Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Konseling bagi pasien infeksi menular seksual (IMS) sejak lamakurang


mendapat perhatian bahkan sering diabaikan. Baru setelahditemukan penyakit
infeksi HIV/AIDS yang belum ada obatnya, belumditemukan vaksin untuk
pencegahannya, serta mempunyai dampak luasbagi pasien,keluarga, dan masyarakat
luas maka konseling menjadi salahsatu proses yang penting dan berarti dalam
menanggulangi penyakittersebut. Sebenamya konseling merupakan hal yang perlu
dilakukan untuksemua IMS, serta diikutsertakan dalam managemen pengobatan
danpence

Konseling adalah suatu proses penerapan strategi komunikasidalam


membantu seseorang untuk mengetahui dan belajar menyelesaikanmasalah
interpersonal dan emosional dengan baik, serta memotivasiindividu tersebut
untuk memutuskan hal tertentu atau mengubahperilakunya. Peran konselor
dalam konseling adalah membantu danmemfasilitasi klien untuk dapat
membangun kemampuan diri dalampengambilan keputusan bijak dan realistis,
menuntun perilaku mereka, danmarnpu mengemban konsekuensi dari pilihannya,
serta memberikaninformasi yang terkinigahan penyakit.

Konseling adalah suatu


proses penerapan
strategi komunikasi
dalam membantu
seseorang untuk
mengetahui dan belajar
menyelesaikan
masalah interpersonal
dan emosional dengan
baik, serta memotivasi
individu tersebut untuk
memutuskan hal tertentu
atau mengubah
perilakunya. Peran
konselor dalam
konseling adalah
membantu dan
memfasilitasi klien
untuk dapat membangun
kemampuan diri dalam
pengambilan keputusan
bijak dan realistis,
menuntun perilaku mereka,
dan
marnpu mengemban
konsekuensi dari
pilihannya, serta
memberikan
informasi yang terkini
Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:

1. Apa pengertian konseling?

2. Apa tujuan konseling?

3. Apa saja prinsip dasar konseling?

4. Apa itu konseling IMS?


5. Apa tujuan konseling IMS?

6. Apa saja prinsip konseling pencegahan?

7. Apa itu konseling HIV/AIDS?

89. Apa saja prinsip konseling dan tes HIV?

10. Bagaimana pendekatan konseling dan tes HIV?

11. Bagaimana konseling HIV dalam strategi komunikasi perubahan perilaku?

12. Bagaimana tahapan konseling HIV/AIDS?

13. Bagimana cara konseling lanjutan dan berkesinambungan?

14. Apa pentingnya konseling HIV/AIDS?

Tujuan Pembahasan

Tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu:

1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian konseling

2. Mahasiswa dapa mengetahui tujuan konseling

3. Mahasiswa dapat mengetahui prinsip dasar konseling

4. Mahasiswa dapat memahami konseling IMS

5. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan konseling IMS

6. Mahasiswa dapat memahami prinsip konseling pencegahan

7. Mahasiswa dapat memahami konseling HIV/AIDS

8. Mahasiswa dapat mengetahui tujuan konseling HIV/AIDS

9. Mahasiswa dapat memahami prinsip konseling dan tes HIV

10. Mahasiswa dapat mengetahui pendekatan konseling dan tes HIV

11. Mahasiswa dapat memahami konseling HIV dalam strategi komunikasiperubahan


perilak

12. Mahasiswa dapat memahami tahapan konseling HIV/AIDS

13. Mahasiswa dapat memahami konseling lanjutan dan

berkesinambungan
14. Mahasiswa dapat mengetahui pentingnya konseling HIV/AIDS

BAB II
PEMBAHASAN
BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Konseling

Konseling adalah proses membantu seseorang untuk belajar


menyelesaikan masalah interpersonal, emosional dan pengambilan keputusan.
Peran seorang konselor adalah membantu klien.

Konseling adalah upaya membantu individu melalui prosesinteraksi yang


bersifat pribadi antara konselor dan konseli agar konselimampu memahami diri
dan lingkungannya, mampu membuat keputusandan menentukan tujuan
berdasarkan nilai yang diyakininnya (Schertzer,1980).

Konseling adalah proses


pemberian bantuan yang
dilkakukan
melalui wawancara oleh
seorang ahli (konselor)
kepada individu (klien)
yang sedang mengalami
suatu masalah yang
bermuara pada
teratasinya
masalah yang dihadapi
klien (Prayitno dan Erman
Amti, 2004)
Konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilkakukanmelalui
wawancara oleh seorang ahli (konselor) kepada individu (klien)yang sedang
mengalami suatu masalah yang bermuara pada teratasinyamasalah yang dihadapi
klien (Prayitno dan Erman Amti, 2004).

Tujuan Umum Konseling

1. Membantu setiap individu untuk berperan mandiri dalam hidupnya:


2. Membangun kemampuan untuk mengambil keputusan bijak danrealistik.
3. Mendiskusikan perilaku mereka dan mampu mengembankonsekuensinya
4. Mendapatkan informasi yang dibutuhkan dan tepat

Prinsip Dasar Konseling

Dalam menjalankan konseling, beberapa prinsip dasar konselingyang perlu


diperhatikana meliputi:
1. Spesifik atas kebutuhan atau masalah dan lingkungan klien
2. Terjadi proses timbal balik yang saling kerjasama dan menghargai
3. Memiliki tujuan dan fokus kepada klien
4. Membangun otonomi dan tanggungjawab diri terhadap klien
5. Memperhatikan situasi interpersonalKesiapan untuk berubah
6. Menyediakan informasi terkini
7. Mengembangkan rencana perubahan perilaku atau rencana aksi
8. Mengajukan pertanyaan, menyediakan informasi, mengulasinformasi, dan
mengembangkan rencana aksi

Konseling IMS

Konseling IMS bertujuan untuk mernbantu pasien


mengatasimasalah yang dihadapi sehubungan dengan IMS yang
dideritanya danpasien mau mengubah perilaku seksual atau perilaku
lainnya yang berisikomenjadi perilaku seksual atau perilaku lainnya yang
aman.

Memberikan konseling pasien IMS agak berbeda dengan


pasienpenyakit lain. Hal itu disebabkan klien IMS yang datang pada dokter
ataukonselor untuk meminta nasehat disamping mempunyai rasa
takut dancemas terhadap penyakitnya, juga mempunyai rasa bersalah
(guilty feeling)yang sering menimbulkan kesulitan dalam proses konseling
tersebut.

Oleh karena IMS terdiri dari bermacam penyakit dengan


derajatkesakitan yang berbeda, maka konseling untuk tiap penyakit tidak
sama,baik dalam cara, lama, serta hasilnya. Misalnya untuk gonore yang
sembuhdengan satu pengobatan saja, akan jauh lebih mudah
dibandingkan herpes,sifilis, atau AIDS. Disamping itu tiap orang
mempunyai kepribadian,kemampuan, serta sikap yang berbeda terhadap
suatu rangsangan, sehinggamemberikan reaksi berlainan, dan oleh
karena penanganannya pun dapatberbeda pula.

9 Membangun
. otonomi dan tanggungjawab diri terhadap klien
1 0 .  Memperhatikan situasi
interpersonal
1 1 .  Kesiapan untuk berubah
1 2 .  Menyediakan informasi terkini
1 3 .  Mengembangkan rencana
perubahan perilaku atau rencana aksi
1 4 .  Mengajukan pertanyaan,
menyediakan informasi, mengulas
15. informasi, dan mengembangkan rencana
Konseling pasien IMS sebaiknya diberikan oleh dokter
yang merawat atau tenaga kesehatan lain yang ditunjuk, yang
benar-benar mengerti tentang IMS. Konseling IMS merupakan
kesempatan untuk memberikan edukasi pencegahan IMS dan HIV.
Penelitian tentang pencegahan telah membuktikan tentang
efektifitas konseling untuk penurunan resiko dalam menurunkan IMS

Walaupun konseling dapat


berbeda pada tiap kasus
akan tetapi ada
beberapa hal yang harus
diperhatikan pada setiap
proses konseling, yaitu
Walaupun konseling dapat berbeda pada tiap kasus akan tetapi
adabeberapa hal yang harus diperhatikan pada setiap proses konseling,
yaitu.

1. Tempat harus cukup leluasa


2. Tempat yang menyamankan pasien dan tidak dapat
didengar oranglain
3. Sikap konselor membuat klien erasa “diterima”, “dipahami”,
sertamerasa aman untuk bertanya dan mengemukakan
pendapat
4. Kemudahan klien untuk mendapat pelayanan
5. Kerahasiaan harus benar-benar dijagaKegiatan konseling
dapat meliputi:
6. Memberi informasi yang dapat memberi kejelasan dan
pemahamanpada klien
7. Dapat menjawab pertanyaan klien dengan jujur dan terbuka
8. Mampu menyadarkan klien perlunya berperilaku aman,
untuk tidakmenularkan pada orang lain
9. Mampu membuat klien sanggup membuat keputusan bagi
dirinyasendir

Tujuan Konseling IMS

Konseling IMS pada dasamya bertujuan:

1. Agar pasien patuh


minum obat/mengobati
sesuai dengan ketentuan.
2. Agar pasien kembali
untuk jadwal yang
ditentukan, follow up
secara
teratur sesuai dengan
3. Meyakinkan
pentingnya pemeriksaan
mitra seksual, serta
turut
berusaha agar mitra
tersebut bersedia
diperiksa dan diobati
bila
perlu.
4. Mengurangi risiko
penularan dengan:
1. Agar pasien patuh minum obat/mengobati sesuai dengan
ketentuan.
2. Agar pasien kembali untuk jadwal yang ditentukan, follow up
secarateratur sesuai dengan
3. Meyakinkan pentingnya pemeriksaan mitra seksual, serta
turutberusaha agar mitra tersebut bersedia diperiksa dan
diobati bilaperlu.
4. Mengurangi risiko penularan dengan:
 Abstinensia dari hubungan seks hingga pemeriksaan
terakhirselesai
 Abstinesia dari semua hubungan seks bila timbul
gejalakambuh
 Menggunakan kondom bila meragukan adanya risiko
5. Agar pasien tanggap dan memberikan respons cepat
terhadapinfeksi atau hal yang mencurigakan setelah hubungan
seks.
Prinsip Konseling Pencegahan

Pencegahan penularan merupakan satu hal yang penting


dilakukanyang merupakan salah satu tujuan konseling IMS. Prinsip-prinsip
konselingpencegahan meliputi:

1. Menjaga sesi konseling pada penurunan resiko IMS:


a) Konseling difokuskan untuk menangani resiko klien
b) Konselor tidak boleh terganggu oleh masalah
tambahanklien yang tidak berkaitan
2. Gunakan pertanyaan mendengarkan terbuka scenario
bermain peran, aktif, tidak menghakimi, dan melakukan pendekatan
untuk mendorong klien tetap fokus pada penurunan resiko
3. Lakukan penilaian resiko secara personal
4. Bantu klien dalam mengindentifikasi penurunan resiko
danmendalam resiko yang konkret, terukur, dan dapat diterima
 Menggali usaha-usaha penunrnan peluang keberhasilan
5. Hargai dan dukung perubahan positif yang dibuat

6 . Meningkatkan
kepercayaan klien
bahwa perubahan
adalah
7. suatu hal yang
mungkin terjadi
8 . Meningkatkan
kepercayaan klien
bahwa perubahan
adalah
9. suatu hal yang
mungkin terjadi
 Meningkatkan kepercayaan klien bahwa perubahan
adalahsuatu hal yang mungkin terjadi
6. Klarifikasi kesalahpahaman

7 . Fokus pada
kesalahpahaman klien
yang tersirat dan hindari
8. diskusi yang bersifat
umum
9 . Fokus pada
kesalahpahaman klien
yang tersirat dan hindari
10. diskusi yang bersifat
umum
 Fokus pada kesalahpahaman klien yang tersirat dan
hindaridiskusi yang bersifat umum
1. Negosiasi sebuah tahap konkret yang dapat dicapai
dalamperubahan perilaku yang akan menurunkan resiko IMS/HIV
 Langkah-langkah penurunan resiko harus dapat
diterimaklien
 Jika terdapat resiko, fokus pada perubahan perilaku
yangpaling diinginkan klien.
2. Sediakan kesempatan waktu membangun kemampuan klien
misaldengan bermain peran, demonstoasi pemakaian kondom, dan
lain-lain
3. Gunakan bahasa yang jelas dalam menyampaikan hasil tes,
hindaripembicaraan yang bisa mengaburkan pesan pencegahan
4. Kembangkan dan terapkan protokol konseling tertulis
 Untuk menjaga supaya klinisi atau konselor dan
supervisertetap terjaga dalam tugasnya
 Dapat meliputi contoh-contoh pertanyaan terbuka
danlangkah-langkah penurunan risiko
 Sebaiknya dijadikan sebagai bagian dari pesan-pesan klinis

5. Gunakan bahasa
yang jelas dalam
menyampaikan hasil
tes, hindari
6. pembicaraan yang
bisa mengaburkan
pesan pencegaha
11. Yakinkan bahwa ada dukungan dari superviser dan adminisfator
1 2 . Sediakan
kesempatan untuk
pelatihan yang
diperlukan oleh
13. klien
 Sediakan kesempatan untuk pelatihan yang diperlukan
olehklien
12. Hindari menggunakan waktu konseling untuk mengumpulkan data:

1 3 . Jika
memungkinkan,
lengkapi catatan
medis di akhir
14. konseling
 Jika memungkinkan, lengkapi catatan medis di
akhirkonseling
7. Hindari informasi yang tidak penting, diskusi risiko secara
teoritisbisa memindahkan fokus klien terhadap situasi
berisiko yangdimiliki klien dan dapat mengurangi ketertarikan
klien.

Konseling HIV/AIDS

Konseling HIV & AIDS merupakan komunikasi bersifat rahasia(membangun


kepercayaan) antara klien dan konselor bertujuanmeningkatkan kemampuan
menghadapi stres dan mengambil keputusanberkaitan dengan HIV & AIDS. Proses
konseling termasuk evaluasi risiko personal penularan HIV, fasilitasi pencegahan
perilaku dan evaluasipenyesuaian diri ketika klien menghadapi hasil tes positif

Konseling HIV & AIDS memiliki perbedaan dengan konselingsecara umum dalam
hal:

1. Membantu klien melakukan informed consent (persetujuan) untuktes HIV,


CD4, atau Viral load.
2. Layanan konseling pra dan pasca tes
3. Penilaian mengenai perilaku berisiko klien terhadap infeksi HIV(baik
menularkan atau tertular)
4. Penggalian riwayat perilaku seks dan kesehatan klien.
5. Memfasilitatsi perubahan perilaku.
6. Konfidensialitas klien sangat penting jika menyangkut isu stigmadan
diskriminasi
7. Menjangkau kelompok-kelompok khusus (pecandu napza, penjajaseks, laki-
laki berhubungan seks dengan laki-laki, waria, pekerjamigran, suku asli,
dan pengungsi) menghadapi isu diskriminasiganda, yaitu sebagai bagian
dari kelompok khusus yang dikucilkanmasyarakat dan sebagai orang
yang selalu dianggap berisikoterhadap atau telah terinfeksi HIV.

Tujuan Konseling HIV/AIDS

1. Menyediakan dukungan psikologis, misalnya: dukungan yangberkaitan


dengan kesejahteraan emosi, psikologis, sosial danspiritual seseorang yang
mengidap virus HIV atau virus lainnya.
2. Pencegahan penularan HIV dengan menyediakan informasi tentangperilaku
berisiko (seperti seks aman atau penggunaan jarumbersama) dan
membantu orang dalam mengembangkanketerampilan pribadi yang
diperlukan untuk perubahan perilakudan negosiasi praktek lebih aman.
3. Memastikan efektivitas rujukan kesehatan, terapi, dan perawatantermasuk
pemecahan masalah kepatuhan berobat.

Prinsip Konseling dan Tes HIV (KTHIV)

KTHIV harus mengikuti prinsip yang telah disepakati secara globalyaitu 5 komponen
dasar yang disebut "5 C" yaitu:

1. Informed consent: orang yang diperiksa HIV harus dimintaipersetujuan


untuk pemeriksaan laboratorium setelah diberiinformasi yang benar.
2. Confidentiality: semua isi diskusi antara klien dan konselor ataupetugas
pemeriksa dan hasil tes laboratorium tidak akan diungkapkepada pihak lain
tanpa persetujuan klien.
3. Counseling: Layanan pemeriksaan harus dilengkapi denganinformasi pra
tes dan konseling pasca tes yang berkualitas baik.
4. Correct testing: penyampaian hasil yang akurat. Pemeriksaan harusdilaksanakan
dengan jaminan mutu laboratorium sesuai denganstrategi tes, normal dan
standar yang diakui secara intemasional.
5. Connection/linkage to prevention, care, and treatment services:klien
harus dihubungkan atau dirujuk ke layana pencegahan,perawatan,
dukungan, dan pengobatan HIV yang didukung dengansistem rujukan yang baik
dan terpantau.

Pendekatan Konseling dan Tes HIV

HIVAda dua jenis pendekatan dalam KTHIV, yaitu:

1. Tes HIV atas inisiatif pemberi layanan kesehatan dan konseling(TIPK) atau
provider-iniliated HIV testing and counseling (PITC)

Pemeriksaan HIV yang


dianjurkan atau ditawarkan
oleh petugas
kesehatan kepada pasien
pengguna layanan
kesehatan sebagai
komponen
standar layanan kesehatan
di fasilitas tersebut. Tujuan
umum dari TIPK
adalah untuk menemukan
diagnosis HIV secara lebih
dini dan memfasilitasi
pasien untuk mendapatkan
pengobatan lebih dini pula.
Sebagian lagi untuk
memfasiltasi pengarnbilan
keputusan klinis atau
medis terkait pengobatan
yang dibutuhkan dan yang
tidak mungkin diambil
tanpa mengetahui status
HIV.
Pemeriksaan HIV yang dianjurkan atau ditawarkan oleh petugaskesehatan
kepada pasien pengguna layanan kesehatan sebagai komponenstandar layanan
kesehatan di fasilitas tersebut. Tujuan umum dari TIPKadalah untuk menemukan
diagnosis HIV secara lebih dini dan memfasilitasipasien untuk mendapatkan pengobatan
lebih dini pula. Sebagian lagi untukmemfasiltasi pengarnbilan keputusan klinis atau
medis terkait pengobatanyang dibutuhkan dan yang tidak mungkin diambil tanpa
mengetahui statusHIV.

Penawaran pemeriksaan HIV secara rutin di layanan kesehatan

bagi penasun, layanan


bagi populasi kunci lain
(seperti pekerja
seks, laki-laki
berhubungan seks dengan
laki-laki, waria), dan di
pelayanan
kesehatan ibu hamil dan
kesehatan ibu dan anak
(KIA), karena pasien-
pasien tersebut memiliki
resiko tinggi tertular HIV.
Harus dipastikan bahwa
TPIK menggunakan
pendekatan model
option-out dalam
mendapatkan
persetujuan klien.
bagi penasun, layanan bagi populasi kunci lain (seperti pekerjaseks, laki-laki
berhubungan seks dengan laki-laki, waria), dan di pelayanankesehatan ibu hamil dan
kesehatan ibu dan anak (KIA), karena pasien-pasien tersebut memiliki resiko tinggi
tertular HIV. Harus dipastikan bahwaTPIK menggunakan pendekatan model option-
out dalam mendapatkanpersetujuan klien.

Pelaksanaan TPIK harus disertai dengan paket pelayananpencegahan,


pengobatan, perawatan, dan dukungan yang terkait HIV, sertamekanisme rujukan serta
konseling pasca tes yang efektif, dukungan medisdan psikososial bagi mereka yang
positif.

2. Konseling dan tes HIV secara sukarela (KTS) atau Voluntary counseling
and testing (VCT)
3. Layanan pclncriksaan
HIV yang menuntut
peran aktif dari klien
4. untuk mencari
layanan tersebut baik
di fasilitas kesehatan
atau layanan
5. tersebut baik di
fasilitas kesehatan atau
layanan pemeriksaan
HIV berbasis
6. komunitas.
Pendekatan yang dipakai
dalam KTS adalah
option-out. KTS
7. menekankan penilaian
pengelolaan infeksi HIV
dari klien yang
dilakukan
8. oleh seorang
konselor, membahas
perihal keinginan klien
yang dilakukan
9. oleh seorang
konselor, membahas
perihal keinginan klien
untuk menjalani
10. pemeriksaan HIV,
dan strategi untuk
mengurangi resiko
tertular HIV. KTS
11. bertujuan untuk:
Layanan pclncriksaan HIV yang menuntut peran aktif dari klienuntuk
mencari layanan tersebut baik di fasilitas kesehatan atau layanantersebut
baik di fasilitas kesehatan atau layanan pemeriksaan HIV berbasiskomunitas.
Pendekatan yang dipakai dalam KTS adalah option-out. KTSmenekankan
penilaian pengelolaan infeksi HIV dari klien yang dilakukanoleh seorang
konselor, membahas perihal keinginan klien yang dilakukanoleh seorang
konselor, membahas perihal keinginan klien untuk menjalanipemeriksaan HIV,
dan strategi untuk mengurangi resiko tertular HIV. KTSbertujuan untuk:
a. Pencegahan penularan HIV, dengan menyediakan informasi tentangperilaku
berisiko, penularan, dan membantu orang dalam
mengembangkan ketrampilan pribadi yang diperlukan untukpembahan
perilaku dan negosiasi praktek lebih aman.
b. Menyediakan dukungan psikologis, misahya dukungan yangberkaitan
dengan kesejahteraan emosi, psikologis, sosial, danspiritual seseorang
yang terinfeksi HIV atau lainnya.
c. Memastikan evektifitas rujukan kesehatan, tcrapi, dan perawatanmelalui
pemecahan masalah kepatuhan berobat.

Konseling HIV dalam Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku

Konseling HIV menggunakan strategi komunikasi perubahanperilaku


untuk mendukung klien melakukan perubahan sehinggadiharapkan klien
bertanggungjawab untuk melindungi dirinya agar tidaktertular HIV, menerapkan
pencegahan positif, dan meningkatkan kualitashidup.

Dalam memberikan konseling terhadap penderita yang sudah pastiterinfeksi


HIV/AIDS perlu diperhatikan beberapa hal yang hampir selalutimbul pada pasien-pasien
tersebut:

 Rasa takut (fear)


 Rasa bersalah (guilty)
 Rasa kehilangan
(bereavement)
 Rasa duka cita (grief)
 Rasa putus asa (burn-
out)
 Tindakan saat
kehilangan (mourning)
1. Rasa takut (fear)
2. Rasa bersalah (guilty)
3. Rasa kehilangan (bereavement)
4. Rasa duka cita (grief)
5. Rasa putus asa (burn-out)
6. Tindakan saat kehilangan (mourning)

Oleh karena itu konselor seharusnya benar-benar memahami kliendan berlaku


sebaik mungkin untuk menjalin kepercayaan klien dankeluarganya. Konseling
yang tidak berhasil akan memberikan dampak yangserius bagi klien sendiri dan
masyarakat luas.

 Bagi klien dapat timbul


depresi berat, putus asa,
dan bunuh diri
 Stres yang terus
menerus akan
mempercepat perjalanan
penyakinrya
menuju stadium akhir
 Klien dapat menjadi
marah, kesal, dan
kemudian berusaha
menularkan kepada orang
lain.
1. Bagi klien dapat timbul depresi berat, putus asa, dan bunuh diri
2. Stres yang terus menerus akan mempercepat perjalanan
penyakinryamenuju stadium akhir
3. Klien dapat menjadi marah, kesal, dan kemudian
berusahamenularkan kepada orang lain.

Model perubahan perilaku terbaik adalah “abstinensia”, (tidakmelakukan)


hal tersebut bisa dilakukan maka resiko penularan HIV tidakterjadi. Tetapi abstinensia
walaupun mungkin dilakukan, tetapi pada orangtertentu akan sulit. Sebelum bisa
melakukan abstinensia, model perubahanperilaku "penurunan resiko" bisa diterapkan
misalnya pemakaian kondompada perilaku seksual berisiko tinggi, pemakaian jarum
suntik steril padapengguna napza suntik sambil tidak melupakan usaha ke arah
abstinensia.

Anda mungkin juga menyukai