Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONSELING DAN VCT HIV AIDS DAN ISU ETIK LEGAL PADA PENDERITA HIV AIDS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah KMB II
Dosen : Sally Yustinawati M. Kep

Di Susun Oleh :
Rizal Fauzi : 34403517109
Ramadhan Isnaeni : 34403517097
Yogi Sefthiansyah : 34403517139

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMKAB CIANJUR
2018-2019
KATA PENGANTAR

Segala puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt Tuhan semesta alam, dimana atas
rahmat dan hidayah-Nya kami selaku penulis akhirnya dapat menyelesaikan tugas makalah ini
yang berjudul “ VCT dan Konseling HIV AIDS”

Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat serta menambah wawasan bagi
pembaca. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangannya oleh karena itu kami harapkan
kepada para pembaca agar dapat memberi masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

II
Daftar isi
Kata pengantar ........................................................................................................................... II
Daftar isi .................................................................................................................................... III
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah ................................................................................................................ 2
1.3 Tujuan pembahasan ............................................................................................................. 2
BAB II
2.1 Konseling............................................................................................................................. 3
2.2 VCT ..................................................................................................................................... 5
2.3 Isu Etik dan Legal Penderita HIV AIDS ............................................................................. 7
2.4 Isu dan hukum pada konseling pre-post tes HIV ............................................................... 8
2.5 Aspek etik dan legal tes HIV ............................................................................................... 9
BAB III PENUTUP
Kesimpulan................................................................................................................................ 10
Daftar pustaka........................................................................................................................... 11

III
BAB I

1.1 LATAR BELAKANG

Stres psikososial-spiritual pasien terinfeksi HIV berlanjut, akan mempercepat kejadian


AIDS dan bahkan meningkatkan angka kematian. Menurut Ross(1997) jika stres mencapai
tingkat exhausted stage dapat menimbulkan kegagalan fungsi sistem imun, yang memperparah
keadaan pasien dan mempercepat kejadian AIDS. Modulasi respons imun akan menurun secara
signifikan, seperti aktivitas APC (makrofag); Th1 (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E
dan Anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4 hingga
mencapai 180 cells/ L per tahun. Pada umumnya penanganan pasien HIV memerlukan
tindakan yang hampir sama, namun dari fakta klinis sewaktu pasien kontrol ke rumah sakit
menunjukkan ada perbedaan respons imunitas (CD4). Hal tersebut terbukti ada faktor lain yang
mempengaruhi. Pasien yang mengalami stres yang berkepanjangan, berdasarkan konsep
psikoneuroimunologi, melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada sistem limbik
berefek pada hipotalamus. Kemudian hipofisis akan menghasilkan CRF, yaitu pada sel
basofilik. Sel basofilik tersebut akan mengekspresikan ACTH (adrenal cortico tropic hormone)
yang akhirnya dapat mempengaruhi kelenjar kortek adrenal pada sel zonafasiculata, kelenjar
ini akan menghasilkan cortisol yang bersifat immunosupressive.

Konseling adalah proses pertolongan dimana seseorang dengan tulus ikhlas dan tujuan
yang jelas memberikan waktu, perhatian dan keahliannya untuk membantu klien mempelajari
dirinya, mengenali dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang diberikan
lingkungan. Voluntary counseling and tesing (VCT) atau konseling dan tes suka rela
merupakan kegiatan konseling yang bersifat suka rela dan rahasia, yang dilakukan sebelum dan
sesudah tes darah di laboratorium. Tes HIV dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami
dan menandatangani informed consent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan penjelasan
yang lengkap dan benar. Pelayanan VCT harus dilakukan oleh petugas yang sangat terlatih dan
memiliki keterampilan konseling dan pemahaman akan HIV/AIDS. Konseling dilakukan oleh
konselor terlatih dengan modul VCT. Mereka dapat berprofesi perawat, pekerja sosial, dokter,
psikolog, psikiater atau profesi lain

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Sejalan dengan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apa yang dimaksud dengan konseling ?
b. Apa yang dimaksud dengan VCT ?
c. Apa saja isu etik dan legal pada penderita HIV AIDS ?
1.3 TUJUAN
a. Agar mengetahui apa itu konseling
b. Agar mengetahui apa itu VCT
c. Agar mengetahui isu etik dan legal pada penderita HIV AIDS

2
BAB II

Konseling VCT Dan Isu Etik Legal Penderita HIV AIDS

A. Konseling
a. Definisi
Konseling HIV & AIDS merupakan komunikasi bersifat rahasia (membangun
kepercayaan) antara klien dan konselor bertujuan meningkatkan kemampuan menghadapi
stres dan mengambil keputusan berkaitan dengan HIV & AIDS. Proses konseling termasuk
evaluasi risiko personal penularan HIV, fasilitasi pencegahan perilaku dan evaluasi
penyesuaian diri ketika klien menghadapi hasil tes positif.

Konseling HIV & AIDS memiliki perbedaan dengan konseling secara umum dalam hal:

a. Membantu klien melakukan informed consent (persetujuan) untuk tes HIV, CD4,
atau Viral load.
b. Layanan konseling pra dan pasca tes
c. Penilaian mengenai perilaku berisiko klien terhadap infeksi HIV (baik
menularkan atau tertular)
d. Penggalian riwayat perilaku seks dan kesehatan klien.
e. Memfasilitatsi perubahan perilaku.
f. Konfidensialitas klien sangat penting jika menyangkut isu stigma dan
diskriminasi
g. Menjangkau kelompok-kelompok khusus (pecandu napza, penjaja seks, laki-laki
berhubungan seks dengan laki-laki, waria, pekerja migran, suku asli, dan pengungsi)
menghadapi isu diskriminasi ganda, yaitu sebagai bagian dari kelompok khusus yang
dikucilkan masyarakat dan sebagai orang yang selalu dianggap berisiko terhadap atau
telah terinfeksi HIV.
b. Tujuan Konseling
Moh. Surya (1988 : 119-123) mengungkapkan bahwa tujuan dari konseling adalah: a)
perubahan perilaku b) kesehatan mental yang positif c) pemecahan masalah
d) keefektivan personal

a) Perubahan perilaku

Hampir semua pernyataan tentang konseling menyatakan bahwa tujuan konseling


ialah menghasilkan perubahan pada perilaku yang memungkinkan klien hidup lebih
produktif. Rogers

3
(Shertzer & Stone, 1980) menunjukkan bahwa salah satu hasil konseling adalah bahwa
pengalaman-pengalaman tidak dirasa menakutkan, kecemasan berkurang, cita-citanya
nampak lebih harmonis dengan persepsi tentang dirinya dan nampak lebih berhasil. Ia
lebih dapat menyesuaikan diri dan realistik terhadap kehidupan.

b) Kesehatan mental yang positif

Salah satu tujuan konseling adalah pemeliharaan dan pencapaian kesehatan mental
yang positif. Jika hal itu tercapai maka individu akan mencapai integrasi, penyesuaian,
dan identifikasi positif dengan yang lainnya. Ia belajar menerima tanggung jawab,
berdiri sendiri, dan memperoleh integrasi perilaku. Thorne (Shertzer & Stone, 1980)
mengatakan bahwa tujuan utama konseling adalah menjaga kesehatan mental dengan
mencegah atau membawa ketidakmampuan menyesuaikan diri atau gangguan mental.
Sedangkan Patterson menyatakan bahwa karena tujuan konseling adalah
pemeliharaan, pemulihan kesehatan mental yang baik atau harga diri, maka situasi
konseling haruslah ditandai dengan tidak adanya ancaman.

c) Pemecahan masalah

Tujuan konseling kadang-kadang dianggap sebagai pemecahan masalah yang


dihadapkan dalam hubungan konseling. Krumboltz (Shertzer & Stone, 1980)
menyatakan bahwa alasan utama eksistensi konseling didasarkan pada fakta bahwa
orang-orang mempunyai masalah-masalah yang tidak sanggup mereka pecahkan
sendiri. Mereka datang pada konselor karena telah percaya bahwa konselor akan dapat
membantu mereka untuk memecahkan masalahnya.karena itu tujuan utama konseling
adalah membantu setiap klien dalam memecahkan masalah yang dihadapinya.

d) Keefektifan personal

Erat hubungannya dengan pemeliharaan kesehatan mental yang baik dan perubahan
tingkah laku adalah tujuan meningkatkan keefektifan personal. Blocher (Shertzer &
Stone, 1980)

B. VCT
a. Definisi
Konseling dalam VCT adalah kegiatan konseling yang menyediakan dukungan
psikologis, informasi dan pengetahuan HIV dan AIDS, mencegah penularan HIV,
mempromosikan perubahan perilaku yang bertanggungjawab, pengobatan ARV dan
memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV dan AIDS.
4
Program VCT dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan klien dengan memberikan layanan
dini dan memadai baik kepada mereka dengan HIV positif maupun negatif. Layanan ini
termasuk pencegahan primer melalui konseling dan KIE (komunikasi, informasi dan
edukasi) seperti pemahaman HIV, pencegahan penularan dari ibu ke anak (Prevention of
Mother To Child Transmission-PMTCT) dan akses terapi infeksi oportunistik, seperti
tuberkulosis (TBC) dan infeksi menular seksual)

VCT harus dikerjakan secara profesional dan konsisten untuk memperoleh intervensi
efektif dimana memungkinkan klien, dengan bantuan konselor terlatih, menggali dan
memahami diri akan risiko infeksi HIV, mendapatkan informasi HIV dan AIDS,
mempelajari status dirinya, mengerti tanggung jawab untuk menurunkan perilaku
berisiko dan mencegah penularan infeksi kepada orang lain guna mempertahankan dan
meningkatkan perilaku sehat.

VCT merupakan kegiatan konseling bersifat sukarela dan rahasia, yang dilakukan
sebelum dan sesudah tes darah untuk HIV di laboratoruim. Test HIV dilakukan setelah
klien terlebih dahulu memahami dan menandatangani informed consent yaitu surat
persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan benar. VCT merupakan
hal penting karena:

a) Merupakan pintu masuk ke seluruh layanan HIV dan AIDS


b) Menawarkan keuntungan, baik bagi yang hasil tesnya positif maupun negatif,
dengan fokus pada pemberian dukungan atas kebutuhan klien seperti perubahan perilaku,
dukungan mental, dukungan terapi ARV, pemahaman faktual dan terkini atas HIV dan
AIDS
c) Mengurangi stigma masyarakat
d) Merupakan pendekatan menyeluruh: kesehatan fisik dan mental
e) Memudahkan akses ke berbagai pelayanan yang dibutuhkan klien baik kesehatan
maupun psikososial.

Meskipun VCT adalah sukarela namun utamanya diperuntukkan bagi orang-orang yang
sudah terinfeksi HIV atau AIDS, dan keluarganya, atau semua orang yang mencari
pertolongan karena merasa telah melakukan, tindakan berisiko di masa lalu dan
merencanakan perubahan di masa depannya, dan mereka yang tidak mencari pertolongan
namun berisiko tinggi.

5
Di dalam VCT ada 2 kegiatan utama yakni konseling dan tes HIV. Konseling dilakukan
oleh seorang konselor khusus yang telah dilatih untuk memberikan konseling VCT. Tidak
semua konselor bisa dan boleh memberikan konseling VCT. Oleh karena itu seorang
konselor VCT adalah orang yang telah mendapat pelatihan khusus dengan standar
pelatihan nasional. Konseling dalam rangka VCT utamanya dilakukan sebelum dan
sesudah tes HIV.

Konseling setelah tes HIV dapat dibedakan menjadi 2 yakni konseling untuk hasil tes
positif dan konseling untuk hasil tes negatif. Namun demikian sebenarnya masih banyak
jenis konseling lain yang sebenarnya perlu diberikan kepada pasien berkaitan dengan
hasil VCT yang positif seperti konseling pencegahan, konseling kepatuhan berobat,
konseling keluarga, konseling berkelanjutan, konseling menghadapi kematian, dan
konseling untuk masalah psikiatris yang menyertai klien/keluarga dengan HIV dan AIDS.

Pada konseling untuk hasil tes negatif, disarankan kepada klien yang mempunyai perilaku
risiko tinggi untuk kembali melakukan VCT sesudah 3 bulan, karena klien pada saat
tersebut mungkin sedang berada dalam periode jendela. Disamping itu, klien juga
disarankan untuk mengurangi perilaku berisiko.

b. Prinsip VCT
a) Atas persetujuan klien (Informed consent)
b) Kerahasiaan
c) Tidak diskriminatif
d) Mutu terjamin

c. Tahap Konseling Dan Tes HIV


a) Konseling pra tes HIV: Membantu kien menyiapkan diri untuk melakukan pemeriksaan
darah atau tes HIV. Materi konseling yang diberikan:
(a) Proses konseling dan tes HIV sukarela.

b) Manfaat tes HIV.


c) Pengetahuan tentang HIV/AIDS.
d) Meluruskan pemahaman yang salah tentang HIV/AIDS dan mitosnya.
e) Membantu klien mengetahui faktor resiko penuaran HIV/AIDS.
f) Menyiapkan kien untuk pemeriksaan darah.
g) Mendiskusikan kemungkinan hasi tes HIV positif dan negatif.

6
h) Persetujuan untuk tes HIV sukarela.
i) Mengembangkan rencana perubahan perilaku yang sehat dan aman.
b) Tes HIV: pemeriksaan darah laboratorium untuk memastikan status HIV
c) . Konseling Pasca Tes HIV: Membantu klien memahami dan menyesuaikan diri dengan
hasil tes. Materi konseling yang diberikan adalah mengenai penjelasan tentang hasil tes
HIV.

Jika hasil tes positif, petugas konseling akan menyampaikan hasil tes dengan cara yang
dapat diterima klien, secara halus dan manusiawi. Petugas konseling akan merujuk kien ke
ayanan medis dan sosial.

d. Isu Etik Dan Legal Pasien HIV


a. Survey klien rahasia
a. Mengevaluasi penampilan keseluruhan dari staf pelayanan VCT
b. Mengukur kualitas menyeluruh dari perawatan yang disediakan konselor VCT
c. Mengukur seberapa jauh konselor mengikuti protokol yang direkomendasi ketika
berinteraksi dengan pasien/klien

Karena kerahasiaan klien sangat penting, maka sulit untuk mengetahui tingkat kepuasan klien
dengan pelayanan yang ditawarkan pelayanan VCT. Untuk mengetahui lebih informasi
kualitatif sesuai standar perawatan konsumen dan konseling pada sejumlah pelayan VCT,
survey klien rahasia dapat digunakan. Sejumlah layanan dan tipe pasien akan menentukan
jumlah, jenis kelamin dan usia pasien rahasia, meskipun mereka mengaku sebagai individu
atau berpasangan selama periode asessmen. Pasien rahasia akan dilatih berperan sesuai naskah
skenario tertentu meliputi alasan yang bisa dipertanggung jawabkan seperti latarbelakang
mereka mencari layanan VCT. Sesudah kunjungan, klien rahasia memberikan tanggapan
sehubungan dengan interaksi antara konselor dan klien. Klien rahasia dapat memakai
peralatan/pedoman/tool jaminan kualitas konselor. Alat dapat dilengkapi setelah kunjungan dan
perjanjian dibuat untuk melengkapi umpan balik yang dirahasiakan pada konselor dan/atau
supervisor konselor

b. Formulir kepuasan pasien


a. meminta semua pasien untuk melengkapi formulir
b. menanyakan apakah pasien mampu membaca formulir dengan jelas
c. memberikan petunjuk singkat bagaimana mengisi formulir

7
Nama klien tidak dicatat. Terdapat almari atau kotak terkunci tersedia untuk masukan formulir
tersebut. Komentar-komentar yang ditulis di formulir akan dikumpulkan/dijadikan dan dibahas
pada pertemuan staf pelayanan. Pasien yang menemui kesulitan dalam membaca formulir perlu
ditanya apakah mereka bersedia bertemu dengan sukarelawan yang terlatih (bukan konselor
atau staf langsung dalam pelayanan VCT). Sukarelawan perlu membaca keseluruhan items dan
mencatat tanggapan klien.

e. Isu dan hukum pada konseling pre-post tes HIV

konseling pada pre-post tes HIV

konseling adalah peroses pertolongan dimana seseorang dengan tulus ikhlas dan tujuan yang
jelas memberikan waktu. Perhatian dan keahliannya untuk membantu klien mempelajari dirinya,
mengenali, dan melakukan pemecahan masalah terhadap keterbatasan yang di berikan
lingkungan.

Voluntary counseling and taesting(VCT) atau konseling dan tes sukarela merupakan kegiatan
yang bersifat sukarela dan rahasia yang dilakukan sebelum dan sesudah tes darah di
labolatorium.Tes HIV atau konseling dilakukan setelah klien terlebih dahulu memahami dan
menandatangani informedconsent yaitu surat persetujuan setelah mendapatkan penjelasan yang
lengkap dan benar. Pelayanan konseling dan pemahaman akan tentang HIV/AIDS konseling
dilakukan oleh konselor terlatih dengan modul VCT mereka dapat berprofesi perawat,pekerja
social,dokter,psikologis,psikiater,atau profesi lain.

f Informed consent untuk tes HIV/AIDS

Tes HIV adalah tes darah yang di gunakan untuk memastikan apakah seseorang sudah fositif
terinfeksi HIV atau tidak, yaitu dengan cara mendeteksi adanya antibody HIV dalam semple
darahnya. Hal ini perlu dilakukan setidaknya agar seseorang bisa mengetahui secara pasti status
kesehatan dirinya terutama menyangkut risiko dari perilakunya selama ini.
Tes HIV harus bersifat:
1. Sukarela : bahwa seseorang yang akan melakukan tes HIV haruslah berdasarkan
kesadarannya sendiri , bukan atas paksaan / tekanan oranglain ini juga berarti bahwa dirinya
setuju untuk di tes setelah mengetahui hal-hal apa saja yang tercakup dalam te situ apa
keuntungan dan kerugian dari tes HIV serta apasaja implikasi dari hasil fositif maupun
negative.
2. Rahasia : apapun hasil test ini ( baik positif maupun negatif) hasilnya hanya boleh di beritahu
langsung kepada org yang bersangkutan
8
3. Tidak boleh di wakilkan kepada siapapun baik orangtua/ pasangan atasan atau siapapun

g Aspek etik dan legal tes HIV

informed consent adalahpersetujuan yang di berikan pasien atau keluarga atas dasar penjelasan
mengenai tindakan yang akan di lakukan terhadap pasien tersebut (permenkes;1989)

dasar dari informed consen yaitu :

a) Asas menghormati otonomi pasien setelah mendapatkan informasi yang memadai


pasien berhak bebas memutuskan apa yang akan dilakukan terhadapnya.
b) Kepmenkes 1239/Menkes/SK/XI/2001 pasal 16 dalam melaksanakan
kewenangannya perawat wajib menyampaikan informasi dan meminta
persetujuan tindakan yang akan dilakukan
c) PP No 32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan pasal 22 ayat1: bagi tenaga
kesehatan dalam menjalankan tugas wajib memberikan informasi dan meminta
persetujuan
d) UU No 23 tahun 1992 tentang tenaga kesehatan pasal 15 ayat 2 tindakan medis
tertentu hanya bisa dilakukan dengan persetujuan yang bersangkutan atau
keluarga.

Semua tes HIV harus mendapatkan informed consent dari klien stelah klien diberikan informasi
yang cukup tentang tes,tujuan tes, implikasihasil tes fositif atau negative yang berupa konseling
prates. Dalam menjalankan fungsi perawat sebagai advokat bagi klien, sedangkan tugas perawat
dalam informed consent telah meliputi tiga aspek penting yaitu :

a) Persetujuan harus di berikan secara sukarela


b) Persetujuan harus di berikan oleh individu yang mempunyai kapasitas
kemampuan untuk memahami.
c) Persetujuan harus di berikan informasi yang cukup sebagai pertimbangan untuk
membuat keputusan.

9
BAB III

PENUTUP

Jadi kegiatan konseling dan VCT pada HIV AIDS adalah sebuah kegiatan untuk
memastikan terhadap seseorang yang terjangkit penyakit HIV, agar mendapat pelayanan
kesehatan yang telah dicanangkan pemerintah. Karena bagi penderita HIV yang telah di data
akan mendapat pengobatan gratis yang beban biaya akan di tanggung pemerintah. Kegiatan ini
juga bertujuan untuk memberikan dorongan moril terhadap penderita agar tetap semangat
dalam menjalani kehidupan, karena dorongan moril akan sangat membantu penderita agar tidak
merasa dikucilkan dari kehidupan ini.

10
Daftar Pustaka

http://angsamerah.com/layanan-konseling-hivaids/ diakses pada 16 maret 2019


http://rudizr.wordpress.com/2012/06/21/rencana-dan-evaluasi-konseling-hivaids/
diakses pada 16 maret 2019
Depkes RI. (2002). Modul Pelatihan Konseling dan Tes Sukarela HIV(Voluntary
Counseling and Tesing = VCT). Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan
Medis.
Kristina.2005. pengaruh pendidikan kesehatan tentang HIV/AIDS terhadap
pengetahuan dan sikap siswa/I mengenai stigma pada orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) ( steward Graeme 1997. Managing HIV Sydney:MJA
Published)

11

Anda mungkin juga menyukai