Anda di halaman 1dari 48

PERSEPSI KELOMPOK HOMOSEKSUAL

TERHADAP KUNJUNGAN VCT DI


PUSKESMAS WAY KANDIS

(LAPORAN DIAGNOSIS KOMUNITAS)


Oleh:
Radian Pandhika, S. Ked 1518012140
Ratu Balqis Anasa, S .Ked 1519012167
Seffia Riandini, S. Ked 1518012146
Septina Ashraiani, S. Ked 1518012146
Silvi Qiro’atul Aini, S. Ked 1518012180

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
Latar Belakang
HIV/AIDS adalah penyakit infeksi yang terus berkembang dan menjadi masalah global. HIV
menjadi masalah infeksi utama di negara berkembang karena penyebarannya yang cepat dan
luas, terutama mengenai usia muda, wanita, dan anaknya. HIV memiliki pengaruh yang besar
terhadap sosial, ekonomi, dan psikologis penderitanya dan masih mendapat stigma buruk dan
diskriminasi yang luas.

Kelompok berisiko untuk terserang virus ini adalah kelompok penjaja seks, pengguna NAPZA
suntik, kaum homoseksual, dan waria serta kelompok khusus (pasien hepatitis, ibu hamil,
pasangan serodiskordan, pasien TB, pasien Infeksi Menular Seksual/IMS, dan Warga Binaan
Permasyarakatan/WBP)

Di Provinsi Lampung, terdapat 1.921 pasien HIV dengan 705 pasien menderita AIDS. Angka
kejadian ini masih jauh dibawah Provinsi DKI Jakarta yang menempati angka tertinggi sebanyak
45.355 pasien HIV dan 8.648 pasien menderita AIDS.
Latar Belakang
Upaya menurunkan angka HIV dan AIDS salah satunya adalah memberikan pendidikan dan informasi
yang jelas tentang HIV dan AIDS, sehingga masyarakat waspada dan merubah perilakunya untuk
melalukan upaya pencegahan.

Penelitian terhadap masalah pencegahan HIV-AIDS melalui Voluntary Councelling Testing (VCT) ini
penting dilakukan untuk menganalisa persepsi komunitas homoseksual dalam melakukan kunjungan
VCT. VCT merupakan bentuk pembinaan dari dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus
antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan dukungan
moral, informasi, serta dukungan lainnya kepada ODHA, keluarga, dan lingkungannya.

Puskesmas Rawat Inap Way Kandis memiliki program untuk menjangkau kelompok homoseksual dan
membina orang-orang yang memiliki perilaku seksual menyimpang sehingga secara langsung dapat
menekan angka kejadian infeksi menular seksual dan infeksi HIV. Sasaran program ini adalah gay dan
waria yang berada di wilayah Way Kandis yang secara sadar atau dibawa oleh komunitas lain untuk
dilakukan pemeriksaan VCT.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Voluntary Counseling and Testing (VCT)

Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang


menyediakan dukungan psikologis, informasi dan
pengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV,
mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung
jawab, pengobatan antiretroviral (ARV) dan memastikan
pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS
yang bertujuan untuk perubahan perilaku ke arah perilaku
lebih sehat dan lebih aman.
Prinsip Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)

Saling
Sukarela dalam
mempercayai
melaksanakan
dan terjaminnya
testing HIV
konfidensialitas

Mempertahankan Testing
hubungan relasi merupakan salah
konselor dan satu komponen
klien yang efektif dari VCT.
KONSELOR

Konselor Konselor
Konselor Dasar Profesional Senior/pelatih
(Lay Counselor) (Profesional (Senior
Counselor) Counselor)
TUJUAN VCT

Memberi informasi tentang HIV/AIDS, tes,


pencegahan dan pengobatan ODHA

Mengetahui status HIV

Merubah pendirian yang sangat merugikan

Mengenali prilaku atau kegiatan yang menjadi


sarana penularan HIV

Dukungan moril untuk merubah prilaku


MANFAAT VCT
Pada Individu Pada Masyarakat
• Membantu ODHA mengatasi stres • Memutus rantai
dan membuat keputusan-keputusan
pribadi berkaitan dengan nasibnya. penularan HIV dalam
• Mengurangi risiko pribadi untuk masyarakat
tertular HIV
• Mengurangi stigma
• Membantu ODHA untuk menerima
nasibnya masyarakat
• Mengarahkan ODHA untuk • Mendorong masyarakat
menerima pelayanan yang dan pihak yang terkait
dibutuhkan
• Merencanakan perubahan prilaku untuk memberi dukungan
• Merencanakan perawatan untuk pada ODHA
masa depan
• Meningkatkan kualitas kesehatan
pribadi
• Mencegah infeksi HIV dari ibu ke
bayi
• Menfasilitasi akses pelayanan
sosial
• Menfasilitasi akses pelayanan
medis (Infeksi oportunistik, IMS,
OAT, ARV)
• Memfasilitasi kegiatan dan
dukungan sebaya
Mobile VCT
Model layanan
VCT
Statis VCT
(Klinik VCT
tetap)
Tahapan Layanan Voluntary Counseling
and Testing (VCT)
Pre-test counseling
• Pre-test counseling adalah diskusi antara klien dan konselor yang
bertujuan untuk menyiapkan klien untuk testing, memberikan pengetahuan
pada klien tentang HIV/AIDS. Isi diskusi yang disampaikan adalah
klarifikasi pengetahuan klien tentang HIV/AIDS, menyampaikan prosedur
tes dan pengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan klien
menghadapi hari depan, membantu klien memutuskan akan tes atau tidak,
mempersiapkan informed consent dan konseling seks yang aman

Post-test counseling
• Post-test counseling adalah diskusi antara konselor dengan klien yang
bertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien beradaptasi
dengan hasil tes, menyampaikan hasil secara jelas, menilai pemahaman
mental emosional klien, membuat rencana dengan menyertakan orang lain
yang bermakna dalam kehidupan klien, menjawab, menyusun rencana
tentang kehidupan yang mesti dijalani dengan menurunkan perilaku
berisiko dan perawatan, dan membuat perencanaan dukungan.
HASIL TES HIV
- Memberikan konseling untuk hidup - Menyarankan kepada klien yang
positif, yaitu: menjaga sikap positif mempunyai perilaku beresiko untuk
menghindari paparan tambahan kembali melakukan VCT sesudah 3
terhadap virus HIV dan infeksi bulan, karena mereka mungkin
menular seks (IMS) lain. sekarang sedang berada dalam
- Memberikan rujukan pelayanan periode jendela.
medis. - Menyarankan pada klien yang
- Menjaga berat badan dengan berada pada window period untuk
makanan yang bergizi dan mengurangi perilaku beresiko.
menghindari diare. - Klien dengan hasil tes HIV negatif
- Bergabung dengan kelompok Orang dan tidak memiliki kemungkinan
dengan HIV/AIDS (ODHA) dan terpapar HIV, tidak perlu melakukan
kelompok dukungan sosial lainnya. confimatory testing.

- Mendorong klien untuk memberitahu hasil tes kepada pasangannya (mengetahui hasil tes bersama adalah
cara yang paling baik).
- Memberikan pendidikan dan konseling mengenai keluarga berencana.
- Memberikan pendidikan dan demonstrasi pemakaian kondom dan menyediakan kondom bagi klien yang ingin
memakai kondom (dengan tidak memaksa klien).
- Memberikan informasi konseling dan dukungan tambahan.
- Memberikan rujukan sesuai dengan keinginan klien
HOMOSEKSUAL
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
• Homoseksualitas diartikan sebagai suatu keadaan tertarik terhadap orang lain dari
jenis kelamin yang sama
JS Badudu
• Homoseksualitas diartikan dengan mempunyai rasa birahi terhadap orang yang
sama jenis kelaminnya, sesama lelaki atau perempuan
Dede Oetomo (pendiri gerakan homoseksualitas di Indonesia)
• homoseksual merupakan orientasi atau pilihan seks yang diarahkan kepada
seseorang atau orang – orang dari jenis kelamin yang sama atau ketertarikan orang
secara emosional dan seksual kepada seseorang atau orang – orang dari jenis
kelamin yang sama.
Direktorat Kesehatan Jiwa
• Homoseksualitas merupakan rasa tertarik secara perasaan (kasih sayang,
hubungan emosional) dan atau secara erotik, baik secara predominan (lebih
menonjol) maupun eksklusif (semata – mata) terhadap orang – orang yang berjenis
kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan fisik (jasmaniah).
Klasifikasi Homoseksual
Homoseksualitas pertumbuhan

Homoseksualitas darurat

Pseudohomoseksualitas

Homoseksualitas kecenderungan
Epidemiologi Homoseksual
• Menurut hasil survey Yayasan Pendidikan Kartini
Nusantara secara nasional jumlah homoseksual
mencapai 1% dari total penduduk Indonesia yaitu sekitar
2 juta jiwa.
• Depkes (2006) diperkirakan terdapat sekitar 1,2 juta (600
ribu – 1,7 juta) kelompok gay, serta sekitar 8 – 15 ribu
waria.
• Kementerian Kesehatan di 13 kota di Indonesia yang
dilakukan sejak 2009 hingga 2013, tercatat jumlah
homoseks lelaki meningkat drastis dari 7% di tahun 2009
menjadi 12,8 % pada 2013 atau mengalami peningkatan
sebesar 83%
FAKTOR PENYEBAB HOMOSEKSUAL

Konsep
Perspektif baru Perspektif
psikologi perspektif biologis
psikoanalitik
• Dulu : terapi reorientasi ke heteroseks
• Sekarang : konseling untuk membantu
hidup mereka menjadi bebas atau
PENATALAKSANAAN berkurang dari stres yang dialami

• penyakit menular seksual (PMS) : HIV,


AIDS, hepatitis, sifilis, gonorrheae, herpes.
• Journal of American Medical Association :
kanker dubur pada kalangan homoseksual
50 kali lebih tinggi dari kalangan biasa
KOMPLIKASI • 80% dari penderita sifilis adalah
homoseksual dan sepertiga dari
homoseksual tersebut terinfeksi dengan
herpes simpleks aktif.
DIAGNOSIS KOMUNITAS
Diagnosis komunitas, sering juga disebut public health
assessment, adalah suatu kegiatan untuk menentukan
masalah yang terdapat dalam komunitas melalui suatu
studi. Diagnosis komunitas adalah suatu komponen
penting dalam perencanaan program kesehatan. Kegiatan
ini menilai dan menghubungkan masalah, kebutuhan,
keinginan, dan fasilitas yang ada dalam komunitas. Dari
hubungan keempat hal tersebut, dipikirkan suatu solusi
atau intervensi untuk pemecahan masalah yang ada dalam
komunitas tersebut
Langkah-langkah Diagnosis
Komunitas

Definisi Karakteristik Prioritas


komunitas komunitas masalah

Penilaian
masalah
Evaluasi Intervensi
kesehatan
terpilih
Metode Penelitian
• Penelitian kualitatif dengan metode pendekatan
Jenis studi fenomenologi yaitu suatu studi tentang
kesadaran dari perspektif pokok seseorang

• Tanggal 2 Agustus – 26 Agustus 2017 bertempat


Waktu dan lokasi di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis

• Teknik sampling yang digunakan purposive


sample (ditetapkan secara langsung) dengan
Informan penelitian prinsip kesesuaian (apprpriateness) dan
kecukupuan (adequancy).
Metode pengambilan data

Informan Teknik Jml Kriteria Tempat Wawancara

Dokter Indepth interview 1 Dokter yang melaksanakan konseling dan Puskesmas Rawat
pemeriksaan VCT pada komunitas Inap Way Kanis
homoseksual
Tenaga Indepth Interview 1 Tenaga medis lain (perawat) yang ikut Puskesmas Rawat
Medis dan terlibat dalam program ini. Melalui tenaga Inap Way Kandis
Lain mengumpulkan medis ini, penulis mengumpulkan data
data tahuan LSL kunjungan homoseksual dan pemeriksaan
VCT tahunan.

LSL Indepth Interview 5 Homoseksual yang datang ke Puskesmas Puskesmas Rawat


Rawat Inap Way Kandis untuk pemeriksaan Inap Way Kandis
VCT.
Teknik pengumpulan data
1. Wawancara

• Pada penulisan ini, kami memilih melakukan wawancara mendalam (indepth


interview).
• Pertanyaan penelitian:
• Menurut Anda, bagaimana persepsi kelompok homoseksual terhadap
kunjungan VCT?
• Apa yang yang mendorong Anda untuk melakukan kunjungan VCT?
• Menurut Anda, apa alasan yang membuat beberapa kelompok
homoseksual tidak mau melakukan kunjungan VCT?
• Apa makna kunjungan VCT bagi Anda?
• Penelitian fenomenologi deskriptif diidentifikasi melalui empat tahapan
proses, yaitu bracketing, intuiting, analyzing, dan describing
3. Triangulasi/ 4. Studi Pustaka
2. Dokumentasi Gabungan

• Triangulasi
adalah pendekatan • Yaitu teknik
• Dokumentasi multimetode yang pengumpulan data
merupakan catatan dilakukan peneliti yang dilakukan
peristiwa yang sudah pada saat dengan
berlalu. mengumpulkan dan mempelajari buku-
• Dokumen yang kami menganalisis data. buku referensi,
gunakan berupa data • Ide dasarnya adalah laporan-laporan,
kunjungan LSL dan bahwa fenomena majalah-majalah,
pemeriksaan VCT yang diteliti dapat jurnal-jurnal dan
tahunan pada dipahami dengan media lainnya yang
Puskesmas Rawat baik sehingga berkaitan dengan
Inap Way Kandis. diperoleh kebenaran objek penelitian.
tingkat tinggi jika
didekati dari
berbagai sudut
pandang.
Instrumen Pengumpulan Data

• Alat tulis (pena dan buku) dan formulir tes dan konseling HIV untuk
mengumpulkan data
• Penulis tidak menggunakan alat perekam apapun dengan tujuan untuk menjaga
privasi dan kerahasiaan informan dan menghindari kecemasan atau
kecanggungan informan dalam memberikan jawab atas pertanyaan yang
diajukan.
• Data hasil pengamatan, wawancara, dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang ditulis kemudian dikembangkan ke dalam bentuk .field note. yang lebih
rinci dan lengkap.
• Data yang pertama ingin kami telusuri adalah data yang berkaitan dengan poin-
poin di dalam formulir tes dan konseling HIV, kemudian dilanjutkan dengan
penggalian persepsi mengenai perilaku homoseksual.
Langkah diagnosa Komunitas
1. Pertemuan awal untuk menentukan permasalahan

• Membentuk Tim Pelaksana untuk mengidentifikasi masalah yang ada. Tim ini terdiri dari dokter
puskesmas, pemegang program, surveilans dan promkes.
• Mendiskusikan secara bersama permasalahan yang ada yaitu pada komunitas homoseksual
yang berada di Puskesmas Rawat Inap Way Kandis untuk mencari penyebab masalah dan
menetapkan alternatif pemecahan masalah.
• Ditetapkanlah prioritas masalah yang akan dicari solusi untuk memecahkannya.

2. Mengumpulkan data dari masyarakat


.
Data primer dikumpulkan dari wawancara sedangkan data sekunder didapatkan dari
hasil data Program Homoseksual Puskesmas Rawat Inap Way Kandis.
3. Menganalisis dan menyimpulkan data

• Identifikasi masalah
• Menentukan prioritas penyebab masalah
• Membuat kerangka konsep dari masalah
• Membuat alternatif pemecahan masalah
• Identifikasi penyebab masalah
Profil Komunitas
• Organisasi Gaya Lentera Muda Lampung (GAYLAM Lampung) sebuah
organisasi yang berbasis komunitas Gaym(homoseksual), Waria dan LSL (GWL)
di Lampung berdiri pada tanggal 9 Oktober 2008.
• Tujuan : Untuk memberdayakan para gay dan juga waria agar bisa memiliki
kemampuan yang juga berkompeten sama seperti orang-orang hetero pada
umumnya.
• GAYLAM Lampung dan Gendhis LGBT Lampung adalah bagian dari Forum
LGBT Lampung, forum komunikasi dan koordinasi lintas organisasi pembela
HAM LGBT di wilayah Lampung yang telah berperan aktif di Forum LGBTIQ
(Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Interseks, Queer, and Questioning)
Indonesia selama beberapa tahun terakhir ini.
• Saat ini GAYLAM Lampung juga telah menjadi anggota Jaringan Nasional GWL-
INA, Forum LGBT Indonesia, Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP)
Lampung, Komisi Penanggulangan AIDS Kota (KPAK) Bandar Lampung dan
berjejaring dengan Stakeholder (pemangku kepentingan) di tingkat Lokal.
Visi dan Misi GAYLAM
Visi :
Menjadi Tempat Bagi Komunitas Gay, Waria, dan LSL yang Berdaya dan
Berkreativitas di Provinsi Lampung

Misi :
• Meningkatkan kemampuan komunitas GWL di Lampung yang sadar akan
hak-hak seksual dan kesehatan reproduksi serta terlibat dalam upaya
Pencegahan dan Penanggulangan HIV yang berdaya bagi diri sendiri,
komunitas dan lingkungannya.
• Menjadikan komunitas GWL lebih berdaya terhadap diri sendiri dan
lingkungannya.
• Menjadikan Komunitas GWL yang mempunyai pemahaman terhadap
Orientasi Seksual dan Identitas Gendernya.
Data Homoseksual yang berkunjung ke Puskesmas Way Kandis

Data dari kunjungan homoseksual pada tahun 2016


di Puskesmas Rawat Inap Way kandis dari Bulan Januari-Desember 2016

Bulan Jan Feb Mar Aprl Mei Jun Jul Agts Spt Okt Nov Des

Jumlah 0 3 1 5 3 2 6 8 2 2 4 34
Kunjung
an

Total 70 orang
Data Homoseksual yang bersedia dilakukan pemeriksaan VCT pada tahun 2016

Bulan Jan Feb Mar Aprl Mei Jun Jul Agts Spt Okt Nov Des

Jumlah 0 2 1 3 1 1 2 3 0 2 4 23
Kunjungan
VCT

Total 39 orang
Data homoseksual yang telah dilakukan pemeriksaan VCT dan didaptkan hasil reaktif/ positif
pada tahun 2016

Bulan Jan Feb Mar Aprl Mei Jun Jul Agts Spt Okt Nov Des

Homoseksual 0 2 0 0 1 0 0 0 0 2 4 12
positif HIV

Total 21 Orang
Identifikasi Masalah
a. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melakukan indepth interview pada
anggota komunitas Gaylam (Gay, Waria, LSL) yang mewakili
kelompok homoseksual dengan menggali persepsi mereka
terhadap kunjungan VCT di Puskesmas Rawat Inap Way
Kandis. Indepth interview dilakukan di Puskesmas Rawat Inap
Way Kandis dengan menggunakan ruangan khusus yang
sangat menjunjung tinggi privasi informan (I). Pengambilan
sampel secara purposive sampling (ditetapkan secara
langsung) sesuai dengan jumlah anggota komunitas ke
Klinik VCT Puskesmas Rawat Inap Way Kandis sehingga
didapatkan sampel berjumlah 5 orang selama kurang lebih 2
minggu. Setelah dilakukan indepth interview, dilakukan prioritas
masalah dan pemecahan masalah komunitas.
b. Persepsi Kelompok Homoseksual Mengenai Kunjungan VCT
1. Pengetahuan mengenai VCT
Persepsi : VCT adalah tempat untuk test HIV
• I1 : “Yang gua tahu VCT itu buat cek HIV kan?”
• I2 : “Tahu kok, VCT itu buat kita tau kita kena HIV atau gak”
• I3 : “Kurang tahu soalnya saya disuruh teman saya ke sini, tapi
katanya buat cek HIV”
• I4 : “VCT intinya buat cek HIV”
• I5 : “Hmm...saya lupa kepanjangannya, tapi itu ada
hubungannya dengan pemeriksaan HIV”

Dapat disimpulkan dari kelima informan belum mengetahui sepenuhnya mengenai


VCT. Mereka hanya tahu VCT hanya untuk pemeriksaan HIV.
b. Persepsi Kelompok Homoseksual Mengenai Kunjungan VCT

2. Manfaat kunjungan VCT


Persepsi : untuk mengetahui status HIV
• I1 : “Ya itu buat kita tahu kita postif HIV atau gak”
• I2 : “Biar kita diperiksa darahnya ada virus HIV atau gak”
• I3 : “Ya buat cek HIV dong”
• I4 : “Untuk tes HIV”
• I5 : “Cek HIV dan kalau kita postif kita bisa dapat obat”

Dapat disimpulkan dari kelima informan belum mengetahui manfaat-manfaat lain


yang tersedia pada klinik VCT. Mereka hanya tahu manfaat VCT hanya untuk
mengetahui status HIV.
b. Persepsi Kelompok Homoseksual Mengenai Kunjungan VCT
3. Alasan Kunjungan VCT
Persepsi: rekomendasi teman/pasangan, kemauan sendiri, sebagai alat
pembuktian, ikut-ikut orang lain
• I1 : “Gua sebenarnya direkomendasiin sama pacar gua, soalnya dia sudah
pernah cek sebelumnya dan hasilnya negatif. Gua juga pengen tahu soalnya
gua takut gw HIV”
• I2 : “Ya karena gua sering ganti-ganti pasangan, semoga aja hasilnya negatif”
• I3 : “Ya sebenarnya emang kemauan saya sendiri buat ke sini karena setiap
tahun saya cek. Saya sih sebenernya termasuk aktif buat hubungan seks”
• I4 : “Gua pengen buktiin ke pasangan gua kalo gw ini HIVnya negatif.
Pasangan gua ini sering gak yakin sama gua dan dia bilang takut kalo gua
kena HIV”
• I5 : “Pengen ikut kayak temen-temen aja pada cek HIV”

Dapat disimpulkan bahwa sebagain besar informan belum punya kesadaran diri
sendiri untuk melakukan kunjungan VCT. Sebagian besar hanya ikut-ikutan teman
atu direkomendasikan orang lain.
b. Persepsi Kelompok Homoseksual Mengenai Kunjungan VCT
3. Alasan Kunjungan VCT
Persepsi: rekomendasi teman/pasangan, kemauan sendiri, sebagai alat
pembuktian, ikut-ikut orang lain
• I1 : “Gua sebenarnya direkomendasiin sama pacar gua, soalnya dia sudah
pernah cek sebelumnya dan hasilnya negatif. Gua juga pengen tahu soalnya
gua takut gw HIV”
• I2 : “Ya karena gua sering ganti-ganti pasangan, semoga aja hasilnya negatif”
• I3 : “Ya sebenarnya emang kemauan saya sendiri buat ke sini karena setiap
tahun saya cek. Saya sih sebenernya termasuk aktif buat hubungan seks”
• I4 : “Gua pengen buktiin ke pasangan gua kalo gw ini HIVnya negatif.
Pasangan gua ini sering gak yakin sama gua dan dia bilang takut kalo gua
kena HIV”
• I5 : “Pengen ikut kayak temen-temen aja pada cek HIV”

Dapat disimpulkan bahwa sebagain besar informan belum punya kesadaran diri
sendiri untuk melakukan kunjungan VCT. Sebagian besar hanya ikut-ikutan teman
atu direkomendasikan orang lain.
b. Persepsi Kelompok Homoseksual Mengenai Kunjungan VCT
4. Alasan Anggota Lain Tidak Berkunjung
Persepsi : malu, tidak mendesak, kurangnya pengetahuan, merasa
aman, dan kurangnya sosialisasi
• I1 : “Kalo menurut gua sih karena pada malu, kayak seolah-olah orang
lain bisa tahu aktivitas seks kita kalo ke VCT”
• I2 : “Hmm.. apa ya? Kayaknya sih karena belum urgent deh. Soalnya
kayak gak ada gejala yang muncul buat apa periksa”
• I3 : “Ya kayak saya sih sebelumhya gak mau ke sini, karena saya
belum tahu buat apa VCT itu. Tapi pas dikasih tahu temen buat test
HIV gratis baru deh saya mau ke sini”
• I4 : “Ya karena mereka ngerasa aman-aman aja, apalagi kalau uda
pake kondom, jadinya kan ngerasa aman tuh gak kena HIV”
• I5 : “Kayaknya karena kurang sosialisasinya deh. Jadi dikit yang cek.
Coba kalau lebih sering mungkin nanti jadi banyak yang cek”
Dapat disimpulkan beragam alasan yang memungkinkan kelompok homoseksual
tidak melakukan kunjungan VCT adalah: rasa malu, kurangnya pengetahuan
mengenai VCT, merasa dirinya aman sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan,
dan kurangnya sosialisasi dari tenaga kesehatan mengenai VCT.
b. Persepsi Kelompok Homoseksual Mengenai Kunjungan VCT
5. Harapan Untuk Klinik VCT
Persepsi : akses khusus untuk masuk klinik VCT, penambahan fasilitas,
lebih menjangkau banyak orang
• I1 : “Gua pengennya klinik VCT makin banyak tersebar di Lampung ini
biar gak perlu jauh-jauh dan lebih bisa menjangkau lainnya. Sama
kalau bisa dibuat jalan khusus gitu biar kita gak malu kalau ada orang
lain yang kenal gua”
• I2 : “Apa ya? Hmm..mungkin bisa dikembangin lagi fasilitasnya biar
lebih nyaman”
• I3 : “Saya ingin klinik VCT bisa menjangkau seluruh orang biar gak
diskriminasi aja, soalnya kesannya buat yang homo aja yang ke sini”
• I4 : “Ya bisa terus ada aja, biar bisa cek rutin dan gratis. Hehehe”
• I5 : “Saya sih pengennya pintu masuknya dibuat khusus aja biar orang-
orang gak mikir yang aneh-aneh kalau kita ke VCT”

Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar menginginkan akses jalan khusus di


Puskesmas untuk masuk ke klinik VCT sehingga lebih menjaga privasi dan
mengurangi adanya stigma buruk dan diskriminasi oleh orang lain.
Prioritas Masalah Kesehatan Komunitas
Berdasarkan diagram fishbone diatas di dapatkan
beberapa masalah-masalah sebagai berikut :
• Tingkat kesadaran yang kurang (merasa malu atau aman
dengan kondisi sekarang
• Tingkat pengetahuan yang rendah
• Jumlah kader yang belum mencukupi
• Stigma masyarakat yang buruk
• Kurang nyamannya tempat konsultasi
• Kurangnya sosialisasi mengenai VCT
• Kurangnya kerjasama lintas sektor
• Keterbatasan biaya operasional
• Sarana kader yang terbatas untuk penjaringan
Prioritas masalah dengan menggunakan metode USG
Masalah Urgency Seriousness Growth Total

Tingkat kesadaran yang kurang 4 4 4 64


(merasa malu atau aman dengan
kondisi sekarang
Tingkat pengetahuan yang rendah 4 4 4 64

Jumlah kader yang belum 3 3 3 27


mencukupi
Stigma masyarakat yang buruk 3 3 2 27

Kurang nyamannya tempat 2 2 2 8


konsultasi
Kurangnya sosialisasi mengenai 4 5 4 80
VCT
Kurangnya kerjasama lintas sektor 3 3 3 27

Keterbatasan biaya operasional 3 3 3 27

Sarana kader yang terbatas untuk 2 3 3 18


penjaringan
Penyusunan Upaya Perbaikan Komunitas

Masalah Alternatif Pemecahan Masalah

Terjun langsung ke tengah komunitas


melalui peningkatan mobile VCT dalam
rangka sosialisasi dan konseling

Kurangnya sosialisasi mengenai VCT


Sosialisasi mengenai pentingnya
kuunjungan VCT via media sosial
(Facebook, Instagram, Twitter, Blog,
Path, dll)
Cara Pemecahan Masalah Terpilih

Pemecahan masalah Efektivitas Efisiensi


Jumlah MIV/C

M I V C

Terjun langsung ke tengah


komunitas melalui peningkatan
4 4 3 2 24
mobile VCT dalam rangka
sosialisasi dan konseling

Sosialisasi mengenai pentingnya


kuunjungan VCT via media sosial
3 3 3 2 13,5
(Facebook, Instagram, Twitter,
Blog, Path, dll)
Advokasi
Advokasi diartikan sebagai suatu upaya pendekatan terhadap orang lain yang
dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program, atau
kegiatan yang dilaksanakan.
Pada kasus ini, perlu dilakukan advokasi pada:
1. Pemerintah (walikota dan jajaran)
Pada advokasi terhadap pemerintah berupa walikota dan jajarannya, dapat
dilakukan metode lobi politik, yaitu diskusi mengenai masalah dan program
kesehatan yang akan dilaksanakan, salah satunya berupa peningkatan
pengadaan mobile VCT untuk lebih menjangkau komunitas homoseksual di
Bandar Lampung.

2. Dinas Sosial
Pada advokasi terhadap dinas sosial, yaitu menggunakan metode
seminar/presentasi yang dihadiri oleh para pejabat lintas program dan sektoral.
Petugas kesehatan menyajikan masalah kunjungan VCT oleh kelompok
homoseksual di wilayah kerjanya, lengkap dengan data dan ilustrasi yang
menarik, serta rencana program pemecahan masalahnya. Kemudian, dibahas
bersama-sama yang akhirnya diharapkan memperoleh komitmen dan dukungan
terhadap program yang akan dilaksanakan.
Advokasi
3. Dinas pariwisata
Advokasi media dapat ditujukan terhadap dinas pariwisata
dengan cara mengumpulkan media, khususnya media massa
untuk mempublikasikan terkait adanya mobile VCT yang dapat
digunakan secara gratis yang disediakan oleh pemerintah.

4. Tokoh agama
Advokasi terhadap tokoh agama yaitu dengan membentuk FGD
(Focus Group Discussion) mengenai permasalahan rendahnya
kunjungan VCT oleh kelompok homoseksual di Bandar
Lampung dan meminta tokoh agama untuk memberikan
dukungan moral bagi kelompok homoseksual umtuk
meningkatkan kunjungan VCT.
Kesimpulan
Kesimpulan dari diagnosis komunitas pada persepsi kelompok
homoseksual terhadap kunjungan VCT di Puskesmas Rawat
Inap Way Kandis adalah:
• Terdapat 21 orang pelaku homoseksual yang terdiagnosis
positif HIV dari 70 kunjungan di Puskesmas Rawat Inap Way
Kandis tahun 2016.
• Penyebab utama rendahnya kunjungan VCT berdasarkan
persepsi dari kelompok homoseksual adalah kurangnya
sosialisasi mengenai VCT.
• Alternatif pemecahan masalah terhadap masalah rendahnya
kunjungan VCT adalah dengan terjun langsung ke tengah
komunitas melalui peningkatan mobile VCT dalam rangka
sosialisasi dan konseling.
Saran
Saran yang dapat diberikan dari diagnosis komunitas pada
persepsi kelompok homoseksual terhadap kunjungan VCT di
Puskesmas Rawat Inap Way Kandis adalah:
• Terjun langsung secara rutin ke tengah-tengah komunitas
melaksanakan penyuluhan dengan menggunakan media
intervensi yang menarik dan sosialisasi via media sosial agar
menjaring lebih banyak kaum homoseksual untuk
melaksanakan kunjungan VCT.
• Menjalin kerjasama yang baik dengan instansi terkait, mulai
dari pemerintah, kader, dan juga tokoh-tokoh masyarakat agar
kelompok homoseksual menjadi lebih terbuka untuk
melakukan kunjungan VCT.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai