Anda di halaman 1dari 19

PENGAJUAN JUDUL SKRIPSI

1. Peran Serta Masyarakat Dalam Keberhasilan Program Voluntary

Counseling Testing (VCT) di Puskesmas Muara Dua.

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Pemerintahan Terhadap

Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Muara Dua.

3. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi Usia

1-2 Tahun Di Desa Panggoi Kecamatan Muara Dua.

Oleh
Fachrah
NPM. 1316010144

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
BANDA ACEH
2015
Judul 1 : Peran Serta Masyarakat Dalam Keberhasilan Program Voluntary
Counseling Testing (VCT) di Puskesmas Muara Dua.

A. Latar Belakang

Perkembangan epidemi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan

Acquired Immuno Deficiency Sindrom (AIDS) di dunia telah menjadi salah satu

masalah global yang memprihatinkan baik di negara maju maupun di negara

berkembang. Laporan World Health Organization menyatakan bahwa secara

global pada tahun 2011 tercatat 34 juta orang yang hidup dengan HIV termasuk

3,3 juta anak-anak <15 tahun dan sekitar 2,5 juta orang dengan kasus infeksi baru

HIV (termasuk 330.000 anak) dan 1,7 juta orang meninggal karena AIDS.

Di antara semua orang yang hidup dengan HIV, 69% berada di Sub-

Sahara Afrika dimana terdapat 6,2 juta orang yang mendapatkan terapi Anti Retro

Viral (ARV) dan 11 juta orang yang membutuhkan ARV.

Salah satu upaya penanggulangan HIV dan AIDS yaitu peningkatan akses

pelayanan Voluntary Counselling and Testing (VCT) bagi semua (minimal 80%)

populasi kunci (Wanita Pekerja Seks (WPS) langsung, WPS tidak langsung,

waria, pelanggan WPS, lelaki seks dengan lelaki dan pengguna NAPZA suntik)

yang membutuhkan, mempunyai akses ke pelayanan pencegahan, perawatan,

dukungan dan pengobatan.

VCT HIV dan AIDS adalah suatu bentuk komunikasi atau pembinaan dua

arah yang berlangsung terus menerus antara konselor dan kliennya dengan tujuan
pencegahan HIV dan AIDS, memberikan dukungan moral, informasi terkait

HIV dan AIDS, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga dan

lingkungannya.

Jumlah kumulatif penemuan kasus HIV positif melalui pelayanan VCT

HIV dan AIDS di Indonesia sampai dengan 30 Juni 2010 sebanyak 44.292 kasus

dengan positive rate rata-rata 10,3%. Sedangkan di Lhokseumawe menyebutkan,

sebelumnya data penderita HIV-AIDS lima kasus saja, tapi laporan terakhir pada

Desember 2011, mengalami lonjakan menjadi 11 kasus. Umumnya penderita

HIV-AIDS di Lhokseumawe didominasi kaum pekerja, selanjutnya ada juga dari

kalangan pelajar, dan mahasiswa. Begitu juga usia para penderita yang

dirahasiakan identitasnya tersebut, umumnya masih usia yang sangat produktif,

yaitu antara usia 20 hingga 45 tahun. Jumlah yang dikemukakan untuk Kota

Lhokseumawe merupakan penderita yang sudah positif terjangkiti virus

mematikan tersebut. Sementara tindakan preventif untuk mengurangi penyebaran

penyakit tersebut, yang sedang dilakukan pemerintah antara lain, lebih giat

melakukan sosialisasi terhadap bahaya HIV-AIDS bagi waria, WTS, kaum remaja

dan kelompok masyarakat lainnya. Serta mendeteksi penderita dengan

menjumpainya secara rahasia, agar bisa diberi konseling dan tidak menularkannya

pada orang lain lagi.

Berdasarkan berbagai uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian lebih lanjut tentang peran serta masyarakat dalam keberhasilan program

Voluntary Counseling Testing (VCT) di Puskesmas Muara Dua.


B. Rumusan Masalah

Menyadari pentingnya puskesmas sebagai sarana yang penting dalam

menjalankan program VCT untuk mengurangi kasus HIV Aids, maka tingkat

partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan program VCT di Puskesmas perlu

diteliti. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian

yakni analisis tentang peran serta masyarakat pada keberhasilan program

Voluntary Counseling Testing (VCT) di Puskesmas Muara Dua.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam keberhasilan program

Voluntary Counseling Testing (VCT) di Puskesmas Muara Dua Kota

Lhokseumawe.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui bagaimana peran serta masyarakat dalam keberhasilan

program VCT ditinjau dari partisipasi waria dalam mengunjungi Poli

VCT.

b. Untuk mengetahui bagaimana peran serta masyarakat dalam keberhasilan

program VCT ditinjau dari partisipasi WTS dalam mengunjungi Poli

VCT.
c. Untuk mengetahui bagaimana peran serta masyarakat dalam keberhasilan

program VCT ditinjau dari partisipasi remaja dalam mengunjungi Poli

VCT.

d. Untuk mengetahui bagaimana peran serta masyarakat dalam keberhasilan

program VCT ditinjau dari partisipasi masyarakat lain dalam mengunjungi

Poli VCT.

D. Kerangka Konsep

V. Independen V. Dependen

- Partisipasi Waria Keberhasilan Program VCT


- Partisipasi WTS
- Partisipasi Remaja - Baik
- Partisipasi Masyarakat Lain - Kurang Baik

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Agustanti, D (2006) Hubungan dukungan sosial dengan kualitas hidup orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) di Kota Bandar lampung, Depok: FIK UI.

Aidsalliance. (2002). Voluntary Counselling and Testing. Diambil pada 5 September


2010. dari http://WWW.aidsalliance.org.
Departemen Kesehatan RI (2003). Konseling VCT Pasien HIV/AIDS.

Departemen Kesehatan RI (2008). Statistik kasus HIV/AIDS.


http://www.aidsindonesia.or.id, diperoleh tanggal 26 Agustus 2010.

Departemen Kesehatan RI (2010). Pedoman Pelayanan Konseling dan Testing


HIV/AIDS.

Djauzi, S.,& Djoerban, Z. (2002). Penatalaksanaan infeksi HIV di pelayanan


kesehatan dasar, Jakarta : Pokdisus FKUI.

Dewi, Y.I (2007), Stress dan koping perempuan hamil yang didiagnosa HIV/AIDS
di DKI Jakarta : Studi Grounded Theory. (Tesis tidak dipublikasikan) Depok:
FIK UI .
Judul 2 : Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Pemerintahan
Terhadap Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kecamatan Muara Dua.

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak dasar manusia juga merupakan karunia Tuhan

yang sangat berharga serta merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan

bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia yang diperlukan untuk

menggerakkan roda pembangunan. Pola pikir pembanguan kesehatan menuju

Indonesia Sehat 2015 adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang optimal melalui terciptanya Masyarakat, Bangsa dan Negara

Indonesia yang di tandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan

dengan perilaku hidup sehat serta memiliki kemampuan untuk menjangkau

pelayanan dan fasilitas kesehatan yang bermutu secara adil dan merata diseluruh

wilayah Republik Indonesia dan dapat mewujudkan bangsa yang mandiri maju

dan sejahtera.

Program promosi kesehatan merupakan salah satu upaya pembangunan di

bidang kesehatan yang merupakan proses permberdayaan masyarakat agar

mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya melalui pengikatan perilaku

hidup bersih dan sehat (Dinkes Prov NAD, 2007). Promosi Kesehatan adalah

Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,

oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri sendiri,
serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial

budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan

(Depkes, RI. 2009).

Berbagai kegiatan promosi kesehatan dilakukan untuk melaksanakan

pemberdayaan kepada masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan

kesehatan setiap individu, keluarga dan lingkungan secara mandiri. Salah satunya

yaitu dengan kegiatan penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan

kesehatan, yang dilakukan dengan menyebarkan pesan, menanam keyakinan,

sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan

bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan

(Azwar, 1998).

Dengan pengertian seperti ini maka petugas penyuluhan kesehatan harus

menguasai ilmu komunikasi juga harus menguasai pemahaman yang lengkap

tentang pesan yang akan disampaikan, agar pesan yang disampaikan tepat sasaran

dan berdampak positif kepada masyarakat, maka dalam melaksanakan

penyuluhan petugas kesehatan harus membuat perencanaan terlebih dahulu

langkah-langkah dalam perencanaan yang harus disusun adalah petugas kesehatan

harus bisa mengenal masalah, masyarakat dan wilayah, menentukan prioritas,

menentukan tujuan penyuluhan, menentukan sasaran penyuluhan, menentukan isi

penyuluhan, menentukan metode penyuluhan yang akan dipergunakan, memilih

alat-alat peraga atau media penyuluhan yang dibutuhkan, menyusun rencana


penilaiannya, menyusun rencana kerja/rencana pelaksanaannya (Ircham dan Eko,

2009).

Tidak bisa dipungkiri bahwa penyuluhan adalah metode salah satu tehnik

dalam promosi kesehatan yang sering dipakai oleh petugas menyuluh

menggunakan banyak teori dan praktek komunikasi, dengan demikian tujuan

berkomunikasi harus diketahui. Demikian pula halnya tujuan komunikasi dalam

penanggulangan DBD harus disepakati dengan awal, yaitu meningkatkan

kesadaran dan pengetahuan tentang Demam Berdarah bahaya dan pencegahannya,

memberantas sarang nyamuk serta memelihara kemampuan masyarakat dalam

mengontrol vektor Demam Berdarah.

Kota Lhokseumawe terdiri dari empat kecamatan yaitu kecamatan Banda

Sakti, Muara Dua, Muara Satu, Blang Mangat. Kecamatan Muara Dua merupakan

salah satu daerah endemis Demam Berdarah dengan kasus DBD paling tinggi

(Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe). Dalam melakukan pencegahan DBD di

Kecamatan Banda Sakti Dinas Kesehatan Kota Lhokseumawe bekerjasama

dengan Puskesmas Muara Dua telah melakukan upaya penanggulangan DBD

penyuluhan ke masyarakat dalam upaya penanggulangan DBD, petugas kesehatan

Puskesmas Muara Dua melakukan penyuluhan ke tiap-tiap posyandu dengan

sasaran ibu-ibu di posyandu. Penyuluhan dilakukan pada saat pemeriksaan jentik

berkala, penyelidikan epidemiologi kasus DBD di rumah yang terkena kasus di

DBD, pada saat pemeriksaan jentik berkala dan pemasangan stiker ke tiap-tiap

rumah penduduk. Dari hasil pemantauan petugas kesehatan Puskesmas Muara


Dua setelah dilakukan penyuluhan. Kesadaran masyarakat terhadap

pemberantasan DBD masih kurang, hal tersebut dapat di lihat dari saat

pemeriksaan jentik nyamuk oleh petugas kesehatan masih ditemukan jentik-jentik

nyamuk di rumah-rumah penduduk padahal sebelumnya sudah diberikan

penyuluhan. Apabila dilihat dari tujuan penyuluhan adalah meningkatkan

kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang DBD bahaya dan pencegahannya,

namun apabila setelah di lakukan penyuluhan, masyarakat masih kurang peduli

dan sadar, ini sangat berpengaruh terhadap peningkatan kasus DBD.

Bahwa untuk mengubah perilaku masyarakat ke pola hidup bersih dan

sehat intensitas pertemuan melalui penyuluhan kepada masyarakat harus sering

dilakukan. Selama ini penyuluhan dilakukan hanya melalui pertemuan dengan

ibu-ibu di posyandu, penyuluhan dilakukan hanya sekali sebulan di tiap-tiap

posyandu di desa, sedangkan penyuluhan lainnya dilakukan pada saat petugas

melaksanakan Penyelidikan Epidemiologi.

Penyuluhan dilaksanakan di rumah yang terkena kasus demam berdarah

dan rumah-rumah disekitar kasus demam berdarah, penyuluhan yang di berikan

tentang bahaya demam berdarah dan bagaimana pencegahannya. Sering kali

penyuluhan yang disampaikan pada saat posyandu ibu-ibu tidak fokus dan ada

yang pulang pada saat penyuluhan, sedangkan penyelidikan epidemiologi yang

dituju pada rumah-rumah mereka ada yang tidak bisa di akses oleh petugas karena

rumah tertutup. Sedangkan Jumlah tenaga penyuluh di Puskesmas Muara Dua

sebanyak 6 tenaga penyuluh.


Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti berkeinginan untuk

melakukan penelitian dengan judul Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Terhadap

pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Muara Dua Kota

Lhokseumawe).

B. Rumusan Masalah

Kesadaran masyarakat terhadap pemberantasan DBD masih kurang, hal

tersebut dapat di lihat dari saat pemeriksaan jentik nyamuk oleh petugas

kesehatan masih ditemukan jentik-jentik nyamuk di rumah-rumah penduduk

padahal sebelumnya sudah diberikan penyuluhan. Berdasarkan latar belakang di

atas, maka peneliti berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul

Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Terhadap pencegahan Demam Berdarah

Dengue (DBD) di Kecamatan Muara Dua Kota Lhokseumawe.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menganalisis Efektivitas Penyuluhan Kesehatan Terhadap

pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kecamatan Muara Dua

Kota Lhokseumawe.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui efektifitas penyuluhan kesehatan ditinjau dari peran

serta masyarakat.
b. Untuk mengetahui efektifitas penyuluhan kesehatan ditinjau dari peran

petugas kesehatan.

c. Untuk mengetahui efektifitas penyuluhan kesehatan ditinjau dari peran

serta tokoh masyarakat

d. Untuk mengetahui efektifitas penyuluhan kesehatan ditinjau dari metode

yang digunakan.

D. Kerangka Konsep

V. Independen V. Dependen

Peran Serta Masyarakat

Peran Petugas Kesehatan


Efektifitas Penyuluhan
Kesehatan
Peran Serta Tokoh Masyarakat

Metode Yang Digunakan


DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul . (1998). Pengantar epidemiologi. Jakarta: PT Binarupa Aksara.


Budioro B. (2002). Pengantar Pendidikan (penyuluhan) Kesehatan Masyarakat.
Manajemen PKM. Edisi ke-2. Balai Penerbit UNDIP.

Effendy, Cristantie (1995). Perawatan Pasien DHF, Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Effendy, Nasrul (2003). Dasar dasar Perawatan Kesehatan Masyarakat. Buku


Kedokteran EGC. Jakarta.

Depkes RI. (2005). Petunjuk Teknis. Jakarta: Depkes RI Dirjen P2M dan 2L.

Depkes RI. (2007). Petunjuk Teknis. Jakarta: Depkes RI Dirjen P2M dan 2L.

Hani,T. Handoko. (1999). Manajemen. edisi kedua. Yogyakarta: BPFE.

Hadinegoro S. Soegijanto S. Wuryadi S. Seroso T. (2001). Tatalaksana Demam


Berdarah Dengue Di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Ircham Machfoedz dan Eko Suryani. (2009), Pendidikan Bagian dari Promosi
Kesehatan. Yogyakarta : Fitramaya.

Kementrian Kesehatan RI. (2011), Buku Panduan Kader Posyandu, Jakarta.

Maulana D. J Heri. (2009). Promosi Kesehatan. Jakarta : EGC

Nadezul. (2007). Cara Mudah Mengalahkan Demam Berdarah. Jakarta: Penerbit


Buku Kompas.

Notoatmodjo S. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Dalam : Ilmu


Kesehatan Masyarakat. Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta; Rineka Cipta.

Satari. H.I. dan Meiliasari. M. (2004). Demam Berdarah. Jakarta: PuspaSwara.


Judul 3 : Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Kelengkapan Imunisasi Pada

Bayi Usia 1-2 Tahun Di Desa Panggoi Kecamatan Muara Dua.

A. Latar Belakang

Sebagian besar manusia menjalani kehidupannya dengan mengabaikan

kepastian kematiannya sendiri. hal ini mugkin menjelaskan kata pepatah

Mencegah lebih baik dari pada menyembuhkan sangat sedikit

mempertimbangkan tingkah laku kita sehari-hari. Hal ini pasti benar pada orang

dewasa, tetapi walau bila hal tersebut bertindak untuk melindungi anaknya,

manusia mampu kemungkinan kematian anak-anaknya pada negera yang sedang

berkembang atau menerima kepastian kematian masa anak-anak pada negara yang

sedang berkembang. Pada kedua keadaan tersebut, mereka semua terlalu sering

gagal untuk mencari dan menggunakan tindakan pencegahan terbaik yang

tersedia. Kecuali kalau diamanatkan oleh hukum pada keadaan yang pertama atau

diadakan oleh organisasi sosial atau pemerintah pada keadaan yang kedua,

imunisasi sedunia akan selalu jauh mengecewakan tujuan. Tampaknya paksaan

dan kebaikan merupakan dua komponen kesehatan masyarakat yang penting

(Gerald T. Keusch / Kenneth J. Bart, 2008).

Anak yang telah memperoleh imunisasi berarti sudah terlindungi dari

berbagai penyakit yang berbahaya, mematikan dan dapat menyebabkan cacat atau

kematian. Semua anak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan melalui

imunisasi. Semua bayi dan anak 6 sampai dengan 9 tahun perlu di imunisasi. Ibu
hamil juga perlu mendapatkan imunisasi untuk melindungi diri mereka sendiri

beserta bayi yang dikandungnya terhadap tetanus (UNICEF, 2002).

Mulai tahun 1977, upaya imunisasi diperluas menjadi Program

Pengembangan Imunisasi dalam rangka pencegahan penularan terhadap Penyakit

yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu, tuberkulosis, difteri,

pertusis, campak, polio, tetanus serta hepatitis B. Dengan upaya imunisasi pula,

kita sudah dapat menekan penyakit polio dan sejak tahun 1995 tidak ditemukan

lagi virus polio liar yang berasal dari Indonesia (Indigenous). Hal ini sejalan

dengan upaya global untuk membasmi polio dunia dengan Program Eradikasi

Polio (ERAPO) (Depkes R.I, 2006).

WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2002 sebanyak 1,4 juta kematian

balita disebabkan oleh penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan

melakukan vaksinasi rutin. Jumlah ini mewakili 14% dari angka kematian balita

(Aide Medicale Internationale, 2008).

Menurut UNICEF and WHO, di Indonesia sekitar 34.690 bayi meninggal

setiap tahunya karena berbagai penyakit yang sebenarnya dapat dicegah dengan

imunisasi. Adapun rincian penyakit menular di Indonesia seperti titanus sebanyak

1,3 %, Diptheria 1,8 %, Rubella 0,4 %, pertusis 13,6 % dan campak mencapai

82,9 % (Aide Medicale Internationale, 2008).

Walaupun PD3I sudah dapat ditekan, cakupan imunisasi harus

dipertahankan tinggi dan merata. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan

imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan letusan atau kejadian luar
biasa (KLB) PD3I. Untuk itu upaya imunisasi perlu disertai dengan upaya

surveilans epidemiologi agar terjadinya peningkatan kasus penyakit atau

terjadinya KLB dapat dideteksi dan segera dilatasi. Dalam PP nomor 25 tahun

2000 kewenangan surveilans epidemiologi, termasuk penanggulangan kejadian

luar biasa KLB merupakan kewenangan bersama antara Pemerintah pusat dan

Provinsi (Depkes R.I, 2006).

Cakupan imunisasi secara rutin telah mencapai lebih dari 80% pada tahun

1993 dan berhasil meurunkan angka kesakitan dari penyakit yang dapat dicegah

dengan Imunisasi (PD3I) antara lain, tuberkulosis, polio, campak, difteri, batuk

rejan, tetanus neonatorum dan hepatitis B. Cakupan imunisasi bayi untuk

Nanggroe Aceh Darussalam dari tahun ke tahun terus meningkat. Pada tahun

2006, cakupan imunisasi BCG sebesar 92,1%, DPT1 sebesar 91,5%, DPT3

sebesar 82,9%, polio4 sebesar 82,2%, cakupan Campak sebesar 81,5% dan

Hepatitis B3 sebesar 69,6% dengan jumlah sasaran 101.118 bayi (Dinkes NAD,

2008).

Untuk Kota Lhokseumawe tahun 2014, sebesar 87,4%, DPT 52,3%, DPT2

48,4%, DPT3 43,7%, Polio1 96,4%, Polio2 90,4%, Polio3 90,2%, Polio4 81,7%,

Campak 85,1% dan Hepatitis B1 37,7%, Hepatitis B2 38,9%, Hepatitis B3 35,9%

(Dinkes Lhokseumawe, 2015).

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti ingin membuat suatu

penelitian dengan mengajukan proposal berjudul Hubungan Dukungan Keluarga


Terhadap Kelengkapan Imunisasi Pada Bayi Usia 1-2 Tahun Di Desa Panggoi

Kecamatan Muara Dua.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka yang menjadi maslah dalam penelitian ini

adalah hubungan dukungan keluarga terhadap kelengkapan imunisasi pada bayi usia 1-2

tahun di Desa Panggoi Kecamatan Muara Dua.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk menghindari luasnya penelitian, maka penelitian ini berfokus

pada dukungan keluarga terhadap kelengkapan imunisasi pada bayi usia 1-2 tahun.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui dukungan keluarga terhadap kelengkapan imunisasi

pada bayi usia 1-2 tahun.

b. Untuk mengetahui dukungan kelengkapan imunisasi pada bayi usia 1-2

tahun.

c. Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan

kelengkapan imunisasi pada bayi usia 1-2 tahun.


D. Kerangka Konsep

V. Independen V. Dependen

Dukungan Keluarga Kelengkapan


Imunisasi Bayi Umur
1-2 Tahun
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul, Pengantar Administrasi Kesehatan, Jakarta, 1996

Aide Medikal Internasionale, Kesehatan Anak-anak, 2008.

Depdiknas, Tingkat dan Jenjang Pendidikan, Jakarta, 2008.

Departemen Kesehatan R.I, Petunjuk Pelaksanaan Program Imunisasi di Indonesia,


Depkes R.I, Jakarta, 2005.

-------------------, Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas, Jakarta,


2006.

-------------------, Pedoman Imunisasi, Jakarta, 2006.

Notoadmodjo, Soekidjo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,


2003.

___________, Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 1996.

________, Booklet Imunisasi Untuk Petugas Pelayanan Imunisasi.

Walgito. Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). ANDI, Yogyakarta, 2001.

Anda mungkin juga menyukai