Kandidiasis rongga mulut adalah infeksi oportunistik yang terjadi pada rongga mulut. Hal
ini sering dijumpai dan sering terjadi di antara orang tua, terutama pada mereka yang memakai
gigi palsu dan dalam banyak kasus dapat dihindari dengan perawatan mulut yang baik. Ini juga
bisa menjadi tanda penyakit sistemik, seperti diabetes melitus dan merupakan masalah umum di
antara pasien dengan gangguan kekebalan/HIV. Kandidiasis rongga mulut disebabkan oleh
pertumbuhan berlebih atau infeksi pada rongga mulut oleh jamur Candida. Terdapat Lebih dari
20 spesies Candida, tetapi Candida albicans adalah agen penyebab paling umum dan penting dari
oral kandidiasis.1,2,4
C. albicans merupakan organisme dari jamur dimorfik yang biasanya ada di rongga
mulut dalam keadaan normal pada sekitar setengah dari individu yang sehat. Biasanya jamur
C.albicans sebagai ragi, organisme dalam kondisi yang menguntungkan, memiliki kemampuan
untuk berubah menjadi bentuk hip hae patogen (penyebab penyakit). Beberapa spesies Candida
infeksi jamur seperti terapi antibiotik spektrum luas, xerostomia, OH buruk, penyakit autoimun,
atau adanya protesa lepasan atau gigi tiruan yang tidak dalam keadaan baik. 1,3,4
Insidensi kandidiasis di rongga mulut yang disebabkan oleh C. albicans adalah 45% pada
neonates, 45-65% pada anak-anak, 30-45% orang dewasa sehat, 50-65% dalam kasus pemakai
gigitiruan jangka panjang, 65-88% pada pasien dengan leukemia akut yang menjalani
semua dokter yang merawat pasien yang lebih tua untuk menyadari faktor risiko, diagnosis, dan
pengobatan kandidiasis oral. Dalam penelitian terbaru, ditemukan bahwa 30% dokter setuju
bahwa, bahkan tanpa memeriksa rongga mulut, mereka akan meresepkan nistatin untuk
kandidiasis mulut. Kelalaian tersebut dapat mengakibatkan diagnosis yang tidak akurat, kelainan
patologi, dan kegagalan untuk mengatasi faktor risiko yang dapat menyebabkan kambuhnya
kandidiasis. 1
Faktor predisposisi dari oral candidiasis adalah Infeksi kandida muncul karena perubahan
sistem pertahanan tubuh di mana faktor imunologis dan non-imunologis memainkan peran
penting yang membuat kondisi yang menguntungkan untuk perkembangbiakan Candida. 1,4
Bentuk kandidiasis sering muncul adalah sebagai infeksi akut, meskipun istilah kandidiasis
pseudomembran kronis telah digunakan untuk menunjukkan kasus rekurensi kronis. Ini biasanya
terlihat pada usia anak-anak dan orang tua, seringkali terjadi pasien dengan penurunan sistem
imun terutama pada AIDS, Diabetes, TBC, pasien yang menggunakan kortikosteroid, terapi
antibiotik spektrum luas yang berkepanjangan, hematologi, dan keganasan lainnya. 1,5
Kandidiasis oral mereka umumnya muncul sebagai plak putih melekat yang menyerupai susu
atau keju pada permukaan labial dan mukosa bukal, palatum keras dan lunak, lidah, jaringan
periodontal, dan orofaring dimana Plak putih tersebut bisa dikerok dengan kapas. Dalam keadaan
yang akut yang ringan pasien biasanya hanya mengeluh sedikit sensasi kesemutan atau rasa tidak
enak. 1,5
1. Candidiasis pada pasien Diabetes Melitus
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang dapat mengurangi resistensi terhadap
infeksi mikroba dan menurunkan kemampuan jaringan dalam memperbaiki strukturnya kembali
Adanya disfungsi dan metabolisme endokrin yang melibatkan kontrol kadar glukosa darah,
fagositosis, dan mikrobiosidal termasuk di rongga mulut. Hiperglikemik ini juga memacu
kerusakan atau disfungsi dari beberapa organ tubuh, salah satunya adalah kelenjar saliva. 2.10
Jamur candida albicans dapat muncul pada pasien yang mengidap penyakit diabetes melitus
yang tidak terkontrol. Diabetes Mellitus menyebabkan pertumbuhan kandida yang cepat. Hal ini
berkaitan dengan kadar glukosa yang tinggi dan tidak terkontrol sehingga mengakibatkan
kerusakan pada beberapa sel asinar pada kelenjar saliva dan mempengaruhi produksi saliva.
Produksi saliva yang menurun menyebabkan beberapa agen infeksi seperti jamur dapat tumbuh
Candida albicans menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat merusak struktur host. Salah
satu enzim yang penting yakni SAP (Secreted Aspartyl Proteinase). Enzim SAP dapat
menghancurkan barier host dengan men degradasi protein dan diikuti dengan penetrasi lebih
dalam ke jaringan. Selain itu, dengan adanya enzim tersebut, kandida dapat menggunakan
protein host sebagai sumber nitrogen yang dibutuhkan bagi lingkungan agar tetap dalam kaadaan
alkalin sehingga per tumbuhan kandida dapat terus berlangsung. SAP juga dapat menggangu
permeabilitas vaskuler sehingga ter jadi proses inflamasi dan respon humoral dari host
terganggu.2,
Candida albicans yang diambil dari penderita diabetes memiliki enzim protease, fosfolipase,
dan memiliki aktivitas hemolisin. Enzim protease dan fosfolipase memiliki kemampuan dalam
menyebabkan patogenesis dari jamur dan banyak dijumpai pada penderita diabetes tipe 2
Hemolisin juga dihasilkan oleh Candida albicans untuk menghancurkan sel darah merah untuk
produksi zat besi yang penting untuk perkembangan dan pertahanan hidup dari jamur.
Permukaan sel yang hidrofobik memiliki peran yang sangat penting dalam menyebabkan invasi
Pertumbuhan Candida albicans sendiri dapat meningkat dengan kaadaan kebersihan rongga
mulut yang buruk yang merupakan faktor predisposisi terjadinya kandidiasis pseudomembran
akut. Kebersihan rongga mulut yang buruk dapat menyebabkan perubahan mikroflora dalam
rongga mulut dan jumlah Candida albicans meningkat. Candida albicans pun melakukan invasi
ke sel prickel epitel sehingga terjadinya edema interseluler. Sel pun lisis dan terbentuknya ruang
pada daerah tersebut. Dikarenakan adanya jumlah Candida albicans yang meningkat, neutrofil
menyebar di epitel dan terjadi respon sistem imun disana yang mengakibatkan terjadinya
penumpukan hifa, sel deskuamasi, debris, jaringan nekrotik, leukosit dan PMN. Penumpukan
tersebut menyebabkan terbentuknya lesi putih ber kelompok pada dorsum lidah (kandidiasis
pseudomembran akut). 2,
Perawatan kandidiasis pseudomembran akut dapat mengunakan agen antifungal dan dibagi
menjadi tiga kategori utama yakni poliene (nystatin dan amfoterisin B), inhibitor biosintesis
agen-agen baru seperti kaspofungin. Tiga target utama dari agen antifungal yakni sel membran,
dinding sel, dan asam nukleat. Nystatin sendiri merupakan salah satu obat yang memiliki efek
samping minimal karena nystatin dapat diabsorpsi oleh saluran pencernaan dan tidak memicu
resistensi fungal. Mekanisme kerja nystatin yakni mampu berikatan dengan ergosterol yang
terdapat pada sel jamur. Ikatan tersebut menyebabkan integritas membran sel jamur rusak
sehingga beberapa bahan intrasel hilang yang mengakibatkan kematian sel jamur. Betadine
kumur juga diberikan pada pasien yang merupakan antiseptik yang berperan dalam menjaga
kesehatan dan kebersihan rongga mulut dengan efek samping iritasi yang jarang terjadi. 2
AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi (sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem
imunitas tubuh manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya sendiri bernama Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah imunitas pada tubuh manusia.
Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan
Suatu infeksi jamur sangat umum terkait dengan infeksi HIV/AIDS, telah dilaporkan
terdapat hubungan dengan penyakit retroviral akut yang dapat menjadi ciri utama infeksi
HIV/AIDS, tetapi umumnya ditemukan sejak serokonversi fase asimtomatik dan berhubungan
dengan peningkatan risiko untuk perkembangan AIDS. Oral candidiasis telah terbukti menjadi
penanda yang signifikan, tergantung pada jumlah CD4+ dalam perkembangan penyakit HIV. 6.10
Penyakit HIV dimulai dengan infeksi akut yang tidak dapat diatasi sempurna oleh respons
imun adaptif, dan berlanjut menjadi infeksi jaringan limfoid perifer yang kronik dan progresif.
Perjalanan penyakit HIV dapat diikuti dengan memeriksa jumlah virus di plasma dan jumlah sel
T CD4+ dalam darah. Infeksi primer HIV pada fetus dan neonatus terjadi pada situasi sistim
imun imatur, sehingga penjelasan berikut merupakan ilustrasi patogenesis yang khas dapat
Infeksi primer terjadi bila virion HIV dalam darah, semen, atau cairan tubuh lainnya dari
seseorang masuk ke dalam sel orang lain melalui fusi yang diperantarai oleh reseptor gp120 atau
gp41. Tergantung dari tempat masuknya virus, sel T CD4+ dan monosit di darah, atau sel T
CD4+ dan makrofag di jaringan mukosa merupakan sel yang pertama terkena. Sel dendrit di
epitel tempat masuknya virus akan menangkap virus kemudian bermigrasi ke kelenjar getah
bening. Sel dendrit mengekspresikan protein yang berperan dalam pengikatan envelope HIV,
sehingga sel dendrit berperan besar dalam penyebaran HIV ke jaringan limfoid. Di jaringan
limfoid, sel dendrit dapat menularkan HIV ke sel T CD4+ melalui kontak langsung antar sel.
eberapa hari setelah paparan pertama dengan HIV, replikasi virus dalam jumlah banyak dapat
dideteksi di kelenjar getah bening. Replikasi ini menyebabkan viremia disertai dengan sindrom
HIV akut (gejala dan tanda nonspesifik seperti infeksi virus lainnya). Virus menyebar ke seluruh
tubuh dan menginfeksi sel T subset CD4 atau T helper, makrofag, dan sel dendrit di jaringan
limfoid perifer. Setelah penyebaran infeksi HIV, terjadi respons imun adaptif baik humoral
maupun selular terhadap antigen virus. Respons imun dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan
produksi virus, yang menyebabkan berkurangnya viremia dalam 12 minggu setelah paparan
pertama. 6.7
Setelah infeksi akut, terjadilah fase kedua dimana kelenjar getah bening dan limpa
menjadi tempat replikasi HIV dan destruksi sel. Pada tahap ini, sistem imun masih kompeten
mengatasi infeksi mikroba oportunistik dan belum muncul manifestasi klinis infeksi HIV,
sehingga fase ini disebut juga masa laten klinis (clinical latency period). Pada fase ini jumlah
virus rendah dan sebagian besar sel T perifer tidak mengandung HIV. Kendati demikian,
penghancuran sel T CD4+ dalam jaringan limfoid terus berlangsung dan jumlah sel T CD4+
yang bersirkulasi semakin berkurang. Lebih dari 90% sel T yang berjumlah 1012 terdapat
dalam jaringan limfoid, dan HIV diperkirakan menghancurkan 1-2 x 109 sel T CD4+ per
hari. Pada awal penyakit, tubuh dapat menggantikan sel T CD4+ yang hancur dengan yang
baru. Namun setelah beberapa tahun, siklus infeksi virus, kematian sel T, dan infeksi baru
berjalan terus sehingga akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel T CD4+ di jaringan
Pada fase kronik progresif, pasien rentan terhadap infeksi lain, dan respons imun terhadap
infeksi tersebut akan menstimulasi produksi HIV dan destruksi jaringan limfoid. Transkripsi
gen HIV dapat ditingkatkan oleh stimulus yang mengaktivasi sel T, seperti antigen dan
sitokin. Sitokin (misalnya TNF) yang diproduksi sistem imun alamiah sebagai respons
terhadap infeksi mikroba, sangat efektif untuk memacu produksi HIV. Jadi, pada saat sistem
imun berusaha menghancurkan mikroba lain, terjadi pula kerusakan terhadap sistem imun
oleh HIV. Penyakit HIV berjalan terus ke fase akhir dan letal yang disebut AIDS dimana
terjadi destruksi seluruh jaringan limfoid perifer, jumlah sel T CD4+ dalam darah kurang dari
200 sel/mm3, dan viremia HIV meningkat drastis. Pasien AIDS menderita infeksi
oportunistik, neoplasma, kaheksia (HIV wasting syndrome), gagal ginjal (nefropati HIV),
pada hilangnya kompetensi imunitas, gambaran yang paling mencolok adalah penurunan sel
T CD4+. Imunosupresi biasanya didahului oleh periode laten secara klinis yang lama.
Selama infeksi fase asimptomatik, jumlah sel T CD4+ masih mendekati normal tetapi fungsi
sel T CD4+ tampaknya terganggu, seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan sel T CD4+
berproliferasi dalam respon untuk mengingat antigen, mitogens, dan alloantigen HLA dan
defek produksi sitokin T-helper 1 (Th1), seperti interleukin-2 (IL-2) dan gamma interferon
(IFNˠ).13 Hasil proses patogen ini adalah kerusakan jaringan limfoid, AIDS dapat
didiagnosis. Respon imun terhadap HIV dan patogen lainnya kolaps, dan pasien sangat
rentan terhadap infeksi oportunistik yang disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya
dikendalikan dengan baik oleh imunitas yang diperantarai sel, seperti jamur Candida. 6.7
Jamur Candida adalah organisme komensal dalam mulut dari orang sehat, ada
terganggu selama proses multifase infeksi HIV. Namun, gangguan yang tepat yang
infeksi HIV belum jelas. Meskipun dari data klinis diketahui dengan baik faktor-faktor
predisposisi yang menyebabkan oral candidiasis bahwa keseimbangan antara C. Albicans dan
host melibatkan imunitas yang diperantarai sel yang utuh, populasi sel dan mekanisme yang
Penderita kanker kepala dan leher yang mendapat radioterapi memiliki risiko terjadinya
kandidiasis oral. Terdapat beberapa faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya efek
samping radioterapi dalam rongga mulut antara lain adanya keluhan nyeri dalam rongga
selama dan setelah radioterapi. Selain itu, faktor-faktor yang berhubungan dengan mukosa itu
sendiri seperti mukositis oral, xerostomia, infeksi bakteri, virus, dan jamur, perubahan
pengecapan, cacat fungsi seperti pada saat makan, minum, menelan dan bicara serta
kekurangan gizi. Faktor risiko tambahan adalah jenis kanker, letak, zat antineoplastik yang
digunakan, dosis, jadwal pemberian zat, daerah radiasi, dan umur pasien. 4
Kandidiasis oral merupakan salah satu bentuk infeksi oportunistik, yaitu infeksi yang
terjadi karena ada kesempatan untuk muncul pada kondisi-kondisi tertentu terutama pada saat
tubuh mengalami penurunan daya tahan tubuh. Lesi kandidiasis oral dapat berupa bercak
putih atau lesi eritema yang terdapat pada mukosa mulut. Pemeriksaan subjektif pada
penderita kandidiasis oral dapat ditemukan keluhan nyeri dan panas dalam rongga mulut,
yang dapat mempengaruhi fungsi makan, minum, dan bicara. Permasalahan dalam
sebagian besar adalah mengalami mukositis oral dan kandidiasis oral akibat penurunan
imunitas seluler rongga mulut. Keadaan ini akan mengakibatkan penundaan dalam
pemberian terapi (kemoterapi atau radioterapi) sesuai dengan rencana yang telah ditentukan
Terlepas dari organ atau sistem yang terkena, pasien kanker yang menjalani pengobatan
antineoplastik, operasi ekstensif, rawat inap lama dengan kateter intravaskular yang
berkepanjangan dan perangkat lain yang mematahkan penghalang alami, merupakan sasaran
empuk kolonisasi dan infeksi Candida tidak hanya di mulut, tetapi juga di bagian manapun
dari kulit dan selaput lendir lainnya. Kandidiasis rongga mulut pada jenis pasien dengan
gangguan kekebalan ini biasanya menyebar melalui aliran darah atau saluran pencernaan
bagian atas ke bagian tubuh lainnya dan menghasilkan infeksi parah yang disebut kandemia,
satu spesies yang paling sering: pada 45-65% anak sehat, 50-65% pasien gigi tiruan, dan 90%
pasien leukemia ; pada populasi normal, kasus pembawa Candida tanpa gejala telah
dilaporkan pada 17%. Ada juga bentuk lain dari kandidiasis dan kandidemia pada pasien
dengan tumor yang berasal dari hematologi, di mana munculnya jamur dan infeksi dikaitkan
dengan keadaan imunosupresi onkologis akibat efek sitotoksik kemoterapi pada kepala dan
gastrointestinal pada pasien leukemia post kemoterapi, serta tingginya prevalensi OC pada
anak sebagai infeksi umum pada pasien leukemia limfositik akut (LLA). Penulis seperti
Ramla et al mengklaim bahwa agen kemoterapi, seperti kompleks paladium dan cisplatin,
dapat merangsang respirasi seluler epitel mukosa mulut, menyebabkan perubahan besar
Ueta et al melaporkan bahwa efek obat antineoplastik pada sel epitel oral memungkinkan
kolonisasi C. albicans dan, secara biologis, peningkatan jumlah proteinase, yang bertanggung
jawab atas kerusakan dan / atau pembengkakan jaringan mulut yang dipengaruhi oleh jamur.
Penulis yang sama menyarankan bahwa, dalam kondisi virulensi tinggi ini, mikroorganisme
ini dapat bertahan di rongga mulut untuk waktu yang lebih lama daripada pada pasien yang
sehat secara sistemik, dan evolusi klinis dari infeksi juga membutuhkan waktu lebih lama
untuk diselesaikan. Namun, efek pengobatan kanker pada virulensi C. albicans masih dalam
penelitian4
Pada pasien kanker yang menjalani terapi antineoplastik, perubahan patogenik, virulen,
dan molekuler tidak begitu terlihat seperti pada kondisi imunologi lainnya, karena
patogenesis OC biasanya sama; namun, Ramla dkk melakukan penelitian pada populasi yang
menjalani kemoterapi untuk waktu yang lama jamur C. albicans menunjukkan bahwa ia
menghasilkan enzim fosfolipase dalam jumlah yang lebih besar, meningkatkan risiko relatif
morbiditas, menunjukkan adanya virulensi yang lebih besar. Bagi Ramla dkk, pasien kanker
Infeksi oleh spesies Candida biasanya diproduksi dalam fase miselium, merangsang
sekresi lokal berbagai sitokin proinflamasi dan imunoregulatori oleh sel epitel. Sitokin ini
merangsang kemotaksis dan kekebalan bawaan dengan infiltrasi lokal makrofag, neutrofil,
dan limfosit T, sehingga tingkat rendahnya memberikan kerentanan tinggi terhadap infeksi
Hifa adalah bentuk invasif dan patogenik dari Candida. Ini menyebabkan manifestasi
klinis OC dan memiliki protein spesifik yang disebut Hwp-1, yang memediasi adhesi jamur
ke keratinosit epitel. Protein ini membentuk ikatan kovalen yang mengikat ke sel epitel yang
dimediasi oleh adhesins, yang meningkatkan adhesi hingga 80%. Penetrasi mikroorganisme
yang dalam ke dalam epitel dimediasi oleh pembentukan hifa, yang menggunakan
memiliki pengatur transkripsi yang mengandung reseptor seng, yang dikenal sebagai faktor
GATA, yang memastikan penggunaan sumber seng yang efisien yang tersedia untuk jamur
secara efisien. Semua ini mengaktifkan ekspresi jalur nitrogen katabolik ketika sumber seng
tidak ada atau terbatas, sebuah fenomena yang dikenal sebagai represi.
Penulis seperti Pemán et al menyatakan bahwa situasi metabolik yang represif ini telah
sangat terdeteksi pada pasien dalam kondisi kritis kanker, sehingga dianggap sebagai
indikator kandidiasis invasif. Dalam kondisi normal, fenomena ini menyebabkan dimorfisme
jamur, pertumbuhan, dan kemampuan untuk menggunakan asam amino serum tetap tidak
berubah. Hal ini menunjukkan pentingnya regulasi nitrogen dalam virulensi C. albicans, yang
selain merupakan jamur patogen paling umum pada manusia, memiliki banyak mekanisme
virulensi yang mendukung kolonisasi dan infeksi pada inang, selain faktor predisposisi
lainnya.4
Setelah diagnosis kandidosis oral dipastikan, lini pertama pengobatan harus bertujuan
untuk menghilangkan atau meringankan penyakit dan/ atau faktor medis yang
Sebelum resep apapun agen antijamur, menyarankan pasien untuk berkumur dengan
obat fisiologis larutan garam membantu mengurangi jumlah jamur mulut dan dengan
harus disesuaikan dengan masing-masing pasien sesuai status medis mereka saat ini
dan tingkat keparahan infeksi. Antijamur agen tersedia dalam berbagai bentuk (yaitu
gel, salep, krim, suspensi, tablet hisap, dan tablet) dan dokter gigi harus mengelolanya
Ada beberapa Agen antijamur yang tersedia untuk pengobatan kandidosis terbagi
dalam tiga kategori utama yaitu poliena (nistatin dan amfoterisin B), penghambat
Daftar Pustaka
4. Cobos MR. Molina MS. Oral pathogen Candida in patients under antineoplastic therapies.
Infection of Oral Cavity. Biomedical Journal of Scientific & Technical Research . 2018;
8(3)
8. Patil S. Rao RS. Majumdar B. Aril S. Clinical Appearance of Oral Candida Infection and
9. Cuesta CG. Perez MGC. Bagan JV. Current treatment of oral candidiasis: A literature
10. Vila T. Sultan AS. Jauregui DM. Rizk MAJ. Oral Candidiasis: A Disease of Opportunity.