Anda di halaman 1dari 5

Apa yang dimaksud dengan konseling?

1. Konseling merupakan proses membantu seseorang untuk belajar menyelesaikan


masalah interpersonal, emosional dan pengambilan keputusan.
2. Peran seorang konselor adalah membantu klien.
3. Konseling dapat dilakukan perorangan atau pasangan atau keluarga.

Tujuan konseling

Membantu setiap individu untuk berperan mandiri dalam hidupnya:

1. Membangun kemampuan untuk mengambil keputusan bijak dan realistik.


2. Mendiskusikan perilaku mereka dan mampu mengemban konsekuensinya
3. Mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan tepat

Konseling adalah:

1. Berfokus pada klien: khusus sesuai kebutuhan, masalah dan lingkungan setiap klien
2. Proses timbal-balik, kerjasama, dan saling menghargai
3. Menuju tujuan
4. Membangun otonomi dan tanggung jawab diri pada klien
5. Memperhatikan situasi interpersonal, sesuai sosial/budaya, kesiapan untuk berubah
6. Mengajukan pertanyaaan, menyediakan informasi, mengulas informasi, dan
mengembangkan rencana aksi.

Konseling bukan:

1. Berbicara atau mengarahkan


2. Memberikan nasihat
3. Obrolan
4. Interogasi
5. Pengakuan
6. Doa

Apakah konseling HIV & AIDS?

Konseling HIV & AIDS merupakan komunikasi bersifat rahasia (membangun


kepercayaan) antara klien dan konselor bertujuan meningkatkan kemampuan menghadapi
stres dan mengambil keputusan berkaitan dengan HIV & AIDS. Proses konseling termasuk
evaluasi risiko personal penularan HIV, fasilitasi pencegahan perilaku dan evaluasi
penyesuaian diri ketika klien menghadapi hasil tes positif.

Konseling HIV & AIDS memiliki perbedaan dengan konseling secara umum dalam hal:

1. Membantu klien melakukan informed consent (persetujuan) untuk tes HIV, CD4, atau
Viral load.
2. Layanan konseling pra dan pasca tes
3. Penilaian mengenai perilaku berisiko klien terhadap infeksi HIV (baik menularkan atau
tertular)
4. Penggalian riwayat perilaku seks dan kesehatan klien.
5. Memfasilitatsi perubahan perilaku.
6. Konfidensialitas klien sangat penting jika menyangkut isu stigma dan diskriminasi
7. Menjangkau kelompok-kelompok khusus (pecandu napza, penjaja seks, laki-laki
berhubungan seks dengan laki-laki, waria, pekerja migran, suku asli, dan pengungsi)
menghadapi isu diskriminasi ganda, yaitu sebagai bagian dari kelompok khusus yang
dikucilkan masyarakat dan sebagai orang yang selalu dianggap berisiko terhadap atau
telah terinfeksi HIV.

Mengapa konseling HIV & AIDS penting?

1. Konseling pencegahan dan perubahan perilaku dapat mencegah penularan


2. Diagnosis HIV mempunyai banyak implikasi – psikologik, sosial, fisik, spiritual
3. HIV ialah penyakit yang dapat mengancam hidup dan sampai dengan saat ini masih
membutuhkan pengobatan seumur hidup
4. Melalui konseling, konselor memfasilitasi ODHA untuk dalam memilih dan mengambil
keputusan opsi terbaik yang membuatnya dapat menikmati hidup yang berkualitas

Konseling HIV & AIDS merupakan proses dengan tiga tujuan umum:

1. Menyediakan dukungan psikologis, misalnya: dukungan yang berkaitan dengan


kesejahteraan emosi, psikologis, sosial dan spiritual seseorang yang mengidap virus
HIV atau virus lainnya.
2. Pencegahan penularan HIV dengan menyediakan informasi tentang perilaku
berisiko (seperti seks aman atau penggunaan jarum bersama) dan membantu orang
dalam mengembangkan keterampilan pribadi yang diperlukan untuk perubahan perilaku
dan negosiasi praktek lebih aman.
3. Memastikan efektivitas rujukan kesehatan, terapi, dan perawatan termasuk
pemecahan masalah kepatuhan berobat.

Komponen Konseling VCT/KTS (Voluntary Counselling Testing/Konseling Testing


Sukarela)

Konseling merupakan dialog rahasia antara seseorang dan pemberi layanan yang bertujuan
membuat orang tersebut mampu menyesuaikan diri dengan stres dan membuat keputusan
yang sesuai berkaitan dengan HIV/AIDS. Proses konseling termasuk evaluasi risiko
individu penularan HIV dan memfasilitasi pencegahan perilaku berisiko. VCT digunakan
dalam upaya intervensi program pencegahan, perawatan dan pengobatan ataupun
rehabilitasi dimana komponen konseling minimum setidaknya terdiri atas konseling pra
dan pasca tes HIV, dan bisa dikembangkan lebih luas lagi dalam menyediakan konseling
berkelanjutan jangka panjang dan konseling dukungan.

Kebijakan VCT dari United Nations (UN), VCT berbasis pada kebutuhan dan memerlukan
persetujuan (informed consent) dari orang yang akan dites. Tes HIV harus selalu atas
keputusan klien. UN tidak pernah mendukung tes wajib. Telah dibuktikan bahwa tes wajib
tidak efektif.

Alasan Penyelenggaraan VCT


1. Pencegahan HIV

Konseling dan tes sukarela HIV berkualitas tinggi merupakan komponen efektif dalam
upaya pencegahan, yang mempromosikan perubahan perilaku seksual dalam
menurunkan penularan HIV. Mereka yang menggunakan jasa layanan VCT memiliki
pengertian yang kuat tentang tata nilai, aktivitas seksual, dan diagnosis (apakah positif
atau negatif) yang klien alami, dan terbukti mempengaruhi secara positif dalam
menurunkan perilaku berisikonya. VCT menawarkan dan membantu para pasangan
untuk mencari tahu status HIV dan membuat perencanaan hidup mereka yang berkaitan
dengan hal tersebut. UN (United Nations) juga menyediakan model untuk membantu
konselor mengatasi situasi dimana pasangan menolak pengungkapan statusnya. Selain
itu konseling dapat membantu menurunkan penularan HIV diantara pasangan
serodiscordant (salah satu dari pasangan terinfeksi HIV).

Saat ini, meskipun banyak contoh layanan VCT berkualitas tinggi di negara
berkembang, namun jumlahnya masih dalam skala kecil, sehingga tidak dapat melayani
banyak orang, terutama di negara berkembang yang prevalensi HIVnya tinggi.

2. Pintu masuk menuju terapi dan perawatan

VCT telah terbukti berperan penting sebagai pintu gerbang menuju akses layanan
medik dan dukungan lainnya yang dibutuhkan. Dengan perkembangan bentuk
intervensi yang aman dan efektif untuk prevensi penularan HIV ibu-anak, penerapan
layanan nasional VCT menjadi prioritas di banyak negara. Diharapkan layanan VCT
yang luas dapat membantu masyarakat secara luas mengakses layanan
terapi/perawatan/pengobatan yang tepat, cepat, terjangkau (termasuk akses subsidi
pemerintah dalam penyediaan obat antiretroviral)

3. VCT berperan penting dalam mempengaruhi efektivitas dari semua intervensi


program/layanan kesehatan yang terkait HIV.

4. Ketersediaan layanan VCT dipandang sebagai bentuk penghormatan atas hak asasi
manusia dari sisi kesehatan masyarakat, karena infeksi HIV merupakan hal serius yang
mempunyai dampak kesehatan dan kesejahteraan masyarakat demikian luasnya,
termasuk kesehatan reproduksi, kehidupan seksual dan keluarga, kehidupan sosial dan
produktivitas di masyarakat dalam jangka panjang.

HIV dan organisasi yang bergerak mendukung program HIV di Indonesia.

VCT Sebagai Langkah Penanganan HIV

VCT adalah voluntary counselling and testing atau bisa diartikan sebagai konseling dan
tes HIV sukarela (KTS). Layanan ini bertujuan untuk membantu pencegahan, perawatan,
serta pengobatan bagi penderita HIV/AIDS. VCT bisa dilakukan di puskesmas atau rumah
sakit maupun klinik penyedia layanan VCT.

HIV/AIDS masih menjadi persoalan kesehatan global yang signifikan, terutama di negara-
negara berkembang. Adanya VCT sangat berperan dalam mencegah penyebaran penyakit
tersebut.

Tahapan dan Proses dalam VCT

Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) telah meluncurkan
panduan VCT yang berguna dalam mendeteksi dan menangani HIV secara global.
Pedoman tersebut kemudian diterapkan di berbagai negara, khususnya negara berkembang.

Pada prinsipnya VCT bersifat rahasia dan dilakukan secara sukarela. Artinya hanya
dilakukan atas inisiatif dan persetujuan seseorang yang datang pada penyedia layanan VCT
untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan pun terjaga kerahasiaannya.

Setelah menandatangani persetujuan tertulis, maka VCT dapat segera dilakukan. Adapun
proses utama dalam penanganan HIV/AIDS melalui VCT adalah sebagai berikut:

a. Tahap Konseling Pra Tes

Tahap ini dilakukan pemberian informasi tentang HIV dan AIDS. Kemudian
konselor memulai diskusi dan klien diharapkan jujur menceritakan kegiatan
sebelumnya yang dicurigai dapat berisiko terpapar virus HIV, seperti pekerjaan
atau aktivitas sehari-hari, riwayat aktivitas seksual, penggunaan narkoba suntik,
pernah menerima transfusi darah atau transplantasi organ, memiliki tato dan
riwayat penyakit terdahulu.

b. Tes HIV

Setelah klien mendapatkan informasi yang jelas melalui konseling pra tes, maka
konselor akan menjelaskan mengenai pemeriksaan yang bisa dilakukan, dan
meminta persetujuan klien untuk dilakukan tes HIV. Setelah mendapat persetujuan
tertulis, maka tes dapat dilakukan. Bila hasil tes sudah tersedia, hasil tes akan
diberikan secara langsung (tatap muka) oleh konselor.

c. Tahapan Konseling Pasca Tes

Setelah menerima hasil tes, maka klien akan menjalani tahapan post konseling.
Apabila hasil tes negatif, konselor tetap akan memberi pemahaman mengenai
pentingnya menekan risiko HIV/AIDS. Misalnya, melakukan hubungan seksual
dengan lebih aman dan menggunakan kondom. Namun, apabila hasil tes positif,
maka konselor akan memberikan dukungan emosional agar penderita tidak patah
semangat. Konselor juga akan memberikan informasi tentang langkah berikutnya
yang dapat diambil, seperti penanganan dan pengobatan yang perlu dijalani.
Termasuk pula cara mempertahankan pola hidup sehat, serta bagaimana agar tidak
menularkan ke orang lain.

Pada tahapan-tahapan berikutnya, peran konselor adalah untuk lebih mendukung dan
membangun mental penderita agar tetap semangat hidup, dan juga membantu perawatan
medis yang umum dilakukan. Selain itu, konselor juga akan memberi saran agar klien
mendorong pasangan seksual untuk turut diperiksa.
Manfaat Melakukan VCT

Infeksi HIV/AIDS harus diwaspadai, karena infeksi HIV tidak memiliki gejala awal yang
jelas, sehingga tanpa pengetahuan yang cukup penyebaran HIV akan semakin sulit
dihindari. Oleh karena itu, VCT perlu dilakukan sebagai langkah awal untuk segera
mendapat informasi mengenai HIV, juga agar penderita HIV bisa dilakukan deteksi sedini
mungkin dan mendapat pertolongan kesehatan yang dibutuhkan. Hal ini sangat membantu
sebagai langkah pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS.

Kendati belum terdapat pengobatan yang dapat mengentaskan HIV/AIDS secara tuntas,
namun sebaiknya tidak berkecil hati karena sudah tersedia pengobatan antiretroviral
(ARV) yang digunakan untuk menekan perkembangan virus HIV dalam tubuh penderita,
sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup dan daya tahan tubuh penderita infeksi HIV
agar dapat beraktivitas seperti biasa.

Mayoritas orang yang mengalami HIV/AIDS adalah anak-anak muda. Dengan berbagai
penyebab utama, seperti perilaku seksual berisiko yakni sering berganti pasangan seksual
dan tidak menggunakan kondom sebagai pengaman, melakukan tindik/tato, atau
menggunakan narkoba melalui jarum suntik.

Bagi semua kalangan, terutama mulai sejak masa remaja, perlu diadakan pendidikan dan
pemahaman HIV/AIDS agar terhindar dari aktivitas yang memicu penyakit tersebut. Tidak
perlu takut untuk menjalani VCT, langkah ini justru dapat membantu meningkatkan
pengetahuan mengenai pencegahan dan penanganan HIV/AIDS. Juga dapat membantu
untuk semakin mengurangi stigma dan diskriminasi terhadap orang yang hidup dengan
HIV/AIDS (ODHA).

Referensi

Coovadia H., (2000) Access to voluntary counseling and testing for HIV in developing
countries. Annals of the New York Academy of Science 918 57-63

Modul Pelatihan Konseling & Tes Sukarela HIV (Depkes 2006)

Anda mungkin juga menyukai