ORTHOKERATOLOGI
Disusun Oleh:
Nabila Aushaf Prasetyo G991906024
Pembimbing:
dr. Bachtiar Arif Wicaksono, Sp.M
Miopia yang paling sering dari jenis miopia yang lain dengan minus
kurang dari 6.00D. Umumnya muncul saat masa kanak-kanak (disebut
miopia juvenile). Penelitian menunjukkan bahwa laju progresifitas dari
miopia onset kanak-kanak dari 0 hingga lebih dari 1.00 D pertahun namun
laju progresifitas paling sering adalah 0.3 hingga 0.5 D per tahun.
Progresifitas ini biasanya melambat atau bahkan berhenti pada saat
pertengahan atau akhir usia remaja. Progresifitas miopia sederhana dapat
muncul pada saat dewasa disebut miopi onset dewasa. Laju progresifitas pada
jenis ini lebih rendah daripada progresifitas jenis stasioner dan tingkat
keparahan dari miopia akan berkurang pada usia 45 tahun.
2. Miopia Nokturnal
Miopia yang terjadi pada keadaan gelap. Hal ini akibat akomodasi yang
berlebihan yang menyebabkan terganggunya proses pemasukan cahaya.
3. Pseudomiopia
Lensa geometri reversal, dibuat dari bahan lensa baru, dan disetujui
untuk pemakaian sewaktu malam sejak 2002. Dengan desain baru, lensa
ini menjadi jauh lebih mudah untuk ditempatkan di bagian tengah kornea.
Disamping itu, lensa ini didapatkan mampu mereduksi kesalahan refraktif
terutama sewaktu malam. Efek penggunaan secara keseluruhan mulai
dirasakan dalam waktu lima sampai sepuluh hari sejak pemakaian inisial.
Metode ini dikenal dengan nama ortokeratologi akselerasi karena
kecepatannya mendatarkan lensa dalam waktu yang singkat. Saat ini,
kebanyakkan pasien menggunakan lensa geometri reversal setiap malam
(Riordan-Eva, 2008).
Gambar 2. Filosofi ortokeratologi
Saat ini terdapat berbagai merk lensa CRT yang memiliki rentang
efektifitas yang dinyatakan dapat mencapai koreksi miopia hingga -10,00
D, hiperopia hingga +5,00 D dan presbiopia hingga +3,00 D (Worp,
2005)
2.3.5 Kontraindikasi
Secara teoritis terdapat beberapa faktor anatomi dan fisiologis yang
harus dipertimbangkan, walaupun demikian faktor-faktor tersebut
umumnya tidak langsung menjadi kontraindikasi. Kelainan pada mata
dan kelopak mata yang abnormal mungkin akan lebih lebih menjadi
pertimbangan apabila kelainana tersebut mempengaruhi topografi
kornea. Mata kering yang berat juga dapat menyebabkan gangguan
topografi kornea dikarenakan terjadinya peningkatan penumpukan
debris. Namun, pada mata kering marjinal justru dapat menjadi
keuntungan dari penggunaan CRT karena pada siang hari tidak ada lensa
yang harus digunakan sehingga kekeringan marjinal bukan menjadi
kontraindikasi melainkan sering menjadi indikasi. Kontraindikasi absolut
terhadap penggunaan CRT antara lain kondisi patologis seperti
keratokonus dan penyakit kornea lainnya (Glavine, 2009)
2.3.6 Prosedur
Sebelum pasien menggunakan lensa CRT, harus dilakukan
pemeriksaan mata menyeluruh untuk menilai kesehatan dan kondisi mata
secara keseluruhan. Kemudian bentuk yang tepat dari permukaan mata
akan dinilai menggunakan Scan Komputer Topografi kornea.
Scan hanya membutuhkan beberapa detik namun menimbulkan
rasa kurang nyaman hingga nyeri. Pemeriksaan ini menghasilkan peta
topografi mata sehingga memungkinkan penilaian secara akurat menilai
CRT yang sesuai serta menentukan jenis lensa yang diperlukan. Untuk
sebagian besar pasien lensa kemudian dapat segera dipasang, meskipun
dalam beberapa kasus kita perlu untuk memesan lensa yang dibuat
khusus. Scan Komputer Topografi kornea harus dilaksanakan sebelum
dan sesudah pemasangan CRT (Glavine, 2009)
Setelah lensa CRT telah tersedia, pertemuan berikutnya harus
dilaksanakan untuk melakukan pemeriksaan mata lainnya yang dianggap
perlu dan scan topografi ulang untuk memastikan bahwa lensa akan
bekerja seperti yang diharapkan. Perubahan visual paling bermakna
terjadi dalam dua sampai tiga minggu pertama sehingga akan diperlukan
kontrol sesering mungkin untuk memantau perubahan bentuk kornea.
Sebagian besar pasien mengalami perubahan signifikan dalam beberapa
hari pertama, meskipun dalam beberapa kasus dapat memakan waktu
antara 2-3 minggu untuk visi yang diinginkan tercapai sepenuhnya.
Setelah CRT dimulai, penggunaan kacamata ataupun lensa kontak yang
sebelumnya digunakan tidak akan lagi bekerja secara efektif. Penglihatan
normal dapat dipertahankan sepanjang periode ini baik melalui
penggunaan lensa CRT siang hari atau dengan bantuan lensa kontak
(Glavine, 2009)
Setelah penglihatan pada siang hari telah stabil, maka hanya akan
diperlukan memakai lensa di malam hari atau beberapa jam dari satu
hari. Beberapa orsng hanya menggunakan lensa satu malam setiap dua
hingga tiga malam. Jika ingin menghentikan penggunaan CRT, hanya
perlu menghentikan penggunaan lensa CRT dan penglihatan akan
kembali ke keadaan sebelumnya setelah 72 jam (Glavine, 2009)
Satu risiko mayor untuk mata adalah asupan oksigen; selama tidur
mata menerima kurang oksigen dibandingkan saat siang yang
menyebabkan kornea bengkak setiap malam. Lensa kontak merupakan
penghalang yang akan mengurangi asupan oksigen dan bengkak kornea
lebih dari normal. Pembengkakan ini akan meningkatkan risiko untuk
neovaskularisasi kornea (ikatan kornea tidak sekuat saat normal dan
membuat pembuluh darah tumbuh ke dalam kornea). Ketika pasien
memiliki mata kering, kemungkinan lensa akan lengket ke kornea saat
pagi harinya. Ketika hal ini terjadi tidak perlu terlalu dikhawatirkan,
tetapi pasien diberitahukan untuk membasahi lensa sebelum melepasnya,
atau epitelium akan rusak. Kerusakan permukaan kornea adalah sangat
sering untuk inflamasi karena epitelium adalah satu- satunya lapisan
untuk menjaga terhadap mikroorganisme. Ketika bakteri atau virus
mampu untuk menginvasi kornea yang menghasilkan keratitis. Inflamasi
kornea menjadi komplikasi yang serius; mata menjadi merah dan sakit.
Visus akan menurun secara permanen jika inflamasinya sangat dalam
dan sembuh dengan jaringan parut (Glavine, 2009)
6. Mata merah
c.Lihat apakah lensa sudah bersih, tidak basah dan tidak berdebu.
j. Pasien harus meneteskan dua atau tiga tetes cairan tetes mata
sebelum memakai lensa.