Myopia merupakan mata dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar
yang sejajar atau datang dari tak terhingga difokuskan didepan retina. Kelainan ini diperbaiki
dengan lensa negatif sehingga bayangan benda tergeser ke belakang dan diatur dan tepat
jatuh diretina (Mansjoer, 2002)
Mata miopia disebut pelihat dekat, penderita miopia dapat melihat benda dekat
dengan sangat jelas, sedangkan untuk benda yang terletak jauh tidak difokuskan (Guyton,
2000). Miopi adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk kemata jatuh di
depan retina pada mata yang istirahat (tanpa akomodasi) gambaran kelainan pemokusanan
cahaya didepan retina (Yayan A.Israr, 2010)
KLASIFIKASI MIOPI
Menurut jenis kelainannya, Vaughan (2000) membagi miopia menjadi :
a. Miopi aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari
pada panjang dari normal.
b. Miopi kurvartu,yaitu adanya peningkatan curvature kornea atau lensa.
c. Miopi indeks, terjadi peningkatan indeks biasa pada cairan mata.
Berdasarkan sifat :
a. Miopi simplex, sering dijumpai pada umur muda dan bersifat menetap dan tidak
menimbulkan kelainan pada fundus.
b. Miopi progressive,minus terus bertambah sehingga bisa terjadi gangguan pada
choroid disebur juga miopi degenerasi, tidak bisa mencapai 6/6.
c. Miopi maligna , lebih cepat choroid miopi degeneration.
ETIOLOGI
Menurut Ilyas (2006) miopia disebabkan karena terlalu kuat pembiasan sinar di dalam mata
untuk panjangnya bola mata akibat :
Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga membentuk
bayangan kabur atau tidak tegas pada makula lutea. Titik fokus sinar yang datang dari benda
yang jauh terletak di depan retina. Titik jauh (pungtum remotum) terletak lebih dekat atau
sinar datang tidak sejajar (Ilyas, 2006).
Etiologi miopia masih belum diketahui secara pasti. Namun miopia diduga berasal
dari faktor genetik dan faktor lingkungan (American Optometric Association, 2006)
Miopia terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan pula,
semakin dini mata seseorang terkena sinar terang secara langsung, maka semakin besar
kemungkinan mengalami miopi. Ini karena organ mata sedang berkembang dengan cepat
pada tahun-tahun awal kehidupan.akibatnya para penderita miopi umumnya merasa bayangan
benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina matanya, melainkan didepannya (Curtin,
2002).
FAKTOR RESIKO
Terdapat dua pendapat yang menerangkan faktor risiko terjadinya miopia, yaitu berhubungan
dengan faktor herediter atau keturunan, faktor lingkungan, dan gizi ( Ilyas, 2006).
2. Faktor Lingkungan
Tingginya angka kejadian miopia pada beberapa pekerjaan telah banyak
dibuktikan sebagai akibat dari pengaruh lingkungan terhadap terjadinya miopia. Hal
ini telah ditemukan, misalnya terdapat tingginya angka kejadian serta angka
perkembangan miopia pada sekelompok orang yang menghabiskan banyak waktu
untuk bekerja terutama pada pekerjaan dengan jarak pandang yang dekat secara
intensive. Beberapa pekerjaan telah dibuktikan dapat mempengaruhi terjadinya
miopia termasuk diantaranya peneliti, pembuat karpet, penjahit, mekani k, pengacara,
guru, manager, dan pekerjaan-pekerjaan lain (White, 2005).
Selain itu, faktor yang diketahui dapat mempengaruhi miopia adalah
pendidikan. Beberapa penelitian secara konsisten menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang kuat antara tingkat pendid ikan dan kejadian miopia. Semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi risiko untuk terjadinya miopia.
Goldschmidt melaporkan bahwa angka kejadian miopia pada mahasiswa di Hong
Kong dan Taiwan lebih dari 90% dengan derajat miopia rata -rata 4-5 D ( White,
2005).
Identifikasi hubungan antara miopia dengan near-working, dengan cara
menghubungkan miopia dengan intelektualitas sangatlah rumit. Penelitian oleh Saw et
al’s di Singapore menyebutkan bahwa mereka yang memiliki derajat miopia yang
tinggi dan rendah banyak terjadi selama masa sekolah. Sebuah pola umum telah
dilaporkan pada beberapa peneliti di literatur bahwa anak dengan miopia cenderung
memiliki intelektualitas yang lebih tinggi dan hasil belajar yang lebih baik. Kegiatan
ektra kulikuler telah teridentifikasi sebagai faktor penyebab yang memungkinkan
berkembangnya miopia pada pelajar berdasarkan fakta terdapatnya perbedaan ektra
kulikuler yang diikuti oleh siswa di sekolah, yaitu bimbingan belajar atau kelompok
belajar yang kegiatannya yaitu membaca (White, 2005).
Seiring dengan kemajuan teknologi dan telekomunikasi seperti televisi,
komputer, video game dan lain-lain, secara langsung maupun tidak langsung akan
meningkatkan aktivitas melihat dekat (Tiharyo, Gunawan, dan Suhardjo, 2008).
Konsumsi sayuran dan buah juga dapat mempengaruhi terjadinya miopia. Adapun
sayuran dan buah yang diketahui mempengaruhi, yaitu wortel, pisang, pepaya, jeruk,
buah merica dan cabai. Hal ini dikarenakan pada sayuran dan buah tersebut memiliki
kandungan beta karoten yang tinggi, yang nantinya akan dikonversikan menjadi
vitamin A (retinol) untuk tubuh ( Lubis, Siti Mahreni Insani, 2010).
PATOFISIOLOGI
Apabila bayangan dari benda yang terlihat jauh berfokus di depan retina pada mata
yang tidak berakomodasi, maka mata tersebut mengalami miopia atau penglihatan dekat
(nearshighted). Sewaktu benda digeser lebih dekat dari 6 meter, maka bayangan bergerak
mendekati retina dan fokusnya menjadi lebih tajam (Vaughan, 2000).
Pada miopia atau “penglihatan dekat” sewaktu otot siliaris relaksasi, cahaya dari
objek jauh difokuskan di depan retina. Keadaan ini biasanya akibat bola mata terlalu panjang,
atau kadang-kadang daya bias susunan lensa terlalu kuat.
Tak ada mekanisme bagi miopia untuk mengurangi kekuatan lensanya karena
memang otot siliaris dalam keadaan relaksasi sempurna. Karena itu, penderita miopia tidak
mempunyai mekanisme untuk memfokuskan bayangan dari objek jauh dengan tegas ke
retina. Namun dengan cara mendekatkan objek ke mata, bayangan akhirnya dapat difokuskan
ke retina. Bila objek terus didekatkan ke mata, penderita dapat mengggunakan mekanisme
akomodasi agar bayangan yang terbentuk tetap terfokus dengan tepat ke retina. Dengan
demikian, seorang penderita miopia mempunyai “titik jauh” yang terbatas untuk penglihatan
jelas (Guyton, 1997).
MANIFESTASI KLINIS
1) Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek
dengan jarak jauh (anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis
tetapi mereka dapat dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah buku).
2) Kelelahan mata.
3) Sakit kepala. (Ilyas,2005)
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk menegakan diagnosa pada pasien miopia, dapat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu:
Riwayat pasien, Pemeriksaan klinis dan Pemeriksaan tambahan.
1) Riwayat Pasien
Komponen utama dari riwayat pasien yaitu identifikasi masalah dan keluhan keluhan
utama seperti keluhan visual, okular, dan riwayat kesehatan umum pasien, riwayat
keluarga dan perkembangan, dan alergi obat -obatan.
a. Miopia sederhana : Gejala yang terdapat pada miopia sederhana yaitu
penglihatan yang tidak jelas atau kabur. Dalam hal ini pemeriksa harus
menanyakan apakah penglihatan yang tidak jelas tersebut menetap atau
hanya sementara. Klinisi harus menyadari bahwa pada miopia pada anak -
anak sulit didiagnosa karena anak-anak sulit menyampaikan penglihatan
yang kabur.
b. Miopia nocturnal : Gejala utama pada miopia nokturnal adalah penglihatan
kabur pada jarak yang jauh dengan pencahayaan yang redup. Pasien
mungkin mengeluhkan sulit untuk melihat rambu-rambu lalu lintas saat
berkendara pada malam hari.
c. Pseudomiopia : Pandangan kabur yang bersifat sementara, terutama
setelah bekerja dalam jarak dekat, mungkin di indikasikan adanya daya
akomodasi yang tidak adekuat atau pseudomiopia.
d. Miopia degenerative : Dalam miopia degeneratif, didapati pandangan
kabur yang dipengaruhi oleh jarak karena derajat miopia biasanya
signifikan. Pasien harus menahan “nearpoint-objects” sangat dekat dengan
mata, karena miopia yang tidak terkoreksi.
e. Miopia yang didapat : Pasien dengan miopia yang didapat juga
melaporkan pandangan kabur. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan oleh
pasien tergantung pada penyebab terjadinya miopia tersebut. Misalnya,
pupil yang konstriksi ketika penyebab dari miopia didapat adalah terpapar
oleh agen agonis kolinergik (American Optometric Association, 2006).
Resep kaca mata yang diberikan adalah lensa negatif yang paling tidak berat.
Pemeriksaan miopia pada anak diperlukan rujukan berikut :
Pemeriksaan dengan sikloplegik harus dilakukan pada pemeriksaan mata anak,
anak dengan juling esotropia dan miopia sangat tinggi (>10 D).
Koreksi sebaiknya dilakukan secara total pada kelainan refraksi dan
astigmatismatnya.
Rencana koreksi kurang (under correction) pada miopia dengan juling ke dalam
atau esotropia untuk mengurangi esotropia sudut tidaklah begitu ditoleransi.
Koreksi lebih (over correction) dapat dilakukan untuk memperbaiki deviasi juling
ke dalam (esotropia).
Pada anak dengan miopia tinggi dan anisometropia yang mengakibatkan
aniseikonia dapat dipertimbangkan (Ilyas, 2006).
3) Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan dapat dibutuhkan untuk mengidentifikasi kondisi yang
berkaitan dengan perubahan retina pada pasien dengan myopia.
Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara umum atau
standar pemeriksaan mata, terdiri dari :
a. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak
dekat (Jaeger).
b. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca
mata.
c. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk meembuktikan kemungkinan ada
atau tidaknya kebutaan.
d. Uji gerakan otot-otot mata
e. Fotografi fundus.
f. Ultrasonografi A- dan B-scan.
g. Lapangan pandang.
h. Tes seperti gula darah puasa (misalnya untuk mengidentifikasi penyebab dari
miopia yang didapat) (American Optometric Association, 2006).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan miopia terdiri dari :
a. Koreksi refraksi : Langkah pertama yang dilakukan adalah koreksi dengan lensa
oftalmik atau kacamata
Pada pasien miopi ini diperlukan lensa kaca mata baca tambahan atau lensa eddisi
untuk membaca dekat yang berkuatan tetentu. Pengobatan pasien dengan dengan
miopi adalah memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal 33cm. Bila pasien dikoreksi dengan – 3.0 D
memberika tajam penglihatan 6/6, dan demikian memberikan istirahat mata dengan
baik sesudah dikoreksi (Ilyas, 2003).
b. Modifikasi lingkungan
Beberapa penelitian mendukung efektivitas diet dalam pengelolaan miopia,
dianjurkan pada penderita miopia yang terpapar secara genetik untuk meningkatkan
konsumsi protein hewani, mengurangi karbohidrat dan gula. Duke Elder menyarankan
diet kaya vitamin D dan kalsium untuk penderita miopia ini. Aktivitas yang
dianjurkan adalah olahraga luar ruang misalnya jogging, namun aktivitas lain yang
cenderung meningkatkan tekanan intra kranial dan stress sebaiknya dihindari, misal
angkat berat.
c. Tindakan operatif
Tindakan operatif kornea tidak disarankan pada penderita miopia patologi, misal
tindakan LASIK, namun implantasi IOL merupakan tindakan bedah refraksi yang
disarankan.
d. Fotokoagulasi laser
Bila terdapat choroidal neovascularization membran dilakukan argon laser
photokoagulasi, tetapi harap dipertimbangkan bahwa pada miopia patologi ini
terdapat pemanjangan dan peregangan bola mata sehingga sikatrik yang diakibatkan
oleh laser akan menambah peregangan bola mata tersebut.
e. Pengawasan Tekanan Intra Okuler (TIO)
Tekanan intra okuler (TIO) harus dipantau secara cermat. Curtin (2002) melaporkan
bahwa TIO ini berperan secara mekanik dalam pemanjangan aksial bola mata. Black
merekomendasikan bahwa TIO dibawah 20 mmHg.
f. Pendidikan penderita
Penderita dengan miopia patologi cenderung mengalami koroid yang tipis dan rapuh
sehingga trauma pada mata atau bahkan gosokan keras pada membran Bruch dan
mengakibatkan perdarahan. Penderita harus disarankan untuk memeriksakan mata
jika mengalami kilatan cahaya terang, berbentuk seperti busur atau peningkatan
jumlah floaters. Faktor pendidikan penderita lainnya adalah konseling genetik.
Penderita dengan miopia memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk memiliki
anak dengan miopia pula. Jika kedua orang tua menderita miopia terdapat
kemungkinan yang lebih besar anak-anaknya akan menderita myopia.
( Widodo dan Prillia, 2007)
KOMPLIKASI
Komplikasi yang timbul pada miopia adalah akibat dari proses degenerasi, yaitu :
a. Floaters : Kekeruhan badan kaca yang disebabkan proses pengenceran dan organisasi,
sehingga menimbulkan bayangan pada penglihatan.
c. Trombosis koroid dan perdarahan koroid : Sering terjadi pada obliterasi dini
pembuluh darah kecil. Biasanya terjadi di daerah sentral, sehingga timbul jaringan
parut yang mengakibatkan penurunan tajam penglihatan.
PENCEGAHAN
Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan gelap
dan menonton TV dengan jarak yang dekat. Pada beberapa tahun lalu, penurunan pelebaran
mata dimaksudkan untuk salah satu pengobatan yang telah dikembangkan untuk anak-anak,
tetapi ternyata terapi tersebut tidak efektif.
a. Sejak kecil anak dibiasakan duduk dengan posisi tegak, dan memegang alat tulis
dengan benar.
b. Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat
TV. Batasi jam membaca.
c. Aturlah jarak baca yang tepat (30 centimeter), dan gunakanlah penerangan yang
cukup. Kalau memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa diatur
tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm.
d. Membaca dengan posisi tidur atau tengkurap bukanlah kebiasaan yang baik.
DIAGNOSA
1. Gangguan persepsi diri berhubungan dengan gangguan penerimaan sensori/gangguan
status organ indera
2. Nyeri b.d kelelahan otot mata
3. Resiko cidera b.d penglihatan kabur
4. Ansietas/ketakutan berhubungan dengan perubahan status kesehatan (nyeri pada
kepala, kelelahan pada mata)
5. Kurang pengetahuan/informasi tentang kondisi, prognosis dan pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
American Optometric Association. (2006). Care Of Patient With Myopi. American
Optometric Association, U.S.A.
Curtin. B., J., 2002. The Myopia. Philadelphia Harper & Row. 348-381
Ilyas, Sidarta, 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ke-3 Cetakan ke-2 Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Ilyas, Sidarta. 2003. Dasar-Dasar Pemeriksaan Mata dan Penyakit Mata, Cetakan I. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Ilyas, Sidarta. 2010. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Fakultas Kedokteran Indonesia
Ilyas, Sidarta. 2006.Kelainan Refraksi dan Kacamta, Edisi Ke-2. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
Mansjoer. 2002. Kapita Selekta Kedokteran, Ed ke 3 Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Guyton. 2000. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Ed 3. Alih bahasa Petrus
Andrianto. Jakarta : EGC.
Guyton A.C., Hall J. E., 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed ke 9. Jakarta : EGC.
Yayan A.Israr. 2010. Kelainan Refraksi Mata - Miopi (Rabun Jauh), diambil tanggal 27 Mei
2017 dari http//belibis-a17.com/2010/07/21/kelainan-refraksi-mata-miopi-rabun-jauh/
White R. 2005. ‘A precarious balance: genetic versus environmental risk in the medication of
miopia’. Cross-section The Bruce Hall Academic Journal. Vol.1.pp.123-45
Myrowitz HE. 2012. ‘Juvenile myopia progression, risk factors and intervention’. Saudi
Journal of Ophthalmology.Vol.26.pp.293-7.
Widodo, A., Prillia, T., 2007. Miopia Patologi. Jurnal Oftalmologi Indonesia.