Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI STROKE / CVA


Menurut World Health Organization (WHO) stroke didefinisikan sebagai
suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan
gejala klinik, baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau
dapat menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak (Yueniwati, 2016). Chandra B. pada tahun 1996 menjelaskan bahwa stroke
adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan karena gangguan peredaran
darah otak yang disertai dengan timbulnya gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah fokal pada otak yang terganggu, baik yang terjadi secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) (Noerjanto M., 2012).
Stroke termasuk penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan kematian
jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan
oksigen ke otak.Istilah stroke memang banyak digunakan, namun bukan
merupakan istilah yang tepat untuk definisi awal dari defisit neurologis secara
tibatiba. Secara klinis, kondisi ini sering disebut cerebrovascular accident. Stroke
atau cerebrovascular accident adalah gangguan pasokan darah otak yang dapat
terjadi karena beberapa kondisi patologis termasuk aterosklerosis, trombosis,
emboli, hipoperfusi, vaskulitis dan stasis vena yang dapat mempengaruhi
pembuluh otak dan menyebabkan stroke (Turanjanin et. al., 2012).

B. ANATOMI OTAK
Otak terdiri dari otak besar (serebrum), batang otak (brain stem), dan otak
kecil (serebelum) (Bahrudin, 2012)
1. Otak Besar (Serebrum)
Otak besar adalah bagian terbesar otak dan terdiri dari belahan
(hemisfer) kiri dan kanan yang dihubungkan oleh sekumpulan serabut besar
yang disebut korpus kalosum (Bahrudin, 2012).
Serebrum dibagai menjadi 2 yaitu telesefalon dan diencephalon.
a. Telesefalon
Pada bagian korteks serebri terdapat beberapa fisura dan sulkus di
permukaan otak yang memisahkan lobus yang satu dengan lobus yang
lain. Lobus-lobus tersebut adalah lobus frontalis, lobus parietalis, lobus
temporalis, dan lobus oksipitalis. Sedangkan pada bagian sub korteks,
substansia alba di bagian tengah hemisfer serebri (sentrum semiovale)
berisi serabut-serabut transversa (komisura), proyeksi, dan asosiasi
(Bahrudin, 2012).
Ganglia basalis adalah sepasang masa substansia abu-abu di belahan
otak. Dalam setiap hemisfer inferior menuju ventrikel lateral terdapat
nukleus yang tertanam di pusat substansia putih dan terdapat proyeksi
radiasi dan perjalanan serabut disekitar atau diantara nukleus. Ganglia
basalis terdiri dari nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus, dan area
abu-abu lain di dasar otak (Bahrudin, 2012).
a. Diencephalon
Diencephalon menghubungkan belahan otak ke batang otak dan
terdiri dari epitalamus, talamus kiri dan kanan, serta hipotalamus.
Epitalamus merupakan atap ventrikel ketiga yang terdiri dari trigonum
habenulae, korpus pineale, dan komisura posterior. Sedangkan talamus
adalah masa abu-abu berbentuk oval yang terdapat pada tiap-tiap
hemisfer otak dan masing-masing memiliki 5 kelompok inti yaitu
kelompok inti anterior, median (midline), medial, lateral, dan
posterior. Pada bagian bawah dan depan talamus, terdapat hipotalamus
yang merupakan lantai dan dinding bawah dari ventrikel III. Beratnya
sekitar 4 gram atau 0,3% dari berat otak (Bahrudin, 2012).
2. Batang Otak (brain stem)
Batang otak terdiri dari tiga bagian yaitu mesensefalon, pons, dan
medula oblongata. Mesensefalon terdiri dari beberapa bagian yaitu basis,
tegmentum, dan tektum. Pada bagian inferiornya terdapat pons yang
membentuk tonjolan pada permukaan anterior batang otak. Pons melekat pada
serebelum oleh 3 pedunkulus serebri. Bagian-bagiannya adalah basis dan
tegmentum. Sedangkan medula oblongata adalah struktur yang
menghubungkan otak dengan medula spinalis (Bahrudin, 2012).
3. Otak kecil (Serebelum)
Serebelum mempunyai 2 hemisfer otak. Terdiri dari 2 lobus (anterior
dan posterior) yang dipisahkan oleh fisura dan terdapat vermis disepanjang
garis tengah yang memisahkan hemisfer otak kecil (Bahrudin, 2012).
Anatomi serebelum
Serebelum merupakan bagian dari otak yang terletak di fosa posterior.
Permukaan superiornya diselubungi oleh tentorium serebeli yakni lapisan
durameter yang memisahkan serebelum dan serebrum. Serebrum hanya sekitar
10% dari berat otak keseluruhan, tetapi serebrum mengandung lebih dari 50%
seluruh neuron otak (Baehr and Frotscher, 2012).
Serebelum terbagi menjadi 3 lobus antara lain lobus anterior, lobus medius,
dan lobus flokulonodularis (Guyton and Hall, 2014). Sedangkan secara
fungsional, serebelum terdiri dari bagian vestibuloserebelum (lobus
flokulonodularis), spinoserebelum (pars intermedialis), dan serebroserebelum
(Baehr and Frotscher, 2010).
Histologi serebelum
Terdapat tiga lapisan utama korteks serebelum yaitu lapisan luar (lapisan
molekuler), lapisan tengah (lapisan sel purkinje), dan lapisan dalam (lapisan
granuler) (Guyton and Hall, 2014).
Pada lapisan molekuler dengan badan sel saraf yang relatif lebih sedikit
dan kecil serta banyak serat yang berjalan sejajar dengan panjang folium. Pada
lapisan purkinje terletak di bagian tengah atau sentral korteks. Sel purkinje
(neuron purkinje) memiliki bentuk priform atau piramid dengan dendrit
bercabang-cabang yang masuk ke dalam lapisan molekuler. Lapisan granulosum
di sebelah dalam dengan banyak neuron kecil menunjukkan nukleus yang
terwarnai secara kuat. Pada substansi alba terdiri akson atau serat saraf bermielin.
Akson saraf merupakan serat aferen dan eferen korteks serebelum (Guyton and
Hall, 2014).
Fisiologi serebelum
Serebelum merupakan bagian dari susunan saraf pusat yang memiliki tiga
fungsi utama yaitu sebagai koordinasi gerakan, keseimbangan tubuh dan
mengontrol tonus otot. Serebelum juga sebagai organ yang menerima informasi
propioseptif, menunjukkan posisi tubuh (rasa posisi) dari sumsum tulang
belakang dan memantau semua sensasi propioseptif, visual, sentuhan,
keseimbangan, dan pendengaran yang diterima oleh otak (Bahrudin, 2012).
Serebelum mempunyai sekitar tiga puluh juta unit fungsional yang hampir
identik. Pusat unit fungsional ini terletak pada sel purkinje yang banyak
didapatkan di korteks serebeli dan berhubungan dengan sel nuklear dalam. Selain
dikarenakan karena jumlahnya yang banyak, sel purkinje juga menjadi pusat
penjalaran sinyal di korteks serebelum sehingga berperan sebagai fungsional
yang utama. Serebelum membantu mengurutkan aktivitas motorik dan juga
memonitor dan memperbaiki penyesuaian aktivitas motorik tubuh ketika
aktivitas tersebut sedang dijalankan sehingga dapat menyesuaikan diri terhadap
sinyal-sinyal motorik yang dicetuskan oleh korteks serebri dan bagian otak
lainnya. Untuk melakukan hal itu, terjadi perubahan eksitabilitas neuron-neuron
serebelar yang sesuai sehingga selanjutnya menghasilkan kontraksi otot yang
lebih baik sehubungan dengan gerakan yang diinginkan. Berdasarkan fungsinya,
lobus anterior dan posterior tak tersusun sebagai lobus-lobus melainkan tersusun
sepanjang sumbu longitudinal. Di sebelah bawah pusat serebelum terdapat pita
sempit dinamakan vermis. Pada area ini terletak sebagian fungsi pengatur
serebelar untuk pergerakan-pergerakan otot menurut sumbu tubuh, leher, bahu,
serta pinggul. Pada setiap sisi vermis ada bagian yang besar dan menonol ke
lateral yang disebut hemisferium serebeli, dan setiap hemisferium ini dibagi
menjadi zona intermedia dan zona lateral. Zona intermedia hemisferium
berhubungan dengan pengaturan kontraksi otot yang terletak di bagian distal
anggota tubuh atas dan anggota tubuh bawah, khususnya tangan dan jari tangan
serta kaki dan jari kaki. Sedangkan zona lateral hemisferium bekerja pada tempat
yang lebih jauh karena tampaknya area ini ikut berperan dalam seluruh ragkaian
gerakan motorik. Tanpa adanya zona lateral ini, sebagian besar aktivitas gerakan
tubuh yang khas akan tidak tepat lagi sehingga menjadi sangat tak teratur.
Korteks serebelum manusia terdiri dari lipatan lembaran yang besar, panjang
sekitar 120 cm, dan lebar sekitar 17 cm, dengan arah lipatan yang menyilang.
Setiap lipatan disebut folium. Pada bagian dalam massa korteks serebelum yang
berlipat-lipat terdapat nuklei serebeli profunda (Guyton dan Hall, 2012).
Serebelum terdiri atas tiga komponen anatomis utama yaitu lobus
flokulonodular (archi serebelum), lobus anterior (paleo serebelum) dan lobus
posterior (neo serebelum). Lobus flokulonoduler menerima proyeksi terutama
dari inti-inti vestibuler. Lobus anterior terutama pada bagian vermis menerima
input dari jaras spinocereberalis. Lobus posterior menerima proyeksi dari
hemisfer serebri. Korteks serebelum terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan
molekuler, lapisan sel-sel purkinje dan lapisan granuler. Pada hemisfer serebri
terdapat empat pasang inti yaitu fastigial, globosus, emboliformis, dan dentatus.
Terdapat tiga pasang berkas proyeksi utama yaitu pedunkulus serebeli superior
(brachium conjuncyivum), pedunkulus serebeli media (brachium pontis), dan
pedunkulus serebeli inferior (corpus restiforme). Fungsi serebelum adalah
sebagai pusat koordinasi untuk memepertahankan keseimbangan dan tonus otot.
Serebelum diperlukan untuk mempertahankan postur dan keseimbangan untuk
berjalan dan berlari (Guyton and Hall, 2014).

C. ETIOLOGI
Menurut Setyopranoto (2011), stroke disebabkan oleh :
1. Infark
Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke
otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun
hingga 18 mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan
terhenti meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih
reversibel. Jika aliran darah ke otak turun sampai sampai <10 mL/100 gram
jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan
membran yang ireversibel membentuk daerah infark.
2. Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi,
khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama. Penyebab lain
adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa,
alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan angiopati amiloid.
3. Perdarahan Subaraknoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan
arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor.
4. Faktor Risiko Stroke
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk
pengobatan dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya
kualitas hidup. Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko
dilaksanakan dengan ketat.

D. KLASIFIKASI STROKE
Para ahli mengklasifikasikan stroke menjadi beberapa macam.
Pengklasifikasian tersebut ada yang berdasarkan gambaran klinis, patologi
anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-
beda ini perlu karena setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif
dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi
modifikasi Marshall untuk stroke adalah sebagai berikut.
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a. Stroke Iskemia
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Trombosit serebri
3) Emboli serebri
b. Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
Pendarahan intraserebral adalah kondisi ketika terjadi kebocoran pada
pembuluh darah yang menyuplai jaringan otak. Pendarahan
intraserebral dapat menyebabkan kerusakan pada otak Anda secara
permanen. Pendarahan intraserebral biasanya muncul secara tiba-tiba.
2) Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemorrhage atau SAH)
adalah perdarahan mendadak di celah antara otak dan membran tengah
yang membungkus otak. perdarahan biasanya berasal dari robekan
tonjolan abnormal dalam pembuluh darah otak (pembengkakan pada
dinding arteri otak) yang berakibat fatal.
2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu:
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Stroke-in-evolution
c. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler

E. FAKTOR RISIKO STROKE


Ada 2 kelompok utama faktor risiko stroke(Yueniwati, 2016). Kelompok pertama
ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan fungsi tubuh yang normal
sehingga tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang termasuk kelompok ini adalah :
1. Usia
2. jenis kelamin
3. ras
4. riwayat stroke dalam keluarga,
5. serangan Transient Ischemic Attack atau stroke sebelumnya.
Kelompok yang kedua merupakan akibat dari gaya hidup seseorang dan
dapat dimodifikasi. Faktor risiko utama yang termasuk kelompok kedua yaitu :
1. Hipertensi
2. diabetes mellitus,
3. merokok,
4. hiperlipidemia,
5. intoksikasi alkohol

F. MANIFESTASI KLINIS STROKE


Manifestasi klinis dari stroke menurut Nurarif dan Hardi (2015) yaitu :
1. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan eparo badan
2. Tiba-tiba hilamg rasa peka
3. Bicara cidera atau pelo
4. Gangguan bicaraa dan bahasa
5. Gangguan penglihatan
6. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
7. Gangguan daya ingat
8. Nyeri kepala hebat
9. Vertigo
10. Kesadarn menurun
11. Proses kencing terganggu
12. Gangguan fungsi otak
Menurut Setyopranoto (2011) tanda gejala stroke adalah sebagai berikut :
1. Hemidefisit motorik,
2. Hemidefisit sensorik,
3. Penurunan kesadaran,
4. Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglosus
5. (XII) yang bersifat sentral,
6. Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa
7. (afasia) dan gangguan fungsi intelektual
8. (demensia),
9. Buta separuh lapangan pandang (hemianopsia),
10. Defisit batang otak.

G. PATOFISIOLOGI STROKE
Otak mempunyai kecepatan metabolisme yang tinggi dengan berat hanya
2% dari berat badan, menggunakan 20% oksigen total dari 20% darah yang
beredar. Pada keadaan oksigenisasi cukup terjadi metabolisme aerobik dari 1 mol
glukosa dengan menghasilkan energi berupa 38 mol adenosin trifosfat (ATP)
yang diantaranya digunakan untuk mempertahankan pompa ion (Na-K pump),
transport neurotransmitter (glutamat dll) kedalam sel, sintesis protein, lipid dan
karbohidrat, serta transfer zat-zat dalam sel, sedang menghasilkan energi 2 ATP
dari 1 mol glukosa (Setyopranoto, 2011). Keadaan normal aliran darah otak
dipertahankan oleh suatu mekanisme otoregulasi kuang lebih 58 ml/100 gr/menit
dan dominan pada daerah abu-abu, dengan mean arterial blood presure (MABP)
antara 50-160 mmHg. Mekanisme ini gagal bila terjadi perubahan tekanan yang
berlebihan dan cepat atau pada stroke fase akut. Jika MABP kurang dari 50
mmHg akan terjadi iskemia sedang, jika lebih dari 160 mmHg akan terjadi
gangguan sawar darah otak dan terjadi edema serebri atau ensefalopati
hipertensif. Selain itu terdapat mekanisme otoregulasi yag peka terhadap
perubahan kadar oksigen dan karbondioksida.
Kenaikan kadar karbondioksida darah menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah dan kenaikan oksigen menyebabkan vasokontriksi. Nitrik-oksid merupakan
vasodilator lokak yang dilepaskan oleh sel endotel vaskuler. Gangguan aliran
darah otak akibat oklusi mengakibatkan produksi energi menurun, yang pada
gilirannya menyebabkan kegagalan pompa ion, cedera mitokondria, aktivasi
leukosit (dengan pelepasan mediator inflamasi), generasi 8 radikal oksigen, dan
kalsium dalam sel, stimulasi phospolipase dan protease, diikuti oleh pelepasan
prostaglandin dan leukotrien kerusakan DNA dan sitoskeleton, dan akhirnya
terjadi kerusakan membran sel. Perubahan komponen genetik mengatur unsur
kaskade untuk mengubah tingkat cedera. AMPA (alpha amino 3 hidroksi 5 metil
4 isoxazole asam propionat) dan NMDA (N-metil d aspartat) (Setyopranoto,
2011).
Tujuan utama dari intervensi adalah untuk memulihkan aliran darah nrmal
otak sesegera mungkin dan melindungi neuron karena mengganggu atau
memperlambat cascade iskemik. Studi menggunakan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET) menunjukkan bahwa
iskemia akan cepat menghasilkan kerusakan jaringan otak yang permanen
(ischemic core) dan dikelilingi oleh hipoksia tetapi berpotensi untuk
diselamatkan (penumbra) bila segera dilakukan intervensi secepat mungkin. Otak
sangat tergantung kepada oksigen dan otak tidak mempunyai cadangan oksigen
apabila tidak adanya suplai oksigen maka metabolisme di otak 9 mengalami
perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam waktu 3
sampai 10 menit.
Iskemia dalam waktu lama menyebabkan sel mati permanen dan berakibat
menjadi infark otak yang disertai odem otak sedangkan bagian tubuh yang
terserang stroke secara permanen akan tergantung kepada daerah otak mana yang
terkena. Stroke itu sendiri disebabkan oleh adanya arteroskelorosis.
Arteroskelorosis terjadi karena adanya penimbunan lemak yang terdapat di
dinding-dinding pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah kejaringan
otak. Arterosklerosis juga dapat menyebabkan suplai darah kejaringan serebral
tidak adekuat sehingga menyebakan resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
(Jatiningrum, 2018).
Secara patologi stroke dibedakan menjadi sebagai berikut :
1. Stroke Hemoragik
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel
otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan (stroke
hemoragik), disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial
maupun subarakhnoid. Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh
darah otak dapat karena berry aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang
mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena
kelainan kongenital pada pembuluh darah otak tersebut. Perdarahan
subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital pembuluh arteri
otak di ruang subarakhnoidal (Jatiningrum, 2018).
2. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak
tibatiba terganggu oleh oklusi. Penyakit serebrovaskular iskemik terutama
disebabkan oleh trombosis, emboli dan hipoperfusi fokal, yang semuanya
dapat menyebabkan penurunan atau gangguan dalam aliran darah otak (CBF)
yang mempengaruhi fungsi neurologis akibat perampasan glukosa dan
oksigen. Sekitar 45% dari stroke iskemik disebabkan oleh trombus arteri kecil
atau besar, 20% adalah emboli berasal, dan lain-lain memiliki penyebab yang
tidak diketahui. Stroke iskemik fokal disebabkan oleh gangguan aliran darah
arteri ke daerah tergantung dari parenkim otak oleh trombus atau embolus.
Dengan kata lain, stroke iskemik didefinisikan sebagai onset akut, (menit atau
jam), dari defisit neurologis fokal konsisten dengan lesi vaskular yang
berlangsung selama lebih dari 24 jam.
Stroke iskemik adalah penyakit yang kompleks dengan beberapa
etiologi dan manifestasi klinis. Dalam waktu 10 detik setelah tidak ada aliran
darah ke otak, maka akan terjadi kegagalan metabolisme jaringan otak. EEG
menunjukkan penurunan aktivitas listrik dan seacara klinis otak mengalami
disfungsi (Nemaa, 2015). Bila aliran darah jaringan otak berhenti maka
oksigen dan glukosa yang diperlukan untuk pembentukan ATP akan menurun,
akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase, sehingga membran potensial akan
menurun.13 K+ berpindah ke ruang ekstraselular, sementara ion Na dan Ca
berkumpul di dalam sel. Hal ini menyebabkan permukaan sel menjadi lebih
negatif. Sehingga terjadi membran depolarisasi.
Saat awal depolarisasi membran sel masih 11 reversibel, tetapi bila
menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan
otak. Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang
batas kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10
ml / 100 gram / menit. Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang
menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H.
Selanjutnya asidosis menimbulkan edema serebral yang ditandai
pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan berakibat terhadap
mikrosirkulasi (Jatiningrum, 2018). Oleh karena itu terjadi peningkatan
resistensi vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga
terjadi perluasan daerah iskemik.Terdapat dua patologi utama stroke iskemik
adalah :
a) Trombosis
Aterosklerosis adalah salah satu obstruksi vaskular yang terjadi
akibat perubahan patologis pada pembuluh darah, seperti hilangnya
elastisitas dan menyempitnya lumen pembuluh darah. Aterosklerosis ini
merupakan respon normal terhadap injury yang terjadi pada lapisan
endotel pembuluh darah arteri. Proses aterosklerosis ini lebih mudah
terjadi pada pembuluh darah arteri karena arteri lebih banyak memiliki sel
otot polos dibandingkan vena. Proses aterosklerosis ditandai oleh
penimbunan lemak yang terjadi secara lambat pada dinding-dinding arteri
yang disebut plak, sehingga dapat memblokir atau menghalangi sama
sekali aliran pembuluh darah ke otak.
Akibat terjadinya aterosklerosis ini bisa juga disebabkan oleh
terbentuknya bekuan darah atau trombus yang teragregasi platelet pada
dinding pembuluh darah dan akan membentuk 12 fibrin kecil ya ng
menjadikan sumbatan atau plak pada pembuluh darah, ketika arteri dalam
otak buntu akibat plak tersebut, menjadikan kompensasi sirkulasi dalam
otak akan gagal dan perfusi terganggu, sehingga akan mengakibatkan
kematian sel dan mengaktifkan banyak enzim fosfolipase yang akan
memacu mikroglia memproduksi Nitrit Oxide secara banyak dan
pelepasan sitokin pada daerah iskemik yang akan menyebabkan kerusakan
atau kematian sel (Jatiningrum, 2018). Apabila bagian trombus tadi
terlepas dari dinding arteri dan ikut terbawa aliran darah menuju ke arteri
yang lebih kecil, maka hal ini dapat menyebabkan sumbatan pada arteri
tersebut, bagian dari trombus yang terlepas tadi disebut emboil.
b) Emboli
Hampir 20%, stroke iskemik disebabkan emboli yang berasal dari
jantung. Sekali stroke emboli dari jantung terjadi, maka kemungkinan
untuk rekuren relatif tinggi. Resiko stroke emboli dari jantung meningkat
dengan bertambahnya umur, karena meningkatnya prevelansi fibrilasi
atrial pada lansia. Umumnya prognosis stroke kardioemboli buruk dan
menyebabkan kecacatan yang lebih besar. Timbulnya perdarahan otak
tanpa tanda-tanda klinis memburuk dan terjadi 12-48 jam setelah onset
stroke emboli yang disertai infark besar(Jatiningrum, 2018).

H. MANAGEMENT STROKE
Secara umum, perbaikan stroke dapat digambarkan seperti penjelasan
berikut ini (Yueniwati, 2016):
1. Sebesar 10% penderita stroke mengalami pemulihan hampir sempurna.
2. Sebesar 25% pulih dengan kelemahan minimum.
3. Sebesar 40% mengalami pemulihan sedang sampai berat dan membutuhkan
perawatan khusus.
4. Sebesar 10% membutuhkan perawatan oleh perawat pribadi di rumah atau
fasilitas perawatan jangka panjang lainnya.
5. Sebesar 15% langsung meninggal setelah serangan stroke.
Terdapat dua tipe perbaikan stroke yang mempengaruhi perilaku aktifitas
kehidupan sehari-hari yaitu tingkat defisit neurologis dan tingkat fungsional.
Perbaikan neurologis merujuk adanya peningkatan hubungan spesifik antara
stroke dengan defisit neurologis seperti defisit motorik, sensorik, visual, atau
bahasa. Perbaikan fungsional merujuk adanya peningkatan pada aktifitas
perawatan diri sendiri dan mobilitas yang dapat terjadi sebagai konsekuensi dari
perbaikan neurologis. Perbaikan paling sering melibatkan beberapa kombinasi
dari peningkatan neurologis dan fungsional. Pengelolaan stroke dibagi dalam 3
tahap yaitu: (1) akut, (2) rehabilitasi aktif, (3) adaptasi terhadap
lingkungan/sosialisasi (Yueniwati, 2016). Pada fase akut, pasien stroke menjalani
penanganan medikamentosa yang intensif, pengendalian tekanan darah, gula
darah, dan rehabilitasi pasif. Setelah fase akut terlewati, baru pasien ditangani
rehabilitasi aktif, di samping itu juga beradaptasi dengan lingkungannya. Adanya
pengurangan defisit neurologis pada pasien stroke terjadi karena hal berikut ini:
(1) hilangnya edema serebri, (2) perbaikan sel saraf yang rusak, (3) adanya
kolateral, dan (4) “retraining” (plastisitas otak). Secara umum, impairment yang
disebabkan oleh stroke adalah hemiplagi atau hemiparesis yaitu sebesar 73%-88%
pada stroke akut (Yueniwati, 2016).
Menurut Nurarif (2015), penatalaksanaan stroke dibedakan berdasarkan
stadiumnya , yaitu :
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat
danmerupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakanjaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen
2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa
atau salin dalam H2O.Dilakukan pemeriksaan CT scanotak,
elektrokardiografi, foto toraks, darahperifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosadarah, kimia darah (termasuk elektrolit);
jika hipoksia, dilakukan analisis gasdarah. Tindakan lain di Instalasi Rawat
Darurat adalah memberikan dukunganmental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetaptenang.
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor- faktor etiologik maupun
penyulit.Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaahsosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepadakeluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluargaserta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Stroke Iskemik Terapi umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 30
derajat, kepala dan dadapada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam;
mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya,
bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika
kandungkemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salinisotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jikadidapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik. Kadar gula darah >150
mg% harus dikoreksi sampai batas gula darahsewaktu 150 mg% dengan
insulin dripintravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasisegera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicaripenyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi
dengan pemberian obat-obatansesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu
segera diturunkan, kecuali bila tekanansistolik ≥220 mmHg, diastolik
≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure(MAP)≥ 130 mmHg (pada 2
kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), ataudidapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natriumnitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan
sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jamdan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum ter-koreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥110 mmHg.Jika kejang, diberi diazepam 5-
20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari;
dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin).
Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral
jangka panjang.Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi
manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus : Ditujukan untuk reperfusi dengan
pemberianantiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang
dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen
Activator). Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).
b. Stroke Hemoragik
Terapi umum :Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika
volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan
hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian
dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300
mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per
oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberianmanitol
(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus :Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak
perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan
perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatantekanan intrakranial
akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi,
maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau
malformasi arteri-vena (arteriovenousmalformation, AVM).

I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK / PENUNJANG


Pemeriksaan Penunjang Kemajuan teknologi kedokteran memberikan
kemudahan untuk membedakan antara stroke hemoragik dan stroke iskemia
dengan ditemukannya berbagai modalitas radiologi,yaitu :
1. computerized tomograph scanning (CT Scan),
2. cerebral angiografi,
3. elektroensefalografi (EEG),
4. magnetic resonance imaging (MRI),
5. elektrokardiografi (EKG),
6. USG Doppler
7. Lumbal pungsi
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis)
J. ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama,
alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal
pengkajian diambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur,
pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat) .
b. Keluhan utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak saat
klien sedang melakukan akti'itas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan
atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat Penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti
koagulasi, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau
adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu
f. Pemeriksaan Disik
1) keadaan umum Mengalami penurunan kesadaran, suara bicara,
mengalami gangguan yaitu sukar di mengerti, kadang tidak bisa
bicara/afasia, TTV meningkat, nadi bervariasi.
a) B1 (Breathing) Pada infeksi didapatkan klien batuk, peningkatan
sputum, sesak napas, penggunaan alat bantu napas, dan
peningkatan frekuensi napas. Pada klien dengan kesadaran
CM, pada infeksi peningkatan pernapasannya tidak ada
kelainan, palpasi thoraks didapatkan taktil fremitus
seimbang, auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b) B2 (Blood) Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan
renjatan (syok hipovolemik) yang sering terjadi pada klien
stroke. tekanan darah biasanya terdapat peningkatan dan
dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah 4200 mmHg).
c) B3 (Brain) Stroke yang menyebabkan berbagai defisit
neurologis, tergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran arean perfusinya tidak adekuat,
dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak
yang rusak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 (Brain
g.

1. Diagnosa Keperawatan
(1) Penurunn kapasitas adaptif intra kranial b.d edema cerebral
(2) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler
(3) Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler
(4) Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskuler
(5) Resiko jatuh dengan faktor resiko kekuatan otot menurun
(6) Resiko gangguan kerusakan kulit b.d penurunan mobilitas
2. Intervensi keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Luaran

1. Penurunan kapasitas adaptif Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x Pemantauan tekana


intra kranial b.d edema 24 jam diharapkan mekamisme dinamikan 1. Observasi
cerebral intrakranial stabil dengan luaran :  Identifika
a. Muntah menurun  Monitor p
b. Tekanan darah membaik  Monitor p
c. Tekanan nadi membaik diastole)
d. Pol nafas membaik  Monitor p
e. Refleks pupil dan neurologis membaik  Monitor i
f. Tekanan intrakranial membaik  Monitor p
 Monitor r
2. Terpeutik
 Ambil sam
 Pertahank
 Dokumen
3. Edukasi
 Jelaskan t
hasilnya j

Management penin
1. Observasi
 Identifika
 Monitor t
melebar,
 Monitor M
Vennous
 Monitor s
 Monitor i
 Monitor c
2. Terapeutik
 Minimalk
tenang
 Berikan p
 Hindari m
 Cegah te
 Hindari p
 Atur ven
 Pertahan
3. Kolaborasi
 Kolaborasi
 Kolaborasi
 Kolaborasi
4. Ganggusn mobilitas fisik b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Ambula
gangguan neuromuskuler 1x24 jam diharapkan kemampuan dalam 1. Observasi
gerak fisik secara mandiri meningkat dengan  Identifiasi
kriteria hasil :  Identifikas
1. Pergerakan ekstermitas dari menurun  monitor ko
menjadi sedang 2. Terapeutik
2. Retan gerak dari menurun menjadi  Fasilitasi a
sedang kekuatan otot dari menurun kruk)
menjadi sedang  Fasilitasi m
3. Kelemahan fisik dari meningkat  Libatkan
menjadi sedang meningkat
3. Edukasi
 Anjurkan p
 Ajarkanmb
sesuai tole
Tehnik Latihan Pe
1. Observasi
 Identifikas
 Monitor ef
2. Terapeutik
 Lakukan la
 Fasilitasi
pendek ya
 Fasilitasi u
menghinda
 Berikan in
untuk setia
3. Edukasi
 Jelaskan
konsekuen
 Anjurkan m
4. Kolaborasi
 Tetapkan j
 Kolaboras
fisioterapi
pogram lat
3. Ganguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan keperawatan Promosi komunika
b.d gangguan neuromuskuler 2x24 jam diharapkan komunikasi verbal 4. Observasi
meningkat dengan luaran :  Monitor ke
a. Kemampuan berbicara meningkat  Identifikas
b. Pelo menurun komunikas
c. Pemahaman komunikasi membaik 5. Terapeutik
 Gunakan m
berkedip, d
 Sesuaikan
 Modifikasi
 Ulangi apa
6. Edukasi
 Anjurkan b
 Ajarkan p
fisiologis y
7. Kolaborasi
 Rujuk ke h
4. Defisit perawatan diri b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Perawa
gangguan neuromuskuler 3x24 jam diharapkan kemampuan pasien 1. Observasi
dalam melakukan atau menyelesaikan  Identifikas
aktivitas perawatan diri meningkat dengan  Monitor ti
kriteria hasil :  Identifikas
1. Kemampuan makan, verbalisasi berhias, da
keinginan melakukan perawatan diri, 2. Terapeutik
minat melakukan perawatan diri dan  Sediakan li
kemampuan mempertahankan  Dampingi
kebersihan diri dari menurun (jika tidak
menjadi sedang  Fasilitasi u
3. Edukasi
 Anjurkan
pasien
 Anjurkan
pasien
 Anjurkan
melakukan

5. Rsiko jatuh dengan faktor Setelah dilakukan tindakan 2 x 24 jam Management penc
resiko kekuatan otot menurun diharapkan derajat jatuh menurun dengan
1. Observasi
kriteria hasil :
 Identifikas
a. Derajat jatuh dari tempat tidur
otot
menurun
 Identifikas
b. Derajat jatuh saat berdiri,
(mis. Lanta
duduk,berjalan dan ke kamar mandi
 Hitung res
menurun
perlu
 Monitor ke
2. Terapeutik
 Pasang han
 Atur tempa
3. Edukasi
 Anjurk
membu
 Anjurk
 anjurka
mening

6. Resiko gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan tirah ba


kulit b.d penurunan mobilitas 2x24 jam diharapkan integritas kulit dan 1.Observasi
jaringan meningkat dengan luaran :  Monitor ko
a. Elastisitas cukup meningkat  Monitor ko
b. Perfusi jaringan meningkat sakit pungg
c. Kerusakanlapisan kulit menurun 2.Terapeutik
d. Kemerahan mnurun  Tempatkan
e. Tekstur membaik  Posisikan s
 Pertahanka
 Pasang sid
 Posisikan t
 Berikan ge
 Pertahanka
 Ubah posis
3.Edukasi
 Jelaska
DAFTAR PUSTAKA

Baehr Mathias., Michael Frotscher. 2012. Diagnosis topic neurologi duus: anatomi,
fisiologi, tanda, gejala. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pp 411.
Bahrudin, M. 2012. Neuroanatomi dan Aplikasi Klinis Diagnosis Topis. 1st edn.
Edited by J. Triwanto. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Available at: http://ummpress.umm.ac.id.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC, 1022.
Jatiningrum, Kusumaningdiah S. (2018) Profil Faktor Resiko Stroke Pasien Usia Tua
Dan Usia Muda Di Rsud Jombang Tahun 2016-2017. Bachelors Degree (S1)
Thesis, University Of Muhammadiyah Malang.
Nemaa, K., 2015. The Science of Ischemic Stroke: Pathophysiology &
Pharmacological Treatment. International Journal of Pharma Research &
Review, 4(10), pp. 65-84.

Noerjanto M., 2012. Masalah-masalah Dalam Diagnosis Stroke Akut In:


Management Acute Stroke Temu regional Neurologi JatengDIY ke-XIX.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro: 1-15.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 3. Jakarta:EGC

Turanjanin N, et al. 2012. Frequency of Ischémie Stroke Subtypes in Relation to Risk


Factors for Ischémie Stroke. HealthMED, 10, 3463–8.
Yueniwati, Yuyun. 2016. Pencitraan Pada Stroke .UB Press : Elektronik Pertama
PPNI. 2018. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

__________. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

__________. Standart Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai