Anda di halaman 1dari 8

NAMA : DEWI KURNIAWATI ZEGA

NIM : 19011132

KELAS : 2D/ KELOMPOK 4

SEMESTER : 4 (EMPAT)

M. KULIAH : HIV/AIDS

1. - Pengertian HIV
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus golongan RNA yang spesifik menyerang sistem
kekebalan tubuh atau imunitas manusia yang kemudian akan menyebabkan Acquired Immune
Deficiency Syndrome (AIDS). Infeksi HIV berjalan sangat progresif merusak sistem kekebalan tubuh,
sehingga penderita tidak dapat menahan serangan infeksi yang disebabkan oleh jamur, parasit, bakteri,
ataupun virus. Seseorang yang terinfeksi HIV ada kemungkinan tidak menunjukkan tanda sakit, namun
dapat menginfeksi orang lain.

-Pengertian AIDS

AIDS merupakan kependekan dari Acquired Immune Deficiency Syndrome. Acquired‖ artinya didapat
bukan diturunkan ; ―Immune‖ adalah sistem daya tahan atau kekebalan tubuh; ―Deficiency‖ artinya
tidak cukup atau kurang; dan ―Syndrome‖ adalah kumpulan tanda gejala penyakit. Dengan demikian
AIDS atau Syndroma Immune DDefisiensi (SIDA) adalah kumpulan gejala klinis akibat penurunan sistem
imun yang timbul akibat HIV. AIDS adalah bentuk lanjut dari infeksi HIV dan sering bermanifestasi
dengan munculnya infeksi oportunistik, keganasan, gangguan metabolisme dan lainnya.

- penularan HIV
HIV hidup dan berkembang biak pada sel darah putih manusia, sehingga terdapat pada cairan tubuh
yang mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan mani, cairan vagina, cairan otak, dan air susu
ibu. Penularan HIV diawali saat HIV yang ada dalam cairan sperma, cairan vagina, darah, atau ASI masuk
ke dalam aliran pembuluh darah seseorang, kemudian menyerang sel darah putih manusia. HIV
menyerang salah satu jenis sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi, yaitu limfosit yang
mempunyai fungsi khusus untuk fagositosis. Jenis limfosit tersebut adalah limfositT, yakni jenis limfosit
yang mengalami pematangan di kelenjar timus (T) dan memiliki fungsi dalam memori, sitotoksik
terhadap antigen atau mikroorganisme asing atau memiliki kemampuan menghasilkan antibodi (zat
pelawan antigen). Antibodi bekerja dengan

cara mengikat antigen, sehingga tidak dapat menyerang sel-sel lain. Antigen-24 adalah antigen yang
terdapat pada virus HIV yang dapat dideteksi 2-3 minggu setelah terinfeksi. Reseptor pada permukaan
sel limfosit T yang menjadi tempat melekatnya virus HIV adalah CD4 (cluster differentiation 4). Jumlah
HIV dalam darah plasma merupakan petunjuk progresivitas penyakit pada infeksi HIV.Proses terjadinya
infeksi HIV tergantung pada beberapa hal seperti sifat virus dan sistem kekebalan tubuh manusia
sendiri. Resiko penularan HIV dipengaruhi terutama oleh jumlah virus (viral load) yang ada di dalam
cairan tubuh. Viral load atau beban virus diukur dengan alat khusus menggunakan metode Polymerase
Chain Reaction (PCR). Setiap orang yang terinfeksi HIV mempunyai potensi untuk menularkan HIV,
meskipun viral load-nya tidak terdeteksi (<50 turunan virus/mm3). Semakin tinggi viral load semakin
besar potensi penularannya. Di samping itu ada faktor-faktor lain yang juga berpengaruh seperti
frekuensi hubungan, kekebalan tubuh dan lain-lain.

2. -. Health Promotion (promosi kesehatan), yaitu merupakan tindakan atau upaya kesehatan yang
dilakukan pada saat masyarakat atau individu masih dalam keadaan sehat. Tujuan dari promosi
kesehatan adalah memberikan pembinaan atau penyuluhan kepada masyarakat untuk menciptakan
lingkungan yang sehat dari penyakit. Tindakan dalam promosi kesehatan ini contohnya adalah
pendidikan kesehatan reproduksi, seksual, HIV dan AIDS.

. - Specific protection (Perlindungan khusus), merupakan suatu tindakan pencegahan yang dilakukan
oleh masyarakat atau kelompok berisiko terhadap ancaman agen atau pembawa penyakit tertentu.
Tindakan dalam perlindungan khusus ini diantaranya adalah Pencegahan Melalui Transmisi Seksual
(PMTS), Harm Reduction, dan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA).

- c. Early Diagnosis and Promp Treatment (Diagnosis dan Pengobatan secara Dini), merupakan
tindakan dengan tujuan utama adalah menemukan kasus baru, mencegah penularan penyakit,
mengobati, dan menghentikan proses penyakit. Tindakan dalam tahap ini adalah melakukan Voluntary
Counseling and Testing (VCT) untuk mengetahui secara dini status HIV dalam tubuh dan program SUFA
(Strategic Use of Antiretroviral).

3. VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien pada saat klien mencari pertolongan medik dan
testing yaitu dengan memberikan layanan dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif
maupun negatif. Layanan ini termasuk konseling, dukungan, akses

untuk terapi suportif, terapi infeksi oportunistik, dan ART. Konseling dan tes HIV sukarela (KTS) atas
Inisiasi klien masih terus didorong dan ditingkatkan penerapannya, di samping pendekatan lain yang
lebih inovatif seperti konseling dan tes HIV yang di inisiasi petugas kesehatan ketika seorang pasien
datang ke sarana kesehatan untuk mendapatakan layanan kesehatan karena berbagai macam keluhan
kesehatannya, yang selanjutnya akan disebut PITC atau Provider Initiated Testing and Counseling.
Seperti disadari bahwa sarana kesehatan merupakan sarana utama untuk menjangkau atau
berhubungan dengan ODHA yang jelas membutuhkan layanan pencegahan, pengobatan, perawatan dan
dukungan. PITC tersebut merupakan layanan konseling dan tes HIV atas Inisiasi Petugas Kesehatan yang
terintegrasi di sarana kesehatan dan untuk penerapannya dibutuhkan pedoman atau petunjuk
operasional.

Konseling Pra tes

Konseling pra tes HIV dapat diartikan sebagai dialog antara klien dan konselor yang membahas tentang
tes HIV dan kemungkinan dampak yang terjadi bila klien atau orang lan mengetahui hasil tes.Secara
khusus konseling pra tes bertujuan untuk mendorong orang untuk memahami praktik seksual yang lebih
aman, memastikan seseorang telah memahami kekurangan dan implikasi hasil tes sebelum memutuskan
tes HIV, dan mempersiapkan/membantu seseorang dalam menghadapi hasil tes dengan sikap yang baik
bila terinfeksi HIV. Langkah-langkah dalam konseling pra tes adalah :
1) Menjalin hubungan.
2) Menilai risiko klinis penularan HIV.
3) Memberikan informasi umum tentang HIV, pengobatan yang tersedia, masa jendela (window
period) dan tentang penurunan risiko penularan HIV.
4) Menganjurkan untuk memberitahukan kepada pasangan bila hasilnya reaktif.

Konseling Pasca Tes


Konseling pasca tes HIV membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil tes,
memberikan hasil tes dan menyediakan informasi yang dibutuhkan. Prinsip-prinsip pasca tes adalah
menilai situasi psikososial terkini, mendukung mental emosional klien seperti mendorong klien berbicara
lebih lanjut, manajemen pemecahan masalah dengan cara menggali masalah, memahami, dan
memberikan pemahaman pada klien, menyusun rencana, membantu membuat rencana menghadapi
kehidupan pasca penetapan hasil dengan perubahan perilaku ke perilaku sehat, penyampaian hasil tes
positif dengan cara hati-hati
Kunci utama dalam menyampaikan hasil tes adalah :
1) Memeriksa hasil tes klien sebelum bertemu dengan klien untuk memastikan kebenarannya.
2) Menyampaikan hasil secara langsung.

3) Wajar dan professional ketika memanggil klien kembali dari ruang tunggu.

4) Hasil tes tertulis dan bertanda tangan petugas penanggung jawab layanan.
5) Semua hasil tes dijaga dari berbagai kepentingan.
6) Melakukan konseling pasangan.
Konseling pasca tes terdiri dari 2 macam yaitu :
1) Konseling pasca tes dengan hasil tes non reaktif. Menginformasikan masa jendela, menekankan
informasi tentang penularan dan rencana penurunan risiko, membuat ikhtisar dan menggali lebih lanjut
berbagai hambatan untuk perilaku seks aman dan penggunaan jarum suntik yang aman, mengamati
kembali reaksi klien.
2) Konseling pasca tes dengan hasil reaktif. Memeriksa data secara rinci dan memperhatikan
komunikasi non verbal saat memanggil klien memasuki ruang konseling dan memastikan klien
menerima hasil dan menekankan konfidensialitas, melakukan konseling hasil tes secara jelas dan
langsung, menyedikan waktu hening yang cukup untuk menyerap informasi tentang hasil tes, memeriksa
pengetahuan dan pemahaman klien tentang hasil, menggali ekspresi dan ventilasikan emosi atau
membutuhkan penanganan khusus, rencana nyata setelah selesai sesi konseling, adanya dukungan dari
orang terdekat, strategi mekanisme penyesuaian diri, orang terdekat dan etiknya, memberikan
kesempatan klien untuk mengajukan pertanyaan di kemudian hari, dan merencanakan tindak lanjut atau
rujukan bila perlu.

4. Sebagai Konselor, Saya ingin mengajukan kepada kepala desa untuk mengadakan penyuluhan atau
edukasi ke warga setempat akan apa itu HIV dan cara penularan nya. Agar warga tidak ada yang slah
tanggap lagi mengenai HIV dan tidak ada lagi diskriminasi atau hal lainnya.

5. A. Pengertian ODHA
ODHA adalah singkatan dari ―Orang yang hidup Dengan HIV dan AIDS‖ yang merupakan
terjemahan dari “People Living With HIV and AIDS”. ODHA (Orang Dengan HIV dan AIDS) adalah orang
yang telah terinfeksi HIV atau yang telah mulai menampakan satu atau lebih gejala AIDS. Orang yang
terinfeksi HIV tidak akan menyadari bahwa dirinya telah terinfeksi virus ini karena seringkali tidak
menunjukkan gejala apapun sampai yang bersangkutan melakukan tes HIV

B. Pengertian OHIDHA
OHIDHA adalah orang atau anggota keluarga yang hidup bersama dengan ODHA dan memberikan
perhatian kepada mereka. Peran OHIDHA sangat berpengaruh terhadap kehidupan ODHA. Penelitian
Retno Mardiyati, menunjukkan bahwa variabel dominan yang mempengaruhi kepatuhan minum obat
ODHA adalah OHIDHA. Keterlibatan OHIDHA sangat penting bagi penanggulangan epidemi HIV dan AIDS.

6. Pelayanan kesehatan bagi penderita penyakit HIV dan AIDS dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang merupakan bagian dari pembayaran kapitasi dan di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan
tetap dapat diklaimkan sesuai tarif INA-CBGs, sedangkan obatnya menggunakan obat program. Sehingga
ODHA tetap mendapatkan pengobatan dan perawatan di fasilitas kesehatan sesuai dengan program
pemerintah dan pembiayaan sesuai jaminan kesehatan nasional yang diikuti.

1. Sistem Rujukan

Rujukan adalah sistem jaringan pelayanan kesehatan yang merupakan penyebaran tanggung jawab
secara timbal balik terhadap suatu masalah kesehatan baik secara vertikal maupun horizontal kepada
yang lebih kompeten terjangkau dan rasional. Petugas yang berwenang melakukan rujukan adalah
dokter umum yang mengetahui HIV dan AIDS dan melakukan pemeriksaan kesehatan di Puskesmas.
Pasien yang dirujuk untuk pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut adalah:
a. Pasien baru HIV (+).

b. Pasien dengan kondisi stadium klinis 4 dengan infeksi oportunistik.


c. Pencegahan penularan ibu hamil HIV positif ke anak.
d. Pasien anak usia 0-14 tahun dengan ibu HIV (+).

2. Alur Proses Pelayanan Sistem Rujukan


Pasien HIV dan AIDS yang datang sendiri atau mendapat rujukan dari masyarakat atau LSM
mendaftarkan diri di loket pendaftaran. Pasien menunggu giliran pemeriksaan di ruang tunggu tanpa
diskriminasi. Pasien mendapatkan pemeriksaan fisik di Pelayanan Kesehatan Dasar (Yankesdas) dan
apabila ada indikasi HIV dan AIDS dilakukan tes HIV. Apabila indikasi pasien adalah untuk dirujuk, maka
dokter membuat surat rujukan dengan menulis lengkap terapi atau tindakan yang telah diberikan.
Apabila pasien menolak untuk dirujuk, dibuatkan surat pernyataan ditandatangi oleh keluarga pasien
dengan mendapatkan penjelasan sebelumnya.

8. Peran Pemangku Kepentingan dalam Pencegahan Penularan melalui Transmisi Seksual.


Tujuan komponen ini adalah menciptakan lingkungan yang kondusif yang mendukung perilaku
hidup sehat, peningkatan pemakaian kondom dan penurunan kejadian IMS dan HIV pada populasi kunci
secara berkesinambungan di lokasi.

Tujuan khusus komponen I:


a. Membentuk pokja setempat, dengan uraian tugas dan tanggung jawab masing-masing anggota
untuk perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program

b. Membuat, menyepakati, dan mengesahkan peraturan, atas dasar kesepakatan setempat yang
mendukung perilaku dan lingkungan yang sehat
c. Membentuk mekanisme dan perangkat untuk memantau dan memastikan peraturan /
kesepakatan setempat diterapkan secara berkesinambungan
d. Melakukan kerja sama yang saling mengikat antara pokja setempat dengan pemasok dan para
pengecer kondom, serta dengan dinas kesehatan dan BKKBN sebagai pemasok kondom gratis dan
distributor kondom bersubsidi, sehingga lokasi setempat tidak pernah kekurangan kondom
e. Melakukan kerja sama yang saling mengikat antara pokja setempat dengan petugas kesehatan
dan layanan IMS, sehingga layanan IMS selalu tersedia sesuai dengan jadwal yang disepakati.Pengguna
komponen ini adalah pihak-pihak pemangku kepentingan setempat, yaitu semua pihak yang mempunyai
kekuasaan, pengaruh, serta kepentingan di lokasi populasi kunci. Dalam hal wilayah
esosialisasi/lokalisasi, mereka antara lain adalah mucikari, pemilik wisma /bar, pengelola tempat
hiburan, ketua RT/RW, petugas keamanan, organisasi masyarakat setempat dan LSM. Keterlibatan para
pemangku kepentingan merupakan penggerak yang penting untuk mendorong pelaksanaan komponen-
komponen lainnya.
9. Strategi komunikasi perubahan perilaku dan advokasi untuk upaya pencegahan.
Komunikasi Perubahan Perilaku atau KPP adalah suatu kombinasi berbagai macam kegiatan
komunikasi yang direncanakan secara sistematis dan dikembangkan bersama dengan populasi kunci dan
pemangku kepentingan setempat, untuk memenuhi kebutuhan mereka agar tetap berperilaku sehat dan
produktif. KPP memfokuskan pada proses perubahan pola pikir dan nilai-nilai yang dianut melalui proses
interaktif yang berkelanjutan.Tujuan komponen ini adalah memberikan pemahaman dan mengubah
perilaku kelompok secara kolektif dan perilaku setiap individu dalam kelompok, sehingga kerentanan
terhadap HIV akan berkurang.

Tujuan khusus komponen 2:


a. Populasi kunci selalu menawarkan kondom kepada pelanggan

b. Populasi kunci menggunakan kondom secara konsisten


c. Populasi kunci selalu mencari pengobatan IMS yang benar secara

berkala

d. Populasi kunci mengakses layanan untuk konseling dan tes HIVPengguna komponen ini adalah
petugas penjangkau dan pendidik sebaya yang berperan sebagai fasilitator dalam memberikan informasi
dan edukasi untuk mendorong perubahan perilaku populasi kunci. Petugas penjangkau dapat berasal
dari luar, misalnya dari LSM atau kelompok masyarakat. Sedangkan pendidik sebaya diupayakan berasal
dari populasi kunci itu sendiri, sehingga memudahkan terjadinya transformasi nilai dalam kelompok
sebaya untuk mendorong perubahan perilaku pada populasi kunci.

10. Konsep manajemen layanan IMS komprehensif (penapisan, pengobatan, dan pengobatan presumtif
berkala)
Tujuan komponen ini adalah menyediakan layanan diagnosis dan pengobatan serta konseling
perubahan perilaku yang bertujuan menyembuhkan IMS pada individu, sehingga dapat memutus mata
rantai penularan IMS. Ada tidaknya IMS adalah cara untuk konfirmasi penggunaan kondom. Adanya
penurunan prevalensi IMS dapat menjadi pertanda adanya peningkatan penggunaan kondom, demikian
pula sebaliknya.Layanan IMS yang diberikan, yang selalu dilengkapi dengan konseling perubahan
perilaku, menggunakan kombinasi tiga metode berikut:
a. Pengobatan Presumtif Berkala (PPB) atau PPT (periodic presumptive treatment), dapat
menurunkan prevalensi gonore dan klamidiasis secara cepat, namun hanya bersifat sementara.
Prevalensi IMS yang sudah turun perlu dipertahankan tetap rendah dengan cara peningkatan
penggunaan kondom dan dengan layanan penapisan IMS berkala. PPB dilakukan bersamaan dengan
penatalaksanaan IMS dengan obat yang efektif sesuai pedoman nasional, yaitu jika prevalensi gonore /
klamidiasis masih > 20% dan komponen peningkatan peran positif pemangku kepentingan, komunikasi
perubahan perilaku dan manajemen pasokan kondom / pelican dari program PMTS telah siap
b. Penapisan dengan penegakan diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium PCR
(polymerase chain reaction), dilanjutkan dengan pemberian pengobatan dan konseling perubahan
perilaku. Penapisan ini dilaksanakan pada jadwal pengukuran prevalensi. Namun tes PCR ini masih
mahal dan belum tersedia disemua daerah
c. Penapisan dengan penegakkan diagnosis menggunakan pendekatan sindrom atau pemeriksaan
laboratorium sederhana termasuk penapisan sifilis (RPR dan TPHA), dilanjutkan dengan pemberian
pengobatan dan konseling perubahan perilaku. Penapisan ini dilaksanakan diantara jadwal kedua
metode diatas

Pelaksana komponen ini adalah tim layanan IMS yang terdiri dari dokter, perawat, konselor dan petugas
laboratorium dari puskesmas atau klinik yang berada dekat lokasi. Tim ini sebelumnya mendapat
pelatihan sehingga mampu berperan memberikan pelayanan dan pengobatan IMS bagi populasi kunci
yang tepat sesuai dengan kebutuhan. Penjelasan lebiH rinci mengenai teknik pemeriksaan, jenis obat
yang dipakai berikut dosisnya, dapat dibaca pada pedoman untuk PPB yang diterbitkan Kementerian
Kesehatan RI. Populasi kunci, misalnya WPS, yang tidak menggunakan kondom secara konsisten, selalu
memiliki risiko tertular IMS karena pekerjaannya. Jadi walaupun telah diobati, tanpa pemakaian kondom
yang konsisten ia akan tertular IMS kembali. Oleh karena itu, WPS perlu diperiksa secara berkala apakah
ia terinfeksi IMS, dan perlu segera diobati jika terinfeksi.

Anda mungkin juga menyukai