Anda di halaman 1dari 16

Kandidiasis Oral – Prevalensi Luas, Seringkali

Terlewatkan

ABSTRAK

Kandidiasis menggambarkan sekelompok infeksi jamur yeast-like yang melibatkan


kulit dan selaput lendir. Infeksi dapat disebabkan oleh spesies Candida, biasanya,
Candida albicans. Kandidiasis terlihat secara oral pada orang dengan perubahan
ekologi oral (dari peralatan gigi, hiposalivasi, atau penggunaan imunosupresan atau
antimikroba) dan / atau gangguan kekebalan (misalnya, penerima transplantasi,
orang yang menjalani perawatan imunosupresif, orang dengan HIV / AIDS, atau
defek pada imun seluler lainnya). Dengan prevalensi yang tinggi dan sifat
oportunistik, kandidiasis sendiri merupakan salah satu infeksi paling umum yang
ditemukan di rongga mulut, terutama pada populasi lanjut usia. Karena infeksi itu
sendiri yang memiliki sifat asimptomatik serta adanya kelalaian dokter selama
pemeriksaan, penyakit ini menjadi salah satu keadaan patologi yang sering
terlewatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyebutkan secara rinci
berbagai jenis, epidemiologi, dan manajemen kandidiasis oral.

Kata kunci: Kandidiasis, Cheilitis, Eritema, Imunologi, Leukemia, Pemfigoid,


Stomatitis, Karsinoma sel skuamosa.

PENDAHULUAN

Kandidiasis merupakan suatu infeksi oportunistik yang biasanya memengaruhi


rongga mulut. Penyakit ini seringkali tidak terdiagnosis di kalangan lansia, terutama
pada pemakai gigi palsu dan dalam banyak kasus yang seharusnya dapat dihindari
dengan perawatan kebersihan mulut yang tepat. Ini juga dapat menjadi tanda dari
suatu penyakit sistemik, seperti diabetes mellitus serta merupakan masalah umum di
antara orang-orang imunokompromais. Kandidiasis rongga mulut disebabkan oleh
pertumbuhan berlebih ataupun infeksi akibat jamur yeast-like yaitu Candida. Jenis
Candida yang sering ditemukan adalah Candida albicans (yang paling umum),
Candida tropicalis, Candida glabrata, Candida guilliermondii, Candida
pseudotropicalis, Candida krusei, Candida lusitaniae, Candida parapsilosis, dan
Candida stellatoidea.

C. albicans, C. glabrata, dan C. tropicalis mewakili lebih dari 80% isolat yang
didapatkan dari infeksi klinis. Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur yang paling
umum pada manusia, terutama pada awal dan akhir kehidupan. Pada populasi umum,
laju pertambahan kasus ditemukan berkisar antara 20% hingga 75% tanpa gejala.
Insidensi kandidiasis di rongga mulut dengan hasil isolasi C. albicans yang dominan
telah dilaporkan sejumlah 45% pada neonatus, 45-65% pada anak-anak, 30-45%
pada dewasa sehat, 50-65% dalam kasus pemakai gigi palsu jangka panjang, 65-88%
pada mereka yang tinggal di fasilitas akut dan jangka panjang, 90% pada pasien
dengan leukemia akut yang menjalani kemoterapi, dan 95% pada pasien dengan
infeksi HIV. C. albicans adalah komensal normal dari rongga mulut dan biasanya
tidak akan menimbulkan gejala pada individu yang sehat. Namun, pertumbuhan
jamur yang berlebih terkadang dapat menyebabkan gejala seperti sensasi rasa yang
berubah, ketidaknyamanan yang terlokalisir di rongga mulutl, dan terkadang
didapatkan disfagia.

Kandidiasis sistemik memiliki tingkat kematian 71-79%. Menjadi hal penting bagi
semua dokter yang merawat pasien dengan usia yang lebih tua untuk mengetahui
faktor risiko, diagnosis, dan pengobatan kandidiasis oral. Dalam sebuah studi
terbaru, ditemukan bahwa 30% dari dokter setuju bahwa bahkan tanpa memeriksa
rongga mulut, mereka akan meresepkan nistatin untuk kandidiasis oral atas
permintaan asisten staf. Kelalaian seperti itu dapat menyebabkan diagnosis yang
tidak akurat, patologi yang terlewatkan, dan kegagalan untuk mengatasi faktor risiko
yang dapat menyebabkan kekambuhan kandidiasis tersebut.

TIPE DAN KLASIFIKASI

Terdapat berbagai jenis kandidiasis orofaringeal, termasuk diantaranya


pseudomembran akut, atrofi akut, hiperplastik kronis, stomatitis gigi palsu, median
rhomboid glositis, dan cheilitis sudut.

Kandidiasis Pseudomembran Akut (Sariawan)

Penyakit ini pada umumnya muncul dengan gambaran plak putih melekat yang
menyerupai susu kental atau keju cottage pada permukaan mukosa labial dan bukal,
palatum keras dan lunak, lidah, jaringan periodontal, dan orofaring. Membran dapat
dihilangkan dengan kapas guna mengekspos mukosa eritematosa yang berada di
dasarnya (Gambar 1). Diagnosis kasus ini cukup mudah ditegakkan serta merupakan
salah satu bentuk paling umum dari kandidiasis orofaring dimana hampir mencapai
sepertiga dari keseluruhan kasus kandidiasis oral. (4)Diagnosis dapat dikonfirmasi
secara mikrobiologis baik dengan cara membiakkan swab hasil bilas oral atau
dengan dilakukan pewarnaan noda dari daerah yang terkena. Secara histologis, hal
ini ditandai dengan pseudomembran putih yang luas, terdiri dari sel-sel epitel
deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur. Faktor predisposisi yang termasuk diantaranya
yaitu penyakit yang melemahkan imun tubuh seperti diabetes mellitus, usia yang
ekstrem, infeksi HIV, leukemia, mereka yang menggunakan terapi steroid
berkepanjangan, antibiotik atau obat-obatan psikotropika, dan pasien yang
mempunyai sakit parah.
Gambar 1: Kandidiasis pseudomembran meliputi permukaan bagian dorsal pada
lidah

Kandidiasis Atrofik Akut

Kandidiasis atrofi akut juga dikenal sebagai kandidiasis eritematus, dimana pada
umumnya dikaitkan dengan sensasi terbakar di rongga mulut atau lidah. Penampilan
klinis flek putih mungkin bukan tanda yang menonjol dan khas pada kasus ini. Lidah
mungkin tampak merah terang atau bahkan memberikan gambaran yang licin dan
mulus. Diagnosis terkadang dapat menjadi sulit dan perlu dipertimbangkan dalam
diagnosis banding sore tounge, terutama pada lansia pemakai gigi palsu jangka
panjang yang telah menerima terapi antibiotik atau yang menggunakan steroid
inhalasi. Usapan dari daerah yang terkena biasanya akan membantu penegakkan
diagnosis.

Kandidiasis Hiperplastik Kronis

Gambaran khas pada kasus ini yaitu lesi putih berbintik-bintik atau homogen pada
mukosa bukal atau batas lateral lidah (Gambar 2). Biasanya penyakit ini dikaitkan
dengan merokok dimana proses penyembuhan secara total dari infeksi tergantung
pada penghentian kebiasaan merokok itu sendiri. Kondisi ini dapat berkembang
menjadi suatu displasia atau keganasan yang cukup parah yang disebut sebagai
Candidal leukoplakia (Gambar 3). Spesies Candida mungkin tidak selalu diisolasi
dari lesi leukoplakia oral, kehadiran Candida dalam lesi premaligna ini lebih
mengarah pada faktor penyulit daripada faktor penyebab.21 Kondisi ini dapat
disamakan dengan lichen planus, pemfigus atau pemfigoid, atau skuamosa.
karsinoma sel.

Gambar 2: Kandidiasis hiperplastik meliputo tepi kanan bagian lateral pada lidah

Gambar 3: Leukoplakia kandidal meliputi bagian komisura sebelah kiri

Stomatitis Gigi palsu

Kondisi ini ditandai dengan adanya eritema kronis lokal dari jaringan, eritema ini
terdapat di daerah yang memakai gigi palsu. Lesi biasanya terjadi pada langit-langit
mulut dan rahang atas, namun juga dapat mempengaruhi jaringan mandibula
(Gambar 4). Ini adalah lesi yang cukup umum dengan tingkat kejadian yang cukup
tinggi hingga mencapai 65%.

Gambar 4: Stomatitis Gigi Palsu

Median Rhomboid Glossitis


Ini terjadi sebagai lesi simetris kronis pada lidah anterior hingga mengelilingi papila.
Median rhomboid glossitis terdiri dari papilla filiform atrofi. Kehadiran Candida
terdeteksi pada lebih dari 85% kasus dalam pemeriksaan biopsi di daerah ini.
Penyakit ini sering dikaitkan dengan kebiasaan merokok dan penggunaan steroid
inhalasi.

Cheilitis Sudut

Cheilitis sudut merupakan fisura eritematosa yang timbul pada satu atau kedua sudut
mulut, biasanya berhubungan dengan infeksi kandida intraoral. Organisme lain yang
terlibat adalah stafilokokus dan streptokokus. Dalam hal stafilokokus, reservoir
biasanya di daerah anterior lubang hidung dan menyebar ke sudut mulut yang telah
dikonfirmasi oleh phage typing. Kerutan wajah yang berada di sudut mulut dan
sepanjang lipatan nasolabial, terutama pada orang yang lebih tua, mengarah pada
keadaan yang lembab secara kronis sehingga menjadi predisposisi lesi ini. Kerutan
ini bahkan lebih buruk pada pemakai gigi palsu jangka panjang. Hal ini dikarenakan
resorpsi dari alveolar ridges mengarah pada penurunan ketinggian wajah bagian
bawah ketika mulut dalam keadaan tertutup. Faktor lain yang terlibat dalam etiologi
kondisi ini adalah anemia defisiensi besi dan defisiensi vitamin B12.

Kandidiasis Mucocutaneous Kronis

Hal ini menggambarkan sekelompok sindrom yang jarang terjadi dimana terkadang
mencakup suatu defek imun. Suatu keadaan dimana kandidiasis mukokutan yang
persisten responnya sangat buruk terhadap pengobatan anti-jamur topikal. Studi
terbaru menunjukkan adanya cacat dalam produksi sitokin (interleukine 2 dan
interferon-g) dengan penurunan fungsi limfosit (TH1 dan TH2) sebagai respon
terhadap kandida dan beberapa antigen bakteri.

PATOFISIOLOGI
C. albicans adalah organisme penyebab yang paling dominan dari sebagian besar
kasus kandidiasis. Ini adalah organisme yang relatif tidak berbahaya yang mendiami
rongga mulut hampir 50% dari populasi keseluruhan. Spesies lain termasuk C.
krusei telah ditemukan pada orang dengan imunokompromais. C. glabrata adalah
penyebab baru penyakit kandidiasis orofaringeal pada pasien yang menerima radiasi
untuk kanker kepala dan leher. Pada pasien dengan infeksi HIV, spesies baru, seperti
Candida dubliniensis dan Candida inconspicua, telah dikenali.

EPIDEMIOLOGI

Frekuensi

Kandidiasis sering terjadi pada kelompok orang yang berisiko seperti pasien yang
imunokompromais. Insidensi infeksi meningkat, terutama karena infeksi HIV. Kedua
faktor inilah yang menyebabkan peningkatan spesies kandida dan resistensi terhadap
obat antijamur.

Seks

Kandidiasis dilaporkan terjadi dengan frekuensi yang sama pada kedua jenis kelamin
di seluruh dunia, kecuali di daerah di mana laki-laki yang menderita HIV jumlahnya
jauh melebihi jumlah perempuan yang ada di daerah tersebut.

Usia

Kandidiasis terutama terjadi pada orang tua, namun hal ini terutama terlihat jelas
pada dekade ketiga dan keempat kehidupan, khususnya pada orang dengan infeksi
HIV.

Kematian
Kandidiasis cenderung dapat menyebar sampai ke esofagus yang mana dapat
mengancam jiwa.

HISTOPATOLOGI

Secara histologis, terlihat adanya peningkatan ketebalan lapisan parakeratin dengan


rete ridge memanjang. Hifa Candida menginfiltrasi lapisan parakeratin dan jarang
menembus ke dalam lapisan sel epitel yang terinfeksi. Infiltrat sel radang kronis pada
jaringan ikat dengan mikroabses neutrofilik dalam lapisan parakeratin merupakan
fitur yang menonjol pada kasus ini (Gambar 5).

Gambar 5: Histopatologi menggambarkan hifa tubular dari Candida albicans yang


tertanam di lapisan parakeratin (Periodic acid- Schiff stain)

TATALAKSANA

Berdasarkan hasil anamnesis yang diikuti dengan pemeriksaan menyeluruh dari


rongga mulut, termasuk palatum keras dan lunak serta mukosa bukal biasanya
merupakan titik awal yang baik. Dalam hal pemakai gigi palsu, pemeriksaan harus
dilakukan setelah gigi palsu dilepaskan. Faktor predisposisi yang ada harus segera
mungkin diidentifikasi dan diselesaika, kemudian diikuti oleh penilaian jenis,
keparahan, dan kronisitas infeksi yang timbul.
Diagnosis yang tepat dapat diperoleh dari penemuan karakteristik lesi,
mengesampingkan kemungkinan lain, serta menilai respon terhadap pengobatan
antijamur. Kandidiasis atrofik pseudomembran akut dan kronik dapat diobati
berdasarkan gambaran klinis, namun ketika terapi awal tidak berhasil, kultur dan uji
sensitivitas dapat dilakukan. Jejak kultur juga telah digunakan untuk
mengidentifikasi spesies Candida. Pemeriksaan dilakukan dengan mencelupkan busa
steril ke dalam kaldu Sabouraud dan ditempatkan selama 30 detik pada lesi,
kemudian diletakkan selama satu jam di agar Sabouraud yang mengandung
kloramfenikol, setelah itu mereka diinkubasi. Tipe hiperplastik atrofi dan kronik akut
dapat meniru lesi lain sehingga cara untuk menyingkirkan segala jenis keganasan,
direkomendasikan biopsi sebagai tambahan pada terapi empiris. Perawatan
kebersihan mulut dan antijamur topikal biasanya memadai untuk bentuk kandidiasis
oral yang sederhana.

Kebersihan mulut meliputi penskalaan gigi dan pembersihan gigi palsu secara
teratur. (1)Gigi palsu harus dibersihkan dan didesinfeksi setiap harinya kemudian
dibiarkan semalam atau setidaknya 6 jam setiap hari. Gigi palsu yang direndam
dalam larutan pembersih gigi palsu seperti chlorhexidine telah terbukti sangat efektif
dalam menghilangkan Candida daripada hanya menyikat gigi. Hal ini karena
permukaan gigi palsu yang keropos dan tidak teratur sehingga Candida dapat dengan
mudah melekat dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan menyikat saja.

(2)Ketika membilas mulut dengan antijamur topikal, pasien harus memastikan


bahwa gigi palsu dilepaskan dan bahwa seluruh mukosa mulut dilapisi dengan
antijamur dan ditahan di mulut selama beberapa menit. Penggabungan antijamur
dengan liner gigi palsu direkomendasikan untuk pasien dengan pemakai gigi palsu.
Selanjutnya, permukaan mukosa harus secara teratur disikat menggunakan sikat
lembut. Setelah desinfeksi, gigi palsu harus dibiarkan mengering karena ini juga
membunuh Candida yang berada pada gigi palsu. Metode pembersihan gigi palsu
lainnya, seperti tangki pembersihan ultrasonik menggunakan cairan yang sesuai,
tidak digunakan secara rutin walaupun terbukti efektif.

Terapi Antijamur Topikal

Penggunaan terapi antijamur topikal adalah pengobatan lini pertama untuk


kandidiasis oral tanpa komplikasi. Dalam kasus di mana pengobatan sistemik sangat
penting, terapi topikal tetap harus dilanjutkan, karena dapat mengurangi dosis dan
durasi penggunaan obat sistemik yang diperlukan. Efek samping dan interaksi obat
lebih mungkin terjadi dengan agen sistemik daripada dengan agen topikal. Pada awal
abad ke-20, gentian violet, pewarna anilin digunakan untuk pengobatan kandidiasis.
Namun, karena keterbatasannya seperti pewarnaan mukosa mulut dan resistensi yang
berkembang, antibiotik poliena seperti nistatin (1951) dan amfoterisin B (1956)
diperkenalkan. Mereka bekerja dengan cara mengikat sterol membran sel jamur,
sehingga mengubah permeabilitas membran sel. Nistatin dan amfoterisin tidak
diserap dari saluran pencernaan. Sedangkan obat lain seperti miconazole,
clotrimazole, atau ketoconazole yang digunakan untuk aplikasi topikal memiliki efek
samping seperti muntah dan diare.

(8)Nistatin adalah agen topikal yang paling banyak digunakan untuk pengobatan
kandidiasis oral. Obat ini tersedia dalam bentuk bilas oral, pastille, dan suspensi.
Bilas oral mengandung sukrosa dan sangat berguna pada pasien dengan infeksi HIV
serta pada pasien yang benar-benar edentulous atau sudah tidak mempunyai gigi.
Clotrimazole troche dapat menjadi alternatif untuk suspensi nistatin bagi pasien yang
kurang menyukai obat tersebut.

Terapi Antijamur Sistemik

Terapi ini sesuai pada pasien yang tidak toleran atau refrakter terhadap pengobatan
topikal dan mereka yang berisiko tinggi terkena infeksi sistemik.
Baik pembilasan oral nistatin dan troot clotrimazole memiliki kadar sukrosa yang
tinggi dan pada pasien diabetes atau imunokompromais atau di gigi yang rusak,
triazol seperti flukonazol atau itrakonazol telah terbukti efektif. Ketokonazol juga
ditemukan memiliki efek yang sama rata efektif, tetapi penggunaannya tidak
dianjurkan pada pasien usia lanjut, karena interaksi obat dan efek samping yang
termasuk hepatotoksisitas.

Flukonazol adalah penghambat enzim jamur yang ampuh dan selektif yang terlibat
dalam sintesis ergosterol. Ini mengganggu pembentukan dinding sel diikuti dengan
kebocoran konten seluler yang pada akhirnya mengakibatkan kematian sel. Obat ini
diserap dengan baik oleh saluran pencernaan dan tidak menghasilkan efek samping
seperti hepatotoksisitas. Pada saat ini flukonazol telah tercantum dalam formularium
praktisi gigi serta Formularium Nasional Inggris dan banyak digunakan kedua
praktik.

Itrakonazol memiliki spektrum aktivitas yang lebih luas dibandingkan dengan


flukonazol. Oleh karena itu, itrakonazol sudah menjadi obat yang berharga, dalam
pengobatan kandidiasis pada pasien imunokompromais yang resisten terhadap
flukonazol. Keadaan yang resisten terhadap antijamur telah menjadi semakin umum
sejak diperkenalkannya obat flukonazol, terutama pada pasien dengan penyakit HIV
stadium lanjut dan pengobatan berulang dalam jangka waktu yang cukup panjang.

Krim dan salep steroid antijamur topikal direkomendasikan untuk pengobatan


cheilitis sudut. Setiap lesi intraoral yang muncul juga harus diobati pada waktu yang
bersamaan saat itu juga. Jika ditemukan adanya defisit makanan perlu di exclude dan
segera dilakukan managemen yang sesuai. Kegagalan untuk merespons terapi
terutama pada kasus kandidiasis atrofi kronis biasanya dapat disebabkan oleh
ketidakpatuhan terhadap pengobatan.
Pada pasien yang menjalani pengobatan untuk kanker, profilaksis oral dengan agen
antijamur mengurangi insiden kandidiasis oral, dan dalam kasus seperti itu,
flukonazol sudah terbukti lebih efektif daripada poliena topikal. Terapi serupa juga
terbukti efektif pada pasien yang menderita infeksi HIV.

PROGNOSIS

(9)Prognosis untuk kandidiasis oral termasuk baik apabila diterapi dengan


pengobatan yang tepat dan efektif. Namun kandidiasis oral dapat kambuh kembali
dimana pada keadaan yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan
penyebab infeksi yang mendasarinya atau faktor predisposisi yang ada. Kepatuhan
yang buruk terhadap terapi dan kegagalan untuk melepaskan serta membersihkan
gigi palsu dengan tepat, dalam hal pemakai gigi palsu, juga memberikan peran pada
timbulnya kandidiasis oral.

DISKUSI

Infeksi dengan organisme jamur yeast-like C. albicans disebut sebagai kandidiasis


atau kandidosis. C. albicans merupakan organisme utama yang menyebabkan
infeksi, meskipun anggota lain dari spesies Candida, seperti C. tropicalis, C. krusei,
C. parapsilosis, dan C. guilliermondii, dapat juga ditemukan secara intraoral, tetapi
sangat jarang menyebabkan penyakit. Spesies Candida termasuk dalam komponen
mikroflora oral normal. Faktor-faktor seperti adanya penyakit sistemik, kebiasaan
seperti merokok, mengunyah tembakau, dan penggunaan gigi palsu dalam jangka
panjang, menjadi faktor predisposisi imbulnya infeksi Candida. Secara klinis,
kandidiasis dapat muncul sebagai flek putih tidak teratur hingga bercak eritematosa
yang parah. Gejala klinis ini umumnya terjadi pada pasien yang usianya lebih tua,
namun pada akhir-akhir ini, insiden mereka semakin meningkat pada dekade ketiga
dan keempat kehidupan. Diagnosis biasanya dikonfirmasi dengan mengambil biakan
usap atau biopsi dari daerah yang terkena Candida jika diperlukan. Manajemen
kandidiasis termasuk mengidentifikasi dan menghilangkan faktor predisposisi,
penggunaan terapi antijamur, pemeliharaan kebersihan mulut yang baik, dan tindak
lanjut jangka panjang.

KESIMPULAN

Kandidiasis mempunyai bermacam-macam jenis yang mempengaruhi area yang


berbeda pula di dalam dan sekitar rongga mulut. Penyakit ini biasanya muncul tanpa
gejala dan jarang menimbulkan masalah bagi pasien, maka dari itu seringkali
terlewatkan selama pemeriksaan klinis rutin. Anamnesia mengenai riwayat penyakit
secara menyeluruh dan mendetail serta mengidentifikasi penyebab yang
mendasarinya menjadi langkah awal sekligus kunci menuju manajemen yang sukses.
Praktisi yang merawat harus memiliki pengetahuan yang lengkap tentang dosis,
tindakan dan efek samping dari agen antijamur yang digunakan untuk perawatan
kandidiasis oral. Oleh karena itu, penting bagi semua dokter, untuk tidak
melewatkan infeksi Candida selama pemeriksaan rutin serta mengobatinya dengan
tepat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Boriollo MF, Bassi RC, dos Santos Nascimento CM, Feliciano LM,
Francisco SB, Barros LM, et al. Distribution and hydrolytic enzyme
characteristics of Candida albicans strains isolated from diabetic patients
and their non-diabetic consorts. Oral Microbiol Immunol 2009;24:437-50.
2. Epstein JB. Antifungal therapy in oropharyngeal mycotic infections. Oral
Surg Oral Med Oral Pathol 1990;69:32-41.
3. Guida RA. Candidiasis of the oropharynx and esophagus. Ear Nose Throat J
1988;67:832, 834-6, 838-40.
4. Ghannoum MA, Radwan SS. Candida Adherence to Epithelial Cells. Boca
Raton, FL: CRC Press; 1990.
5. Abu-Elteen KH, Abu-Alteen RM. The prevalence of Candida albicans
populations in the mouths of complete denture wearers. New Microbiol
1998;21:41-8.
6. Manning DJ, Coughlin RP, Poskitt EM. Candida in mouth or on dummy?
Arch Dis Child 1985;60:381-2.
7. Berdicevsky I, Ben-Aryeh H, Szargel R, Gutman D. Oral Candida in children.
Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1984;57:37-40.
8. Lucas VS. Association of psychotropic drugs, prevalence of denture- related
stomatitis and oral candidosis. Community Dent Oral Epidemiol
1993;21:313-6.
9. Arendorf TM, Walker DM. The prevalence and intra-oral distribution of
10. Candida albicans in man. Arch Oral Biol 1980;25:1-10.
11. Aldred MJ, Addy M, Bagg J, Finlay I. Oral health in the terminally ill: A
cross-sectional pilot survey. Spec Care Dentist 1991;11:59-62.
12. Cumming CG, Wight C, Blackwell CL, Wray D. Denture stomatitis in the
elderly. Oral Microbiol Immunol 1990;5:82-5.
13. Holbrook WP, Hjorleifsdottir DV. Occurrence of oral Candida albicans and
other yeast-like fungi in edentulous patients in geriatric units in Iceland.
Gerodontics 1986;2:153-6.
14. Rodu B, Carpenter JT, Jones MR. The pathogenesis and clinical significance
of cytologically detectable oral Candida in acute leukemia. Cancer
1988;62:2042-6.
15. Dupont B, Graybill JR, Armstrong D, Laroche R, Touzé JE, Wheat
LJ. Fungal infections in AIDS patients. J Med Vet Mycol 1992;30 Suppl
1:19-28.
16. Fraser VJ, Jones M, Dunkel J, Storfer S, Medoff G, Dunagan WC.
Candidemia in a tertiary care hospital: Epidemiology, risk factors, and
predictors of mortality. Clin Infect Dis 1992;15:414-21.
17. Morgan R, Tsang J, Harrington N, Fook L. Survey of hospital doctors’
attitudes and knowledge of oral conditions in older patients. Postgrad Med J
2001;77:392-4.
18. Lewis MA, Lamey PJ. Clinical Oral Med. Oxford: Butterworth-Heinemann;
1995.
19. Samaranayake LP. Nutritional factors and oral candidosis. J Oral Pathol
1986;15:61-5.
20. Silverman S Jr, Luangjarmekorn L, Greenspan D. Occurrence of oral
Candida in irradiated head and neck cancer patients. J Oral Med
1984;39:194-6.
21. Dreizen S. Oral candidiasis. Am J Med 1984;77:28-33.
22. Budtz-Jörgensen E. Etiology, pathogenesis, therapy, and prophylaxis of oral
yeast infections. Acta Odontol Scand 1990;48:61-9.
23. Kanbe T, Li RK, Wadsworth E, Calderone RA, Cutler JE. Evidence for
expression of the C3d receptor of Candida albicans in vitro and in vivo
obtained by immunofluorescence and immunoelectron microscopy. Infect
Immun 1991;59:1832-8.
24. MacFarlane TW, Helnarska SJ. The microbiology of angular cheilitis. Br
Dent J 1976;140:403-6.
25. Shay K, Truhlar MR, Renner RP. Oropharyngeal candidosis in the older
patient. J Am Geriatr Soc 1997;45:863-70.
26. Penhall B. Preventive measures to control further bone loss and soft tissue
damage in denture wearing. Aust Dent J 1980;25:319-24.
27. Mandell GL, Bennet JE, Dolin R. Anti-fungal agents. Principles and Practice
of Infectious Diseases. 4th ed. New York: Churchill Livingstone; 1994. p.
401-10.
28. Redding SW, Dahiya MC, Kirkpatrick WR, Coco BJ, Patterson TF, Fothergill
AW, et al. Candida glabrata is an emerging cause of oropharyngeal
candidiasis in patients receiving radiation for head and neck cancer. Oral Surg
Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod 2004;97:47-52.
29. Lafleur MD, Qi Q, Lewis K. Patients with long-term oral carriage harbor
high-persister mutants of Candida albicans. Antimicrob Agents Chemother
2010;54:39-44.
30. Sitheeque MA, Samaranayake LP. Chronic hyperplastic candidosis/
candidiasis (candidal leukoplakia). Crit Rev Oral Biol Med 2003;14:253-67.
31. Golecka M, Oldakowska-Jedynak U, Mierzwinska-Nastalska E, Adamczyk-
Sosinska E. Candida-associated denture stomatitis in patients after
immunosuppression therapy. Transplant Proc 2006;38:155-6.
32. Tanida T, Okamoto T, Okamoto A, Wang H, Hamada T, Ueta E, et al.
Decreased excretion of antimicrobial proteins and peptides in saliva of
patients with oral candidiasis. J Oral Pathol Med 2003;32:586-94.
33. Odman PA. The effectiveness of an enzyme-containing denture cleanser.
Quintessence Int 1992;23:187-90.
34. Stafford GD, Arendorf T, Huggett R. The effect of overnight drying and water
immersion on candidal colonization and properties of complete dentures. J
Dent 1986;14:52-6.
35. Gwinnett AJ, Caputo L. The effectiveness of ultrasonic denture cleaning: A
scanning electron microscope study. J Prosthet Dent 1983;50:20-5.
36. Barkvoll P, Attramadal A. Effect of nystatin and chlorhexidine digluconate on
Candida albicans. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1989;67:279-81.
37. Barkvoll P, Hurlen B. Conventional treatment of oral candidiasis--new
aspects. Nor Tannlaegeforen Tid 1989;99:116-9.
38. Epstein JB, Polsky B. Oropharyngeal candidiasis: A review of its clinical
spectrum and current therapies. Clin Ther 1998;20:40-57.
39. Gupta AK, Sauder DN, Shear NH. Antifungal agents: An overview. Part I. J
Am Acad Dermatol 1994;30:677-98.
40. Bennet JE. Antimicrobial agents, Antifungal agents. In: Gilman AG, Rall
TW, Nies AS, editors. Goodman and Gilman’s the Pharmacological Basis of
Therapeutics. 8th ed. New York: Pergamon Press; 1990. p. 1165-81.
41. Epstein JB, Freilich MM, Le ND. Risk factors for oropharyngeal candidiasis
in patients who receive radiation therapy for malignant conditions of the head
and neck. Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1993;76:169-74.
42. Blatchford NR. Treatment of oral candidosis with itraconazole: A review. J
Am Acad Dermatol 1990;23:565-7.
43. Heinic GS, Stevens DA, Greenspan D, MacPhail LA, Dodd CL, Stringari S,
et al. Fluconazole-resistant Candida in AIDS patients. Report of two cases.
Oral Surg Oral Med Oral Pathol 1993;76:711-5.
44. Rex JH, Rinaldi MG, Pfaller MA. Resistance of Candida species to
fluconazole. Antimicrob Agents Chemother 1995;39:1-8.

Anda mungkin juga menyukai