Anda di halaman 1dari 7

MIOPIA

Definisi

Miopia merupakan kelainan refraksi dengan bayangan sinar dari suatu objek yang
jauh difokuskan di depan retina pada mata yang tidak berakomodasi, yang terjadi akibat
ketidaksesuaian antara kekuatan optik (optical power) dengan panjang sumbu bola mata
(axial length). (Staff AAoO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San
Francisco: American Academy of Ophthalmology;2005. 120-2.)

Etiologi, patogenesis dan penatalaksanaan miopia masih menjadi perdebatan


dikalangan ahli mata. Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mekanisme
perkembangan miopia yang terjadi akibat kelainan pada proses emetropisasi. Ada juga
dugaan bahwa kontraksi otot intraokular yang berlebihan menyebabkan akomodasi yang
lebih kuat sehingga mempengaruhi emetropisasi. (Saw SM, Gazzard G, Eong K-GA, Tan
DTH. Myopia: Attempts to Arrest Progression. British Journal of Ophthalmology.)

Etiologi

Faktor genetik dan lingkungan diduga berperan dalam menyebabkan timbulnya


berbagai variasi miopia pada anak. Faktor genetik diduga lebih berperan dibandingkan
dengan factor lingkungan. Sebagian besar anak yang miopia memiliki orang tua yang
menderita miopia. Beberapa penelitian jugamenyebutkan hubungan antara myopia
dengan anak yang mempunyai kebiasaan bekerja/membaca dengan jarak dekat.

(Mutti DO, Mitchell GL, Moeschberger ML, Jones LA, Zadnik K. Parental
Myopia, Near Work, School Achievement, and Children's Refractive Error. Investigative
Ophthalmology & Visual Science. 2012;43:3633-40)

(Staff AAoO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology;2005. 120-2.)
Gambar 1. Pembiasan sinar pada myopia fokus di depan retina

Brian S. Whats Eye Problems Looks Like [cited 2016 September26]; Available from:
http://www.wedmd.com/eyehealth. 2014.

Terdapat kemungkinan faktor genetik/ herediter dan lingkungan berperan dalam


perkembangan miopia. Faktor genetic yang berperan bersifat multiple dan bukan hanya
satu gen, yang dapat mempengaruhi pertumbuhan bola mata sehingga menyebabkan
miopia. Terdapat fakta kuat yang mendukung dugaan bahwa kelainan refraksi diturunkan
secara genetik.

Wright KW, Spiegel PH. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. In: Krachmer JH,
editor. St Louis: Mosby; 1-10.

Orang tua yang menderita miopia cenderung mempunyai anak yang juga miopia.
Prevalensi anak penderitamiopia dari kedua orang tua yang juga miopia adalah 30-40%.
Angka ini menurun menjadi 20-25% bila salah satu orang tua menderita miopia dan
hanya 10% anak penderita miopia yang memiliki orang tua bukan miopia. Data lain
menyebutkan anak-anak kembar monozigot cenderung memiliki kelainan refraksi yang
sama bila dibandingkan dengan kembar dizigot.

Mutti DO, Mitchell GL, Moeschberger ML, Jones LA, Zadnik K. Parental Myopia, Near
Work, School Achievement, and Children's Refractive Error. Investigative
Ophthalmology & Visual Science. 2012;43:3633-40.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa anak yang membaca atau bekerja


dengan jarak dekat dalam waktu lama akan menyebabkan miopia. Tetapi mekanisme dan
hubungan antara keduanya belum dapat dijelaskan. Kelainan refraksi dan panjang sumbu
mata diperkirakan lebih berhubungan erat dengan orang tua yang juga memiliki kelainan
refraksi dibandingkan dengan kebiasaan bekerja dalam jarak dekat. Kebiasaan anak
seperti belajar/membaca lebih dari 5 jam/hari, bermain game, menonton televisi di atas 2
jam/hari akan meningkatkan resiko miopia. Sebaliknya anak yang bermain di luar rumah
lebih dari 2 jam/hari lebih kecil kemungkinan terkena miopia.

(Staff AAoO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology;2005. 120-2.)

Wright KW, Spiegel PH. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. In: Krachmer JH,
editor. St Louis: Mosby; 1-10.

Mutti DO, Mitchell GL, Moeschberger ML, Jones LA, Zadnik K. Parental Myopia, Near
Work, School Achievement, and Children's Refractive Error. Investigative
Ophthalmology & Visual Science. 2012;43:3633-40.

Suatu penelitian memperkirakan penggunaan tetes mata atropine yang lama juga akan
menyebabkan miopia, walaupun metodologi penelitiannya masih dipertanyakan. Tingkat
pendidikan yang tinggi diduga kuat berhubungan dengan prevalensi miopia yang tinggi,
walaupun hubungan sebab akibat masih belum jelas. Nutrisi juga diperkirakan berperan
dalam perkembangan beberapa kelainan refraksi. Penelitian di Afrika memperlihatkan
bahwa anak-anak dengan malnutrisi meningkatkan prevalensi miopia, astigmat dan
anisometropia.

(Staff AAoO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology;2005. 120-2.)

Klasifikasi

.Klasifikasi

Secara klinis dan berdasarkan kelainan patologi yang terjadi pada mata, myopia dapat
dibagi kepada dua yaitu :

1. Miopia Simpleks : Terjadinya kelainan fundus ringan. Kelainan fundus yang ringan ini
berupa kresen miopia yang ringan dan berkembang sangat lambat. Biasanya tidak terjadi
kelainan organik dan dengan koreksi yang sesuai bisa mencapai tajam penglihatan yang
normal. Berat kelainan refraksi yang terjadi biasanya kurang dari -6D. Keadaan ini
disebut juga dengan miopia fisiologi.

2. Miopia Patologis : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.
Tanda-tanda miopia maligna adalah adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada
pemeriksaan oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat dibuat jika
terdapat peningkatan tingkat keparahan miopia dengan waktu yang relatif pendek.
Kelainan refrasi yang terdapat pada miopia patologik biasanya melebihi -6 D (Sidarta,
2007).

Menurut American Optometric Association (2006), miopia secara klinis dapat terbagi
lima yaitu:

1. Miopia Simpleks : Miopia yang disebabkan oleh dimensi bola mata yang terlalu
panjang atau indeks bias kornea maupun lensa kristalina yang terlalu tinggi.

2. Miopia Nokturnal : Miopia yang hanya terjadi pada saat kondisi di sekeliling kurang
cahaya. Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap tahap
pencahayaan yang ada. Miopia ini dipercaya penyebabnya adalah pupil yang membuka
terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan
menambah kondisi miopia.

3. Pseudomiopia : Diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan terhadap mekanisme


akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot otot siliar yang memegang lensa
kristalina. Di Indonesia, disebut dengan miopia palsu, karena memang sifat miopia ini
hanya sementara sampai kekejangan akomodasinyadapat direlaksasikan. Untuk kasus ini,
tidak boleh buru buru memberikanlensa koreksi.

4. Miopia Degeneretif : Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau
miopia progresif. Biasanya merupakan miopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya
juga di bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Miopia jenis ini bertambah
buruk dari waktu ke waktu.

5. Miopia Induksi : Miopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat obatan, naik
turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa dan sebagainya.

Klasifikasi miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk


mengkoreksikannya (Sidarta, 2007):

1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri

2. Sedang : lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.

3. Berat :lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.

Klasifikasi miopia berdasarkan umur adalah (Sidarta, 2007):

1. Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak.

2. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun.

3. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 tahun.

4. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).


Manifestasi Klinik dan Diagnosis

Diagnosis school myopia ditegakkan berdasarkan anamnesis, manifestasi klinis


dan pemeriksaan oftalmologis. Keluhan penderita berupa penglihatan buram jika melihat
atau membaca dari jarak jauh dan kadang-kadang disertai dengan nyeri kepala. Secara
klinis anak menunjukkan kecenderungan menyipitkan matanya untuk mendapatkan efek
pinhole yang positif.

Pemeriksaan oftalmologis yang dilakukan adalah pemeriksaan tajam penglihatan


secara subjektif dengan menggunakan kartu Snellen chart pada jarak 6 meter untuk
mendapatkan koreksi terbaik. Kelainan refraksi diukur dalam derajat dioptri dan sebutan
miopia menggunakan tanda (minus).

Pemeriksaan oftalmologis lain adalah pemeriksaan refraksi objektif dengan


menggunakan streak retinoskopi. Dianjurkan penggunaan sikloplegik bila melakukan
pemeriksaan tajam penglihatan pada anak. Pemeriksaan funduskopi dengan oftalmoskop
menunjukkan gambaran fundus yang normal, karena mumnya derajat miopia ini tidak
tinggi, sehingga tidak menimbulkan kelainan pada fundus.

(Staff AAoO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology;2005. 120-2.)

Tatalaksana

Selama bertahun-tahun, para ahli mengemukakan banyak metode penanganan


untuk mencegah progresifitas miopia. Koreksi refraksi dengan kacamata bifocal dan
kacamata multifocal direkomendasikan untuk mengurangi akomodasi, karena akomodasi
menyebabkan progresifitas miopia. Pemberian tetes mata atropine dapat juga digunakan
untuk menghambat akomodasi. Penatalaksanaan school myopia meliputi pemberian kaca
mata koreksi. Koreksi kacamata yang diberikan mempunyai kekuatan koreksi penuh.
Cara ini membuat anak dapat melihat dengan jelas pada jarak yang jauh dan akan
mengembangkan akomodasi dan konvergensi yang normal.

(Staff AAoO. Clinical Optics. Basic and Clinical Science Course. San Francisco:
American Academy of Ophthalmology;2005. 120-2.)

Menurut Sato pemberian kacamata dengan kekuatan refraksi yang tinggi dapat
meningkatkan progresifitas miopia. Pemberian koreksi yang lebih rendah dari koreksi
yang seharusnya bertujuan untuk mengurangi akomodasi, sehingga mempunyai jarak
baca dekat yang ideal. Straub membandingkan metode pemberian kekuatan koreksi penuh
dengan kekuatan di bawah koreksi pada remaja, dan hasilnya adalah pemberian koreksi
dengan kekuatan penuh tidak mempengaruhi progresifitas miopia.

Saw SM, Gazzard G, Eong K-GA, Tan DTH. Myopia: Attempts to Arrest Progression.
British Journal of Ophthalmology.
Komplikasi

Komplikasi Miopia adalah :

1. Ablasio retina

Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0 sampai (- 4,75) D sekitar


1/6662.Sedangkan pada (- 5) sampai (-9,75) D risiko meningkat menjadi 1/1335.Lebih
dari (-10) D risiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor risiko pada
miopia lebih rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali
(Sidarta, 2003).

2. Vitreal Liquefaction dan Detachment

Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan
2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan,
namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan
dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat
bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan
viterus sehingga kehilangan kontak dengan retina. Keadaan ini nantinya akan
menimbulkan risiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus
detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat
memanjangnya bola mata (Sidarta, 2003).

3. Miopik makulopati

Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada
mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapangan pandang berkurang. Dapat
juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan berkurangnya lapangan
pandang. Miopi vaskular koroid atau degenerasi makular miopia juga merupakan
konsekuensi dari degenerasi macular normal dan ini disebabkan oleh pembuluh darah
yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina (Sidarta, 2003).

4. Glaukoma

Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%,
dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres akomodasi
dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula
(Sidarta, 2003).

5. Katarak

Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang dengan
miopia, onset katarak muncul lebih cepat (Sidarta, 2003).
Pencegahan

Sejauh ini, hal yang dilakukan adalah mencegah dari kelainan mata sejak dari anak dan
menjaga jangan sampai kelainan mata menjadi parah. Biasanya dokter akan melakukan
beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk membantu
penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.

Tindakan pencegahan yang lain adalah dengan cara (Rini, 2004) :

1. Jarak baca 40 45 cm.

2. Aktifitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya setelah membaca
atau melihat gambar atau menggunakan komputer 45 menit, berhenti dahulu untuk 15
20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas lain.

3. Gizi yang berimbang bila diperlukan sesuai aktifitas.

4. Melihat atau merasakan adanya posisi kepala miring atau torticollis terutama pada
aktifitas lihat televisi atau komputer tepat waktu pemberian kaca mata.

5. Mengatur program harian anak (sekolah,ekstra kurikuler). Seharusnya diharuskan


aktifitas luar misalnya kegiatan olah raga, musik dan lainlain.

Prognosis

Sebagian besar miopia pada anak-anak memiliki derajat miopia yag rendah
sampai sedang, tetapi beberapa diantaranya dapat juga berkembang menjadi miopia
tinggi. Termasuk faktor resiko yang menjadi penyebab miopia tinggi adalah ras/bangsa,
orang tua dengan kelainan refraksi dan derajat pregresifitas miopia.

Umumnya diketahui bahwa semakin cepat miopia muncul pada anak semakin
besar derajat perkembangan penyakit. Di Amerika dilaporkan perkembangan ratarata
miopia pada anak-anak sebesar 0,5 D pertahun.

Fredrick DR. Myopia. British Journal of Ophthalmology. 2002;324:1195-9.

Anda mungkin juga menyukai