Anda di halaman 1dari 22

REFERENSI ARTIKEL

ORTHOKERATOLOGI

Disusun Oleh:
Nabila Aushaf Prasetyo G991906024

Pembimbing:
dr. Bachtiar Arif Wicaksono, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK/ PROGRAM STUDI


PROFESI DOKTER BAGIAN ILMU KESEHATAN
MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS
MARET RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.
MOEWARDI
2020
ORTHOKERATOLOGI

2.1 Definisi Ortokeratologi

Ortokeratologi (atau bisa disebut OK, ortho-k, corneal reshaping,


corneal refractive therapy, dan vision shaping treatment) adalah teknik
yang digunakan untuk merubah atau menghilangkan sementara gangguan
refraktif dengan cara membentuk ulang permukaan kornea dengan lensa
kontak yang secara khusus disiapkan. Saat ini penggunaan yang paling
sering dari ortokeratologi (OK) adalah untuk menurunkan ukuran miopi
melalui pendataran kornea (Eva PR, 2004).

Proses dari orthokeratologi menggunakan lensa kontak keras yang


secara sementara membentuk ulang permukaan bagian tengah kornea.
Tujuannya untuk menurunkan miopi atau astigmat dengan menggunakan
lensa rigid gas permeable (RGP) yang memiliki lengkungan lebih rata
dibandingkan kornea. Setelah didapatkan lengkungan yang diinginkan,
ukuran miopi akan menurun dan penglihatan membaik. Setelah tercapai
dipasangkan lensa tambahan untuk menjaga efeknya (Swarbrick HA,
2006).

Gambar 1. Lensa ortokeratologi


2.1 Refraksi
2.1.1 Miopia
Miopi terjadi ketika fokus obyek jatuh pada bagian depan dari retina
pada mata yang tidak berakomodasi. Jika mata tersebut lebih panjang dari
rata – rata maka disebut miopi axial. Jika elemen refraksi lebih berbelok
dibandingkan rata – rata maka disebut miopi kurvatur atau miopi refraktif.
Ketika obyek dibawah pada jarak kurang dari 6 meter maka obyek akan
jatuh lebih dekat ke retina dan mendapatkan fokus yang lebih baik. Ukuran
miopi yang tinggi kemungkinan terdapat kelainan degeneratif pada retina
termasuk lepasnya retina. Lensa konkaf (minus) digunakan untuk
mengkoreksi gambaran pada pasien miopi. Lensa ini membuat gambaran
jatuh di retina (Eva PR, 2004).
Jadi saat tidak menggunakan kacamata, penglihatannya jadi kabur,
nantinya penggunaan kacamata jadi tidak membantu karena fungsi
ketajaman mata sudah menurun. Otak sudah tidak terangsang lagi untuk
memfokuskan ketajaman penglihatannya.
Membaca dengan pencahayaan buatan dengan matahari, lebih baik
membaca dengan cahaya matahari dikarenakan adanya perbedaan
intensitas dan sprektum cahaya dibandingkan cahaya buatan.

2.1.1 Klasifikasi Miopia

Menurut perjalanan penyakitnya, miopia dibagi dalam bentuk: (Gos, et


all, 2006)
1. Miopia Sederhana (Simple Myopia)

Miopia yang paling sering dari jenis miopia yang lain dengan minus
kurang dari 6.00D. Umumnya muncul saat masa kanak-kanak (disebut
miopia juvenile). Penelitian menunjukkan bahwa laju progresifitas dari
miopia onset kanak-kanak dari 0 hingga lebih dari 1.00 D pertahun namun
laju progresifitas paling sering adalah 0.3 hingga 0.5 D per tahun.
Progresifitas ini biasanya melambat atau bahkan berhenti pada saat
pertengahan atau akhir usia remaja. Progresifitas miopia sederhana dapat
muncul pada saat dewasa disebut miopi onset dewasa. Laju progresifitas pada
jenis ini lebih rendah daripada progresifitas jenis stasioner dan tingkat
keparahan dari miopia akan berkurang pada usia 45 tahun.
2. Miopia Nokturnal

Miopia yang terjadi pada keadaan gelap. Hal ini akibat akomodasi yang
berlebihan yang menyebabkan terganggunya proses pemasukan cahaya.
3. Pseudomiopia

Pseudomiopia merupakan hasil dari peningkatan kekuatan refraksi


akibat stimulasi berlebihan pada daya akomodasi mata. Dinamakan demikian
karena kondisi ini hanya muncul setelah respons akomodasi yang tidak
seharusnya. Umumnya pada pasien dengan usia lebih muda akibat
melakukan pekerjaan seperti membaca dan menulis pada jarak dekat yang
berlebihan.
4. Miopia maligna atau miopia degeneratif:miopia yang berjalan
progresif dan lebih rentan terhadap terjadinya perubahan retina degeneratif
yang dapat mengakibatkan ablasio retina atau bahkan kebutaan. Hal ini
terjadi apabila miopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli
dan pada panjang bola mata hingga terbentuknya stafiloma postikum yang
terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina Atrofi
retina terjadi setelah atrofi sklera dan apabila terjadi ruptur membran Bruch,
dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina.
5. Induced Myopia

Disebut juga miopia yang didapat, sebagai akibat dari obat-obatan,


variasi dari kadar gula dalam darah, sklerosis nuclear dari lensa, atau kondisi-
kondisi lainnya. Miopia jenis ini bersifat sementara dan reversible.

2.1.2 Faktor Resiko Miopia


Faktor resiko utama terjadinya miopia adalah faktor keturunan
miopia. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa prevalensi terjadinya
miopia pada anak dengan kedua orang tuanya menderita miopia adalah
33 - 60%. Pada anak yang salah satu orang tuanya menderita miopia
memiliki prevalensi sebesar 23 - 40%. Hampir seluruh penelitian itu
menemukan bahwa prevalensi pada anak yang kedua orang tuanya tidak
menderita miopia adalah 6 – 15%.

Pada anak-anak yang diketahui menderita hiperopia lebih dari 0,50


D memiliki faktor resiko yang lebih rendah untuk menjadi miopia pada
usia yang lebih lanjut daripada anak-anak yang menderita hiperopia sama
dengan atau kurang dari 0,50 D. Resiko terjadinya miopia juga diketahui
tinggi pada penderita astigmatisme jenis against-the-rule, fungsi
akomodasi yang menurun atau esoforia jarak dekat.

Kebiasaan membaca dan bekerja pada jarak dekat juga diketahui


sebagai salah satu faktor resiko dari miopia. Hal ini menyebabkan
peninggian tekanan pada badan silia sehingga pada orang dengan mata
normal dapat menjadi miopi. Kelengkungan kornea yang lebih curam dan
perbandingan panjang aksial dengan radius kornea yang lebih dari 3 juga
menjadi salah satu faktor terjadinya miopia (Ilyas, 2004).

2.3.1 Rancangan lensa reverse geometri

Pada desain lensa reverse geometri, permukaan belakang daripada


lensa dimodifikasi menjadi empat zona yang berbeda. Zona sentral lensa
disebut juga zona optik belakang dan bertanggung jawab untuk
mendatarkan bagian sentral daripada kornea. Berjalan dari sentral ke
perifer, area selanjutnya disebut zona pengembalian (return zone). Daerah
ini berperan untuk mengumpulkan air mata di bagian kornea. Zona
selanjutnya disebut zona perbatasan (alignment zone) dan lebih datar
daripada kurva pengembalian (reverse zone). Area ini penting untuk
menjaga posisi lensa agar tetap berada di tengah kornea. Zona perifer
daripada lensa disebut juga kurvatura periferal dan berperan untuk
pertukaran nutrisi daripada air mata (Riordan-Eva, 2008).

Lensa geometri reversal, dibuat dari bahan lensa baru, dan disetujui
untuk pemakaian sewaktu malam sejak 2002. Dengan desain baru, lensa
ini menjadi jauh lebih mudah untuk ditempatkan di bagian tengah kornea.
Disamping itu, lensa ini didapatkan mampu mereduksi kesalahan refraktif
terutama sewaktu malam. Efek penggunaan secara keseluruhan mulai
dirasakan dalam waktu lima sampai sepuluh hari sejak pemakaian inisial.
Metode ini dikenal dengan nama ortokeratologi akselerasi karena
kecepatannya mendatarkan lensa dalam waktu yang singkat. Saat ini,
kebanyakkan pasien menggunakan lensa geometri reversal setiap malam
(Riordan-Eva, 2008).
Gambar 2. Filosofi ortokeratologi

Lensa tersebut dikenakan setiap malam untuk beberapa bulan


pertama pengobatan. Rata-rata, kebanyakkan pasien telah mengalami
koreksi secara sempurna sekitar 1 minggu pertama semenjak mulai
menggunakan lensa. Setelah melewati 1 minggu, tidak ada perubahan
kornea yang signifikan pada pasien. Kebanyakkan pasien mengalami
regresi dalam efek pengobatan saat jam terbangun, bisa bergeser sebanyak
0.25-0.75 D. Karena alasan ini, pasien dilakukan overkoreksi secara umum
menggunakan Diopter setengah untuk menghitung regresi ini. Sebagai
tambahan, regresi ini ternyata lebih banyak terjadi pada hari pertama
dibandingkan hari ke delapan (Riordan-Eva, 2008).

2.3.2 Keamanan pengobatan ortokeratologi

Ortokeratologi secara umum sudah menjadi suatu pengobatan


dengan metode yang aman dan efektif untuk pasien miopia. Ada sedikit
peningkatan resiko infeksi berhubungan dengan lensa yang dipakai ketika
tidur, terlepas dari tipe apapun juga. Beberapa laporan kasus menunjukkan
adanya keratitis mikrobial dalam ortokeratologi. Kebanyakkan pasien yang
terkena keratitis bakterialis ini adalah anak- anak berusia 9-15 tahun dan
berwarga negara asia. Di Amerika, ortokeratologi digunakan untuk
mencegah perkembangan miopia pada anak-anak remaja. Masih belum
jelas, apakah ras berperan untuk keratitis atau karena banyaknya pasien-
pasien yang mengenakan ortokeratologi adalah ras asia (Riordan-Eva,
2008).

Peningkatan minat penggunaan lensa ortokeratologi pada anak-anak


telah dilaporkan dalam beberapa literatur. Hal ini disebabkan karena
banyaknya anak-anak dan remaja yang menggunakan kontak lensa akhir-
akhir ini. Pada suatu studi kelompok kecil, koreksi miopia menggunakan
lensa ortokeratologi ditemukan aman dan efektif pada anak-anak dan
remaja. Sebagai tambahan, minimal terjadinya korneal staining, dan tidak
ditemukan adanya keratitis mikrobial (Riordan-Eva, 2008).

Secara keseluruhan ortokeratologi merupakan suatu pilihan yang


efektif untuk mengkoreksi miopia dengan efek samping yang minimalis.
Salah satu efek samping yang paling sering ditemukan adanya fotofibia
atau lingkaran halo pada lingkungan dengan penerangan yang baik. Efek
samping ini dapat dikurangi dengan meningkatkan ukuran zona sentral
(Riordan-Eva, 2008).

2.3.3 Perubahan kornea dalam ortokeratologi

Sebagai hasil dari ortokeratologi, didapatkan bagian sentral dan


midperifer kornea akan mengalami pendataran. hal itu disebabkan karena
lensa ortokeratologi bekerja terutama di daerah anterior jaringan kornea,
bagaimanapun masih belum jelas apakah efeknya pada epitelium, stroma
atau keduanya. Sebagai tambahan, ada beberapa teori yang memicu
timbulnya perubahan kornea dalam ortokeratologi. Teori yang satu
mengatakan adanya tekanan ke arah bawah pada bagian tengah kornea
membuat permukaan korneal bagian sel epitel menjadi lebih datar. Teori
yang lain mengatakan hal itu terjadi karena adanya tekanan tarikkan di
midperifer kornea. Adanya perubahan tekanan ini dapat menarik sel epitel
di bagian perifer, sehingga membuat sel epitel kornea ter-redistribusi.
Sebagai hasil dari redistribusi ini, akan terdapat perdataran relatif pada
bagian sentral kornea dibandingkan di daerah mid perifer. Beberapa teori
lainnya mengatakan adanya perubahan stroma kornea pun ikut terjadi
bersamaan dengan perubahan epitelium kornea (Riordan-Eva, 2008).

Beberapa studi histologi dan morfologi telah mengungkapkan efek


daripada ortokeratologi terhadap lapisan-lapisan kornea yang diduga
memiliki peranan dalam pendataran kornea. Beberapa studi akhir-akhir ini
terhadap primata menunjukkan adanya perubahan selular pada tingkat
epitel dan stroma kornea setelah periode singkat penggunaan lensa dengan
mata tertutup. Secara spesifik, sel epitel korneal menunjukkan adanya
kompresi fokal daripada redistribusi atau kehilangan lapisan sel di bagian
zona sentral. Perubahan yang utama dalam morfologi sel dapat dilihat pada
sel basal dan sel sayap (wing cell). Pada studi ini juga diungkapkan adanya
penipisan sentral stroma dan penebalan stroma bagian mid perifer. Kedua
kompresi mekanik dan tekanan air mata ternyata berpotensi untuk
mengubah bentuk kornea (Riordan-Eva, 2008).

Beberapa studi histologi terbaru pada kornea kucing mengungkapkan


adanya penipisan epitel kornea bagian sentral dan penebalan epitel kornea
bagian midperifer. Pada studi ini juga didapatkan adanya penggunaan
lensa secara singkat memicu kompresi sel-sel epitelial. Bagaimanapun,
dengan pengunaan waktu yang lebih panjang (14 hari), proliferasi sel-sel
epitelial dapat terlihat di bagian mid perifer (Queiros A, 2010). Diduga
penempelan kornea terhadap benda asing dapat memicu pertumbuhan
daripada sel epitelial daripada kornea (Seo-Wei Leo, 2006). Mekanisme
yang tepat untuk menerangkan ini dihipotesiskan karena adanya perubahan
metabolik selular, tekanan yang diinduksi oleh lensa atau edema korneal
(Riordan-Eva, 2008).

Studi yang lain menunjukkan adanya bagian epitel korneal bagian


sentral yang menipis dan bagian midperifer yang menebal pada manusia
yang mengenakan lensa ortokeratologi pada satu jam pertama. Perubahan
ini terjadi terutama setelah lima belas menit pemasangan lensa.
Bagaimanapun, perubahan kornea ini bervariasi tergantung pada tiap-tiap
pasien, dan malleabilitas kornea. Studi histologikal dan morfologikal
menunjukkan adanya perubahan kornea karena penggunaan lensa
ortokeratologi (Riordan-Eva, 2008).

2.3.4 Memprediksi perubahan kornea pada ortokeratologi

Secara umum, pasien dengan kesalahan refraktif antara -1.00D dan -


5.00 D merupakan pasien yang paling efektif untuk memulai pengobatan
ortokeratologi. Ortokeratologi tidak dapat mengkoreksi astigmatisma
secara sempurna, dan pasien dengan astigmatisma yang parah biasanya
tidak dapat mendapatkan hasil yang sempurna untuk pengobatan gangguan
refraksinya. Sebenarnnya, tidak ada satu metode pun yang dapat
memprediksi kapan kornea akan mengalami perubahan. Namun, beberapa
perhitungan gangguan refraksi dapat digunakan untuk menghitung kapan
kira-kira kornea pasien mulai mengalami perubahan semenjak dipasang
lensa ortokeratologi. Secara spesifik, pasien-pasien dengan kesalahan
refraksi yang semakin besar tentu akan mengalami pengobatan yang lebih
lama. Pasien dengan minimal kelainan refraktif akan mengalami
penyembuhan secara sempurna (Riordan-Eva, 2008).

Ada beberapa catatan yang mengatakan bahwa perubahan kornea


pada anak kecil lebih cepat terjadi daripada pada orang dewasa. Pada studi
yang lain, didapatkan pasien dengan umur yang lebih tua mengalami
perubahan kornea yang lebih lama seperti pendataran kornea, hasil
refraktif yang kurang baik, dan baru terjadinyya penipisan lensa bagian
sentral kornea setelah satu jam pemakaian. Hal ini diduga adanya proses
penyembuhan kornea yang lebih lama pada orang tua dibandingkan anak-
anak. Rigiditas okular dan kornea juga diperiksa sebagai prediktor dalam
perubahan kornea di ortokeratologi. Pada jaman dulu, rigiditas dihitung
menggunakan persamaan matematika yang melibatkan pengukuran
tekanan intraokular (Riordan-Eva, 2008).

 Sering kehilangan lensa kontak atau menderita alergi dari


beberapa jenis lensa kontak.
 Tidak memiliki kontraindikasi bedah refraktif namun khawatir
mengenai risiko tindakannya.
 Memiliki keluhan mata kering karena penyejuk udara,
menggunakan komputer atau lingkungan berdebu sehingga kurang
nyaman menggunakan lensa kontak.

Penggunaan lensa kontak tidak memenuhi tuntutan kenyamanan


gaya hidup yang diinginkan

Saat ini terdapat berbagai merk lensa CRT yang memiliki rentang
efektifitas yang dinyatakan dapat mencapai koreksi miopia hingga -10,00
D, hiperopia hingga +5,00 D dan presbiopia hingga +3,00 D (Worp,
2005)

2.3.5 Kontraindikasi
Secara teoritis terdapat beberapa faktor anatomi dan fisiologis yang
harus dipertimbangkan, walaupun demikian faktor-faktor tersebut
umumnya tidak langsung menjadi kontraindikasi. Kelainan pada mata
dan kelopak mata yang abnormal mungkin akan lebih lebih menjadi
pertimbangan apabila kelainana tersebut mempengaruhi topografi
kornea. Mata kering yang berat juga dapat menyebabkan gangguan
topografi kornea dikarenakan terjadinya peningkatan penumpukan
debris. Namun, pada mata kering marjinal justru dapat menjadi
keuntungan dari penggunaan CRT karena pada siang hari tidak ada lensa
yang harus digunakan sehingga kekeringan marjinal bukan menjadi
kontraindikasi melainkan sering menjadi indikasi. Kontraindikasi absolut
terhadap penggunaan CRT antara lain kondisi patologis seperti
keratokonus dan penyakit kornea lainnya (Glavine, 2009)

2.3.6 Prosedur
Sebelum pasien menggunakan lensa CRT, harus dilakukan
pemeriksaan mata menyeluruh untuk menilai kesehatan dan kondisi mata
secara keseluruhan. Kemudian bentuk yang tepat dari permukaan mata
akan dinilai menggunakan Scan Komputer Topografi kornea.
Scan hanya membutuhkan beberapa detik namun menimbulkan
rasa kurang nyaman hingga nyeri. Pemeriksaan ini menghasilkan peta
topografi mata sehingga memungkinkan penilaian secara akurat menilai
CRT yang sesuai serta menentukan jenis lensa yang diperlukan. Untuk
sebagian besar pasien lensa kemudian dapat segera dipasang, meskipun
dalam beberapa kasus kita perlu untuk memesan lensa yang dibuat
khusus. Scan Komputer Topografi kornea harus dilaksanakan sebelum
dan sesudah pemasangan CRT (Glavine, 2009)
Setelah lensa CRT telah tersedia, pertemuan berikutnya harus
dilaksanakan untuk melakukan pemeriksaan mata lainnya yang dianggap
perlu dan scan topografi ulang untuk memastikan bahwa lensa akan
bekerja seperti yang diharapkan. Perubahan visual paling bermakna
terjadi dalam dua sampai tiga minggu pertama sehingga akan diperlukan
kontrol sesering mungkin untuk memantau perubahan bentuk kornea.
Sebagian besar pasien mengalami perubahan signifikan dalam beberapa
hari pertama, meskipun dalam beberapa kasus dapat memakan waktu
antara 2-3 minggu untuk visi yang diinginkan tercapai sepenuhnya.
Setelah CRT dimulai, penggunaan kacamata ataupun lensa kontak yang
sebelumnya digunakan tidak akan lagi bekerja secara efektif. Penglihatan
normal dapat dipertahankan sepanjang periode ini baik melalui
penggunaan lensa CRT siang hari atau dengan bantuan lensa kontak
(Glavine, 2009)
Setelah penglihatan pada siang hari telah stabil, maka hanya akan
diperlukan memakai lensa di malam hari atau beberapa jam dari satu
hari. Beberapa orsng hanya menggunakan lensa satu malam setiap dua
hingga tiga malam. Jika ingin menghentikan penggunaan CRT, hanya
perlu menghentikan penggunaan lensa CRT dan penglihatan akan
kembali ke keadaan sebelumnya setelah 72 jam (Glavine, 2009)

2.3.7 Keuntungan dan Kerugian Ortokeratologi


Perbaikan visus dengan ortokeratologi sebaik dengan metode
koreksi konvensional. Tidak sepenuhnya mengoreksi astigmatisme.
Keuntungan terbesar dari ortokeratologi dibandingkan dengan operasi
laser refraktif adalah reversibel. Ketika pasien memilih untuk berhenti
memakai lensa ortokeratologi, korneanya akan kembali ke bentuk semula
dalam satu minggu dan kacamata atau lensa kontak lama dapat dipakai
kembali (Glavine, 2009).

2.3.8 Indikasi pemakaian


Tidak ada indikasi khusus terhadap penggunaan CRT, namun CRT
dapat menjadi jalan keluar yang baik bagi orang-orang yang merasa
terganggu dengan penggunaan lensa kontak maupun kacamata namun
tidak ingin atau memiliki kontraindikasi tertentu untuk melaksanakan
tindakan operasi refraktif. CRT juga disarankan pada anak-anak yang
miopinya masih bertambah dengan harapan menghemat biaya pembuatan
kacamata yang harus diganti setiap jangka waktu tertetu. CRT dapat
digunakan secara efektif pada:

 Miopia ringan sampai sedang (-0,75 ke-5.00D)

 Hiperopia ringan, hingga +3,00 D

 Presbiopia - koreksi monovision

 Individu aktif atau orang-orang dengan tuntutan pekerjaan yang


tidak dapat menggunakan alat bantu penglihatan standar atau
lensa kontak sekali pakai.

Satu risiko mayor untuk mata adalah asupan oksigen; selama tidur
mata menerima kurang oksigen dibandingkan saat siang yang
menyebabkan kornea bengkak setiap malam. Lensa kontak merupakan
penghalang yang akan mengurangi asupan oksigen dan bengkak kornea
lebih dari normal. Pembengkakan ini akan meningkatkan risiko untuk
neovaskularisasi kornea (ikatan kornea tidak sekuat saat normal dan
membuat pembuluh darah tumbuh ke dalam kornea). Ketika pasien
memiliki mata kering, kemungkinan lensa akan lengket ke kornea saat
pagi harinya. Ketika hal ini terjadi tidak perlu terlalu dikhawatirkan,
tetapi pasien diberitahukan untuk membasahi lensa sebelum melepasnya,
atau epitelium akan rusak. Kerusakan permukaan kornea adalah sangat
sering untuk inflamasi karena epitelium adalah satu- satunya lapisan
untuk menjaga terhadap mikroorganisme. Ketika bakteri atau virus
mampu untuk menginvasi kornea yang menghasilkan keratitis. Inflamasi
kornea menjadi komplikasi yang serius; mata menjadi merah dan sakit.
Visus akan menurun secara permanen jika inflamasinya sangat dalam
dan sembuh dengan jaringan parut (Glavine, 2009)

2.3.9 Efek Samping Ortokeratologi

Beberapa masalah yang mungkin muncul : (Glavine, 2009)

1. Mata terbakar, gatal (iritasi), atau nyeri mata.

2. Kurang nyaman ketika lensa pertama kali ditempatkan


pada mata.

3. Berasa sesuatu yang mengganjal pada mata seperti benda


asing atau area tergores.

4. Lakrimasi yang berlebihan dari mata

5. Sekresi mata yang tidak biasa

6. Mata merah

7. Berkurangnya tajam penglihatan (visus jelek)

8. Pandangan kabur, pelangi, atau halo di sekitar objek

9. Sensitivitas cahaya (fotofobia)


Jika ada tanda di atas : Segera lepas lensa. Jika rasa tidak nyaman
atau masalah sudah teratasi, lihat secara seksama lensanya. Ketika
lensanya rusak, jangan gunakan lensa pada mata. Taruh lensa pada
tempat penyimpanan dan hubungi dokter mata. Ketika lensanya kotor,
atau terdapat benda asing, dan lensa tampak tidak rusak, pasien
seharusnya membersihkan dan diinfeksi lensa; lalu memasukan kembali
ke tempat penyimpanan. Jika masalah berlanjut, pasien seharusnya
segera melepas lensa kontak dan pergi ke dokter mata.
Ketika beberapa masalah di atas timbul, kondisi yang serius seperti
infeksi, ulkus kornea, neovaskularisasi, atau iritis mungkin akan muncul.
Pasien seharusnya tetap melepas lensa dari mata dan menemui dokter
mata untuk menemukan masalahnya dan mendapat terapi yang adekuat
untuk mencegah kerusakan mata yang serius.
Beberapa efek samping ortokeratologi seperti pigmentasi cincin
kornea asimptomatik berhubungan dengan pemakaian ortokeratologi dan
cincinnya reversibel. Ortokeratologi akan meningkatkan aberasi,
terutama aberasi spherical. Komplikasi parah, seperti ulserasi kornea
(Jeffrey J, 2005)

2.3.10 Risiko dan Komplikasi Ortokeratologi


Kebanyakan reaksi atau limitasi setelah ortokeratologi biasanya
sementara dan akan berkurang setelah tiga bulan prosedur atau dengan
penghentian penggunaan lensa kontak. Mungkin menjadi kronis atau
permanen jika melanjutkan penggunaan lensa kontak.
1. Lensa terasa mengganjal selama beberapa jam, hal ini
normal dan akan berkurang dalam dua sampai enam minggu. Lensa di
desain khusus untuk menempel pada mata sehingga terasa mengganjal
ketika terbangun.
2. Pandangan buram normal selama minggu pertama,
perbaikan penglihatan biasanya membutuhkan 2-7 hari sampai
pandangan menjadi cukup jelas untuk mengemudi.
3. Over-Koreksi / Under-Koreksi
Pada terapi awal terapi ortokertologi mungkin akan over-koreksi
atau under-koreksi yang cukup signifikan untuk menyebabkan gejala.
Bila hal ini terjadi perlu mendesain ulang lensa untuk menguranginya.
Jika dokter merasa perbaikan tidak akan memperbaiki hasil, kacamata
mungkin menjadi pilihan sementara.
4. Presbiopia/Monovision

Presbiopia, perubahan karena usia tua yang normal untuk melihat


dekat karena perubahan struktur mata, secara alami menyebabkan orang
untuk membutuhkan kacamata baca pada usia 40 tahun. Ketika pasien
tidak memerlukan kacamata bifokal atau kacamata baca sekarang, pasien
akan membutuhkannya sesuai usia walaupun tidak menggunakan
ortokeratologi. Ortokeratologi tidak menghentikan proses penuaan. Hal
ini mungkin pada beberapa pasien yang dikoreksi penglihatan jauhnya
dengan ortokeratologi akan membutuhkan kacamata baca juga, waktu
membutuhkannya lebih cepat ketika pasien tidak diterapi dengan
ortokeratologi. Satu pilihan yang mungkin adalah monovision. Pada
monovision, mata yang tidak dominan di under-correction (tidak
sepenuhnya terkoreksi untuk penglihatan jauh) diperlukan untuk
membantu pandangan saat membaca. Monovision membantu tugas jarak
dekat seperti membuka surat, membaca label harga, atau melihat jam
tangan.
5. Infeksi
Risiko infeksi selama memakai ortokeratologi adalah sangat jarang.
Risikonya akan meningkat oleh organisme kecil yang disebut
acanthamoeba. Prosedur disinfeksi lensa kontak yang baik akan
mengurangi risiko infeksi. Infeksi kornea yang serius akan menghasilkan
jaringan parut, penurunan penglihatan permanen, dan kehilangan
penglihatan total.
6. Abrasi Epitel
Pasien suatu saat akan merasakan abrasi superfisial untuk lapisan
terluar dari kornea yang disebut epitelium. Hal ini dapat terjadi jika
terdapat kotoran antara lensa dan mata atau jika permukaan lensa perlu
untuk diubah. Abrasi epitel adalah komplikasi yang jarang dan akan
hilang dalam 3-24 jam. Jika pasien mengalami rasa tidak nyaman yang
mendadak pada mata, mata merah dan sensitif terhadap cahaya, lepas
lensa kontak dan hubungi dokter mata.
7. Regresi / perubahan lain dari mata

Kebanyakan ahli ortokeratologis sependapat bahwa ortokeratologi


memperlambat proses miopia. Ortokeratologi tidak menghentikan proses
penuaan. Ortokeratologi tidak mencegah timbulnya masalah mata seperti
glaukoma, katarak atau degenerasi atau lepasnya retina.
8. Peringatan Setelah Terapi
Sama seperti prosedur operasi refraktif, pasien mungkin merasakan
gambar seperti bintang atau halo di sekitar cahaya setelah terapi
ortokeratologi, persepsi menilai jarak akan terganggu dan ukuran gambar
mungkin terlihat sedikit berbeda. Beberapa keadaan akan berpengaruh
pada kemampuan pasien untuk mengemudi dan memperkirakan jarak.
Mengemudi hanya dilakukan jika pandangan pasien adekuat.

2.3.11 Pencegahan Efek Samping Ortokeratologi

Untuk meminimalkan potensi komplikasi pemakaian seperti iritasi


mata atau infeksi serius, pasien harus diajarkan cara yang benar untuk
memakai dan merawat lensa ortokeratologi, dan menggunakan metode
higiene yang baik ketika pasien menggunakannya (Bausch, 2004)

2.4.1 Persiapan Penggunaan Lensa

Kebersihan sangat penting untuk perawatan yang baik lensa


ortokeratologi. Tangan harus bersih dan bebas dari substansi asing ketika
menyentuh lensa (Bausch, 2004).
a.Selalu cuci, bilas dan keringkan tangan sebelum memegang
lensa.

b. Hindari sabun yang mengandung krim dingin, lotion atau


kosmetik yang berminyak sebelum menyentuh lensa. Bahan ini
dapat menempel ke permukaan lensa dan susah untuk dibersihkan.
c.Pegang lensa dengan ujung jari, hindari penggunaan kuku jari
yang dapat menggores lensa.
d. Selalu mulai dari lensa yang sama untuk menghindari
pencampuran.

e.Keluarkan lensa dari tempat penyimpanan dan periksa, pastikan


bersih, dan bebas dari kerusakan.

2.4.2 Penempatan Lensa pada Mata

Setelah mencuci dan mengeringkan tangan, ikuti langkah ini untuk


memasukan lensa pada mata.
a.Keluarkan lensa dari tempat penyimpanan.

b. Cuci lensa dengan cairan pembersih.

c.Lihat apakah lensa sudah bersih, tidak basah dan tidak berdebu.

d. Hilangkan beberapa cairan pembersih pada permukaan


lensa.

e.Tempatkan lensa di ujung jari telunjuk tangan yang dominan.

f. Tahan kebawah kelopak mata atas dan bawah dengan tangan


yang lain.

g. Secara perlahan tempatkan lensa di tengah mata. Tidak


perlu untuk menekan lensa pada mata.
h. Perlahan lepaskan kelopak mata dan berkedip. Lensa akan
berada di tengah secara otomatis.
i. Gunakan cara yang sama untuk menempatkan lensa yang lain.

j. Pasien harus meneteskan dua atau tiga tetes cairan tetes mata
sebelum memakai lensa.

2.4.3 Melepas Lensa

Sebelum melepas lensa, pasien sangat penting untuk memastikan


lensa dapat digerakan. Bila lensa tidak dapat digerakan, teteskan dahulu
lima tetes cairan yang direkomendasikan. Biasanya lensa akan bergerak
spontan setelah beberapa menit penetesan dan berkedip. Tunggu sampai
lensa dapat bergerak bebas dengan berkedip sebelum melepasnya. Pasien
diinstruksikan untuk : (Bausch, 2004)

Melihat ke atas, jari ditaruh di kelopak mata bagian bawah, di


pinggir lensa bagian bawah untuk menekan secara perlahan dan lembut.
Melihat ke bawah, proses diulang seperti tadi, menaruh ujung jari di
kelopak mata atas dan menekan lensa bagian atas. Pasien diminta untuk
melihat ke depan dan berkedip beberapa saat. Ketika lensa mulai
bergerak, lensa dapat dilepas dengan metode ini: Lensa dapat dilepas
secara manual menggunakan metode berkedip atau metode “scissor” bila
lensa GP biasa. Melepas lensa ortokeratologi yang berdiameter besar
mungkin membutuhkan soft silicone rubber removal device. (Bausch,
2004)
2.4.4 Membersihkan dan Menyimpan Lensa

Lensa sebaiknya digosok perlahan selama 20 detik pada tiap sisi


menggunakan pembersih yang direkomendasikan, diikuti dengan
pembilasan menggunakan cairan yang direkomendasikan pula.
Sebaiknya tidak menekan lensa terlalu kuat selama memegangnya. Lensa
ortokeratologi mudah rusak.

Lensa yang telah dibersihkan sebaiknya ditempatkan pada tempat


yang baik dan di tutupi cairan penyimpan. Lensa ortokeratologi dibuat
berbeda antara kanan dan kiri untuk menghindari tertukar. Red di desain
untuk digunakan pada mata Right, dan yeLlow digunakan untuk mata
Left. (Bausch, 2004)
DAFTAR PUSTAKA

Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asbury's General


Ophthalmology. Ed ke-16. California: McGraw-Hill; 2004.
Goss, et all. Care of the Patient with Myopia. 2006. St.
Louis: American Optometric Association.
Ilyas, Sidharta. Tajam Penglihatan dan Kelainan
Refraksi Penglihatan Warna. Ilmu Penyakit Mata edisi
ketiga. 2004. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Queirós A., González-Méijome J.M., Jorge J., Villa-
Collar C., Gutiérrez A.R. Peripheral Refraction in Myopic
Patients after Orthokeratology. Optometry and Vision
Science. 2010;87(5): 323-329.
Riordan-Eva, Paul. Optics and Refraction. Vaughan and
Asbury’s: General Ophthalmology 17th edition. 2008. USA:
Lange Medical Books/ McGraw- Hill.
Seo-Wei Leo, Yvonne Ling, Tien-Yin Wong, Boon-Long
Quah. Report of the National Myopia Prevention and
Control Workgroup 2006: A Summary. Ann Acad Med
Singapore 2007;36(Suppl):65-71
Swarbrick HA. Orthokeratology and update. Clin Exp
Optom 2006; 89: 3: 124–143
Worp, Eef van der. Orthokeratology: An Update.
University of Maastricht, Maastricht, the Netherlands.
Optometry in Practice Vol 7 (2006) 47–60. 7 December 2005

Anda mungkin juga menyukai