Anda di halaman 1dari 5

A.

DEFINISI VCT
VCT kepanjangan dari Voluntary Counseling Testing, yaitu:
1. V (Voluntary) : Mendorong orang secara sukarela untuk datang ke tempat layana
yang tadiya ingin mereka hindari untuk melakukan tes HIV.
2. C (Counseling) : komunikasi interpersonal untuk perubahan perilaku (pre
test dan
pasca test).
3. T (Testing) : Tes yang berkualitas dan cepat sehingga mednorong orag untuk
mengakses layanan VCT. Tes darah untuk mengetahui status HIV
klien (positif atau negative).

VCT adalah suatu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus
antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV, memberikan
dukungan moral, informasi, serta dukungan lainnya kepda ODHA, keluarga dan
lingkungannya.

Voluntary Conseling and Testing (VCT) adalah proses konseling pra testing,
konseling post testing, dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidental dan
secara lebih dini membantu orang mengetahui status HIV. Dalam tahapan VCT, konseling
dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah tes HIV. Pada tahap pre konseling
dilakukan pemberian informasi tentang HIV dan AIDS, cara penularan, cara pencegahan
dan periode jendela. Kemudian konselor melakukan penilaian klinis. Pada saat ini klien
harus jujur menceritakan kegiatan yang beresiko HIV/AIDS seperti aktivitas seksual
terakhir, menggunakan narkoba suntik, pernah menerima produk darah atau organ, dan
sebagainya. Konseling pra testing memberikan pengetahuan tentang manfaat testing,
pengambilan keputusan untuk testing, dan perencanaan atas issue HIV yang dihadapi.

Setelah tahap pre konseling, klien akan melakukan tes HIV. Pada saat melakukan
tes, darah akan diambil secukupnya dan pemeriksaan darah ini bisa memakan waktu
antara setengah jam sampai satu minggu tergantung metode tes darahnya. Dalam tes HIV,
diagnosis didasarkan pada antibodi HIV yang ditemukan dalam darah. Tes antibodi HIV
dapat dilakukan dengan tes ELISA, Westren Blot ataupun Rapid.
Setelah klien mengambil hasil tesnya, maka klien akan menjalani tahapan post
konseling. Apabila hasil tes adalah negatif (tidak reaktif) klien belum tentu tidak
memiliki HIV karena bisa saja klien masih dalam periode jendela, yaitu periode dimana
orang yang bersangkutan sudah tertular HIV tapi antibodinya belum membentuk sistem
kekebalan terhadap HIV. Klien dengan periode jendela ini sudah bisa menularkan HIV.
Kewaspadaan akan periode jendela itu tergantung pada penilaian resiko pada pre
konseling. Apabila klien mempunyai faktor resiko terkena HIV maka dianjurkan untuk
melakukan tes kembali tiga bulan setelahnya. Selain itu, bersama dengan klien, konselor
akan membantu merencanakan program perubahan perilaku.

Apabila pemeriksaan pertama hasil tesnya positif (reaktif) maka dilakukan


pemeriksaan kedua dan ketiga dengan ketentuan beda sensitifitas dan spesifisitas pada
reagen yang digunakan. Apabila tetap reaktif klien bebas mendiskusikan perasaannya
dengan konselor. Konselor juga akan menginformasikan fasilitas untuk tindak lanjut dan
dukungan. Misalnya, jika klien membutuhkan terapi ARV ataupun dukungan dari
kelompok sebaya. Selain itu, konselor juga akan memberikan informasi tentang cara
hidup sehat dan bagaimana agar tidak menularkannya ke orang lain.

Pemeriksaan dini terhadap HIV/AIDS perlu dilakukan untuk segera mendapat


pertolongan kesehatan sesuai kebutuhan bagi mereka yang diidentifikasi terinfeksi karena
HIV/AIDS belum ditemukan obatnya, dan cara penularannya pun sangat cepat. Memulai
menjalani VCT tidaklah perlu merasa takut karena konseling dalam VCT dijamin
kerahasiaannya dan tes ini merupakan suatu dialog antara klien dengan petugas kesehatan
yang bertujuan agar orang tersebut mampu untuk menghadapi stress dan membuat
keputusan sendiri sehubungan dengan HIV/AIDS.

B. TUJUAN VCT
1. Pencegahan Penularan HIV
a. Dari HIV (+) ke HIV (-) pasangan tar terdeteksi
b. Dari ibu HIV (+) ke anak
c. Dari orang yang tidak di tes ke orang lain
2. Mempromosikan Layanan Dini
a. Medik
b. Terapi ARV
c. Terapi dan pencegahan IO
d. PMTCT
e. KB
f. Dukungan emosi
g. Konseling ODHA
h. Dukungan sosial
i. Bantuan hukum rencana masa depan
3. Sosialisasi
a. Normalisasi HIV
b. Tantangan stigma
c. Promosi kewaspadaan
d. Mendukung HAM

Sedangkan menurut KPAN (Komisi Penanggulangan AIDS Nasional), VCT


bertujuan untuk membantu setiap orang agar mendapatkan akses kesemua layanan
informasi, edukasi, terapi atau dukungan psiko sosial, sehingga kebutuhan akan informasi
akurat dan tepat dan dicapai. Sehingga proses berfikir, perasaan dan prilaku dapat di
arahkan keperilaku yang lebih sehat yaitu melalui:

1. Penyediaan dukungan psikologis, seperti dukungan yang terkait dengan


kesejahteraan emosi psikologis, sosial dan spiritual ODHA.
2. Pencegahan peneluran HIV dengan menyediakan informasi mengenai perilaku
beresiko dan membantu dalam pengembangan keterampilan pribadi yang diperlukan
untuk perubahan perilaku dan negosiasi praktik yang lebih aman.
3. Memastikan efektifitas rujukan kesehatan,terapi dan perawatan melalui
pemecahan masalah kepatuhan berobat.
C. WAKTU DILAKUKANNYA VCT
VCT perlu dilakukan bila seseorang merasa kawatir atau takut akan tertular HIV
dikerenakan:
a. Perilaku beresiko dengan berganti-ganti pasangan seks tanpa menggunakan
kondom.
b. Pernah tertular IMS atau penyakit kelamin lebih dari dua kali.
c. Menggunkan jarum suntik secra bergantian atau tidak steril.
d. Pernah menrima trnfusi darah tanpa melalui proses pemeriksaan(screening).

D. TAHAPAN DAN PROSES CVT

Pada prinsipnya VCT bersifat rahasia dan dilakukan secara sukarela. Artinya hanya
dilakukan atas inisiatif dan persetujuan seseorang yang datang pada penyedia layanan
VCT untuk diperiksa. Hasil pemeriksaan pun terjaga kerahasiaannya. Setelah
menandatangani persetujuan tertulis, maka VCT dapat segera dilakukan. Adapun proses
utama dalam penanganan HIV/AIDS melalui VCT adalah sebagai berikut:

1. Tahap Konseling Pra Tes


Tahap ini dilakukan pemberian informasi tentang HIV dan AIDS. Kemudian
konselor memulai diskusi dan klien diharapkan jujur menceritakan kegiatan
sebelumnya yang dicurigai dapat berisiko terpapar virus HIV, meliputi
a. Penilaian faktor risiko
b. Informasi tentang HIV / AIDS
c. Mendiskusikan keuntungan dan kerugian mengetahui status HIV
d. Mempersiapkan untuk klien untuk mengetahui tes HIV
e. Informasi pengurangan dampak buruk
f. Rencana memberitahu pasangan bila hasil tes HIV (+)

2. Informed Consent
Setelah klien mendapatkan informasi yang jelas melalui konseling pra tes,
maka konselor akan menjelaskan mengenai pemeriksaan yang bisa dilakukan, dan
meminta persetujuan klien untuk dilakukan tes HIV.

3. Tes HIV
Setelah mendapat persetujuan tertulis, maka tes dapat dilakukan. Bila hasil tes
sudah tersedia, hasil tes akan diberikan secara langsung (tatap muka) oleh konselor.
4. Tahapan Konseling Pasca Tes

Setelah menerima hasil tes, maka klien akan menjalani tahapan post konseling.
Apabila hasil tes negatif, konselor tetap akan memberi pemahaman mengenai
pentingnya menekan risiko HIV/AIDS. Misalnya, melakukan hubungan seksual
dengan lebih aman dan menggunakan kondom. Namun, apabila hasil tes positif, maka
konselor akan memberikan dukungan emosional agar penderita tidak patah semangat.
Konselor juga akan memberikan informasi tentang langkah berikutnya yang dapat
diambil, seperti penanganan dan pengobatan yang perlu dijalani. Termasuk pula cara
mempertahankan pola hidup sehat, serta bagaimana agar tidak menularkan ke orang
lain.

Pada tahapan-tahapan berikutnya, peran konselor adalah untuk lebih mendukung


dan membangun mental penderita agar tetap semangat hidup, dan juga membantu
perawatan medis yang umum dilakukan. Selain itu, konselor juga akan memberi saran
agar klien mendorong pasangan seksual untuk turut diperiksa.

Anda mungkin juga menyukai