Anda di halaman 1dari 22

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kandidiasis oral merupakan infeksi fungal pada mukosa mulut yang

bersifat oportunistik, disebabkan oleh kandida sebagai salah satu mikroflora

normal mulut yang mengalami pertumbuhan berlebih. Di mulut terdapat

beberapa jenis kandida, Candida albicans termasuk jenis yang umum

ditemui. Lebih dari 80% isolat mulut terdiri dari C. albicans, C. glabrata, dan

C. tropikalis. C. albicans dilaporkan 45% terdapat pada neonatus, 45-65%

pada anak sehat, 30-45% pada orang dewasa sehat, 50-65% pada pemakai

gigi tiruan, 9-88% pada penderita penyakit akut jangka panjang, 90% pada

penderita leukimia akut dengan kemoterapi, dan 95% pada penderita HIV1.

Adapun faktor resiko yang mempengaruhi infeksi kandidiasis oral

adalah faktor patogen dan faktor host. Faktor patogen disebabkan oelh jamur

kandida. Jamur kandida mampu melakukan metabolisme glukosa dalam

kondisi aerobik maupun anaerobik. Selain itu jamur kandida mempunyai

faktor-faktor yang mempengaruhi adhesi terhadap dinding sel epitel seperti

mannose, reseptor C3d, mannoprotein dan saccharin. Sifat hidrofobik dari

jamur dan juga kemampuan adhesi dengan fibronektin host juga berperan

penting terhadap inisial dari infeksi ini 2.

Faktor Host dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor lokal dan faktor

sistemik. Faktor lokal yaitu fungsi kelenjar saliva yang terganggu dapat

menjadi predisposisi dari kandidiasis oral. Sekresi saliva menyebabkan

lemahnya dan mengbersihkan berbagai organisme dari mukosa. Pada saliva


2

terdapat berbagai protein-protein antimikrobial seperti laktoferin,

sialoperoksidase, lisosim, dan antibodi antikandida yang spesifik.

Penggunaan obat-obatan seperti obat inhalasi steroid menunjukan

peningkatan resiko dari infeksi kandidiasis oral. Hal ini disebabkan

tersupresinya imunitas selular dan fagositosis. Penggunaan gigi palsu

merupakan faktor predisposisi infeksi kandidiasis oral. Penggunaan ini

menyebabkan terbentuknya lingkungan mikro yang memudahkan

berkembangnya jamur kandida dalam keadaan PH rendah, oksigen rendah,

dan lingkungan anaerobik. Penggunaan ini pula meningkatkan kemampuan

adhesi dari jamur ini 2.

Faktor sistemik yaitu penggunaan obat-obatan seperti antibiotik

spektrum luas dapat mempengaruhi flora lokal oral sehingga menciptakan

lingkungan yang sesuai untuk jamur kandida berproliferasi. Penghentian

obat-obatan ini akan mengurangi dari infeksi jamur kandida. Obat-obatan lain

seperti agen antineoplastik yang bersifat imunosupresi juga mempengaruhi

dari perkembangan jamur kandida2.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dan etiologi dari kandidiasis oral?

2. Bagaimana patogenesis terjadinya kandidiasis oral?

3. Bagaimana klasifikasi dan gambaran klinis kandidiasis oral?

4. Bagaimana cara penegakan diagnosis pada kandidiasis oral?

5. Bagaimana penatalaksanaan kandidiasis oral?


3

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dan etiologi dari kandidiasis oral.

2. Untuk mengetahui patogenesis kandidiasis oral.

3. Untuk mengetahui klasifikasi dan gambaran klinis kandidiasis oral.

4. Untuk mengetahui cara penegakan diagnosa pada kandidiasis oral.

5. Untuk mengetahui penatalaksanaan kandidiasis oral.


4

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Laporan Kasus

Seorang pria berusia 55 tahun datang ke Departemen Kedokteran Gigi

dan Radiologi dengan keluhan mulut terasa gatal dan panas sejak satu

setengah bulan yang lalu. Sensasi panas akan meningkat saat mengkonsumsi

makanan pedas. Pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi dan asma sejak

6 tahun yang lalu. Pasien mengkonsumsi bronkodilator (Salbutamol dan

Ipratropium Bromida) sebagai terapi asma. Sejak 3 bulan yang lalu, pasien

mengalami asma yang semakin parah, sehingga dokter menambahkan obat

yaitu pemberian ICS Beclomethasone 400 g.

Pada pemeriksaan intraoral ditemukan patch berwarna putih seperti

susu yang difus pada mukosa vestibula bukalis kanan dan kiri, serta pada

palatum durum dan mole. Lesi besifat scrapable, dan saat dilakukan

pengerokan didapatkan lesi eritematous yang difus.

Gambar 1. Mukosa vestibula bukalis kanan dan kiri sebelum diterapi.


5

Gambar 2. Palatum durum dan palatum mole sebelum diterapi.

Dilakukan pemerikaan penunjang berupa pemeriksaan hapusan dari

kerokan lesi dan ditemukan hifa dari kandida.

Gambar 3. Potomikrografi yang menunjukan hypa berbetuk tubular dan yeast


berbentuk ovoid pada Candida albicans

Untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab yang mendasari berupa

kelainan sistemik, dilakukan pemeriksaan darah lengkap dan HIV rapid test.

Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil yang normal dan

didapatkan hasil non-reaktif pada pemeriksaan HIV rapid-test. Berdasarkan

anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dokter

mendiagnosa pasien dengan drug-induced pseudomembranous candidiasis.

Pasien diberikan KIE untuk meningkatkan kebersihan mulut dan untuk

pemberian steroid menggunakan spacer dengan Metered Dose Inhaler.


6

Pasien diberi terapi klotrimazole 1% yang diberikan secara topikal 4-5 kali

sehari selama 2 minggu. Didapatkan lesi menghilang setelah 15 hari

pengobatan.

Gambar 4. Mukosa vestibula bukalis kanan dan kiri setelah diterapi.

Gambar 5. Palatum durum dan palatum mole setelah diterapi.


7

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Definisi Kandidiasis Oral

Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi dalam rongga mulut yang

disebabkan oleh jamur Kandida. Jamur Kandida sebenarnya merupakan flora

normal mulut, namun berbagai faktor seperti adanya gangguan sistem imun

maupun penggunaan obat-obatan seperti obat antibiotik dan steroid dapat

menyebabkan flora normal tersebut menjadi patogen3.

3.2. Etiologi

Penyebab kandidiasis oral umumnya adalah jamur Candida albicans.

Dalam rongga mulut, Candida albicans dapat melekat pada mukosa labial,

mukosa bukal, dorsum lidah, dan daerah palatum. Selain Candida albicans,

ada 10 spesies Candida yang juga ditemukan yaitu C. tropicalis, C.

parapsilosis, C. krusei, C. kefyr, C. glabrata, dan C. guilliermondii, C.

pseudotropicalis, C. lusitaniae, C.stellatoidea, dan C.dubliniensis4.

3.3. Patogenesis Kandidiasis Oral

Kandida menjadi akan patogenik ketika berada pada pasien dengan

faktor predisposisi sehingga mempermudah terjadinya infeksi oportunistik.

Kondisi khusus penyebab timbulnya kandidiasis oral adalah sebagai berikut4:

a. Faktor yang mengubah status kekebalan4

Orang tua / bayi / kehamilan. Orangtua dan bayi lebih mudah terkena

infeksi karena status imunologi yang tidak sempurna.


8

Penderita penyakit keganasan.

Infeksi HIV / gangguan imunodefisiensi lainnya.

Kelainan endokrin (hipotiroid atau hipoparatiroid, diabetes melitus,

hipoadrenalism).

Terapi kortikosteroid.

b. Faktor yang mengubah lingkungan mukosa oral4

Xerostamia

Saliva penting dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral karena efek

pembilasan dan antimikrobial protein yang terkandung dalam saliva

dapat mencegah pertumbuhan berlebih dari Candida albicans. Itu

sebabnya kandidiasis oral dapat terjadi pada kondisi Sjogren syndrome,

radioterapi kepala dan leher, dan obat-obatan yang dapat mengurangi

sekresi saliva.

Terapi antibiotika.

Kebersihan mulut dan gigi yang jelek

Malnutrisi /malabsorpsi (defisiensi besi, asam folat atau vitamin).

Acidic saliva / diet kaya karbohidrat.

Perokok berat.

Oral epithelial dysplasia.

Gigi tiruan

Sebanyak 65% orang tua yang menggunakan gigi tiruan penuh pada

rahang atas menderita infeksi Kandida, hal ini dikarenakan pH yang

rendah, lingkungan anaerob dan oksigen yang sedikit mengakibatkan

Candida albicans tumbuh pesat4.


9

3.4. Faktor Resiko

Adapun faktor resiko yang mempengaruhi dari infeksi dari

kandidiasis oral yaitu:

a. Faktor Patogen

Jamur kandida mampu melakukan metabolisme glukosa dalam kondisi

aerobik maupun anaerobik. Selain itu jamur kandida mempunyai faktor-

faktor yang mempengaruhi adhesi terhadap dinding sel epitel seperti

mannose, reseptor C3d, mannoprotein dan Saccharin. Sifat hidrofobik dari

jamur dan juga kemampuan adhesi dengan fibronektin host juga berperan

penting terhadap inisial dari infeksi ini5.

b. Faktor Host

1. Faktor lokal

Fungsi kelenjar saliva yang terganggu dapat menjadi predisposisi

dari kandidiasis oral. Sekresi saliva menyebabkan lemahnya dan

mengbersihkan berbagai organisme dari mukosa. Pada saliva terdapat

berbagai protein-protein antimikrobial seperti laktoferin,

sialoperoksidase, lisosim, dan antibodi antikandida yang spesifik.

Penggunaan obat-obatan seperti obat inhalasi steroid menunjukan

peningkatan resiko dari infeksi kandidiasis oral. Hal ini disebabkan

tersupresinya imunitas selular dan fagositosis6. Penggunaan gigi palsu

merupakan faktor predisposisi infeksi kandidiasis oral. Penggunaan ini

menyebabkan terbentuknya lingkungan mikro yang memudahkan

berkembangnya jamur kandida dalam keadaan PH rendah, oksigen


10

rendah, dan lingkungan anaerobik. Penggunaan ini pula meningkatkan

kemampuan adhesi dari jamur ini6.

2. Faktor sistemik

Penggunaan obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dapat

mempengaruhi flora lokal oral sehingga menciptakan lingkungan yang

sesuai untuk jamur kandida berproliferasi. Penghentian obat-obatan ini

akan mengurangi dari infeksi jamur kandida. Obat-obatan lain seperti

agen antineoplastik yang bersifat imunosupresi juga mempengaruhi

dari perkembangan jamur kandida. Beberapa faktor lain yang menjadi

predisposisi dari infeki kandidiasis oral adalah merokok, diabetes,

sindrom Cushings serta infeksi HIV7.

3.5. Klasifikasi dan Gambaran Klinis

Secara umum, kandidiasis oral dapat diklasifikasikan atas tiga

kelompok, yaitu3:

1. Akut

Dibedakan menjadi dua macam, yaitu

a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut

Kandidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush. Secara klinis,

pseudomembranosus kandidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih

atau kuning, seperti cheesy material yang dapat dihilangkan dan

meninggalkan permukaan yang berwarna merah. Kandidiasis ini terdiri

atas sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur dan umumnya dijumpai
11

pada mukosa labial, mukosa bukal, palatum keras, palatum lunak, lidah,

jaringan periodontal dan orofaring.

Thrush dijumpai sebesar 5% pada bayi baru lahir dan 10% pada orang

tua yang kondisi tubuhnya lemah. Keberadaan kandidiasis

pseudomembranosus ini sering dihubungkan dengan penggunaan

kortikosteroid, antibiotik, xerostomia, dan pada pasien dengan sistem imun

rendah seperti HIV/AIDS. Diagnosis banding dari kandidiasis

pseudomembranosus ini meliputi flek dari susu dan debris makanan yang

tertinggal menempel pada mukosa mulut, khususnya pada bayi yang masih

menyusui atau pada pasien lanjut usia dengan kondisi tubuh yang lemah

akibat penyakit 3.

Gambar 6. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut

b. Kandidiasis Atrofik Akut

Tipe kandidiasis ini kadang dinamakan sebagai antibiotic sore tongue

atau juga kandidiasis eritematus dan biasanya dijumpai pada mukosa

bukal, palatum, dan bagian dorsal lidah dengan permukaan tampak sebagai

bercak kemerahan. Penggunaan antibiotik spektrum luas maupun

kortikosteroid sering dikaitkan dengan timbulnya kandidiasis atrofik akut.


12

Pasien yang menderita kandidiasis ini mengeluh adanya rasa sakit seperti

terbakar3.

Gambar 6. Kandidiasis Atrofik Akut

2. Kronik

Dibedakan atas tiga jenis, yaitu:

a. Kandidiasis Atrofik Kronik

Kandidiasis atrofik kronik disebut juga denture sore mouth atau denture

related stomatitis, dan merupakan bentuk kandidiasis paling umum yang

ditemukan pada 24-60% pemakai gigi tiruan. Gambaran klinis denture

related stomatitis ini berupa daerah eritema pada mukosa yang berkontak

dengan permukaan gigi tiruan. Gigi tiruan yang menutupi mukosa dari

saliva menyebabkan daerah tersebut mudah terinfeksi jamur. Berdasarkan

gambaran klinis yang terlihat pada mukosa yang terinflamasi di bawah gigi

tiruan rahang atas, denture stomatitis ini dapat diklasifikasikan atas tiga

yaitu:

Tipe I : tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang

terlokalisir.

Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak dengan

gigi tiruan.
13

Tipe III : tipe granular (inflammatory papillary hyperplasia) yang

biasanya tampak pada bagian tengah palatum keras2.

Gambar 7. Denture Stomatitis tipe I

Gambar 8. Denture Stomatitis tipe II

Gambar 9. Denture Stomatitis tipe III

b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik

Kandidiasis ini sering disebut juga sebagai Kandida leukoplakia yang

terlihat seperti plak putih pada bagian komisura mukosa bukal atau tepi

lateral lidah yang tidak bisa hilang bila dihapus. Kondisi ini dapat

berkembang menjadi displasia berat atau keganasan. Kandida leukoplakia

ini dihubungkan dengan kebiasaan merokok3.


14

Gambar 10. Kandidiasis Hiperplastik Kronik

c. Median Rhomboid Glositis

Median Rhomboid Glositis merupakan bentuk lain dari atrofik

kandidiasis yang tampak sebagai daerah atrofik pada bagian tengah

permukaan dorsal lidah, dan cenderung dihubungkan dengan perokok dan

penggunaan obat steroid yang dihirup3.

Gambar 11. Median Rhomboid Glositis

3. Keilitis Angularis

Keilitis Angularis atau disebut juga angular stomatitis atau perleche

merupakan infeksi campuran bakteri dan jamur Kandida yang umumnya

dijumpai pada sudut mulut baik unilateral maupun bilateral. Sudut mulut yang

terinfeksi tampak merah dan sakit. Keilitis angularis dapat terjadi pada

penderita anemia defisiensi besi, defisiensi vitamin B12, dan pada gigi tiruan

dengan vertikal dimensi oklusi yang tidak tepat2.


15

Gambar 12. Keilitis Angularis

3.6. Diagnosis

Diagnosis yang tepat diperoleh dari pemeriksaan yang teliti. Diagnosis

kandidiasis oral yang dapat dilakukan meliputi anamnesis, pemeriksaan

klinis, dan pemeriksaaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif,

metode kultur swab, uji saliva, dan biopsi. Berdasarkan hasil anamnesis dapat

diperoleh informasi mengenai keadaan rongga mulut yang dialami pasien.

Pasien yang menderita kandidiasis oral bisa mempunyai keluhan terhadap

keadaan rongga mulutnya, namun ada juga yang tidak menyatakan adanya

keluhan pada rongga mulutnya. Keluhan yang bisa terjadi pada kandidiasis

oral seperti adanya rasa tidak nyaman, rasa terbakar, rasa sakit, dan pedih

pada rongga mulut3.

Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat gambaran klinis lesi yang

terdapat pada rongga mulut. Gambaran klinis kandidiasis oral yang terlihat

bisa berbeda-beda sesuai dengan tipe kandidiasis yang terjadi pada rongga

mulut pasien. Di samping itu, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan

sitologi eksfoliatif, kultur swab, uji saliva, dan biopsi sangat diperlukan dalam

mendukung diagnosa kandidiasis oral. Pada pemeriksaan menggunakan KOH

10% didapatkan gambaran yeast, blastospora atau pseudohifa3.


16

3.7. Penatalaksanaan

Adapun manajemen terapi yang dilakukan pada kandidiasis oral adalah

dengan pengobatan secara topikal. Setelah dilakukan pengobatan topikal

maka dilanjutkan pengobatan selama dua minggu setelah terjadinya resolusi

pada lesi. Ketika terapi topikal mengalami kegagalan maka dilanjutkannya

terapi sistemik karena gagalnya respon obat merupakan pertanda adanya

penyakit sistemik yang mendasari. Follow up setelah 3 sampai 7 hari

pengobatan untuk mengecek efek dari obat-obatan. Adapun tujuan utama dari

pengobatan adalah untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor-faktor

yang berkontribusi, untuk mencegah penyebaran sistemik, untuk mengurangi

kekurangnyamanan yang terjadi dan untuk mengurangi perkembangbiakan

kandida. Pengobatan pada kandidiasis terdiri atas lini pertama dan

pengobatan lini kedua2.

Pengobatan kandidiasis oral lini pertama yaitu:

1. Nistatin

Nistatin merupakan obat lini pertama pada kandidiasis oral yang

terdapat dalam bentuk topikal. Obat nistatin tersedia dalam bentuk krim

dan suspensi oral. Tidak terdapat interaksi obat dan efek samping yang

signifikan pada penggunaan obat nistatis sebagai anti kandidiasis2.

2. Ampoterisin B

Obat ini dikenal dengan Lozenge (fungilin 10 mg) dan suspensi oral

100 mg/ml dimana diberikan tiga sampai empat kali dalam sehari.

Ampoterisin B menginhibisi adhesi dari jamur kandida pada sel epitel.

Efek samping pada obat ini adalah efek toksisitas pada ginjal2.
17

3. Klotrimazol

Obat ini mengurangi pertumbuhan jamur dengan menginhibisi

ergosterol. Klotrimazol dikontraindikasikan pada infeksi sistemik. Obat

ini tersedia dalam bentuk krim dan tablet 10 mg. Efek utama pada obat ini

adalah rasa sensasi tidak nyaman pada mulut, peningkatan level enzim

hati, mual dan muntah2.

Adapun pengobatan kandidiasis lini kedua yaitu:

1. Ketokonazol

Ketokonazol memblok sintesis ergosterol pada membran sel fungal dan

diserap dari gastrointestinal dan dimetabolisme di hepar. Dosis yang

dianjurkan adalah 200-400 mg tablet yang diberikan sakali atau dua kali

dalam sehari selama dua minggu. Efek samping adalah mual, muntah,

kerusakan hepar dan juga interaksinya dengan antikoagulan2.

2. Flukonazol

Obat ini menginhibisi sitokrom p450 fungal. Obat ini digunakan pada

kandidiasis orofaringeal dengan dosis 50-100 mg kapsul sekali dalam

sehari dalam dua sampai tiga minggu. Efek samping utama pada

pengobatan dengan menggunakan flukonazol adalah mual, muntah dan

nyeri kepala2.

3. Itrakonazol

Itrakonazol merupakan salah satu antifungal spektrum luas dan

dikontraindikasikan pada kehamilan dan penyakit hati. Dosis obat adalah

100 mg dalam bentuk kapsul sehari sekali selama dua minggu. Efek

samping utama adalah mual, neuropati dan alergi2.


18

3.8. Efek Asma Bronkial terhadap Kandidiasis Oral

Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi kronik pada saluran

pernapasan yang ditandai dengan dyspnea, nafas pendek, batuk, dan

wheeziing. Inflamasi pada saluran pernapasan menyebabkan spasme otot

bronkus, pembengkakan mukosa bronkus, dan peningkatan sekresi mukus

oleh bronkus atau hidung sehingga mengakibatkan penyempitan saluran

bronkus. Etiologi dari asma bronkial adalah reaksi alergi imun complex.

Asma bronkial tidak menyebabkan lesi pada mulut secara langsung, tetapi

lesi terbentuk akibat efek dari terapi asma yaitu penggunaan steroid secara

inhalan8.

Penggunaan steroid secara inhalan yang berulang dapat menyebabkan

akut pseudomembranous candidiasis pada mulut5. Steroid merupakan

senyawa yang memiliki peranan untuk mengontrol respon inflamasi.

Penggunaan yang terus menerus menyebabkan efek samping yang serius dan

bersifat merugikan. Steroid memiliki efek sebagai imunosupresif. Efek ini

menyebabkan penurunan aktivitas sistem imun tubuh yang pada akhirnya

dapat menyebabkan seseorang lebih mudah terinfeksi penyakit. Steroid

memengaruhi sel darah putih (leukosit) dengan cara menurunkan migrasi sel

inflamasi (PMN, monosit, dan limfosit) sehingga penggunaan kortikosteroid

dalam waktu yang lama dapat meningkatkan kejadian infeksi9.


19

3.9. Terapi Steroid Menggunakan Spacer dengan Metered Dose Inhaler

Spacer merupakan sebuah alat yang terbuat dari bahan plastik atau

metal dengan sebuah mouthpiece atau masker di salah satu ujungnya dan

sebuah lubang untuk menghubungkan dengan inhaler diujung yang lain. Obat

yang dikeluarkan puffer akan diteruskan melalui spacer hingga dihirup oleh

pasien. Spacer hanya bisa digunakan bersama dengan Metered Dose Inhaler

(MDI). MDI merupakan inhaler yang mengeluarkan obat dalam bentuk uap

udara atau aerosol. Menggunakan spacer bersama dengan MD membuat obat

asma lebih mudah untuk dihirup penderita asma10.

Gambar 13. Spacer dengan MDI

Spacer memiliki beberapa kelebihan, yaitu sebagai berikut:

1. Penggunaan spacer membantu pasien untuk menghiryp obat dalam jumlah

tepat.

2. Menurunkan resiko efek samping dari obat yang dihirup. Penggunaan

spacer dapat membuat obat lebih mudah memasuki paru-paru sehingga

dapat meminimalkan terjadinya efek samping obat10.


20

BAB IV

PENUTUP

Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi dalam rongga mulut yang

disebabkan oleh jamur Kandida. Jamur Kandida merupakan flora normal mulut,

namun berbagai faktor seperti adanya gangguan sistem imun maupun penggunaan

obat-obatan seperti obat antibiotik dan steroid dapat menyebabkan flora normal

tersebut menjadi patogen. Penegakan diagnosa kandidiasis oral adalah berdasarkan

anamnesis, pemerikaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang

diberikan berupa terapi obat antijamur sepertii nistati, klotromazol, ketokonazol,

flukonazol dan intrakonazol.


21

DAFTAR PUSTAKA

1. Prayudha, SAE.; Bernadetta EC; Devi A; dan Goeno S. 2012. Kandidiasis

Mulut Sebagai Indikator Penyakit Sistemik. Majalah Kedokteran Gigi.

19(2): 162-166.

2. Hakim, L; M. Ricky Ramadhian. 2015. Candidiasis Oral. Majority. 4(8):

53-57.

3. Anonim. 2011. Tinjauan Pustaka Kandidiasis Oral. Universitas Sumatera

Utara.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17808/3/Chapter%20II.pd

f. Diakses tanggal 20 Oktober 2017.

4. Budiyanto, C. 2012. Kasus Log Book Gigi Dan Mulut. Kepaniteraan Klinik

Ilmu Gigi Dan Mulut. Fakultas Kedokteran Uns / Rsud Dr. Moewardi.

Surakarta.

5. Lehmann PF. Fungal structure and morphology. Medical Mycology. 1998;

4: 578.

6. Garber GE. Treatment of oral candida mucositis infections. Drugs. 1994;

47: 734 40

7. Jurnalku

8. Epstein JB, Truelove EL, Izutzu KL. Oral candidiasis: pathogenesis and

host defense. Rev Infect Dis 1984; 6: 96106.

9. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. 2011. Pendahuluan Hormon

Kortikosteroid.

http://scholar.unand.ac.id/3869/2/bab%201%20pendahuluan.pdf. Diakses

tanggal 20 Oktober 2017.


22

10. Medicalogy. 2017. Spacer: Memudahkan Penggunaan Metered Dose

Inhaler. https://www.medicalogy.com/blog/spacer-memudahkan-

penggunaan-metered-dose-inhaler/. Diakses tanggal 20 Oktober 2017.

Anda mungkin juga menyukai