati: Beberapa obat ARV dapat memengaruhi
fungsi hati, jadi pemeriksaan fungsi hati secara rutin dapat diperlukan
selama pengobatan.
8. Pemeriksaan Fungsi Ginjal: Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk
memeriksa fungsi ginjal karena beberapa obat ARV juga dapat
memengaruhi ginjal.
9. Pemeriksaan Imunisasi: Anak-anak dengan HIV/AIDS mungkin
memerlukan vaksin tambahan atau imunisasi tertentu untuk melindungi
dari infeksi yang dapat dicegah.
10. Pemeriksaan Radiologi: Dalam beberapa kasus, pemeriksaan radiologi
seperti sinar-X dada atau pemindaian CT mungkin diperlukan untuk
mengevaluasi komplikasi seperti pneumonia atau infeksi oportunistik
lainnya.
11. Pemeriksaan Psikososial: Pemeriksaan ini dapat mencakup penilaian
psikologis dan dukungan sosial untuk membantu anak dan keluarganya
mengatasi aspek emosional dan sosial yang terkait dengan HIV/AIDS.
12
F. WAY OF CAUTION
13
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK
DENGAN HIV-AIDS
A. Pengkajian
c. Dispneu (serangan)
b. Bunyi nafas
e. Gejala cemas
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pengukuran TTV
b. Pengkajian Kardiovaskuler
d. Pengkajian Respiratori
14
f. Pengkajian Neurologik
perkembangan.
h. Pengkajian Gastrointestinal
j. Pengkajain Renal
k. Pengkajaian Muskuloskeletal
m. Pengkajian Hematologik
n. Pengkajian Endokrin
15
terhadap produk darah, khususnya anak dengan hemophilia, remaja yang
limfadenopati, hepatosplenomegaly.
5. Diare kronis.
abnormal.
serum.
C. Diagnosa Keperawatan
antara lain:
16
3. Diare berhubungan dengan proses infeksi yang ditandai dengan defekasi
lebih dari tiga kali dalam 24 jam, feses lembek atau cair, frekuensi
yang ditandai dengan berat badan menurun, bising usus hiperaktif, diare
imunologis
lemah
17
D. Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Lakukan penghisapan
perlu
Edukasi
18
efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
prosedur pemantauan
19
infeksi(D.0020) tindakan keperawatan
jika perlu
dan elektrolit
Edukasi :
20
tapi sering
Kolaborasi :
antimotilitas
Kolaborasi pemberian
spasmolitik
pemantauan sesuai
21
Edukasi :
prosedur pemantauan
Longgarkan atau
lepaskan pakaian
Lakukan pendinginan
eksternal
Edukasi :
22
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
Berikan suplemen
23
makanan, jika perlu
Edukasi :
diprogramkan
Kolaborasi :
24
perlu
Edukasi :
Anjurkan menggunakan
pelembab
cukup
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
Terapeutik :
Keluhan lelah
25
membaik perlu
Edukasi :
Anjurkan menggunakan
pelembab
cukup
Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
26
membaik Terapeutik :
Sediakan lingkungan
stimulus
gerak pasif/aktif
Edukasi :
Anjurkan melakukan
untuk mengurangi
kelelahan
Kolaborasi :
energy
27
kriteria hasil : keselamatan
keselamatan lingkungan
modifikasi lingkungan
untuk minimalkan
edukasi :
ajarkan individu,
lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Afif Nurul Hidayat, dkk. (2019). Manajemen HIV/AIDS. Pusat Penerbitan AUP :
Surabaya.
28
Amal, Ahmad Ikhlasul dan Elvi Khofsoh. (2018). Potret Kebutuhan Spriritualitas
Pasien HIV/AIDS. Proceeding Unissula Nursing Conference. Unissula
Press. ISBN 978-602-1145-69-2.
Ardhiyanti, Y., Lusiana, N., Megasari, K. (2015). Bahan Ajar AIDS pada Asuhan
Kebidanan. Deepublish : Yogyakarta.
Dranesia, A., Reisy T., Nurul A., dan Kurniawati. (2022). Trend dan Issue
Perawatan Anak Dengan HIV/AIDS. Eureka Media Aksara :
Purbalingga.
Elisanti, A. D. (2018). HIV AIDS, Ibu Hamil dan Cara Pencegahan Pada Janin.
Deepublish Publisher : Yogyakarta.
Nasronudin. (2020). HIV dan AIDS Pendekatan Biologi Molekuler Klinis dan
Sosial Ed 2. Deepublish : Jakarta.
Robbins, Stanley LA, Vinay K. (2012). Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Vol.
2. EGC : Jakarta.
Tanjung, D. M. (2016). Karakteristik Distress Spiritual pada Orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) di RSUP Haji Adam Malik Medan. (Doctoral
dissertation, Universitas Sumatera Utara).
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Dewan Pengurus PPNI : Jakarta.
29
Widoyono. (2011). Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Erlangga : Jakarta.
30