LAPORAN KASUS
INSOMNIA NON ORGANIK (F51.0)
OLEH :
Musdalifah Eka Pratiwi
111 2017 2019
SUPERVISOR PEMBIMBING :
Kompol dr. R. Joko Maharto, M.Kes, Sp.KJ
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
1
LAPORAN KASUS
INSOMNIA NON ORGANIK (F51.0)
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
No. RM : 300723
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Umur : 72 tahun
Alamat : Jln. Kakatua no.16
Agama : Kristen
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan Terakhir : Tentara
Pekerjaan : Pensiunan Tentara
Tanggal Pemeriksaan : 1 November 2018
A. Keluhan Utama:
Kesulitan tidur
2
B. Riwayat Perjalanan Penyakit Sekarang
1. Keluhan dan gejala
Pasien datang ke klinik Psikiatri RS Bhayangkara untuk
kontrol dan melanjutkan pengobatan. Pasien mengeluh masih
kesulitan tidur jika tidak meminum obat. Pasien saat ini mengeluh
sering kesulitan tidur tanpa mengetahui penyebabnya.
Menurut pasien keluhan sulit tidur ini berawal dari sejak
±10 tahun lalu. Saat itu pasien pernah terlibat dalam kasus
penipuan asuransi yang membuat keluarganya menjadi rugi besar.
Hal tersebut membuat pasien cemas dengan keuangan keluarganya.
Pasien mengatakan baru bisa tertidur setelah pukul 03.00 dini hari.
Awalnya keluhan sulit memulai tidur ini jarang dirasakan sehingga
pasien tidak berobat dengan harapan akan hilang dengan
sendirinya. Akan tetapi keluhan tersebut semakin hari semakin
bertambah. Pasien sudah mencoba memejamkan matanya namun
tetap sulit untuk tertidur. Bahkan setelah keuangan pasien
membaik dan masalah penipuan yang dialami pasien sudah
teratasi, akan tetapi pasien masih mengeluhkan sulit tidur di malam
hari hingga akhirnya terkadang pasien tidak tidur sama sekali.
Menurut istri pasien, sejak pensiun, pasien aktif mengikuti
kegiatan rutin pada organisasi kerohanian yang ada di
lingkungannya bersama dengan rekan-rekannya. Akan tetapi sejak
pasien mengalami kesulitan tidur pasien merasa mudah lelah,
kadang cemas dan kurang konsentrasi keesokan harinya sehingga
membuat pasien menjadi jarang berkumpul pada organisasi
tersebut. Akibatnya aktifitas pasien menjadi terbatas didalam
rumah.
Setelah pasien merasa terganggu dengan keluhannya
tersebut akhirnya pasien memutuskan untuk konsultasi ke bagian
Poli Jiwa RS pelamonia. Setelah itu dilakukan pengobatan dan
pasien merasa ada perubahan baik. Namun jika pasien tidak
3
meminum obat yang diberikan, keluhan sulit tidur muncul kembali.
Sejak saat itu pasien mencoba untuk tetap berobat teratur. Hingga
kini pasien melanjutkan pengobatannya di RS Bhayangkara untuk
mengatasi keluhan tersebut.
2. Hendaya Fungsi
Hendaya dalam bidang sosial : ada
Hendaya dalam aspek pekerjaan : ada
Hendaya dalam penggunaan waktu senggang : ada
3. Faktor stressor psikososial :
Tidak ditemukan stressor psikososial
4. Hubungan gangguan sekarang dengan gangguan riwayat penyakit
fisik dan psikis sebelumnya
Riwayat penyakit :
- Pasien menderita Parkinson Disease sejak 5 tahun lalu
- Riwayat DM (+) dan HT(+), berobat teratur.
Riwayat trauma : tidak ada
Riwayat kejang : tidak ada
Riwayat NAPZA : tidak ada
C. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya
Pasien menderita gangguan insomnia non organik sejak ±10 tahun lalu.
4
2. Riwayat Masa Kanak Awal (1 – 3 tahun)
Tumbuh kembang pasien normal seperti anak lain seusianya.
Pasien tidak mengalami keterlambatan dalam perkembangan.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan ( 4 – 11 tahun )
Pasien tinggal bersama kedua orangtuanya dan mulai
membantu orangtuanya dengan ikut bekerja pertanian. Pasien
menyelesaikan jenjang Sekolah Dasar (SD) selama 8 tahun.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (usia 12 – 18 tahun)
Pasien melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMP dan
menyelesaikannya selama 4 tahun. Kemudian melanjutkan ke
jenjang SMA selama 3 tahun hingga pasien kemudian
mendaftarkan diri sebagai Tentara. Sejak SMA pasien sudah tidak
tinggal bersama orangtua dikarenakan jarak sekolah dan rumah
orangtuanya cukup jauh.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pekerjaan
Pasien merupakan seorang Prajurit Tentara yang
menyelesaikan pendidikannya di Bandung, kemudian kembali
bertugas di Makassar. Pasien tidak mempunyai pekerjaan selain
sebagai Prajurit Tentara. Tahun 2001 pasien sudah pensiun dari
pekerjaannya tersebut.
b. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pada usia 29 tahun dan saat ini memiliki 2
orang anak laki-laki dan 2 orang anak perempuan.
5
Genogram
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Menikah
6
- Suhu : 36,5 °C
- Pernapasan : 22x/menit
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, ekstremitas atas dan
bawah tidak ada kelainan.
b. Status Neurologi
1. GCS : E4M6V5
2. Rangsang meningeal : tidak dilakukan
3. Tanda ekstrapiramidal
- Tremor tangan : ada
- Cara berjalan : normal
- Bradikinesia (+)
- Rigiditas (+)
- Keseimbangan : baik
4. Sistem saraf motorik dan sensorik dalam batas normal
7
3. Empati : dapat dirabarasakan
c. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf pendidikan : sesuai
2. Daya Konsentrasi : cukup
3. Orientasi
a. Waktu : baik
b. Tempat : baik
c. Orang : baik
4. Daya ingat
a. Jangka panjang : baik
b. Jangka pendek : menurun
c. Jangka segera : baik
5. Pikiran abstrak : baik
6. Bakat Kreatif : tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri : baik
d. Gangguan Persepsi dan Pengalaman Diri
1. Halusinasi :
a) Visual : tidak ada
b) Auditorik : tidak ada
2. Ilusi :tidak ada
3. Depersonalisasi :tidak ada
4. Derealisasi :tidak ada
e. Proses Berfikir
1. Arus Pikiran:
- Produktivitas : cukup
- Kontuinitas : relevan, koheren
2. Isi pikiran
- Preokupasi : tidak ada
- Gangguan isi pikir : tidak ada
f. Pengendalian Impuls : baik
g. Daya Nilai
8
1. Norma Sosial : baik
2. Uji Daya Nilai : baik
3. Penilaian Realitas : baik
h. Tilikan :
Derajat 6 (menyadari sepenuhnya tentang situasi penyakitnya dan ada
keinginan untuk sembuh).
9
7) Pasien kemudian melakukan konsultasi ke bagian Poli Jiwa RS
pelamonia, kemudian melakukan pengobatan untuk gangguan tidur
yang dialaminya.
8) Pasien merasa membaik setelah meminum obat yang diberikan, namun
keluhan kembali muncul jika obat tersebut tidak dikonsumsi oleh
pasien.
9) Pasien kemudian mencoba untuk tetap berobat teratur untuk
menghindari gejala sulit tidurnya. Hingga kini pasien melanjutkan
pengobatan di Klinik Psikiatri RS Bhayangkara.
10) Pasien menderita Parkinson Disease sejak 5 tahun lalu dan berobat
secara teratur.
11) Pasien menderita DM Tipe 2 dan Hipertensi, berobat teratur sejak 2
bulan lalu.
12) Tampak kelainan neurologis didapatkan pada pasien berupa tremor
tangan, bradikinesia dan rigiditas (+)
13) Mood eutimia, afek sesuai dan empati dapat dirabarasakan.
14) Didapatkan penurunan fungsi kognitif pada pasien berupa penurunan
daya ingat jangka pendek.
15) Proses pikir produktivitas cukup, kontinuitas baik
10
Pada pasien didapatkan berupa kondisi psikogenik primer dimana
gangguan utamanya adalah jumlah, kualitas atau waktu tidur sehingga
digolongkan kedalam Gangguan Tidur Non Organik (F51). Berdasarkan
hasil pemeriksaan psikiatri didapatkan adanya kesulitan untuk memulai
tidur, mempertahankan tidur dan kualitas tidur yang buruk. Keluhan sudah
dirasakan ±10 tahun yang lalu, awalnya keluhan dirasakan jarang namun
semakin lama semakin sering. Didapatkan adanya ketidakpuasan pasien
terhadap kualitas tidurnya yang kemudian menimbulkan penderitaan dan
mempengaruhi fungsi sosial dan pekerjaan, maka pasien ini merupakan
penderita Insomnia Non Organik (F51.0).
Aksis II
Aksis III
Aksis IV
Aksis V
11
o Ditemukan Hendaya dalam bidang sosial, pekerjaan dan
penggunaan waktu senggang. Pasien menjadi kurang aktif pada
organisasi kerohanian dan kurang berinteraksi dengan rekan-
rekan di lingkungan sekitarnya.
VIII. PROGNOSIS :
Dari hasil alloanamnesis, didapatkan keadaan-keadaan berikut ini
Prognosis :Dubia ad bonam
Faktor yang mempengaruhi:
- Adanya dukungan dari keluarga dan kerabat pasien
- Keinginan pasien untuk sembuh
- Adanya riwayat gangguan jiwa sebelumnya
b. Psikoterapi
- Suportif
Memberikan dukungan kepada pasien untuk dapat membantu
pasien dalam memahami dan menghadapi penyakitnya. Memberi
penjelasan dan pengertian mengenai penyakitnya, manfaat
pengobatan, cara pengobatan, efek samping yang mungkin timbul
selama pengobatan, serta memotivasi pasien supaya mau minum
obat secara teratur.
- Ventilasi
Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan isi
hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.
- Konseling
12
Membantu pasien untuk dapat merubah keyakinan pasien yang
negative, irrasional dan mengalami penyimpangan (distorsi)
menjadi positif dan rasional sehingga secara bertahap mempunyai
reaksi somatic dan perilaku yang lebih sehat dan normal.
Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang
penyakitnya agar pasien memahami kondisi dirinya, dan
memahami cara menghadapinya, serta memotivasi pasien agar
tetap minum obat secara teratur
c. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada orang-orang terdekat pasien
sehingga bisa menerima keadaan pasien dan memberikan dukungan
moral serta menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membantu
proses penyembuhan dan keteraturan pengobatan.
X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya,
serta menilai efektifitas terapi dan kemungkinan terjadinya efek samping
dari obat yang diberikan.
XI. DISKUSI
Berdasarkan PPDGJ-III dikatakan gangguan jiwa apabila ditemukan :
1. Adanya gejala klinis yang bermakna, berupa :
Sindrom atau Pola Perilaku
Sindrom atau Pola Psikologik
2. Gejala klinis tersebut menimbulkan “penderitaan “ (distress), antara
lain dapat berupa : rasa nyeri, tidak nyaman, tidak tentram, terganggu,
disfungsi organ tubuh, dll.
3. Gejala klinis tersebut menimbulkan “disabilitas” (disability) dalam
aktivitas kehidupan sehari-hari yang biasa dan diperlukan untuk
13
perawatan diri dan kelangsungan hidup (mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, dll).1
14
d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur
menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi
fungsi dalam sosial dan pekerjaan.
e. Adanya gangguan jiwa lain seperti depresi dan anxietas tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan.
f. Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk
menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi
individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas
(seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat
dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan
penyesuaian (F43.2)
Tatalaksana
1. Non Farmakoterapi3
Penanganan terapi non farmakologi terdiri dari cognitive and
behavioral therapy.
- Sleep Hygiene
Sleep hygiene adalah salah satu komponen terapi perilaku untuk
insomnia. Beberapa langkah sederhana dapat diambil untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas tidur pasien. Langkah – langkah
ini meliputi mencuci muka, sikat gigi, buang air kecil sebelum tidur,
berolahraga secara rutin minimal 20 menit sehari, idealnya 4-5 jam
sebelum waktu tidur, hindari memaksa diri untuk tidur, hindari
caffeine, alcohol, dan nikotin 6 jam sebelum tidur, hindari kegiatan
lain yang tidak ada kaitannya dengan tidur, Mempertahankan suhu
yang nyaman di kamar tidur, meminimalisir kebisingan semaksimal
mungkin, batasi asupan cairan pada malam hari.
- Terapi Tingkah Laku
Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru
dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi
15
tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap
pertama untuk penderita insomnia.
- Terapi kognitif.
Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan
pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada
konseling tatap muka atau dalam grup.
Terapi kontrol stimulus: merupakan terapi perilaku lini
pertama pada insomnia primer kronis sehingga sebaiknya
diprioritaskan. Pada terapi ini waktu bangun pasien di tempat
tidur dipersingkat untuk merekondisi keinginan untuk tidur.
Pembatasan tidur: Terapi pembatasan tidur membuat pasien
membatasi waktu tidur mereka agar sebanding dengan waktu
tidur total rata-rata. Terapi ini merupakan kontraindikasi bagi
pasien-pasien dengan gangguan bipolar, kejang, atau
hipersomnolen karena dapat memperburuk kondisi pasien.
Sleep hygiene: merupakan serangkaian instruksi yang akan
membantu pasien mempertahankan kualitas tidur dengan
menjaga lingkungan yang kondusif untuk tidur,
mempertahankan waktu tidur dan bangun, menghindari
tembakau, alkohol, serta menghindari makan atau olah raga
terlalu banyak beberapa jam sebelum tidur.
Latihan relaksasi: Terapi ini termasuk relaksasi otot, bernapas
dengan diafragma, biofeedback, dan lain sebagainya. Latihan
relaksasi yang optimal merupakan cara yang termudah bagi
pasien. Namun terdapat beberapa kontra indikasi medis,
misalnya relaksasi otot progresif tidak cocok bagi pasien
dengan gangguan neuromuskular atau gangguan psikiatris.
Fototerapi: Sinar terang memiliki efek antidepresan dan
merangsang tidur bagi pasien yang mengalami gangguan irama
sirkadian.
- Stimulus Control Therapy
16
a. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca,
menonton televisi, makan atau bekerja.
b. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam
waktu 20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur,
tinggalkan tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan hal-
hal yang membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah
merasa mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit
di tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali lakukan hal yang
membuat santai, dapat berulang dilakukan sampat seseorang dapat
tidur.
c. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan
berapa lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki
jadwal tidur-bangun (kontrol waktu).
d. Tidur siang harus dihindari.
- Restriksi Tidur.
Membatasi waktu di tempat tidur hanya untuk tidur sehingga dapat
meningkatkan kualitas tidur. Terapi ini disebut pembatasan tidur.
2. Farmakologi3
Terapi pengobatan insomnia diklasifikasikan menjadi tiga yaitu :
Benzodiazepin, Nonbenzodiazepin -hipnotik, dan obat –obat yang lain
yang dapat memberikan efek tertidur.
a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam)
b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
17
- Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit
masuk kembali ke proses tidur selanjutnya). Obat yang
dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase Anti-Insomnia”,
yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan
Tetrasiklik). Misalnya pada gangguan depresi.
- Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan
terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening).
Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining Anti-
Insomnia”, yaitu golongan phenobarbital atau golongan
benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada gangguan stres
psikososial.
a. Benzodiazepin
Dalam penggunaanya, efek benzodiazepin yang diinginkan adalah efek
hipnotik-sedatif. Sifat yang diinginkan dari penggunaan hipnotik-sedatif
antara lain adalah perbaikan anxietas, euporia dan kemudahan tidur
sehingga obat ini sebagai pilihan utama untuk insomnia.
Benzodiazepin (BZD) memperbaiki insomnia dengan mengurangi fase
REM, menurunkan latensi tidur, dan menurunkan terbangun malam hari.
Penyerapan BZD tidak terpengaruh oleh penuaan, namun penurunan
massa otot, penurunan protein plasma, dan peningkatan lemak tubuh yang
terlihat pada usia lanjut mengakibatkan peningkatan konsentrasi obat tak-
terikat dan peningkatan waktu paruh eliminasi.
Jika keadaan ini terjadi terus menerus, maka pola penggunaanya akan
menjadi kompulsif sehingga terjadi ketergantungan fisik. Hampir semua
golongan obat-obatan hipnotik-sedatif dapat menyebabkan
ketergantungan. Efek ketergantungan ini tergantung pada besar dosis yang
digunakan tepat sebelum penghentian penggunaan dan waktu paruh serta
golongan obat yang digunakan. Obat-obatan hipnotik-sedatif dengan
waktu paruh lama akan dieliminasi lama untuk mencapai penghentian obat
bertahap sedikit demi sedikit. Sedangkan pada obat dengan waktu paruh
18
singkat akan dieliminasi dengan cepat sehingga sisa metabolitnya tidak
cukup adekuat untuk memberikan efek hipnotik yang lama. Oleh karena
itu, penggunaan obat dengan waktu paruh singkat sangat bergantung dari
dosis obat yang digunakan tepat sebelum penghentian penggunaan. Gejala
gejala abstinensi dapat terjadi pada penggunaan berbagai golongan obat
hipnotik-sedatif. Gejala –gejala ini dapat berupa lebih sukar tidur
dibanding sebelum penggunaan obat-obatan hipnotik-sedatif2
b. Nonbenzodiazepin Hipnotik
Nonbenzodiazepin hipnotik adalah sebuah alternatif yang baik dari
penggunaan benzodiazepin tradisional, selain itu obat ini menawarkan
efikasi yang sebanding serta rendahnya insiden amnesia, tidur sepanjang
hari, depresi respirasi , ortostatik hipotensi dan terjatuh pada lansia. Obat
golongan non-benzodiazepin juga efektif untuk terapi jangka pendek
insomnia. Obat-obatan ini relative memiliki waktu paruh yang singkat
sehingga lebih kecil potensinya untuk menimbulkan rasa mengantuk pada
siang hari; selain itu penampilan psikomotor dan daya ingat nampaknya
lebih tidak terganggu dan umumnya lebih sedikit mengganggu arsitektur
tidur normal dibandingkan obat golongan benzodiazepine2
19
dengan sebutan hormon ini, “hormone of the darkness.” Adanya hormon
ini dikatakan dapat membantu meningkatkan kualitas tidur seseorang.
Dari beberapa penelitian klinik menunjukkan bahwa penggunaan
melatonin untuk insomnia ternyata sangat signifikan dalam menurunkan
waktu yang dibutuhkan seseorang untuk jatuh tertidur, memperpanjang
durasi tidur termasuk kualitas tidurnya, sehingga seseorang tidak
mengantuk lagi saat beraktifitas di pagihari. Dosis melatonin yang
direkomendasikan ialah 3 mg dan dapat ditingkatkan hingga 12 –15 mg.
Efek samping yang dilaporkan ialah sakit kepala, pusing,lemah, iritabel.
Megadosis (300mg perhari) dapat menghampat fungsi ovarium.
Kontraindikasi pada Wanita hamil dan menyusu.2
d. Antihistamin
Three–diphenhydramine hydrochloride, dypenhydramine citrate dan
doxylamine yang sering digunakan untuk membantu tidur. Efek samping
penggunaanya adalah pusing, lemah, mual@
e. Antidepresan
Dosis rendah pada antidepresan yg memiliki efek sedasi seperti
trazodone (desyrel), amitriptyline (elavil), doxepine (sinequen, adapin) dan
mirtazapin ( remeron) sering diresepkan pada pasien bukan depresi untuk
pengobatan insomnia, antidepresan sering diberikan untuk insomnia
karena pemberiannya tidak terjadwal, relatif tidak mahal, dan memiliki
sedikit potensi untuk disalahgunakan. Namun demikian harus digunakan
secara konservatif untuk insomnia karena keberhasilannya terbatas dan
berpotensi menghasilkan efek samping yang bermakna2
Terapi untuk gangguan pola tidur pada usia lanjut sebaiknya dengan
menggunakan dosis obat seminimal mungkin. Setiap intervensi obat dapat
menimbulkan potensi bahaya pada orang tua dengan lanjut usia.
Pemeliharaan terhadap kondisi fungsional pasien merupakan tujuan dari
terapi. Manipulasi lingkungan dan penyebab eksternal yang potensial
20
merupakan pendekatan yang terbaik. Berbagai tindakan non-spesifik yang
disebut higiene tidur dapat memperbaiki pola tidur3
21
DAFTAR PUSTAKA
22