Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Penyakit Infeksi Jamur


pada Rongga Mulut Anak

Pembimbing :
Prof. Dr. Hj. Willyanti Soewondo, drg., Sp.KGA (K)

Disusun Oleh:
Syarifah Muthia Ulfa (1604 2120 0010)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN GIGI ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 5

BAB II........................................................................................................................................ 7

MANIFESTASI PENYAKIT INFEKSI JAMUR PRIMER ..................................................... 7

PADA RONGGA MULUT ANAK ........................................................................................... 7

2.4.1.1 Kandidiasis Oral Primer ............................................................................................... 12

2.4.1.1.1 Kandidiasis Pseudomembran (Akut dan Kronis).................................................. 12

2.4.1.1.2 Kandidiasis eritematous (Akut dan Kronis) .......................................................... 13

2.4.1.1.3 Kandidiasis Hiperplastik Kronis............................................................................ 14

2.4.1.2 Lesi yang berhubungan dengan Candida ............................................................... 15

2.4.1.2.3 Angular Cheilitis ....................................................................................................... 16

2.4.1.3 Lesi Primer Keratinisasi Yang Terinfeksi Candida ............................................... 17

2.4.1.4 Kandidiasis Oral Sekunder ......................................................................................... 17

2.5 Diagnosis............................................................................................................................ 18

BAB III ................................................................................................................................... 19

PENATALAKSANAAN INFEKSI JAMUR PADA ANAK .................................................. 19

3.1 Tatalaksana Pasien dengan Infeksi Candidiasis ............................................................ 20

3.1.1 Obat-obatan lini primer ............................................................................................. 20

3.1.2 Obat-obatan lini sekunder ......................................................................................... 21

BAB IV .................................................................................................................................... 24

SIMPULAN ............................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25


1. Tarçın BG. Oral Candidosis : Aetiology , Clinical Manifestations , Diagnosis and

Management. 2011;1(2):140–8. ............................................................................................... 25

2. Studi P, Dokter P, Kedokteran F, Udayana U. Laporan Kasus ORAL CANDIDIASIS.

2017; ........................................................................................................................................ 25

3. Kusumaputra BH, Zulkarnain I. Penatalaksanaan Kandidiasis Mukokutan pada Bayi (

Treatment of Mucocutaneous Candidiasis in Infant ). :139–45. .............................................. 25

4. Hakim L, Ramadhian MR, Kedokteran F, Lampung U. Kandidiasis Oral Oral

Candidiasis. 2015;4:53–7. ........................................................................................................ 25

5. Naglik JR, Challacombe SJ, Hube B. Treatment of oropharyngeal and esophageal

candidiasis. Microbiol Mol Biol Rev. 2003;67(3):400–28. ..................................................... 25

6. Komariah, Sjam R. Candida colonization in the oral cavity. 2012;XXVIII(1):187–90. .. 25

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Tabel Faktor Predisposisi Kandidiasis Oral pada Host ………………………8

Gambar 2. 2 Tahap Patogenesis Candida…………………………………………………..9

Gambar 2.3 Tabel Klasifikasi Candidiasis………………………………………………….11

Gambar 2.4 Candidosis pseudomembran akut pada bayi…………………………………..12

Gambar 2.5 Candidosis pseudomembran kronis …………………………………………..12

Gambar 2.6 Kandidiasis Eritematus……………………………………………....................13

Gambar 2.7 Kandidiasis Hiperplastik……………………………………………..................13

Gambar 2.8 Denture Stomatitis……………………………………………...........................14

Gambar 2.9 Denture Stomatitis Tipe I, II, III……………………………..............................14

Gambar 2.10 Median rhomboid Glossitis……………………………………………………15

Gambar 2.11 Angular Cheilitis………………………………………………………………15


Gambar 2.12 Kandidiasis Mukokutan Kronis…………………………………………16

Gambar 3.0 Nystatin Oral Suspension ……………………………………………......19


BAB I

PENDAHULUAN

Dalam beberapa tahun terakhir, jumlah individu immunocompromised meningkat

secara dramatis karena berbagai faktor termasuk peningkatan kejadian diabetes, penggunaan

antibiotik spektrum luas dan agen imunosupresif secara luas, prosedur bedah invasif seperti

organ padat atau tulang, transplantasi sumsum dan munculnya virus imunodefisiensi pada

manusia (HIV). Sehubungan dengan ini, file insiden infeksi oportunistik - kandidosis oral

yang paling relevan secara klinis untuk profesional kesehatan gigi telah meningkat.1

Kandidiasis secara umum disebabkan oleh genus kandida. Genus tersebut bersifat

heterogen dan terdiri dari 200 spesies. Beberapa spesies bersifat patogen oportunistik

terhadap manusia, tetapi spesies yang lebih dominan adalah yang tidak menginfeksi manusia.

Sekitar 17 spesies kandida telah dilaporkan sebagai spesies patogen. Lebih dari 90% infeksi

yang invasif dikaitkan dengan lima spesies, yaitu Candida albicans, Candida glabrata,

Candida parapsilosis, Candida tropicalis, dan Candida krusei. Kandida berukuran kecil (4-6

µm), oval, berdinding tipis, yeast-like fungi yang berkembangbiak dengan tunas atau fusi.

Kandida berbentuk koloni halus, creamy white, dan mengkilat pada media kultur.2

Candida albicans adalah spesies yang paling ganas dan paling sering dijumpai. C.

albicans mengkolonisasi permukaan rongga mulut dan dapat menyebabkan kerusakan

melalui pelepasan faktor virulensinya, termasuk pelekatan ke sel inang, transisi morfologis,

sifat hidrofobik dan sekresi enzim hydrolitik. Faktor utama dari virulensi C. albicans adalah

kemampuannya untuk beradaptasi dalam berbagai habitat berbeda, menyebabkan formasi

komunitas mikroba yang melekat di permukaan (biofilm)3.

Diagnosis sering dilakukan berdasarkan pemeriksaan klinis dan riwayat penyakit

yang diderita secara menyeluruh. Metode diagnosis tambahan seperti biopsy dan kultur

mikrobiologi (agar Sabaouraud dextrose dan media kromogenik) sangat membantu dalam
menegakan diagnosis. Penanganan kandidiasis oral harus mengarah pada identifikasi faktor-

faktor yang mendasari penyebab terjadinya penyakit melalui pemeriksaan klinis dan riwayat

penyakit pasien. Jika perubahan atau koreksi dari faktor predisposisi tidak

memungkinkan/diperlukan, maka terapi obat dapat dilakukan.3

Oleh sebab itu, makalah ini akan memberikan gambaran yang komprehensif tentang

etiologi, presentasi klinis, diagnosis, dan strategi manajemen kandidosis oral pada anak-anak

biasanya ditemui dalam praktek kedokteran gigi.


BAB II
MANIFESTASI PENYAKIT INFEKSI JAMUR PRIMER
PADA RONGGA MULUT ANAK

2.1 Kandidiasis Oral


Oral candidiasis disebabkan oleh genus Candida, yang biasanya terdapat dalam
rongga mulut dari sekitar 50% orang yang sehat sebagai organisme komensal. Transformasi
dari organisme komensal ke patogen tergantung pada intervensi faktor predisposisi yang
berbeda-beda sehingga memodifikasi lingkungan mikro dari rongga mulut dan mendukung
munculnya infeksi oportunistik. Candida albicans adalah yang paling sering terdapat pada
kavitas oral. Candida albicans merupakan fungi yang menyebabkan infeksi opurtunistik pada
manusia. Salah satu kemampuan yang dari Candida albicans adalah kemampuan untuk
tumbuh dalam dua cara, reproduksi dengan tunas, membentuk tunas elipsoid, dan bentuk
hifa, yang dapat meningkatkan misela baru atau bentuk seperti jamur.

Adapun faktor resiko yang mempengaruhi dari infeksi dari kandidiasis oral yaitu
faktor patogen jamur kandida yang mampu melakukan metabolisme glukosa dalam kondisi
aerobik maupun anaerobik. Selain kandida mempunyai faktor-faktor yang mempengaruhi
adhesi terhadap dinding sel epitel seperti mannose, reseptor C3d, mannoprotein dan
Saccharin. Sifat hidrofobik dari jamur dan juga kemampuan adhesi dengan fibronektin host
juga berperan penting terhadap inisial dari infeksi ini, faktor host seperti faktor lokal fungsi
kelenjar saliva yang terganggu dapat menjadi predisposisi dari kandidiasis oral. Sekresi
saliva menyebabkan lemahnya dan mengbersihkan berbagai organisme dari mukosa. Pada
saliva terdapat berbagai protein-protein antimikrobial seperti laktoferin, sialoperoksidase,
lisosim, dan antibodi antikandida yang spesifik.

Penggunaan obat-obatan seperti obat inhalasi steroid menunjukan peningkatan resiko


dari infeksi kandidiasis oral. Hal ini disebabkan tersupresinya imunitas selular dan
fagositosis. Penggunaan gigi palsu merupakan faktor predisposisi infeksi kandidiasis oral.
Penggunaan ini menyebabkan terbentuknya lingkungan mikro yang memudahkan
berkembangnya jamur kandida dalam keadaan PH rendah, oksigen rendah, dan lingkungan
anaerobik. Penggunaan ini pula meningkatkan kemampuan adhesi dari jamur ini. Faktor
sistemik penggunaan obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dapat mempengaruhi flora
lokal oral sehingga menciptakan lingkungan yang sesuai untuk jamur kandida berproliferasi.
Penghentian obat-obatan ini akan mengurangi dari infeksi jamur kandida. Obat-obatan lain
seperti agen antineoplastik yang bersifat imunosupresi juga mempengaruhi dari
perkembangan jamur kandida. Beberapa faktor lain yang menjadi predisposisi dari infeki
kandidiasis oral adalah merokok, diabetes, sindrom Cushing’s serta infeksi HIV.3

2.2 Epidemiologi

Kolonisasi kandida di rongga mulut dilaporkan tersering saat usia minggu ke empat
kelahiran sebanyak 79%, tetapi dapat ditemukan pada hari pertama kelahiran yaitu sebanyak
7% dan usia satu minggu 4 setelah kelahiran sebanyak 37%. Lokasi utama kontak dengan
kandida pada bayi baru lahir adalah mukokutan, termasuk saluran pencernaan, pernapasan,
dan kulit. Secara umum kolonisasi kandida pada saluran pencernaan muncul pertama kali
pada minggu pertama setelah lahir. Kolonisasi kandida muncul pada awal kehidupan bersama
dengan bakteri aerob dan anaerob. Pada saluran pencernaan, kandida ditemukan mulai pada
kavum oral hingga rektum. C.albicans merupakan flora normal pada saluran pencernaan
tetapi bukan flora normal kulit.2

2.3 Etiologi dan Patogenesis

Adapun faktor resiko yang mempengaruhi dari infeksi dari kandidiasis oral yaitu: 1.
Faktor Patogen Jamur kandida mampu melakukan metabolisme glukosa dalam kondisi
aerobik maupun anaerobik. Selain itu jamur kandida mempunyai faktor-faktor yang
mempengaruhi adhesi terhadap dinding sel epitel seperti mannose, reseptor C3d,
mannoprotein dan Saccharin. Sifat hidrofobik dari jamur dan juga kemampuan adhesi dengan
fibronektin host juga berperan penting terhadap inisial dari infeksi ini. 4 2. Faktor Host a.
Faktor lokal Fungsi kelenjar saliva yang terganggu dapat menjadi predisposisi dari
kandidiasis oral. Sekresi saliva menyebabkan lemahnya dan mengbersihkan berbagai
organisme dari mukosa. Pada saliva terdapat berbagai protein-protein antimikrobial seperti
laktoferin, sialoperoksidase, lisosim, dan antibodi antikandida yang spesifik.5 Penggunaan
obat-obatan seperti obat inhalasi steroid menunjukan peningkatan resiko dari infeksi
kandidiasis oral. Hal ini disebabkan tersupresinya imunitas selular dan fagositosis.6
Penggunaan gigi palsu merupakan faktor predisposisi infeksi kandidiasis oral. Penggunaan
ini menyebabkan terbentuknya lingkungan mikro yang memudahkan berkembangnya jamur
kandida dalam keadaan PH rendah, oksigen rendah, dan lingkungan anaerobik. Penggunaan
ini pula meningkatkan kemampuan adhesi dari jamur ini.7 b. Faktor sistemik Penggunaan
obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dapat mempengaruhi flora lokal oral sehingga
menciptakan lingkungan yang sesuai untuk jamur kandida berprolif3erasi. Penghentian obat-
obatan ini akan mengurangi dari infeksi jamur kandida. Obat-obatan lain seperti agen
antineoplastik yang bersifat imunosupresi juga mempengaruhi dari perkembangan jamur
kandida.8 Beberapa faktor lain yang menjadi predisposisi dari infeki kandidiasis oral adalah
merokok, diabetes, sindrom Cushing’s serta infeksi HIV.4

Faktor predisposisi kandidiasis secara umum meliputi: faktor mekanik yaitu trauma,
oklusi lokal, kelembapan, maserasi, bebat oklusif; faktor nutrisi yaitu avitaminosis,
kekurangan zat besi, dan malnutrisi; faktor perubahan fisiologis yaitu umur ekstrim; faktor
penyakit sistemik yaitu sindroma Down, akrodermatitis enteropatika, penyakit endokrin
(diabetes melitus, hipoadrenalisme, hipotiroidisme, hipoparatiroidisme); imunodefisiensi, dan
faktor iatrogenik yaitu penggunaan kateter dan jalur intravena, radiasi X-ray, obat-obatan
(glukokortikoid, agen imunosupresif, 5 antibiotik). Manifestasi klinis kandidiasis mukokutan
pada bayi antara lain kandidiasis orofaring (thrush), ruam popok, kandidiasis kongenital, dan
kandidiasis 4 fungal invasif2.

Gambar 2. 1 Tabel Faktor Predisposisi Kandidiasis Oral pada Host1

Patogenesitas penyakit dan mekanisme pertahanan pejamu terhadap kandida belum


sepenuhnya dimengerti, namun pada dasarnya terjadinya kandidasis meliputi mekanisme non
imunologik dan mekanisme imunologik baik imunitas selular ataupun humoral. Mekanisme
non imunologik meliputi interaksi flora normal kulit/mukosa, fungsi pertahanan stratum
korneum, proses deskuamasi, fungsi fagositosis, dan adanya lipid permukaan kulit yang
menghambat pertumbuhan kandida. Interaksi kandida dan flora normal kulit lainnya
mengakibatkan persaingan dalam mendapatkan nutrisi seperti glukosa2. Mekanisme imunitas
seluler dan humoral tahap pertama timbulnya kandidiasis kulit dan mukosa adalah
menempelnya kandida pada sel epitel disebabkan adanya interaksi antara glikoprotein
permukaan kandida dengan sel epitel. Selanjutnya kandida mengeluarkan zat keratinolitik
(fosfolipase), yang menghidrolisis fosfolipid membran sel epitel. Bentuk pseudohifa kandida
juga mempermudah invasi jamur ke jaringan, kemudian di dalam jaringan kandida
mengeluarkan faktor kemotatik neutrofil yang akan menimbulkan reaksi radang akut.
Lapisan luar kandida yang mengandung manno protein, bersifat antigenik sehingga akan
mengaktivasi komplemen dan merangsang terbentuknya immunoglobulin. Peran antibodi
sebagai mekanisme pertahanan tubuh pejamu belum jelas. Imunogobulin akan membentuk
kompleks antigen-antibodi di permukaan sel kandida, yang dapat melindungi kandida dari
imunitas pejamu. Kandida juga mengeluarkan zat toksis terhadap neutrofil dan fagosit
lainnya.2

Gambar 2. 2 Tahap Patogenesis Candida2

Gambar 2.2 menunjukkan diagram skematik yang menggambarkan kontribusi


berbagai atribut virulensi terhadap patogenisitas C. albicans. C. albicans umumnya menjajah
permukaan epitel (tahap 1) dan menyebabkan infeksi superfisial (tahap 2), tetapi dalam
kondisi ketika inang dikompromikan, jamur membentuk infeksi yang dalam (tahap 3) dengan
melakukan penetrasi lebih jauh ke dalam jaringan epitel. Kadang-kadang, C. albicans
menyebabkan infeksi yang menyebar (tahap 4), yang memungkinkan jamur berkoloni dan
menginfeksi jaringan inang lainnya dan bisa berakibat fatal. Proses infektif ini melibatkan
banyak virulensi atribut termasuk adhesins, produksi enzim hidrolitik (protein Sap,
fosfolipase, dan lipase), pembentukan hifa, dan fenotipik. beralih. Sap2 (dan mungkin protein
Sap lainnya) diketahui mendegradasi banyak protein manusia, termasuk musin, protein
matriks ekstraseluler, banyak molekul sistem kekebalan, protein sel endotel, dan faktor
koagulasi dan pembekuan. Oleh karena itu, aksi protein bisa terlibat dalam keempat tahap
infeksi dan mungkin sangat meningkatkan kemampuan patogen C. albicans.5

Rongga mulut bukan lingkungan yang homogen untuk pertumbuhan Candida, karena
ada perbedaan lokasi seperti daerah palatum, gingival, dorsum lidah, permukaan gigi dan
pipi. Selain itu rongga mulut juga memiliki peran biologis yang mendukung pertumbuhan
komunitas mikroba yang berbeda.Umumnya Candida ditemukan dalam bentuk sel ragi.
Prevalensi Candida pada rongga mulut orang sehat berkisar antara 2-71%. Keberadaan
Candida dalam rongga mulut terjadi melalui beberapa tahapan yaitu akuisisi Candida dari
lingkungan, stabilitas pertumbuhan, perlekatan dan penetrasi Candida dalam jaringan.
Pertumbuhan dipengaruhi oleh kemampuan melekat (adesi) pada sel epitel mukosa dan
perangkat virulen Candida yang bersifat imunosupresif sehingga jamur dapat bertahan
terhadap mekanisme eliminasi hospes. Adesi merupakan interaksi antara sel epitel hospes
dengan sel jamur, yang dapat terjadi secara spesifik maupun nonspesifik dan merupakan
langkah awal pertumbuhan, kolonisasi dan kemudian infeksi. Adesi sel Candida terjadi pada
beberapa tipe sel hospes seperti epitel, endotel dan fagosit. Perangkat virulensi Candida
meliputi kemampuan mengubah bentuk dari ragi menjadi pseudohifa atau hifa, formasi
biofilm dan enzim hidrolitik seperti proteinase aspartil dan fosfolifase. Faktor tersebut
memberikan kontribusi dalam menimbulkan dan mempertahankan infeksi. Stabilitas
pertumbuhan dan perlekatan Candida dalam rongga mulut dipengaruhi oleh jumlah saliva
yang dapat mempengaruhi kemampuan pengikatan Candida pada permukaan epitel. pH
saliva yang rendah dapat meningkatkan pertumbuhan dan kolonisasi Candida. Candida akan
memproduksi mannoprotein bila terdapat glukosa. Mannoprotein dibentuk pada lapisan
permukaan yang diketahui dapat meningkatkan daya adesi.6

2.4 Manifestasi Klinis


Infeksi kandidiasis oral dapat memberikan gejala yang dimulai dari tidak ada

sampai rasa kering dan sakit pada mulut, rasa terbakar pada mukosa membran dan lidah,

serta disfagia. Pada bayi yang tidak dapat mengungkapkan gejala yang dirasakan dapat

menunjukkan gejala kesulitan menelan dan menolak untuk makan karena tidak nyaman.

Kandidiasis oral dapat terlihat dengan beberapa variasi gejala klinis.


2.4.1 Klasifikasi
Klasifikasi Candidiasis dirangkum dalam tabel

Gambar 2.3 Tabel Klasifikasi Candidiasis1

2.4.1.1 Kandidiasis Oral Primer

Terdapat empat bentuk kandidiasis oral primer yaitu : Bentuk akut, bentuk kronis,

lesi berhubungan dengan candida, dan lesi primer keratinisasi yang terinfeksi candida

2.4.1.1.1 Kandidiasis Pseudomembran (Akut dan Kronis)

Bentuk penyakit ini adalah yang paling umum di individu dengan gangguan

kekebalan tubuh seperti bayi, lansia, mereka yang mendapat terapi antibiotik

kortikosteroid atau spektrum luas jangka panjang, mereka dengan penyakit dasar yang

parah kondisi seperti diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan baik, leukemia, dan

infeksi HIV / AIDS. Hal ini ditandai dengan menyerupai plak berwarna krem keputihan

dadih susu di lidah, langit-langit dan mukosa bukal. Lesi bisa dihapus dari permukaan

mukosa eritematosa yang bisa mengeluarkan sedikit darah. Plak terdiri dari bahan

nekrotik, sel epitel deskuamasi, fibrin, sel ragi dan hifa, sisa makanan, dan bakteri1.
Gambar 2.4 Candidosis pseudomembran akut pada bayi

Gambar 2.5 Candidosis pseudomembran kronis pada pasien yang menggunakan steroid
inhaler untuk penanganan asma1

2.4.1.1.2 Kandidiasis eritematous (Akut dan Kronis)

Varian ini, sebelumnya dikenal sebagai ‘antibiotic sore mouth’, terutama terkait

dengan penggunaan kronis antibiotik spektrum luas. Antibiotik spektrum luas

menurunkan populasi bakteri oral dan memfasilitasi selanjutnya pertumbuhan berlebih

dari Candida dengan mengurangi persaingan tekanan. Secara klinis, kandidosis

eritematosa ditandai dengan daerah eritematosa terlokalisasi biasanya di dorsum lidah

dan palatum, dan lebih jarang di mukosa bukal. Candidosis eritematosa adalah satu-

satunya bentuk kandidiasis oral yang menyebabkan rasa nyeri secara konsisten.Varian

ini kadang-kadang disebut sebagai “atrofi candidosis ”. Karena area kemerahan dapat

disebabkan tidak hanya oleh berkurangnya epitel ketebalan (atrofi) tetapi juga oleh
peningkatan vaskularisasi. Oleh karena itu digunakan istilah “erythematous” yang

artinya merah / memerah yang lebih sering dipakai. Kandidiasis ini menyebabkan rasa

terbakar1

Gambar 2.6 Kadidiasis Eritematus

2.4.1.1.3 Kandidiasis Hiperplastik Kronis

Candidosis hiperplastik kronis, atau sering disebut "candidal leukoplakia", tampak

berbatas tegas, sedikit meningkat, homogen atau nodular melekat plak putih yang tidak

bisa dihapus. Lokasi paling umum adalah pada ‘commisural mukosa bukal, dan lebih

jarang dorsum lidah. Mengenali jenis lesi tersebut sangat penting karena kondisi

tersebut sering berhubungan berbagai variasi derajat displasia dan keganasan1

Gambar 2.7 Kandidiasis Hiperplastik


2.4.1.2 Lesi yang berhubungan dengan Candida

2.4.1.2.1 Denture stomatitis

Denture stomatitis disebabkan inflamasi kronis dari permukaan mukosa gigi

tiruan. Lesi berupa eritema pada area yang berkontak dengan gigi tiruan. Kondisi ini

biasanya asimptomatik. Namun, pasien bisa mengeluhkan ‘slight soreness atau rasa

terbakar. Denture stomatitis biasanya berhubungan dengan angular cheilitis dan median

rhomboid glositis1

Gambar 2.8 Denture Stomatitis1

Menurut Salerno dkk, 2011 , denture stomatitis dibagi tiga tipe secara klinis, yaitu

1. Tipe I Localized pinpoint hyperaemia


2. Tipe II Erythematous lesion involving denture covered mucosa
3. Tipe III Papillary type involving central part of hard palate and alveolar

Gambar 2.9 Denture Stomatitis Tipe I, II, III


2.4.1.2.2 Median Rhomboid Glositis

Median rhomboid glositis memiliki karakteristik berupa eritema, area atrofi

papila filiform berbentuk elips atau rhomboid yang berlokasi pada midline dorsum lidah

sebelah anterior dari papila sirkumvalata. Meskipun median rhomboid glositis dianggap

sebagai anomali perkembangan, namun bukti terbaru menunjukkan bahwa hal tersebut

adalah kandidiasis oral kronis yang didapat.1

Gambar 2.10 Median Rhomboid Glossitis

2.4.1.2.3 Angular Cheilitis

Angular cheilitis, disebut juga perleche, terjadinya di duga berhubungan dengan

denture stomatits. Selain itu faktor nutrisi memegang peranan dalam ketahanan jaringan

inang, seperti defisiensi vitamin B1 2, asam folat dan zat besi, hal ini akan

mempermudah terjadinya infeksi. Gambaran klinisnya berupa lesi agak kemerhan

karena terjadi inflamasi pada sudut mulut (commisure), terlihat pecah - pecah atau

berfissure.1

Gambar 2.11 Angular Cheilitis


2.4.1.3 Lesi Primer Keratinisasi Yang Terinfeksi Candida

Candida biasanya muncul pada leukoplakia non-homogen, dan dipercaya bahwa

organisme tersebut adalah organisme sekunder. Pada pasien dengan lichen planus, lesi

sering terinfeksi oleh Candida. Penyebab infeksi sekunder ini adalah perubahan struktur

permukaan epitel atau alterasi respon sel pertahanan tubuh yang melawan Candida

albicans1

2.4.1.4 Kandidiasis Oral Sekunder

2.4.1.4 .1 Kandidiasis Mukokutan Kronis

Kandiasis Mukokutan Kronis (Chronic mucocutaneus candidosis/CMC)

memiliki karakteristik berupa kandidiasis superfisial pada kulit,kuku dan membran

mukosa yang persisten maupun rekuren. CMC berhubungan dengan defek pada sel

pertahanan tubuh terhadap antigen candida saja maupun karena defek yang merupakan

bagian dari abnormalitas imun secara umum. CMC biasanya berhubungan dengan

variasi imunodefisiensi primer, seperti sindrom imunodefisiensi kombinasi berat,

sindrom Nezelof (thymic alymphoplasia), sindrom DiGeorge thymicaplasia kongentital),

sindrom hiperimunoglobulin E, defisiensi myeloperoksidase, dan endokrinopati

terutama Addison’s disease dan hipoparatiroidisme

Gambar 2.12 Kandidiasis Muokutan Kronis


2.5 Diagnosis

Penegakan diagnosis kandidosis oral umumnya didasarkan tanda dan gejala klinis,

dan bisa didukung oleh tes tambahan seperti sitologi eksfoliatif, kultur dan biopsi.

Manajemen harus didasarkan pada riwayat kesehatan pasien, presentasi klinis dan gejala.

Dalam kasus kegagalan untuk menanggapi antijamur topikal terapi, terapi antijamur sistemik

harus dipertimbangkan; dan keberadaan pasien harus dievaluasi penyakit sistemik

predisposisi yang tidak terdiagnosis. Kepatuhan pasien terhadap terapi antijamur harus

dipantau untuk memaksimalkan efektivitas terapeutik.1

Infeksi jamur pada anak dapat bermanifestasi pada rongga mulut, yang paling sering

terjadi adalah infeksi Candida albicans. Pada awalnya, jamur jenis ini merupakan flora

normal pada kulit. Namun ketika terjadi ketidakseimbangan mikroflora dalam rongga mulut,

maka terjadilah infeksi. Untuk mencapai keefektifan terapi diperlukan penegakan diagnosa

yang tepat. Riwayat, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang dapat sangat membantu

dalam menegakkan diagnosa. Selain itu diperlukan juga pengetahuan yang baik tentang

terapi antibiotik. Dibutuhkan komunikasi yang baik dengan dokter umum selama perawatan.1
BAB III

PENATALAKSANAAN INFEKSI JAMUR PADA ANAK

Pengobatan yang tepat memerlukan identifikasi serta koreksi terhadap faktor

predisposisi. Tanpa hal tersebut maka perawatan antijamur hanya menghilangkan

infeksi sementara, dan mungkin terjadi infeksi jamur kembali. Oleh karena itu

pencatatan riwayat medis dan gigi merupakan proses penting. Tujuan pengobatan anti

jamur adalah :

1. Mengidentifikasi dan eliminasi faktor predisposisi

2. Mencegah penyebaran jamur secara sistemik

3. Menghilangkan gejala dan faktor yang menyebabkan ketidaknyamanan

4. Menurunkan jumlah kandida

Sebelum memulai pengobatan harus diketahui terlebih dahulu kondisi sistemik

seperti kondisi defisiensi nutrisi (Zat besi, asam folat, vitamin B12), Diabetes mellitus,

dan defisiensi imun. Obat-obatan yang dapt menyebabkan infeksi jamur harus diketahui,

dan apabila memungkinkan digunakan obat pengganti. Penggunaan inhaler untuk

penyakit asma harus disertai berkumur dengan air setelah penggunaan serta instruksi

kebersihan mulut yang jelas. Jika koreksi terhadap faktor predisposisi tidak dapat

dilakukan seperti pada kasus infeksi HIV atau perwatan imunosupresi pada pasien pasca

transplantasi, maka diperlukan obat antijamur. Obat anti jamur dipilih berdasarkan

beberapa faktor termasuk riwayat medis, gejala klinis, keparahan infeksi, dan metode

aplikasi obat yang memungkinkan. Klasifikasi obat anti jamur berdasarkan target kerja.

Obat-obat antijamur diklasifikasikan menjadi beberapa golongan yaitu:

1. Antibiotik

a. Polyenes : amfotericin B, Nystatin, Hamycin, Nalamycin

b. Heterocyclicbenzouran : griseofulvin
2. Antimetabolite: Flucytosine (5 –Fe)

3. Azoles

a. Imidazole (topical): clotrimazol, Econazol, miconazol (sistemik) :

ketoconazole

b. Triazoles (sistemik) : Flukonazole, Itrakonazole

4. Allylamine Terbinafine

5. Antijamur lainnya : tolnaftate, benzoic acid, sodiumtiosulfat.

Pada pengobatan kandidiasis oral umumnya yang paling sering digunakan


9,14
adalah bahan polyene dan azole . Pengobatan biasanya dikategorikan menjadi

dua jenis yaitu lini primer atau pilihan pertama dan lini sekunder atau pilihan

kedua

Gambar 3.0 Nystatin Oral Suspension

3.1 Tatalaksana Pasien dengan Infeksi Candidiasis

3.1.1 Obat-obatan lini primer

Nystatin adalah obat lini primer. dihasilkan oleh streptomyces noursei,

mekanisme kerja obat ini dengan cara merusak membran sel yaitu terjadi perubahan

permeabilitas membran sel. Sediaan berupa suspensi oral 100.000 U / 5ml dan bentuk

cream 100.000 U/g, dengan penggunaan secara topikal 4 kali sehari selama 2 menit

berkontak dengan jaringan kemudian dapat ditelan. Biasa digunakan untuk kasus

denture stomatitis. Tidak ada bukti interaksi obat dan efek samping

Amfoterisin B dihasilkan oleh Streptomyces nodusum, mekanisme kerja obat ini


yaitu dengan cara merusak membran sel jamur. Efek samping terhadap ginjal seringkali

menimbulkan nefrositik. Sediaan berupa lozenges (10 ml) dapat digunakan sebanyak 3-

4 kali sehari

Clotrimazole menurunkan pertumbuhan jamur dengan menghambat sintesis

ergostrol. Tidak diindikasikan untuk infeksi sistemik. Mekanisme kerja sama dengan

miconazole, dengan bentuk sediannya berupa cream dan lozenges 10 mg, sehari 3 – 4

kali. Efek samping berupa rasa tidak nyaman di mulut, meningkatkan level enzim pada

liver, mual, dan muntah

3.1.2 Obat-obatan lini sekunder

Obat-obatan lini sekunder yang menjadi pilihan kedua yang biasa digunakan

adalah : Miconazole, Ketoconazole, Fluconazole, Itraconazole.

Miconazole mekanisme kerjanya dengan cara menghambat enzim cytochrome

P450 sel jamur, lanosterol 14 demethylase sehingga terjadi kerusakan sintesa ergosterol

dan selanjutnya terjadi ketidak normalan membran sel. Sediaan dalam bentuk gel oral

(20 mg/ml), digunakan 4 kali /hari setengah sendok makan, ditaruh diatas lidah

kemudian dikumurkan dahulu sebelum ditelan

Ketokonazole (ktz) adalah anti jamur broad spectrum. Mekanisme kerjanya

dengan cara menghambat cytochrome P450 sel jamur, sehingga terjadi perubahan

permeabilitas membran sel, Obat ini dimetabolisme di hepar. Efek sampingnya berupa

mual / muntah, sakit kepala,parestesia dan rontok , serta memiliki interaksi obat

dengan obat antikoagulan. Sediaan dalam bentuk tablet 200mg. Dosis satu

kali /hari dikonsumsi pada waktu makan

Flukonazole, dapat digunakan pada seluruh penderita kandidiasis termasuk pada

penderita immunosupresif. Efek samping mual,sakit di bagian perut, sakit kepala,

eritema pada kulit. Mekanisme kerjanya dengan cara mempengaruhi Cytochrome P 450
sel jamur, sehingga terjadi perubahan membran sel . Absorpsi tidak dipengaruhi oleh

makanan. Sediaan dalam bentuk capsul 50,mg,100mg, 150mg dan 200mg single dose

dan intra vena. Kontra indikasi pada wanita hamil dan menyusui

Itrakonazole, adalah obat antijamur broad spectrum dan kontra indikasi bagi

wanita hamil dan pasien dengan penyakit hepar. Efektif untuk pengobatan kandidiasis

penderita imunoocompromised. Sediaan dalam bentuk tablet ,dosis 200mg/hari selama 3

hari, bentuk sediaan suspensi (100-200 mg) / hari,selama 2 minggu. Efek samping obat

berupa gatal-gatal,pusing, sakit kepala, sakit di bagian perut, mual dan neuropathy

Pengobatan kandidiasis oral yang ringan dan lokal biasanya adalah terapi anti

jamur secara topikal. Nystatin adalah obat terpilih. Suspensi oral nystatin (100000

IU/ml) digunakan sebagai obat kumur selama 2 menit sebanyak 4 kali sehari kemudian

ditelan. Pasien tidak boleh makan dan minum selama 20 menit setelah menggunakan

suspensi oral nystatin. Alat intra oral seperti gigi tiruan harus dilepaskan selama

menggunakan obat kumur tersebut agar terdapat kontak obat dengan jaringan mulut

Suspensi oral nystatin mengandung sukrosa yang banyak sehingga pasien diberi

instruksi untuk menyikat gigi sebelum menggunakan nystatin. Nystatin oral tidak efektif

pada lesi kandida pada pasien kanker. Selain itu karena tingginya kandungan sukrosa,

nystatin juga kontra indikasi bagi pasien Diabetes Mellitus. Pada kasus-kasus tersebut

suspensi oral Fluconazole (5mg/ml) dapat dipilih. Beberapa obat kumur seperti

chlorhexidine gluconate, trichlosan, dan essential oils menunjukkan aktivitas anti jamur.

Penelitian menunjukkan obat kumur 0,2% chlorhexidine gluconate bagik untuk

pengobatan anti jamur. Namun ada penelitian yang menunjukkan penurunan efektifitas

nystatin jika dikombinasikan dengan chlorhexidine gluconate, oleh karena itu

disarankan penggunaan nystatin selama 30 menit setelah menggunakan obat kumur

chlorhexidine gluconate
Jadwal kontrol dilakukan 3 -7 hari setelah dimulai pengobatan antijamur. Durasi

pengobatan bervariasi antara 7-14 hari, dengan terapi dilanjutkan hingga 2-3 hari gejala

klinis hilang sedangkan menurut rao terapi dilanjutkan hingga 2 minggu sejak lesi

hilang. Kegagalan terhadap pengobatan topikal adalah tanda adanya kondisi

imunosupresi dari penyakit sistemik yang belum terdiagnosa. Pada kasus ini,

penggunaan obat anti jamur sistemik diperlukan.


BAB IV

SIMPULAN

Infeksi jamur pada jaringan lunak rongga mulut anak merupakan infeksi yang umum

terjadi pada anak. Dokter gigi memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis dan

manajemen penyakit jamur pada pada jaringan lunak rongga mulut anak. Oleh karena itu,

diperlukan pengetahuan yang memadai dalam mengenali berbagai bentuk infeksi mulut karena

Candida dan non- Candida, yang merupakan tanda melemahnya kekebalan tubuh. Pengetahuan

memadai dari dokter gigi juga diperlukan untuk membantu penegakan diagnosis dini,

pengobatan yang tepat, dan pencegahan penyebaran penyakit sehingga mengurangi kematian

pada anak.

Riwayat, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang dapat sangat membantu dalam

menegakkan diagnosa. Selain itu diperlukan juga pengetahuan yang baik tentang terapi antibiotik

serta dibutuhkan komunikasi yang baik dengan dokter umum selama perawatan agar tercapai

perawatan yang optimal.


DAFTAR PUSTAKA

1. Tarçın BG. Oral Candidosis : Aetiology , Clinical Manifestations , Diagnosis and


Management. 2011;1(2):140–8.
2. Studi P, Dokter P, Kedokteran F, Udayana U. Laporan Kasus ORAL
CANDIDIASIS. 2017;
3. Kusumaputra BH, Zulkarnain I. Penatalaksanaan Kandidiasis Mukokutan pada
Bayi ( Treatment of Mucocutaneous Candidiasis in Infant ). :139–45.
4. Hakim L, Ramadhian MR, Kedokteran F, Lampung U. Kandidiasis Oral Oral
Candidiasis. 2015;4:53–7.
5. Naglik JR, Challacombe SJ, Hube B. Treatment of oropharyngeal and esophageal
candidiasis. Microbiol Mol Biol Rev. 2003;67(3):400–28.
6. Komariah, Sjam R. Candida colonization in the oral cavity. 2012;XXVIII(1):187–
90.

Anda mungkin juga menyukai