Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUHAN

A. DEFINISI
Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi opurtunistik pada mukosa oral yang
disebabkan oleh jamur dari jenis Candida albicans. Selain Candida albicans penyebab
kandidiasis oral pula dapat disebabkan oleh C. Tropicalis, C. Krusei, C. Parapsilosis,
C. Guilliermondi. (Luqmanul H. dan M. Ricky R., 2015)
Oral candidiasis merupakan infeksi oportunis dalam rongga mulut. Candida
merupakan mikroorganisme ora normal dalam mulut,komensal atau dan sebanyak
20 – 75% ditemukan pada populasi umum dengan tanpa menimbulkan gejala
(Candida carriers). C. albicans merupakan agen penyebab primer pada oral
candidiasis. 3 C. albicans terutama menetap di dorsum lidah bagian posterior.
Candida carriage lebih sering pada wanita, atau orang-orang dengan golongan darah
O, diet tinggi karbohidrat, xerostomia, pengguna antimikroba spektrum luas (contoh:
tetrasiklin), pemakai protesa gigi, perokok, kondisi immunocompromised (penyakit
HIV, sindrom Down, malnutrisi, atau diabetes), dan pasien yang dirawat di rumah
sakit. (Nanan N., Wahyu H., dkk., 2017)

B. ETIOLOGI
Kandidiasis oral adalah salah satu infeksi fungal yang mengenai mukosa oral.
Lesi ini disebabkan oleh jamur Candida albicans. Candida albicans adalah salah satu
komponen dari mikroflora oral dan sekitar 30-50% orang sebagai karier organisme
ini. Tedapat lima tipe spesies kandida yang terdapat di kavitas oral, diantaranya
adalah:
1. Candida albicans
2. Candida tropicalis
3. Candida krusei
4. Candida parapsilosis
5. Candida guilliermondi
Dari kelima tipe tersebut, Candida albicans adalah yang paling sering terdapat
pada kavitas oral. Candida albicans merupakan fungi yang menyebabkan infeksi
opurtunistik pada manusia. Salah satu kemampuan yang dari Candida albicans adalah
kemampuan untuk tumbuh dalam dua cara, reproduksi dengan tunas, membentuk
tunas elipsoid, dan bentuk hifa, yang dapat meningkatkan misela baru atau bentuk
seperti jamur. (Luqmanul H. dan M. Ricky R., 2015)
C. FAKTOR RESIKO
Adapun faktor resiko yang mempengaruhi dari infeksi dari kandidiasis oral
yaitu: (Luqmanul H. dan M. Ricky R., 2015)
1. Faktor Patogen
Jamur kandida mampu melakukan metabolisme glukosa dalam kondisi aerobik
maupun anaerobik. Selain itu jamur kandida mempunyai faktor-faktor yang
mempengaruhi adhesi terhadap dinding sel epitel seperti mannose, reseptor C3d,
mannoprotein dan Saccharin. Sifat hidrofobik dari jamur dan juga kemampuan
adhesi dengan fibronektin host juga berperan penting terhadap inisial dari infeksi
ini.
2. Faktor Host
a. Faktor lokal
Fungsi kelenjar saliva yang terganggu dapat menjadi predisposisi dari
kandidiasis oral. Sekresi saliva menyebabkan lemahnya dan mengbersihkan
berbagai organisme dari mukosa. Pada saliva terdapat berbagai protein-
protein antimikrobial seperti laktoferin, sialoperoksidase, lisosim, dan
antibodi antikandida yang spesifik. Penggunaan obat-obatan seperti obat
inhalasi steroid menunjukan peningkatan resiko dari infeksi kandidiasis oral.
Hal ini disebabkan tersupresinya imunitas selular dan fagositosis.
Penggunaan gigi palsu merupakan faktor predisposisi infeksi kandidiasis
oral. Penggunaan ini menyebabkan terbentuknya lingkungan mikro yang
memudahkan berkembangnya jamur kandida dalam keadaan PH rendah,
oksigen rendah, dan lingkungan anaerobik. Penggunaan ini pula
meningkatkan kemampuan adhesi dari jamur ini.
b. Faktor sistemik
Penggunaan obat-obatan seperti antibiotik spektrum luas dapat
mempengaruhi flora lokal oral sehingga menciptakan lingkungan yang
sesuai untuk jamur kandida berproliferasi. Penghentian obat-obatan ini akan
mengurangi dari infeksi jamur kandida. Obat-obatan lain seperti agen
antineoplastik yang bersifat imunosupresi juga mempengaruhi dari
perkembangan jamur kandida.8 Beberapa faktor lain yang menjadi
predisposisi dari infeki kandidiasis oral adalah merokok, diabetes, sindrom
Cushing’s serta infeksi HIV.
D. MANIFESTASI KLINIK
Secara umum presentasi klinis dari kandidiasis oral terbagi atas lima bentuk:
kandidiasis pseudomembranosa, kandidiasis atropik, kandidiasis hiperplastik,
kandidiasis eritematosa atau keilitis angular. Pasien dapat menunjukan satu atau
kombinasi dari beberapa presentasi ini.
1. Kandidiasis pseudomembranosa
Kandidiasis pseudomembranosa secara umum diketahui sebagai thrush, yang
merupakan bentuk yang sering terdapat pada neonatus. Ini juga dapat terlihat
pada pasien yang menggunakan terapi kortikosteroid atau pada pasien dengan
imunosupresi. Kandidiasis pseudomembran memiliki presentasi dengan plak
putih yang multipel yang dapat dibersihkan. Plak putih tersebut merupakan
kumpulan dari hifa. Mukosa dapat terlihat eritema. Ketika gejala-gejala ringan
pada jenis kandidiasis ini pasien akan mengeluhkan adanya sensasi seperti
tersengat ringan atau kegagalan dalam pengecapan.
2. Kandidiasis atropik
Kandidiasis atropik ditandai dengan adanya kemerahan difus, sering dengan
mukosa yang relatif kering. Area kemerahan biasanya terdapat pada mukosa
yang berada dibawah pemakaian seperti gigi palsu. Hampir 26% pasien dengan
gigi palsu terdapat kandidiasis atropik.
3. Kandidiasis hiperplastik
Kandidiasis hiperplastik dikenal juga dengan leukoplakia kandida. Kandidiasis
hiperplastik ditandai dengan adanya plak putih yang tidak dapat deibersihkan.
Lesi harus disembuhkan dengan terapi antifungal secara rutin.
4. Kandidiasis eritematosa
Banyak penyebab yang mendasari kandidiasis eritematosa. Lesi secara klinis lesi
timbul eritema. Lesi sering timbul pada lidah dah palatum. Berlainan dengan
bentuk kandidiasis pseudomembran, penderita kandidiasis eritematosa tidak
ditemui adanya plak-plak putih. Tampilan klinis yang terlihat pada kandidiasis
ini yaitu daerah yang eritema atau kemerahan dengan adanya sedikit perdarahan
di daerah sekitar dasar lesi. Hal ini sering dikaitkan terjadinya keluhan mulut
kering pada pasien. Lesi ini dapat terjadi dimana saja dalam rongga mulut, tetapi
daerah yang paling sering terkena adalah lidah, mukosa bukal, dan palatum.
Kandidiasis eritematosa dapat diklasifikasikan dalam tiga tipe, yaitu :
a. Tipe 1 : inflamasi sederhana terlokalisir atau pinpoint hiperemia.
b. Tipe 2 : eritematosa atau tipe sederhana yang umum eritema lebih tersebar
meliputi sebagian atau seluruh mukosa yang tertutup gigi tiruan,
c. Tipe 3 : tipe granular (inflamasi papila hiperplasia) umumnya meliputi
bagian tengah palatum durum dan alveolar ridge.
5. Keilitis angular
Keilitis angular ditandai dengan pecahpecah, mengelupas maupun ulserasi yang
mengenai bagian sudut mulut. Gejala ini biasanya disertai dengan kombinasi dari
bentuk infeksi kandidiasis lainnya, seperti tipe erimatosa.

E. PATOFISIOLOGI
Infeksi kandida dapat terjadi apabila terdapat faktor predisposisi yang meliputi
kondisi kulit lokal, status nutrisi, perubahan status fisiologi, penyakit sistemik, dan
penyebab iatrogenik. Seperti pada pasien dengan penyakit sistemik contohnnya
diabetes melitus, dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi kandida.
Kondisi ini dihubungkan dengan perubahan metabolik seperti hiperglikema.
Hiperglikemia menunjang kolonisasi dan pertumbuhan dari kandida dan spesies
jamur lainnya. Selain itu, kondisi hiperglikemia juga dapat menyebabkan
berkurangnya kemampuan kemotaksis, fagositosis, dan bakterisidal dari leukosit.
Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan tingginya kadar glukosa kulit pada
pasien diabetes melitus sehingga mempermudah timbulnya infeksi kandida.
Mekanisme infeksi Candida albicans sangat komplek termasuk adhesi dan
invasi, perubahan morfologi dari bentuk sel khamir ke bentuk filamen (hifa),
pembentukan biofilm dan penghindaran dari sel-sel imunitas inang. Kemampuan
Candida albicans untuk melekat pada sel inang merupakan faktor penting pada tahap
permulaan kolonisasi dan infeksi. Perubahan fenotip menjadi bentuk filamen
memungkinkan Candida albicans untuk melakukan penetrasi ke lapisan epitelium dan
berperanan dalam infeksi dan penyebaran Candida albicans pada sel inang. Candida
albicans juga dapat membentuk biofilm yang dipercaya terlibat dalam penyerangan
sel inang dan berhubungan dengan resistansi terhadap antifungi (Kusumaningtyas,
2007).
Proses pertama dari infeksi adalah adhesi, melibatkan interaksi antara ligand
dan reseptor pada sel inang dan proses melekatnya sel Candida albicans ke sel inang.
Selanjutnya diikuti perubahan bentuk dari khamir ke filament, yang diketahui
berhubungan dengan patogenitas dan proses penyerangan kandida terhadap sel inang.
Tahap selanjutnya adalah pembentukan lapisan biofilm sebagai salah satu cara
Candida spp untuk mempertahankan diri dari obat-obat antifungi. Produksi enzim
hidrolitik ektraseluler seperti aspartyl proteinase juga sering dihubungkan dengan
patogenitas Candida albicans (Naglik, et al., 2004).
F. Pathway/WOC
G. Pemeriksaan Penunjang
Kandidiasis oral didiagnosis berdasarkan tanda-tanda klinis dan gejalanya. Adapun
tes tambahan yaitu : (Luqmanul H. dan M. Ricky R., 2015)
1. Sitologi eksfoliatif
Sitopatologi eksfoliatif bertujuan untuk melihat keadaan sel terdeskuamasi
baik yang normal maupun yang mengalami perubahan patologis. Pada prinsipnya
secara fisiologis, sel-sel permukaan terus menerus terdeskuamasi karena jaringan
tubuh terus mengalami pembaruan. Tingkat deskuamasi yang terjadi tergantung
pada jenis dan lokasi jaringan, fungsi jaringan, dan kapasitas metabolisme sel.
Metode sitologi eksfoliatif dapat dilakukan di jaringan lunak rongga mulut
seperti mukosa bukal, labial, lidah, serta palatal dan gingival. Tujuan dari
sitopatologi eksfoliatif mukosa oral adalah membantu mendiagnosis lesi-lesi di
rongga mulut yang tidak terdiagnosis dengan pemeriksaan klinis saja dan
membutuhkan hasil yang cepat dan non-invasif dibanding biopsi bedah.
Dilakukan pengambilan sel-sel dengan cara mengerok/scraping atau
menyikat/brushing mukosa oral untuk mengambil sel-sel yang masih kontak
dengan jaringan atau yang sudah terdeskuamasi. (Sabirin, 2015)
2. Kultur
Pemeriksaan kultur dilakukan dengan mengambil sampel cairan atau
kerokan sampel pada tempat infeksi, kemudian diperiksa secara berturutan
menggunakan Sabouraud’s dextrose broth kemudian Sabouraud’s dextrose agar
plate. Pemeriksaan kultur darah sangat berguna untuk endokarditis kandidiasis
dan sepsis. Kultur sering tidak memberikan hasil yang positif pada bentuk
penyakit diseminata lainnya. (Mutiawati, 2016)
3. Biopsi jaringan
Biopsi adalah pengambilan jaringan dari tubuh makhluk hidup untuk
mendapatkan spesimen histopatologi dalam upaya membantu menegakkan
diagnosis (Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan metode penting untuk
membantu menegakkan diagnosis lesi yang dicurigai mengalami keganasan,
seperti pembesaran jaringan, ulkus yang kronis, kerapuhan jaringan, atau
kekerasan saat palpasi. Metode biopsi dapat dilakukan pada semua jaringan
tubuh, termasuk jaringan lunak rongga mulut yang terdapat lesi (Avon dan Klieb,
2012).

H. Penatalaksanaan
Adapun manajemen terapi yang dilakukan pada kandidiasis oral adalah dengan
pengobatan secara topikal. Setelah dilakukan pengobatan topikal maka dilanjutkan
pengobatan selama dua minggu setelah terjadinya resolusi pada lesi. Ketika terapi
topikal mengalami kegagalan maka dilanjutkannya terapi sistemik karena gagalnya
respon obat adalah merupakan pertanda adanya penyakit sistemik yang mendasari.
Follow up setelah 3 sampai 7 hari pengobatan untuk mengecek efek dari obat-obatan.
Adapun tujuan utama dari pengobatan adalah . (Luqmanul H. dan M. Ricky R., 2015)
1. Untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi faktor-faktor yang berkontribusi.
2. Untuk mencegah penyebaran sistemik.
3. Untuk mengurangi kekurangnyamanan yang terjadi.
4. Untuk mengurangi perkembangbiakan kandida.
Pengobatan pada kandidiasis terdiri atas lini pertama dan pengobatan lini kedua.
Pengobatan kandidiasis oral lini pertama yaitu:
1. Nistatin
Nistatin merupakan obat lini pertama pada kandidiasis oral yang terdapat dalam
bentuk topikal. Obat nistatin tersedia dalam inokulasi bentuk krim dan suspensi
oral. Tidak terdapat interaksi obat dan efek samping yang signifikan pada
penggunaan obat nistatis sebagai anti kandidiasis.
2. Ampoterisin B
Obat ini dikenal dengan Lozenge (fungilin 10 mg) dan suspensi oral 100 mg/ml
dimana diberikan tiga sampai empat kali dalam sehari. Ampoterisin B
menginhibisi adhesi dari jamur kandida pada sel epitel. Efek samping pada obat
ini adalah efek toksisitas pada ginjal.
3. Klotrimazol
Obat ini mengurangi pertumbuhan jamur dengan menginhibisi ergosterol.
Klotrimazol dikontraindikasikan pada infeksi sistemik. Obat ini tersedia dalam
bentuk krim dan tablet 10 mg. Efek utama pada obat ini adalah rasa sensasi tidak
nyaman pada mulut, peningkatan level enzim hati, mual dan muntah.
Adapun pengobatan kandidiasis lini kedua yaitu:
1. Ketokonazol
Ketokonazol memblok sintesis ergosterol pada membran sel fungal dan diserap
dari gastrointestinal dan dimetabolisme di hepar. Dosis yang dianjurkan adalah
200-400 mg tablet yang diberikan sakali atau dua kali dalam sehari selama dua
minggu. Efek samping adalah mual, muntah, kerusakan hepar dan juga
interaksinya dengan antikoagulan.
2. Flukonazol
Obat ini menginhibisi sitokrom p450 fungal. Obat ini digunakan pada kandidiasis
orofaringeal dengan dosis 50-100mg kapsul sekali dalam sehari dalam dua
sampai tiga minggu. Efek samping utama pada pengobatan dengan menggunakan
flukonazol adalah mual, muntah dan nyeri kepala.
3. Itrakonazol
Itrakonazol merupakan salah satu antifungal spektrum luas dan
dikontraindikasikan pada kehamilan dan penyakit hati. Dosis obat adalah 100 mg
dalam bentuk kapsul sehari sekali selama dua minggu. Efek samping utama
adalah mual, neuropati dan alergi.

I. ASUHAN KEPERAWATAN (TEORI)


1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat penyakit dahulu
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Pemeriksaan fisik
f. Data dasar pengkajian fisik
1) Aktivitas dan istirahat
Gejala: mudah lelah,berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya,progesi kelelahan malaise.
Tanda : kelemahan otot.
2) Sirkulasi
Gejala : proses penyembuhan luka lambat
Tanda : takikardi,perubahan TD
3) Intregitas ego
Gejala : menguatirkan penampilan lasi cacat. Dan BB menurun
Tanda : cemas depresi,takut menarik diri,
4) Eliminasi
Gejala :diare ,sering dengan atau tanpa disertai kram abdominal .nyeri
panggul serta nyeri saat miksi.
Tanda : lesi atau abses peri anal ,perubahan dalam jumlah warna dan
karkteristik urin.
5) Makanan/ cairan
Gejala : Tidak ada napsu makan,perubahan dalam kemampuan
mengenali makan,mual muntah,disfagia,nyeri restoternal saat menelan
Tanda :penurunan BB yang cepat turgor kulit buruk,lesi pada rongga
mulut,adanya selaput putih dan dan perubahan warna,kesehatan gigi
/gusi yag buruk,aanya gig tanggal
6) Hygiene
Memperlihatkan penampilan yang tidak rapi.
Kekurangan dalam banyak atau semua perawatan diri aktivitas
perawatan diri
7) Neurosensori
Gejala : Kerusakan sensasi,atau indera posisi getaran,kelemahan otot.
Tanda : timbul rafleks yang tidak normal.
8) Nyeri/nyaman
Gejala : nyeri, sakit dan rsa terbakar
Tanda : penurunan rentan gerak,gerak otot melingdungi bagian yang
sakit
9) Keamanan
Gejala : Rasa terbakar luka yang lama penyembuhannya.riwayat
penyakit defisiensi imun.
Tanda : perubahan intergitas kulitluka pda peri anal dan kulit.
10) Seksualitas
Gejala : riwayat berperilaku beresiko tinggi yakni mengadakan
hubungan seksual dengan pasangan yang terinfeksi.aktivitasa seksual
yang terlingdungi dan seks anal.penggunaan kondom yang tidak
konsisten.
2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan infeksi (candidiasis oral).
2) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi (candidiasis oral).
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan infeksi (candidiasis oral).
3. Intervensi
1) Nyeri akut berhubungan dengan infeksi (candidiasis oral).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
SLKI SIKI
Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri
keperawatan selama 1x24 jam, Obsevasi :
diharapkan nyeri yang dirasakan  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
px berkurang. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Kriteria Hasil :  Identifikasi skala nyeri.
 Kluhan nyeri menurun  Identifikasi respons nyeri non verbal.
 Meringis menurun  Identifikasi faktor yang memperberat
 Gelisah menurun dan memperingan nyeri.
 Kesulitan tidur menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri.
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan.
 Monitor efek samping penggunaan
analgesik.
Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
 Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri.
 Fasilitasi istirahat dan tidur.
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri.
Edukasi :
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri.
 Jelaskan strategi meredakan nyeri.
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik
secara tepat.
 Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgesik
Pemberian Analgesik
Observasi :
 Identifikasi karakteristik nyeri.
 Identifikasi riwayat alergi obat.
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
dengan tingkat keparahan nyeri.
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesik.
 Monitor efektifitas analgesik.
Terapeutik :
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai
untuk mencapai analgesik optimal.
 Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu.
 Tetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respons pasien.
 Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak
diinginkan.
Edukasi :
 Jelaskan efek terapi dan efeksamping
obat.
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian dan jenis
analgesik.

2) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi (candidiasis oral).


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
SLKI SIKI
Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipertermia
keperawatan selama 2x24 jam, Observasi :
suhu pasien berada pada rentang  Identifikasi penyebab hipertermia
normal.  Monitor suhu tubuh
Kriteria Hasil:  Monitor kadar elektrolit
 Menggigil menurun  Monitor keluaran urine
 Kulit kemerahan menurun  Monitor komplikasi akibat hipertermia
 Kejang menurun Terapeutik :
 Pucat menurun  Sediakan lingkungan yang dingin
 Hipoksia menurun  Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Suhu tubuh membaik  Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Suhu kulit membaik  Berikan cairan oral
 Tekanan darah normal  Ganti linen setiap hari atau lebih sering
jika mengalami hiperhidrosis
 Lakukan pendinginan eksternal
 Hindari pemberian antipiretik atau
aspirin
 Berikan oksigen
Edukasi :
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena

3) Defisit nutrisi berhubungan dengan infeksi (candidiasis oral).


Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
SLKI SIKI
Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
keperawatan selama 1x24 jam, Observasi :
asupan nutrisi pasien adekuat  Identifikasi status nutrisi
untuk memenuhi kebutuhan  Identifikasi alergi dan intoleransi
metabolisme makanan
Kriteria Hasil :  Identifikasi makanan yang disukai
 Porsi makanan yang  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
dihabiskan meningkat nutrien
 Kekuatan otot menelan  Identifikasi perlunya penggunaan
meningkat selang nasogastrik
 Nyeri abdomen menurun  Monitor asupan makanan
 Sariawan menurun  Monitor berat badan
 Frekuensi makan membaik  Monitor hasil pemeriksaan
 Nafsu makan membaik laboratorium
 Bising usus membaik Terapeutik :
 Membran mukosa membaik  Lakukan oral hygiene sebelum makan
 Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Sajikan makanan secara menarik dan
suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan
tinggi protein
 Berikan suplemen makanan
 Hentikan pemberian makan melalui
selang nasogastrik jika asupan oral
dapat ditoleransi
Edukasi :
 Anjurkan posisi duduk
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
DAFTAR PUSTAKA

Herlman, T. Heather, dkk. 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan :


Definisi dan Klasifikasi 2015 - 2017. Ed. 10. Jakarta: EGC.
Luqmanul H. dan M. Ricky R., 2015. Kandidiasis Oral. Majority, Volume 4, Nomor
8, Desember 2015. Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
Nanan N., Wahyu H., dkk. 2017. Profil oral candidiasis di bagian ilmu penyakit
mulut RSHS Bandung periodePro 2010-2014. Majalah Kedokteran Gigi
Indonesia Vol 3 No 1 – April 2017 ISSN 2460-0164 (print), ISSN 2442-2576
(online)
Kusumaningtyas, Eni. 2007. Mekanisme Infeksi Candida albicans Pada Permukaan
Sel. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis. Balai Penelitian Veteriner. Hal:
304-311
Naglik J, Albbrecht A Bader O and Hube B. 2004. C. albicans proteinses and
host/pathogen interactions. Cell Microbiol. 6(10):915-26.
Sabirin, Indah Puti R. 2015. Sitopatologi Eksfoliatif Mukosa Oral sebagai
Pemeriksaan Penunjang di Kedokteran Gigi. JURNAL KEDOKTERAN DAN
KESEHATAN, VOLUME 2, NO. 1, JANUARI 2015: 157-161
Mutiawati, V. K. 2016. Pemeriksaan mikrobiologi pada candida albicans. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala Volume 16 Nomor 1 Agagustus 2016.
Avon, S.L., dan Klieb, H.B.L., 2012, Oral Soft-Tissue Biopsy: An Overview, J. Can.
Dent. Assoc., 78(1):75.

Anda mungkin juga menyukai