PUSKESMAS BUMIAYU
PERIODE 9 OKTOBER 2018 – 7 FEBRUARI 2019
Disusun Oleh:
dr. Puti Hasana Kasih
Pendamping :
dr. Hawa Masfufah
Puskesmas Bumiayu
Periode Oktober 2018-Februari 2019
Topik:
1. Upaya Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat
2. Upaya Kesehatan Lingkungan
3. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana (KB)
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
5. Upaya Surveillance, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular dan
Tidak Menular
6. Upaya Pengobatan Dasar
Disusun oleh :
dr. Puti Hasana Kasih
Mengetahui,
Dokter Pendamping
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) yang termasuk dalam
kelompok reaja adalah mereka yang berusia 10-19 tahun. Dan secara
demokrafis kelompok remaja di bagi menjadi kelompok usia 10-14 tahun dan
kelompok usia 15-19 tahun sementara UU NO 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak mengelompokkan setiap orang yang berusia sampai dengan
18 tahun sebagai anak sehingga berdasarkan UU ini sebagian besar remaja
termasuk dalam kelompok anak berdasarkan data proyeksi penduduk Indonesia
2000-2025 proporsi penduduk remaja berusia 10-19 tahun pada tahun 2010
adalah sekitar 18,3 % dari total penduduk atau sekitar 43 juta jiwa
Besarnya populasi kelompok usia remaja dapat di maknai sebagai asset
dan potensi bangsa di masa depan. Namun demikian, untuk dapat mewujudkan
harapan tersebut, Negara dana masyarakat harus dapat menjamin agar remaja
Indonesia mampu tumbuh dan berkembang secara positif dan terbebas dari
berbagai permasalahan yang mengancam upaya untuk dapat mewujudkan cita-
cita tersebut tidaklah muda. Pentingnya remaja sebagai aset masa depan
peradaban manusia di tunjukan dengan adanya beberapa indikator yang di
tetapkan persatuan bangsa-bangsa sebagai Melenium Development Goals yang
berkait langsung dengan remaja dan orang muda. Indikator tersebut adalah
tingkat melek huruf pada penduduk usia 15-24 tahun tingkat persalinan remaja
prefalensi HIV-AIDS pada penduduk usia 15-24 tahun. Proporsi penduduk usia
15-24 tahun yang memiliki pengetahuan komprehenif tentang HIV-AIDS dan
rasio partisipasi sekolah anak usia 10-14 tahun yang tidak yatim piatu di
bandingkan dengan tidak yatim piatu.
B. Permasalahan
Masih banyak remaja yang belum memahami mengenai pentingnya
kesehatan reproduksi dan menganggap pendidikan seksual terhadap remaja
merupakan hal yang “tabu” atau sensitif untuk dipelajari. Padahal pola
perilaku dan pergaulan remaja saat ini semakin bebas dan dapat memberikan
dampak negatif bagi kesehatan reproduksi mereka, bahkan dapat
membahayakan diri. Selain itu tingginya angka kehamilan di luar nikah dan
perilaku seks bebas pada remaja menjadikan pendidikan seksual di kalangan
remaja menjadi hal yang harus dipahami oleh remaja itu sendiri.
D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Sosialisasi Kesehatan Reproduksi Remaja
Peserta : Siswa SMP Negri 1 Bumiayu, Perwakilan Kelas VII-IX sebanyak
72 siswa
Waktu : 07 November 2018 pukul 09.00-10.30 WIB
Metode : Pemberian materi melalui presentasi oral dan sesi diskusi Bersama
para peserta dan guru.
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai negara berkembang saat ini mempunyai
permasalahan di bidang sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat,
sebagaimana negara berkembang lainnya. Dengan adanya otonomi daerah,
permasalahan di bidang sanitasi ini pun bukan lagi hanya menjadi urusan bagi
Pemerintah Pusat, namun juga sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab
Pemerintah Kabupaten/Kota. Pada kondisi sanitasi saat ini, jumlah penduduk
yang hidup dalam akses sanitasi yang buruk mencapai 72.500.000 jiwa.
Dalam hal ini Pemerintah juga telah memberikan perhatian di bidang
higiene dan sanitasi dengan menetapkan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM), salah satunya dalah cuci tangan pakai sabun. Perilaku cuci tangan
pakai sabun merupakan salah satu bagian dari program Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) di rumah tangga. Program PHBS dilaksanakan sebagai
upaya pemberdayaan anggota rumah tangga agar sadar, mau, dan mampu
melakukan kebiasaan hidup bersih dan sehat. Dengan menjalankan perilaku
perilaku melakukan PHBS, masyarakat berperan aktif dalam gerakan
kesehatan di masyarakat seperti memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah risiko terjadinya penyakit, dan melindungi diri dari ancaman
penyakit (Depkes RI, 2009).
Semakin luas budaya mencuci tangan dengan sabun akan membuat
kontribusi signifikan untuk memenuhi target Millenium Development Goals
(MDGs) yakni mengurangi tingkat kematian anak-anak di bawah usia lima
tahun pada 2015 hingga sekitar 70 persen. Mencuci tangan pakai sabun adalah
salah satu upaya pencegahan melalui tindakan sanitasi dengan membersihkan
tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun. Tangan manusia seringkali
menjadi agen yang membawa kuman daan menyebabkan patogen berpindah
dari satu orang atau dari alam ke orang lain melalui kontak langsung atau tidak
langsung (Depkes, 2009)
B. Permasalahan
Menurut Depkes RI (2009), tangan manusia seringkali menjadi agen
yang membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang
atau dari alam ke orang lain melalui kontak langsung atau tidak langsung.
Mencuci tangan pakai sabun merupakan suatu tindakan sederhana namun sulit
untuk diterapkan ditengah masyarakat karena faktor kebiasaan. Kebiasaan
inilah yang harus dibentuk dan diubah di dalam masyarakat mengingat perilaku
cuci tangan pakai sabun dapat mengurangi risiko penularan penyakit seperti
infeksi saluran pernafasan , infeksi saluran cerna seperti diare dan infeksi
parasite. Kader Kesehatan merupakan kelompok masyarakat yang
melaksanakan upaya-upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
atas kesadaran diri sendiri dan tanpa pamrih apapun. Penyuluhan terhadap
kader kesehatan diharapkan dapat membantu meningkatkan kesadaran
masyarakat mengenai pentingnya CTPS.
D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Penyuluhan Cuci Tangan Pakai Sabun Pada Kader Kesehatan Desa
Langkap
Peserta : Kader Kesehatan Desa Langkap
Waktu : 16 Oktober 2018
Metode : Pemberian materi penyuluhan secara oral dan praktek cara mencuci
tangan pakai sabun
E. Monitoring dan Evaluasi
Kegiatan kampanye cuci tangan pakai sabun sangat baik dilaksanakan di setiap
pertemuan kelompok, baik kelompok kader kesehatan maupun kader kesehatan
dengan masyarakat, seperti pada kegaitan posyandu, kelas ibu hamil atau kelas
balita dan pertemuan kelompok masyarakat lainnya. Hal ini dapat
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya CTPS dan
menjadikan CTPS sebagai kebiasaan hidup sehat yang rutin di lakukan sehari-
hari.
F. Dokumentasi
F.3 KESEHATAN IBU DAN ANAK DAN KELUARGA BERENCANA
A. Latar Belakang
Program KB selama ini telah berhasil mendorong peningkatan peran
serta masyarakat dalam membangun keluarga kecil yang makin mandiri. Hasil
sensus penduduk pada tahun 1990 menunjukan bahwa Program KB telah
berhasil merampungkan landasan keluarga kecil, dalam rangka pelembagaan
dan pembudayaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS)
(Wiknjosastro,2007).
Keberhasilan ini mutlak harus diperhatikan bahkan terus ditingkatkan
karena pencapaian tersebut ternyata belum merata. Secara nasional,
penggunaan alat kontrasepsi cenderung pada alat kontrasepsi jangka pendek.
Pemakaian kontrasepsi suntikan meningkat cukup signifikan dari 15,2% (1994)
menjadi 27,8% (2002) dan 31,8% (2007). Sedangkan pemakaian alat
kontrasepsi yang bersifat jangka panjang dan lebih efektif (seperti sterilisasi dan
vasektomi), IUD dan Implant cenderung menurun (BKKBN, 2009).
Peningkatan dan perluasan pelayanan kesehatan keluarga berencana (KB)
merupakan salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
ibu yang sedemikian tinggi akibat kehamilan. Agar dapat mencapai hal tersebut
maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif untuk mencegah atau menunda
kehamilan. Cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan
perencananan keluarga. Kontrasepsi yaitu pencegahan terbuahinya sel telur oleh
sel sperma (konsepsi), atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah
dibuahi pada dinding rahim Sebagian besar wanita harus menentukan pilihan
kontrasepsi yang beraneka ragam. Ragam metode yang ditawarkan oleh program
keluarga berencana (KB) didasarkan pada banyak faktor, misalnya kebijakan
program nasional, ketersediaan fasilitas dan petugas kesehatan, biaya,
kecenderungan penyedia layanan, analisis pilihan pemakai, lama program dan
ketersediaan kontrasepsi yang diberikan secara cuma-cuma.
B. Permasalahan
Pengetahuan masyarakat yang masih tergolong rendah atau sedikit
mengenai kontrasepsi membuat minat dan kesadaran masyarakat dalam
menggunakan kontrasepsi juga rendah, sehingga menyebabkan angka
kelahiran masih tinggi, yang berdampak pada peningkatan jumlah penduduk.
Peningkatan jumlah penduduk ini nanti akan berdampak pada kesejahteraan
masyarakat. Selain itu, faktor biaya juga menjadi alasan bagi masyarakat untuk
tidak melakukan pemasangan kontrasepsi. Sehingga pemerintah memberikan
solusi dengan mengadakan program safari KB, dimana para ibu dihimbau
untuk melakukan pemasangan kontrasepsi secara gratis.
D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Safari KB (pemasangan dan pelepasan implant)
Peserta : Perempuan yang ingin menunda kehamilan berikutnya (dengan
kondisi kesehatan yang telah diperiksa sebelumnya)
Waktu : Rabu, 28 November pukul 09.00- selesai
Metode : Konsultasi, informasi dan edukasi akseptor terlebih dahulu dan
dilakukan tindakan sesuai SOP.
A. Latar Belakang
Pemberian makanan tambahan pada bayi merupakan salah satu upaya
pemenuhan kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh
kembang yang optimal. Pemberian makanan tambahan pada bayi adalah
pemberian makanan atau minuman yang mengandung zat gizi pada bayi atau
anak usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi setelah pemberian air
susu ibu (ASI) eksklusif. Pemberian makanan tambahan pada bayi harus
dilakukan secara bertahap untuk mengembangkan kemampuan bayi
mengunyah, menelan, dan mampu menerima bermacam-macam bentuk
makanan yaitu dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah
segar, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya makanan padat. Salah
satu indikator kesehatan adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur
berdasarkan umur (U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB
dab TB ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB).
B. Permasalahan
Balita merupakan salah satu kelompok yang rentan terhadap masalah
kesehatan, terutama masalah gizi kurang atau buruk. Hal ini disebabkan karena
pada saat fase balita akan terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat
pesat. Status gizi balita merupakan hal yang harus diketahui oleh setiap orang
tua. Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) Propinsi Jawa Tengah tahun 2009,
terdapat balita gizi buruk 4.647 dan 43 anak meninggal dunia. Data dari Badan
Litbangkes, Kemenkes RI, Riskesdas 2010 menunjukan bahwa prevalensi
status gizi balita berdasarkan berat badan per umur (BB/U) di indonesia
sebanyak 13 %. Sedangkan Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U)
Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 sebesar 5,35%.
Penurunan prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan menurunkan prevalensi
pendek menjadi 32% merupakan salah satu sasaran pembangunan kesehatan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-
2014. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran tersebut
adalah melalui upaya penanggulangan gizi kurang dengan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT), yang dibiayai oleh Bantuan Operasional Kesehatan.
D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Kelas Ibu Balita
Peserta : Ibu dan balita RW 02 Desa Binangun, total peserta ada 30
balita
Waktu : Senin, 10 September 2018
Metode : Penyukuhan mengenai gizi seimbang pada balita dan
pemberian makanan tambahan untuk balita
A. Latar Belakang
Pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) merupakan bagian dari kegiatan
BPJS di mana dalam upaya penanganan masyarakat dengan penyakit kronis
seperti hipertensi dan diabetes melitus (DM) tipe 2. Penderita yang telah
didiagnosis dengan hipertensi dan DM tipe 2 dapat mendaftarkan dirinya ke
kantor BPJS untuk bergabung dalam Prolanis. Dari tahun ke tahun jumlah
anggota Prolanis semakin meningkat.
Hipertensi dan DM tipe 2 merupakan 2 penyakit kronis dengan penderita
terbanyak di dunia. Pola hidup sedentary menjadi salah satu penyebab
meningkatnya penyakit kronis ini. Terkadang hipertensi sendiri dianggap
sebagai silent killer karena tidak adanya gejala yang muncul namun komplikasi
yang ditimbulkan sangat besar. Sedangkan diabetes meskipun sering
menimbulkan gejala, tidak jarang penderita malas melaksanakan pengobatan
dan malas merubah pola hidup. Ada banyak komplikasi dari hipertensi dan
diabetes antara lain kaki diabetikum, gagal ginjal, nefropati, stroke, dan
penyakit jantung koroner. Salah satu komplikasi yang terbanyak diabetes
melitus adalah kaki diabetikum.
B. Permasalahan
Penyakit kronis merupakan permasalahan kesehatan serius dan penyebeb
kematian terbesar di Indonesia. Profil kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun
2015 menyebutkan bahwa penyakit hipertensi masih menempati proporsi
terbesar dari seluruh PTM (Penyakit Tidak Menular) yang dilaporkan, yaitu
sebesar 57,87 %, sedangkan Diabetes Mellitus menduduki urutan kedua sebesar
18,33 %. Dua penyakit tersebut menjadi prioritas utama pengendalian PTM di
Jawa Tengah. Jika Hipertensi dan Diabetes Melitus tidak dikelola dengan baik
maka akan menimbulkan PTM lanjutan seperti Jantung, Stroke, Gagal Ginjal,
dsb. Pengendalian PTM dapat dilakukan dengan intervensi yang tepat pada
setiap sasaran/kelompok populasi tertentu sehingga peningkatan kasus baru
PTM dapat ditekan.
D. Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan : Prolanis
Peserta : Semua peserta Prolanis UPT Puskesmas Banyumas
Jumlah keseluruhan peserta prolanis yang datang ada 70
orang
Waktu : Selasa, 18 September 2018
Metode : Pemeriksaan gula darah dan penyuluhan mengenai kaki
diabetikum
A. Latar Belakang
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering
digambarkan sebagai sensasi berputar, rasa oleng, tidak stabil (giddiness,
unsteadiness) dan rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan vertigo tersebut
penting karena seringkali kalangan awam mengkacaukan istilah pusing dan
nyeri kepala secara bergantian.
Vertigo berasal dari istilah latin, yaitu vertere yang berarti berputar, dan igo
yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang secara
definitif merupakan ilusi gerakan, dan yang paling sering adalah perasaan atau
sensasi tubuh yang berputar terhadap lingkungan atau sebaliknya, lingkungan
sekitar kita rasakan berputar. Vertigo didefinisikan sebagai ilusi gerakan, yang
paling sering adalah perasaan atau sensasi tubuh yang berputar terhadap
lingkungan atau sebaliknya, lingkungan sekitar kita rasakan berputar. Vertigo
juga dirasakan sebagai suatu perpindahan linear ataupun miring, tetapi gejala
seperti ini relatif jarang dirasakan. Secara etiologi, vertigo disebabkan oleh
adanya abnormalitas organ-organ vestibuler. Selain anamnesis, pemeriksaan
fisik dan penunjang dapat dilakukan untuk menentukan diagnosis dari kondisi
ini.
Vertigo terjadi pada sekitar 32 % kasus, dan sampai dengan 56,4 % pada
populasi orangtua. Sementara itu, angka kejadian vertigo pada anak-anak tidak
diketahui, tetapi dari studi yang lebih baru pada populasi anak sekolah di
Skotlandia dilaporkan sekitar 15 % anak paling tidak pernah merasakan sekali
serangan pusing dalam periode satu tahun. Sebagian besar (hampir 50 %)
diketahui sebagai “ paroxysmal vertigo” yang disertai dengan gejalagejala
migrain (pucat, mual, fonofobia, dan fotofobia).
Di Indonesia angka kejadian vertigo sangat tinggi, pada tahun 2010 dari usia
40 sampai 50 tahun sekitar 50% yang merupakan keluhan nomor tiga paling
sering dikeluhkan oleh penderita setelah nyeri kepala, dan stroke. Umumnya
vertigo ditemukan sebesar 15% dari keseluruhan populasi dan hanya 4% – 7%
yang diperiksakan ke dokter. Pada tahun 2009 di Indonesia angka kejadian
vertigo sangat tinggi sekitar 50% dari orang tua yang berumur 75 tahun , pada
tahun 2010, 50% dari usia 40-50 tahun dan juga merupakan keluhan nomor tiga
paling sering dikemukakan oleh penderita yang datang ke praktek umum.
B. Kasus Klinis
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 52 tahun
Alamat : Desa Papringan
Agama : Islam
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama : Pusing berputar
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pusing berputar sudah 3 hari,
keluhan bertambah berat saat pasien berubah posisi dari tidur ke duduk
dan dari duduk ke berdiri, keluhan berkurang saat pasien beristirahat
dengan memejamkan mata. Pasien juga mengeluh adanya mual, leher
belakang terasa cengeng, pasien menyangkal adanya muntah, telinga
berdenging, penurunan pendengaran dan nyeri kepala. Sebelumnya
pasien pernah mengalami keluhan serupa.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
1) Riwayat hipertensi disangkal
2) Riwayat penyakit jantung disangkal
3) Riwayat diabetes melitus disangkal
4) Riwayat trauma kepala disangkal
5) Riwayat kejang disangkal
6) Riwayat demam dan panas tinggi disangkal.
7) Riwayat mondok disangkal
8) Riwayat alergi obat disangkal
9) Riwayat alergi makanan disangkal
10) Riwayat pengobatan belum mendapat pengobatan
d. Riwayat Penyakit Keluarga
1) Riwayat penyakit yang sama
2) Riwayat hipertensi disangkal
3) Riwayat penyakit jantung disangkal
4) Riwayat diabetes melitus disangkal
e. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal bersama suami dan ketiga anaknya. Dalam
kehidupan sosial di masyarakat, pasien dan keluarga pasien dapat
dikatakan mengalami hubungan yang baik dengan masyarakat lainnya.
Pasien masih menjalani aktivitasnya sehari-hari yaitu ibu rumah tangga
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: Sedang
b. Kesadaran: kompos mentis, GCS E4M6V5 = 15
c. Tanda Vital
1) TD : 140/90 mmHg
2) RR : 18 x/menit
3) Nadi : 70 x/menit, regular
4) Suhu : 37o C (axiler)
d. Status Generalis
1) Kepala : mesocephal
2) Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
3) Hidung : nasal discharge (-), nafas cuping hidung (-)
4) Mulut : bibir pucat (-), bibir sianosis (-)
5) Telinga : discharge (-)
6) Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-)
7) Thoraks
a) Inspeksi : simetris, retraksi (-/-)
b) Perkusi
Pulmo : seluruh lapang pulmo sonor
Cor : batas cor dan pulmo
kiri atas SIC II linea parasternal sinistra
kanan atas SIC II linea parasternal dextra
kiri bawah SIC IV linea parasternal sinistra
kanan bawah SIC V linea midclavicula sinistra
c) Palpasi : vocal fremitus simetris, thrill ictus cordis (+)
d) Auskultasi
Pulmo : suara dasar vesikuler +/+ ronki -/- wheezing -/-
Cor : suara I dan II reguler, murmur (-) gallop (-)
8) Abdomen
a) Inspeksi : cembung
b) Auskultasi : bising usus (+) normal
c) Perkusi : timpani
d) Palpasi : dinding abdomen supel, hepar dan lien tidak teraba
9) Ekstremitas:
Superior Inferior
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
Anemis -/- -/-
Clubbing finger -/- -/-
Capillary refill <1 detik <1 detik
4. Diagnosis
Vertigo
5. Tatalaksana
R/ Betahistine tab 6 mg No. X
∫ 3 dd 1 p.c.
R/ Antalgin tab 500 mg No. X
∫ 3 dd 1 p.c.
R/ Vitamin B12 tab No. X
∫ 1 dd 1 p.c.