Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH VCT

Oleh :

1. KADEK MEILIN PRIYATNA (17089014053)

2. NI LUH GEDE MELDA ROSITA (17089014054)

3. PUTU ITA WIJAYANTI (17089014040)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah yang berjudul” Makalah VCT” ini dapat tersusun hingga
selesai . Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Penyusun,

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................3
2.1 Definisi VCT...............................................................................3
2.2 Tujuan dari pelayanan VCT........................................................4
2.3 Manfaat dan tahap pelayanan VCT.............................................5
2.5 Analisa jurnal mengenai VCT.....................................................10
BAB III PENUTUP...........................................................................13
3.1 Kesimpulan..................................................................................14
3.2 Saran............................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA
Lampiran Jurnal

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan psikologis,
informasi danpengetahuan HIV/AIDS, mencegah penularan HIV/AIDS,
mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan
ARV dan memastikan pemecahanberbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS
( Depkes, 2008 ). Penyakit Aqciured Immunodeficiency Syndrome (AIDS)
merupakan penyakit infeksi penyebab kematian peringkat atas dengan angka
kematian (mortalitas) dan angka kejadian penyakit (morbiditas) yang tinggi
serta membutuhkan diagnosis dan terapi yang cukup lama (WHO, 2006). HIV
merupakan virus yang menyerang sel darah putih (limfosit) di dalam tubuh
yang mengakibatkan turunnya kekebalan tubuh manusia sehingga
menyebabkan Aqciured Immunodeficiency Syndrome (AIDS).( Komisi
penanggulangan AIDS Nasional,2014)
Sejak dilaporkan pertama kali pada tahun 1981 di Amerika Serikat,
penyebaran HIV di seluruh dunia termasuk Indonesia berkembang sangat
pesat. Kasus ini telah mengakibatkan kematian 25 juta orang serta
menginfeksi lebih dari 40 juta orang lainnya. Berdasarkan laporan global,
pada tahun 2012 jumlah penderita HIV mencapai 35,3 juta orang (Global
Report UNAIDS, 2013). Data dari Kementerian Kesehatan melaporkan
jumlah komulatif kasus HIV yang telah dilaporkan hingga September 2013
sebanyak 118.787 kasus yang tersebar di 33 provinsi dengan 348 kab/kota di
Indonesia (Komisi AIDS di Asia,2008).Indonesia persentase kumulatif HIV
paling banyak ditemukankasus pada kelompok umur 25-49 tahun (73,4%).

1
2

Resiko penularan HIV dapat diturunkan menjadi 1-2% dengan


tindakan intervensi pencegahan, yaitu melalui layanan konseling VCT dan
tes HIV sukarela, pemberian obat antiretroviral, oleh karena itu, untuk
meminimalisir resiko penularan HIV, WHO mengembangkan program
penanggulangan HIV berupa Guideline on HIV infection and AIDS in Prison
Geneva dan juga HIV testing and Counseling in Prison and other closed
setting yang dilaksanakan sejak tahun 2007. Indonesia telah mengembangkan
upaya pencegahan HIV melalui pelayanan Voluntary Counselling and
testing atau yang dikenal dengan singkatan VCT (WHO,2007)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja definisi dari VCT?
2. Apa saja tujuan dari pelayanan VCT?
3. Apa saja manfaat dan tahap pelayanan VCT?
4. Bagaimana analisan jurnal mengenai VCT?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa definisi dari VCT
2. Untuk mengetahui tujuan dari VCT
3. Untuk mengetahui manfaat dari VCT
4. Untuk mengetahui hasil dari analisis jurnal mengenai VCT
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi VCT
Arti dari VCT ,Voluntary Mendorong orang untuk datang ke tempat
layanan yang tadinya ingin mereka hindari ,Counselling Komunikasi
interpersonal untuk perubahan perilaku(pre tes dan pasca tes), Testing tes
yang berkualitas dan cepat sehingga mendorong orang untuk mengakses
layanan VCT
Definisi Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan
dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah
penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab,
pengobatan antiretroviral (ARV) dan memastikan pemecahan berbagai
masalah terkait dengan HIV/AIDS yang bertujuan untuk perubahan perilaku
ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman (Pedoman Pelayanan VCT, 2006).
Voluntary Counseling and Testing (VCT) adalah suatu proses
konseling terhadap suatu individu sehingga individu tersebut memperoleh
informasi dan dapat memutuskan untuk melakukan tes HIV atau tidak, dimana
keputusan yang diambil oleh individu tersebut merupakan keinginan dari
dalam dirinya sendiri tanpa paksaan dan hasil tes sepenuhnya dirahasiakan
dari pihak lain. Konseling dalam VCT merupakan kegiatan konseling yang
menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS,
mencegah penularan HIV,mempromosikan perubahan perilaku yang
bertanggungjawab, pengobatan antiretroviral (ARV) dan memastikan
pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS yang bertujuan untuk
perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman (CDC, 2014).
Proses konseling dilakukan oleh konselor terlatih yang memiliki keterampilan
konseling serta pemahaman akan HIV. Adapun pihak-pihak yang
membutuhkan VCT antara lain: mereka yang ingin mengetahui status HIVnya

3
4

karena merasa telah melakukan tindakan yang berisiko untuk tertular HIV,
mereka yang telah tertular HIV dan keluarganya, mereka yang membutuhkan
VCT untukkepentingan dinas atau pekerjaan, serta mereka yang termasuk ke
dalamkelompok berisiko tinggi. (UNAIDS, 2000).
2.2. Tujuan VCT
Konseling HIV mempunyai tujuan :
1. Menyediakan dukungan psikologis
2. Mencegah penularan HIV
 Menyediakan informasi tentang prilaku beresiko tinggi HIV
 Membantu mengembangkan keahlian pribadi yang diperlukan untuk
mendukung perilaku hidup sehat
3. Memastikan pengobatan yang efektif sedini mungkin, termasuk alternatif
pemecahan berbagai masalah

Tujuan umum VCT adalah untuk mempromosikan perubahan perilaku yang


mengurangi risiko mendapat infeksi dan penyebaran infeksi HIV.
Tujuan khusus VCT bagi orang dengan HIV / AIDS (ODHA) :
1. Meningkatkan jumlah ODHA yang mengetahui dirinya terinfeksi HIV
saat ini sangat sedikit orang di Indonesia yang diketahui terinfeksi HIV.
Kurang dari 2,5% orang yang diperkirakan telah terinfeksi HIV
mengetahui bahwa dirinya terinfeksi.
2. Mempercepat diagnosis HIV
Sebagian besar ODHA di Indonesia baru mengetahui dirinya terinfeksi
setelah mencapai tahap simtomatik dan masuk ke stadium AIDS, bahkan
dalam keadaan hampir meninggal. Dengan diagnosa lebih dini, ODHA
mendapat kesempatan untuk melindungi dirnya dalam upaya
penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesi.
3. Meningkatkan penggunaan layanan kesehtan dan mencegah terjadinya
infeksi lain pada ODHA
5

ODHA yang belum mengetahui dirinya terinfeksi HIV tidak dapat


mengambil manfaat profilaksis terhadap infeksi oportunistik, yang
sebetulnya sangat murah dan efektif. Selain itu mereka juga tidak dapat
memperoleh terapi antiretroviral secara lebih awal, sebelum sistem
kekebalan tubuhnya rusak total dan tidak dapat dipulihkan kembali.
4. Meningkatkan kepatuhan pada terapi antiretroviral
Agar virus tidak menjadi resisten dan efektifitas obat dapat dipertahankan
diperlukan keptuhan yang tinggi terhadap pengobatan. Kepatuhan tersebut
didorong oleh pemberian informasi yang lengkap dan pemahaman
terhadap informasi tersebut, serta dukungan oleh pendamping.
5. Meningkatkan jumlah ODHA yang berprilaku hidup sehat dan
melanjutkan perilaku yang kurang berisiko terhadap penularan HIV dan
infeksi menular seksual (IMS)
Jika sebagian besar ODHA tahu status HIV-nya, dan berpilakuhidup sehat
agar tidak menulari orang lain, maka rantai epidemik HIV akan terputus
(Ditjen P2PL, 2003).
2.3. Manfaat Dan Tahap Pelayanan VCT
Layanan VCT adalah suatu prosedur diskusi pembelajaran antara
konselor dan klien untuk memahami HIV/AIDS beserta resiko dan
konsekuensi terhadap diri, pasangan, keluarga dan orang di sekitarnya dengan
tujuan utama adalah perubahan perilaku ke arah perilaku yang lebih sehat dan
lebih aman (Pedoman Pelayanan VCT, 2006).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa individu dikatakan
memanfaatkan layanan VCT jika dia tahu informasi mengenai layanan VCT
dan mau menggunakan layanan VCT untuk tujuan yang bermanfaat.
Dengan demikian pemanfaatan layanan VCT adalah sejauh mana
orang yang pernah melakukan perilaku beresiko tinggi tertular HIV/AIDS
merasa perlu menggunakan layanan VCT untuk mengatasi masalah
6

kesehatannya, untuk mengurangi perilaku beresiko dan merencanakan


perubahan perilaku sehat.
Tahapan VCT harus meliputi tiga tahapan berikut yakni:
A. Konseling Pre Test
Merupakan diskusi antara klien dan konselor yang bertujuan
untukmenyiapkan klien untuk testing, memberikan pengetahuan pada
kliententang HIV/AIDS. Isi diskusi yang disampaikan adalah
klarifikasipengetahuan klien tentang HIV/AIDS, menyampaikan prosedur tes
danpengelolaan diri setelah menerima hasil tes, menyiapkan klien
menghadapihari depan, membantu klien memutuskan akan tes atau
tidak,mempersiapkan informed consent dan konseling seks yang aman.
Tujuan konseling pre-tes
1) Klien memahami benar kegunaan tes HIV/AIDS
2) Klien dapat menilai risiko dan mengerti persoalan dirinya
3) Klien dapat menurunkan rasa kecemasannya
4) Klien dapat membuat rencanapenyesuaian diri dalam kehidupannya
B. Tes HIV
1. Non Reaktif
Hasil tes non reaktif menunjukkan bahwa tidak terdeteksi antibodi
didalam darah. Hasil ini dapat mempunyai beberapa arti yakni
individutersebut tidak terinfeksi HIV atau individu tersebut mungkin
terinfeksiHIV tetapi tubuhnya belum dapat memproduksi antibodi HIV
dimanadalam kondisi ini individu tersebut berada dalam status window
periodsehingga untuk memastikannya dapat dilakukan kembali tes HIV
3atau 6 berikutnya.
2. Reaktif
Hasil tes reaktif menunjukkan bahwa antibodi HIV terdeteksi di dalam
darah. Hasil ini menunjukkan bahwa individu dengan hasil tes HIVreaktif
berarti telah terinfeksi HIV, tetapi belum tentu individu tersebuttelah
7

mengidap AIDS. Untuk hasil tes reaktif konselor akanmenjelaskan makna


hasil tes reaktif dan menanyakan kepada kliensiapa saja yang boleh
mengetahui hasil tes. Sedangkan untuk hasil tesnon reaktif dan
intermediate konselor menjelaskan makna hasil tesdimana klien juga
diberikan konseling mengenai perubahan perilaku

3. Intermediate
Hasil tes intermediate menunjukkan hal sebagai berikut: individu
tersebut mungkin terinfeksi HIV dan sedang dalam proses membentuk
antibodi (serokonversi akut), atau individu tersebut mempunyaiantibodi
dalam darah yang mirip dengan antibodi HIV
Tes HIV harus bersifat
a) Sukarela,orang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan atas
kesadaran sendiri, bukan atas paksaan/ tekanan orang lain. Ini juga berarti
bahwa ia setuju untuk di tes, setelah ia mengetahui hal-hal apa saja yang
tercakup dalam tes itu, apa keuntungan dan kerugian dari tes,serta apa saja
implikasi dari hasil tes yang positif maupun negative.
b) Rahasia, apapun hasil tes , baik positif maupun negative , hanya boleh
diberitahulangsung kepada orang yang bersanfkutan.
c) Tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, baik orang tua/ pasangan ,
atasan atau siapapun.
C.  Konseling Post Test
Konseling post-test merupakan diskusi antara konselor dengan klien
yangbertujuan menyampaikan hasil tes HIV klien, membantu klien
beradaptasi dengan hasil tes, menyampaikan hasil secara jelas, menilai
pemahamanmental emosional klien, membuat rencana dengan menyertakan
orang lainyang bermakna dalam kehidupan klien, menjawab, menyusun
rencanatentang kehidupan yang mesti dijalani dengan menurunkan
perilakuberisiko dan membuat perencanaan dukungan (UNAIDS, 2000)
8

Tujuan konseling Post Test


1) Hasil negative
a) Klien dapat memahami arti periode jendela
b) Klien dapat membuat keputusan akan tes ulang atau tidak, kapan
waktu tepat untuk mengulang
c) Klien dapat mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya untuk
mengurangi risiko melalui prilakunya.
2) Hasil positif
a) Klien dapat memahami dan menerima hasil tes secara tepat
b) Klien dapat menurunkan masalah psikologis dan emosi karena hasil
tes
c) Klien dapat menyesuaikan kondisi dirinya dengan infeksi dan
menyusun pemecahan masalah serta dapat menikmati hidup
d) Klien dapat mengembangkan pedoman praktis bagi dirinya untuk
mengurangi risiko melalui prilakunya.
2.5 Analisis Jurnal
1. Judul Jurnal :Analisis Implementasi Pelayanan VoluntaryCounseling
AndTesting (Vct) Di Puskesmas Kota Salatiga
2. Tahun Jurnal : Januari 2018
3. Penulis : Rida Krita Imaroh, Ayun Sriatmi, Antono Suryoputro
4. Latar Belakang Jurnal : Perkembanganepidemi HIV/AIDS di dunia telah
menjadi masalah global termasuk di Indonesia. HIV/AIDS pertama kali
ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 di Provinsi Bali. Hingga saat ini
sudah menyebar di 386 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia. Secara
kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia dari tahun 1987 sampai 2016
sebanyak 291.465 kasus, dimana kasus HIV sebanyak 208.909 kasus dan
total kasus AIDS di Indonesia sebanyak 82.556 kasus.Walaupun estimasi
HIV/AIDS di Kota Salatiga hanya sedikit yaitu 952 orang jika
dibandingkan dengan Kota dan Kabupaten lainnya yang berada di Jawa
9

tengah, tetapi penemuan kasus baru penderita HIV/AIDS di Kota Salatiga


dari tahun 2013-2016 mengalami peningkatan jika dilihat kecenderungan
tren beberapa tahun tersebut. Berdasarkan tren kasus baru HIV di Kota
Salatiga tahun 2013-2016 mengalami kenaikan. Tahun 2013 terdapat kasus
baru HIV sebanyak 10 kasus, tahun 2014 meningkat penemuan kasus
barunya sebanyak 24 kasus, tahun 2015sebanyak 13 kasus dan di 2016
sebanyak 12 kasus.Walaupun tidakterlalu signifikan kenaikannya, dapat
dikatakanHIV.
Di Kota Salatiga menjadi masalah yang perlu ditindak lanjuti. Salah
satu cara yang dilakukan untuk penanggulangan HIV dan AIDS adalah
dengan deteksi dini untuk mengetahui status seseorang yang sudah
terinfeksi virus HIV atau belum melalui konseling dan testing HIV/AIDS
sukarela, bukan diwajibkan maupun dipaksa. Untuk menekan jumlah
kematian dan menjaga kesehatan penderita maka didirikan pelayanan
Voluntary Counseling and Testing (VCT). Voluntary Counseling and
Testing (VCT) adalah suatu tes darah secara sukarela dan akan dijamin
kerahasiaannya dengan informed consent melalui gabungan konseling
(pra-test counseling, testing HIV dan post- test counseling). VCT
merupakan pintu masuk penting untuk pencegahan dan perawatan HIV.
Proses konseling pra-testing, testing HIV dan post-testing secara
sukarela dan bersifat confidensial dan lebih dini membantu orang
mengetahui statusHIV.Sasaran di Kota Salatiga terkait penanggulangan
HIV/AIDS adalah populasi kunci. Populasi kunci yang dimaksud yaitu:
pengguna NAPZA suntik, wanita pekerja Seks (WPS) baik langsung
maupun tidak langsung, pelanggan atau pasangan seks WPS, laki-laki seks
dengan laki- laki danwaria.KunjunganVoluntary Counseling and
Testing(VCT)yang dimaksud adalah orang yang melakukan tahapan VCT
dari tahapan konseling pra-testing, testing HIV dan konseling post- testing
secara runtut tidak berhenti di tengah jalan. Pelayanan VCT di Puskesmas
10

Kota Salatiga tidak mengeluarkan biaya sama sekali, tetapi jika di rumah
sakit membayar.
5. Metode Penelitian : Penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
6. Hasil dan Pembahasan : Sosialisasi pelayanan VCT belum berjalan
optimal karena pelaksanaan sosialisasi dengan kader kesehatan setiap
bulannya tidak selalu mebahas tentang VCT bahkan program lain juga
sehingga berpengaruh terhadap berkurangnya peluang informasi VCT
yang tersampaikan pada kader kesehatan. Dan hambatan pada saat
sosialisasi masyarakat berbicara dengan temannya bahkan sampai tidur.
Hambatan nakes adalah mendapat telfon untuk kembali ke puskesmas,
membuat nakes menyampaikan sosialisasi tidak fokus. Dari aspek alur
pelaksanaan seluruh puskesmas sudah melaksanakan VCT tetapi alur ada
yang tidak lengkap bahkan tahapannya masih kurang. Hambatan yang
terjadi pasien malu untuk menceritakankehidupan pribadinya padahal
petugas puskesmas memiliki prinsip konfidensial.Dari aspek kejelasan,
masyarakat maupun pasein yang datang ke pelayanan VCT sudah
menerima informasi yang jelas terkait penyampaian informasi pelayanan
VCT dari tim VCT puskesmas, seperti pengertian HIV dan AIDS, maksud
dan tujuan VCT, manfaat pelayanan VCT, pencegahan, alur pelayanan
VCT, waktu kunjungan, seberapa penting pelayanan VCT, sasaran VCT
dan hasil pemeriksaan.
Hal tersebut sudah sesuai dengan Permenkes RI No 74 Tahun 2014
tentang Pedoman Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV. Dan aspek
konsistensi, penyampaian informasi dari tim VCT puskesmas kepada
masyarakat diketahui sudah berjalan dengan baik dan konsisten, tidak
berubah-ubah penyampaiannya masih dalam ranah pelayanan VCT. Jika
penyampaian kepada pasien saat pasien datang ke pelayanan VCT di
puskesmas. Itupun kalau ada timnya, kalau tidak ada bahkan bisa ditolak
juga. Prinsip profesionalnya tim VCT masih dipertanyakan dan belum
11

sesuai dengan Permenkes RI No 74 Tahun 2014 tentang Pedoman


Pelaksanaan Konseling dan Tes HIV menuliskan bahwa pelayana VCT
harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh
intervensi yang efektif.Supervisi dari pihak DKK dan KPA. Masih perlu
diperhatikan lagi terkait supervisi agar dalam implementasi pelayana VCT
dapat diketahui evaluasi yang harus dilakukan sehingga dapat diupayakan
perbaikan dalam pelaksanaannya.
7. Kesimpulan dan Saran dari Jurnal : Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa secara
umum implementasi pelayanan Voluntary Counseling and Testing (VCT)
di puskesmas Kota Salatiga masih belum optimal. Terlebih lagi konselor di
5 puskesmas masing-masing hanya satu dan di satu puskesmas lainnya
belum memiliki konselor karena belum terlatih atau belum mengikuti
pelatihan konselor, sehingga di puskesmas tersebut belum melaksanakan
alur pelayanan VCT dengan lengkap. Dan sangat di sayangkan lagi bahwa
di puskesmas tersebut ternyata tidak memiliki SOP terkait pelayanan VCT.
Mereka hanya memiliki SOP IMS dan beranggapan bahwa SOP IMS sama
dengan SOP VCT. Sikap tenaga kesehatan kepada pasien juga kurang
ramah
Saran: Untuk selalu melaksanakan sosialisasi pelayanankepadamasyarakat
terutama populasi kunci secara langsung dan mendalam, serta lintas sektor
untuk meningkatkan dukungan masyarakatdalam pelaksanaan pelayanan
VCT.
8. Kelebihan dan Kekurangan Jurnal :
Untuk kelebihan dari jurnal : Dari penjelasan jurnal tersebut sudah
sesuai baik dari tujuan penelitian, metode penelitian yang dilakukan sudah
jelas dijelaskan, kemudian dalam penjabaran hasil penelitian sudah dijelaskan
dengan lengkap tentang analisis intervensi mengenai VCT
12

Kekurangan dari Jurnal : Untuk manfaat dan tujuan dari penelitian tidak
dijelaskan, kemudian dari abstraknya tidak dilengkapi dengan bahasa
indonesia sehingga pembaca dapat mengerti dengan baik dan jelas dari
penjelasan abstrak itu sendiri.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Definisi Konseling dalam Voluntary Counseling and Testing (VCT)
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan
dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, mencegah
penularan HIV, mempromosikan perubahan perilaku yang
bertanggungjawab, pengobatan antiretroviral (ARV) dan memastikan
pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS yang bertujuan
untuk perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat dan lebih aman

Konseling HIV mempunyai tujuan :


 Menyediakan dukungan psikologis
 Mencegah penularan HIV
 Menyediakan informasi tentang prilaku beresiko tinggi HIV
 Membantu mengembangkan keahlian pribadi yang diperlukan
untuk mendukung perilaku hidup sehat
 Memastikan pengobatan yang efektif sedini mungkin, termasuk
alternatif pemecahan berbagai masalah

3.2 Saran
Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Pembahasan dalam
makalah ini keperawatan keluarga merupakan masalah yang ada di
masyarakat kita sebagai perawat harus mampu melaksanaan tugas dalam
keperawatan VCT

13
DAFTAR PUSTAKA
Ninuk Dian Kurniawati,Nursalam.2007. Asuhan Keperawatan PadaPasien
Terinfeksi HIV/AIDS.Jakarta. Salemba Medika
Anu Nur Aeni. 2014.Pendidikan Karakter Untuk Mahasiswa PGSD.Bandung. Upi
Press
A Metti .2016. Trend kejadian HIV/AIDS.Diakses Dari
http://scholar.unand.ac.id/13437/2/BAB%20I.pdf. Pada Tanggal 19 Maret
2020
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/b33ac6eaea175b9cc4c08901931360
15.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/33125/Chapter%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y
http://repository.unimus.ac.id/593/2/BAB%20I.pdf

Anda mungkin juga menyukai