Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

VCT DAN DASAR-DASAR KONSELING BAGI PASIEN DENGAN

HIV/AIDS

Mata Kuliah Keperawatan HIV/AIDS

Dosen Pengampuh : Yosephina M.H.Keytimu, S.Kep., Ns., MPH

OLEH

1. YUNITA TRISNA (011221096)

2. ESTER TIA (011221095)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS NUSA NIPA

INDONESIA

2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV atau Humman Immunodeficiency Virus adalah sejenis virus yang
menyerang/menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya
kekebalan tubuh manusia. AIDS atau Acquired Immune Deficiency Syndrome
adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena kekebalan tubuh yang
disebabkan infeksi oleh HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh maka
orang tersebut sangat mudah terkena berbagai penyakit infeksi (infeksi
oportunistik) yang sering berakibat fatal (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan jumlah kasus HIV pada
tahun 2016 sebesar 41.250 kasus, pada tahun 2017 sebesar 48.300 kasus serta
jumlah kumulatif infeksi HIV yang dilaporkan sampai dengan Juni 2018
sebanyak 301.959 jiwa (47% dari estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV
AIDS tahun 2018 sebanyak 640.443 jiwa) dengan klasifikasi paling banyak di
kelompok umur 20-24 tahun dan 25-49 tahun. Tingginya risiko penularan
HIV/AIDS diperlukan penanganan tidak hanya dari segi medis, tetapi juga
dari psikososial dengan berdasarkan pendekatan masyarakat melalui upaya
pencegahan primer, sekunder dan tertier. Salah satu upaya deteksi dini untuk
mengetahui status seseorang sudah terinfeksi HIV adalah melalui Konseling
dan testing HIV/AIDS sukarela atau Voluntary Counseling and Testing
(VCT). Layanan VCT memberikan kepada orang HIV positif dengan akses ke
perawatan medis yang tepat serta layanan dukungan sosial yang sedang
berlangsung. Layanan VCT juga berperan penting dalam pencegahan,
diagnosis dini dan pengurangan penyebaran infeksi HIV (Coker et al., 2018)
Konseling Menurut Sofyan adalah upaya bantuan yang diberikan
seseorang pembimbing yang terlatih dan berpengalaman terhadap individu
yang membutuhkannya, agar individu tersebut berkembang potensinya secara
optimal, mampu mengatasi masalahnya, dan mampu menyesuaikan diri
terhadap lingkungan yang selalu berubah. Konseling dalam VCT merupakan
kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis, informasi dan
pengetahuan HIV/AIDS guna mencegah penularan HIV, mensosialisasikan
perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan
memastikan solusi terbaik dalam memecahkan berbagai masalah terkait
dengan HIV/AIDS. Kegiatan konseling dilakukan secara sukarela oleh pasien
yang berkeinginan melakukan perawatan baik secara fisik maupun psikologis
di klinik terkait. Konselor diharapkan dapat berperan membantu mengarahkan
ODHA untuk menerima dan ikhlas terhadap penyakit yang diderita agar
perasaan bersalah tidak memperparah kondisi fisiknya (AISAH, 2020).
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
Memahami tentang Voluntary Counseling and Testing (VCT) dan dasar-dasar
konseling bagi pasien dengan HIV AIDS
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui definisi konseling
b. Mengetahui ciri-ciri konseling
c. Mengetahui tujuan utama konseling
d. Mengetahui tujuan konseling HIV
e. Mengetahui ciri-ciri konseling HIV
f. Mengetahui keadaan untuk dianjurkan konseling HIV
g. Mengetahui petugas konseling
h. Mengetahui konseling versus edukasi kesehatan
i. Mengetahui jenis konseling HIV AIDS
j. Mengetahui definisi VCT
k. Mengetahui tujuan VCT
l. Mengetahui tahapan VCT
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konseling
1. Definisi Konseling
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui
wawancara konseling oleh seorang ahli atau konselor kepada individu
yang sedang mengalami sesuatu masalah atau klien yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi oleh klien (Ridho, 2018). Konseling
adalah suatu proses dengan dialog antara seseorang yang bermasalah
(klien) dengan orang yang menyediakan pelayanan konseling (konselor)
dengan tujuan memberdayakan klien agar mampu menghadapi
permasalahannya dan sanggup mengambil keputusan yang mandiri atas
permasalahan tersebut (Sianturi et al., 2021). Konseling HIV adalah
komunikasi yang bersifat pribadi dan rahasia antara seorang klien dengan
seorang konselor/orang yang telah dilatih mengenai HIV/AIDS untuk
meningkatkan kemampuan klien menghadapi stress dan mengambil
keputusan berkaitan dengan HIV&AIDS (Indaryati et al., 2022). Definisi
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan
dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah
penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang
bertanggungjawab, pengobatan ARV dan memastikan pemecahaman
berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Indaryati et al., 2022)
2. Ciri-Ciri Konseling
Adapun ciri-ciri konseling yang dikemukakan oleh Van Hoose yaitu:
a. Konseling adalah seseorang yang berinteraksi dengan mengadakan
komunikasi langsung mengemukakan dan memperhatikan dengan
seksama isi pembicaraan, gerakan-gerakan isyarat, pandangan mata
gerak-gerak lain dengan maksud meningkatkan pemahaman dalam
interaksi tersebut.
b. Model interaksi didalam konseling itu terbatas pada dimensi verbal,
yaitu konselor dan klien saling berbicara.
c. Interaksi antara konselor dan klien berlangsung dalam waktu yang
relatif lama dan terarah kepada pencapaian tujuan.
d. Tujuan dari hubungan konseling ialah terjadinya perubahan pada
tingkah laku klien.
e. Konseling merupakan proses yang dinamis, dimana individu klien
dibantu untuk dapat mengembangkan dirinya, mengembangkan
kemampuan-kemampuannya dalam mengatasi masalah-masalah yang
sedang dihadapi.
(Ridho, 2018)
3. Tujuan Utama Konseling
Ada beberapa tujuan konseling diantaranya adalah:
a. Membantu seorang individu mengembangkan diri secara optimal sesuai
dengan tahap perkembangan, tuntutan positif lingkungannya dan
predisposisi yang dimilikinya seperti kemampuan dasar dan bakatnya,
dalam berbagai latar belakang yang ada seperti keluarga, pendidikan,
atau status ekonomi
b. Membuat seseorang mengenali dirinya sendiri dengan memberi
informasi kepada individu tentang dirinya, potensinya, kemungkinan-
kemungkinan yang memadai bagi potensinya dan bagaimana
memanfaatkan pengetahuan sebaik-baiknya.
c. Memberi kebebasan kepada individu untuk membuat keputusan sendiri
serta memilih jalurnya sendiri yang dapat megarahkannya.
d. Dalam menjalani hidup menjadikan individu lebih efektif, efisien dan
sistematis dalam memilih alternatif pemecahan masalah.
e. Konseling membantu individu untuk mengahapus / menghilangkan
tingkah laku maladaptif (masalah) menjadi tingkah laku baru yaitu
tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. (Asih, 2019)
B. Konseling HIV
1. Tujuan Konseling HIV
Pada dasarnya konseling HIV mempunyai 2 tujuan utama yaitu:
a. Untuk mencegah penularan HIV.
Untuk mengubah perilaku, ODHA tidak hanya membutuhkan sekedar
informasi belaka, tetapi yang jauh lebih penting adalah pemberian
dukungan yang dapat menumbuhkan motivasi mereka. Misalnya dalam
hal perilaku seks aman, tidak berganti-ganti jarum suntik, dan lain
sebagainya.
b. Meningkatkan kualitas hidup ODHA (orang dengan HIV/AIDS) dalam
segala aspek baik medik, psikologik, sosial, dan ekonomik.
Dalam hal ini konseling bertujuan untuk memberikan dukungan kepada
ODHA agar mampu hidup secara positif. Konselor dapat membantu
ODHA untuk memperoleh layanan yang berkaitan dengan pemantauan
kekebalan tubuhnya (pemeriksaan limfosit, CD4, viral load), IMS dan
HIV/AIDS. Pencegahan/layanan infeksi oportunistik, pengobatan
antiretroviral (ARV) dll. Dalam hal lain konselor diharapkan juga dapat
membantu dalam hal mengatasi rasa putus asa, rasa duka yang
berkelanjutan, kemung-kinan stigma, diskriminasi, menyampaian
serostatus pada pasangan seksual, pemutusan hubungan kerja dan lain
sebagainya (Gunung et al., 2003)
2. Ciri-Ciri Konseling HIV
a. Konseling sebagai proses membantu klien dalam:
1) Memperoleh akses informasi yang benar
2) Memahami dirinya lebih baik
3) Agar mampumenghadapi masalahnya
4) Agar mampu berkomunikasi lebih lancar
5) Mengantisipasi harapan-harapan, kerelaan dan mengubah perilaku
b. Konseling bukan percakapan tanpa tujuan. Konseling bukan memberi
nasihat atau instruksi pada orang untuk melakukan sesuatu sesuai
kehendak konselor
c. Bersifat sangat pribadi sehingga membutuhkan pengembangan rasa
saling percaya
d. Bukan suatu hal yang baku, dapat bervariasi bergantung pada kondisi
daerah / wilayah, latar belakang klien dan jenis layanan medis / sosial
yang tersedia
e. Setiap orang yang diberi pelatihan khusus dapat menjadi seorang
konselor
3. Keadaan untuk dianjurkan konseling HIV
a. Orang yang sudah diketahui menderita AIDS / terinfeksi HIV dan
keluarganya
b. Mereka yang sedang dites untuk HIV (sebelum dan sesudah testing)
c. Mereka mencari pertolongan diakibatkan perilaku resiko yang lalu dan
sekarang merencanakan masa depannya
d. Mereka yang tidak mencari pertolongan tetapi yang melakukan
perilaku resiko tinggi
e. Orang yang mempunyai masalah akibat infeksi HIV (pekerjaan,
perumahan, keuangan, keluarga,dan lain-lain) sebagai akibat infeksi
HIV.
4. Petugas Konseling
a. Berlatar belakang kesehatan atau non kesehatan yang mengerti tentang
HIV / AIDS secara menyeluruh (fisik dan mental)
b. Telah mengikuti pelatihan sesuai dengan standar pelatihan konseling
dan testing sukarela
5. Konseling Versus Edukasi Kesehatan
KONSELING EDUKASI KESEHATAN
1. Proses penyesuaian 1. Proses belajar
2. Bersifat individual atau kelompok 2. Kelompok besar atau kecil
kecil
3. Berorientasi pada masalah 3. Berorientasi pada isi
4. Menurunkan stress 4. Meningkatkan pengetahuan
5. Didominasi mood dan perasaan 5. Didominasi oleh komprehensi

6. Jenis Konseling HIV AIDS


a. Konseling untuk pencegahan terjadinya HIV/AIDS
b. Konseling pra-tes
c. Konseling pasca-tes
d. Konseling keluarga
e. Konseling berkelanjutan
f. Konseling pada mereka yang menghadapi kematian
C. VCT (Voluntary Counseling Testing)
1. Definisi VCT
Voluntary Counseling and Testing (VCT) dalam bahasa Indonesia dikenal
sebagai konseling dan testing HIV secara sukarela, membantu setiap orang
untuk mendapatkan akses kearah semua layanan, baik Informasi, edukasi,
terapi dan dukungan psikososial (Indaryati et al., 2022). VCT adalah suatu
pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung tak terputus antara
konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah penularan HIV,
memberikan dukungan moral, informasi serta dukungan lainnya kepada
ODHA, keluarga dan lingkungannya (Fiana et al., 2021). Voluntary
Conseling dan Testing (VCT) merupakan upaya pencegahan dan deteksi
dini untuk mengetahui status seseorang sudah terinfeksi HIV melalui
koseling dan testing HIV/AIDS sukarela (Hubaybah et al., 2021)
2. Tujuan VCT
a. Upaya pencegahan HIV/AIDS
b. Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi /
pengetahuan mereka tentang faktor-faktor risiko penyebab seseorang
terinfeksi HIV
c. Upaya pengembangan perubahan perilaku sehingga secara dini
mengarahkan mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan
termasuk akses terapi antiretroviral serta membantu mengurangi stigma
dalam masyarakat.
3. Tahapan VCT
Tahapan dan proses layanan VCT meliputi:
Tahap 1: Konseling sebelum Tes
Konseling sebelum tes (pra-tes) dilakukan agar klien mendapatkan
informasi sedetail mungkin terkait HIV/AIDS dan tesnya. Ada beberapa
hal yang akan disampaikan konselor kepada klien di tahap ini, yaitu:
a. Alasan atau tujuan melakukan konseling VCT
b. Riwayat kesehatan dan gaya hidup klien
c. Penilaian risiko untuk membantu klien memahami faktor risiko
HIV/AIDS
d. Penilaian kejiwaan klien jika diperlukan
e. Penjelasan informasi dasar terkait HIV/AIDS Setelah konseling ini
dilakukan, konselor akan meminta persetujuan klien untuk memulai
tahap berikutnya, yaitu tes HIV
Tahap 2: Tes HIV
Jika klien sepakat untuk melakukan tes HIV, barulah konselor menjelaskan
mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan, termasuk meminta
persetujuan klien (informed consent). Setelah mendapat persetujuan
tertulis, barulah tes HIV dapat dilakukan. Bila hasil tes sudah muncul,
klien akan diberi kabar dan diminta untuk datang kembali ke fasilitas
penyedia layanan VCT agar konselor dapat memberitahu hasil tes.
Prosedur VCT ini memiliki tiga jenis tes, yaitu:
a. Tes Elisa
ELISA merupakan tes pada serum yaitu antibodi HIV di deteksi
menggunakan teknik penangkapan berlapis.
b. Tes Western Blot.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel darah. Sampel
lalu akan dikirimkan ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut. Hasil pemeriksaan ini bisa kamu ketahui dalam waktu
sekitar satu minggu.
c. Rapid test.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan pengambilan sampel darah melalui
ujung jari. Darah tersebut kemudian akan diletakkan pada kaca objek
dan diberikan larutan kimia khusus. Hasil pemeriksaan bisa kamu
ketahui hanya dalam waktu 15 menit. Apabila hasilnya positif,
pemeriksaan ini akan diulangi guna memastikan diagnosis yang akurat.
Tahap 3: Konseling setelah Tes
Setelah menerima hasil tes, klien akan menjalani konseling setelah tes
(pasca-tes). Jika hasil tes negatif, konselor tetap akan memberi
pemahaman mengenai pentingnya menekan risiko terkena HIV/AIDS.
Misalnya, mengedukasi klien untuk berhubungan seksual dengan aman,
salah satunya dengan menggunakan kondom. Namun, jika hasil tes positif,
konselor akan memberikan dukungan emosional agar penderita tidak patah
semangat. Konselor juga akan memberikan informasi tentang langkah
berikutnya yang dapat diambil klien, seperti cara meningkatan kualitas
hidup, mencegah penularan HIV ke orang lain, serta menjalani
pengobatan.
Peran konselor di tahap ini sangat penting untuk mendukung dan
membangun mental para penderita HIV agar mereka tetap semangat dalam
menjalani aktivitas sehari-hari dan juga konselor harus memastikan
penderita HIV tetap mendapatkan pengobatan secara teratur. (Indaryati et
al., 2022)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Konseling adalah suatu proses dengan dialog antara seseorang yang
bermasalah (klien) dengan orang yang menyediakan pelayanan konseling
(konselor) dengan tujuan memberdayakan klien agar mampu menghadapi
permasalahannya dan sanggup mengambil keputusan yang mandiri atas
permasalahan tersebut (Sianturi et al., 2021). Konseling HIV adalah
komunikasi yang bersifat pribadi dan rahasia antara seorang klien dengan
seorang konselor/orang yang telah dilatih mengenai HIV/AIDS untuk
meningkatkan kemampuan klien menghadapi stress dan mengambil
keputusan berkaitan dengan HIV&AIDS (Indaryati et al., 2022). Definisi
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan
dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah
penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab,
pengobatan ARV dan memastikan pemecahaman berbagai masalah terkait
dengan HIV/AIDS (Indaryati et al., 2022).
Ada beberapa tujuan konseling diantaranya adalah: Membantu
seorang individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan, tuntutan positif lingkungannya dan predisposisi yang
dimilikinya, membuat seseorang mengenali dirinya sendiri serta Memberi
kebebasan kepada individu untuk membuat keputusan sendiri. Tujuan Utama
konseling HIV adalah mencegah penularan HIV dan meningkatkan kualitas
hidup ODHA.
Voluntary Conseling dan Testing (VCT) merupakan upaya
pencegahan dan deteksi dini untuk mengetahui status seseorang sudah
terinfeksi HIV melalui koseling dan testing HIV/AIDS sukarela (Hubaybah et
al., 2021). Tujuan VCT yaitu upaya pencegahan HIV/AIDS, upaya untuk
mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi / pengetahuan mereka
tentang faktor-faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV serta upaya
pengembangan perubahan perilaku sehingga secara dini mengarahkan mereka
menuju ke program pelayanan dan dukungan termasuk akses terapi
antiretroviral serta membantu mengurangi stigma dalam masyarakat. Ada
beberapa tahapan VCT yaitu konseling sebelum tes, tes HIV dan konseling
pasca tes.
DAFTAR PUSTAKA

Asih, A. T. (2019). Pengaruh Konseling Individu Sebelum Melahirkan Terhadap


Tingkat Kecemasan Pada Ibu Postpartum. Jurnal Kesehatan, 53(9), 1689–
1699.
Coker, C., Greene, E., Shao, J., Enclave, D., Tula, R., Marg, R., Jones, L.,
Hameiri, S., Cansu, E. E., Initiative, R., Maritime, C., Road, S., Çelik, A.,
Yaman, H., Turan, S., Kara, A., Kara, F., Zhu, B., Qu, X., … Tang, S.
(2018). Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pemeriksaan
VCT (Voluntary Counseling and Testing) pada ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Mangkubumi Kota Tasikmalaya.
http://www.tfd.org.tw/opencms/english/about/background.html%0Ahttp://
dx.doi.org/10.1016/j.cirp.2016.06.001%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/
j.powtec.2016.12.055%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.ijfatigue.2019.02.006%0Ahttps://doi.org/10.1016/
j.matlet.2019.04.024%0Aht
Fiana, A. L., Ismail, A., Maullasari, S., & Rohman, I. A. (2021). Layanan
Informasi melalui Voluntary Counseling and Testing pada Kelompok Resiko
Tinggi (Analisis Bimbingan Konseling Islam). KONSELING EDUKASI
“Journal of Guidance and Counseling,” 5(1), 122–140.
https://doi.org/10.21043/konseling.v5i1.9758
Gunung, K. I., Sumantera, I. G. M., Sawitri, A. A. S., & Wirawan, D. N. (2003).
Buku Pegangan Konselor HIV/AIDS. 29.
Hubaybah, H., Wisudariani, E., & Lanita, U. (2021). Evaluasi Pelaksanaan
Layanan Voluntary Counseling and Testing (VCT) Dalam Program
Pencegahan HIV/AIDS di Puskesmas Pakuan Baru Kota Jambi. Jurnal
Kesmas Jambi, 5(1), 61–71. https://doi.org/10.22437/jkmj.v5i1.12403
Indaryati, S., Sartiya Rini, D., Hanafi Ari Susanto, W., Rianita Elfrida Sinaga, M.,
Banne, S. T., Rahardjo Putri, N., Noorhasanah, E., Ijriani, A., & Harun, L.
(2022). Keperawatan Keperawatan Hiv/Aids Hiv/Aids.
www.globaleksekutifteknologi.co.id
Ridho. (2018). Bab II Landasan Teori. Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
Sianturi, Y., Malau, M., & Hutapea, G. (2021). Surat Penugasan Audit (Vol. 16,
Issue 001). https://www.belajarakuntansionline.com/surat-penugasan-audit/

Anda mungkin juga menyukai