Anda di halaman 1dari 9

2.2.

7 Klasifikasi

Terdapat beberapa bentuk miopia seperti :1,2

a. Miopia refraktif yaitu bertambahnya indeks bias media penglihatan yang biasa terjadi

pada katarak intumesen, dengan lensa lebih cembung sehingga pembiasan akan lebih

kuat.

b. Miopia aksial yaitu miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu bola mata, tetapi

kelengkungan kornea dan lensa yang normal.

Menurut derajat berat miopia dapat dibagi dalam:1-3

a. Miopia ringan, miopia kecil dari 0,5 – 3 dioptri

b. Miopia sedang, miopia antara 3 – 6 dioptri

c. Miopia berat atau tinggi, miopia lebih besar 6 dioptri

Menurut perjalanan miopia dibagi dalam:1-3

a. Miopia stasioner atau miopia simpleks, merupakan miopia yang menetap setelah

dewasa

b. Miopia progresif, merupakan miopia yang terus bertambah pada usia dewasa

c. Miopia maligna atau miopia degeneratif, merupakan elongasi aksial yang berlebihan

terkait dengan miopia yang menyebabkan perubahan struktural pada segmen posterior

mata (termasuk stafiloma posterior, makulopati, dan neuropati optik terkait miopia

tinggi) dan yang dapat menyebabkan hilangnya best corrected visual acuity (BCVA).

1
2.2.8 Diagnosis

Keluhan biasanya dijumpai dengan kesulitan saat melihat objek yang jauh, dan

biasanya penyandang miopia akan mampu melihat lebih jelas ketika objek didekatkan, atau

pasien menyebutnya rabun jauh. Pasien dengan myopia akan mengeluhkan sakit kepala,

mata lelah, sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang myopia

juga akan ada kecenderungan menyipitkan matanya untuk mendapatkan efek pinhole.1

Jika derajat myopia teralu tinggi maka pungtum remotum kedua mata akan terlalu

dekat sehingga mata harus selalu melihat dalam posisi konvergen dan timbul keluhan

(astenovergen) bahkan dapat menetap dan menjadi strabismus konvergen (esotropia).1,2

Setelah anamnesis, diagnosis pada miopia ditegakkan dengan pemeriksaan refraksi,

di mana tajam penglihatan dapat membaik dengan pemberian koreksi lensa negatif. Pada

pemeriksaan refraksi subjektif, pemeriksaan refraksi dapat menggunakan optotip Snellen.

Pemeriksaan ini dapat dilakukan jika pasien kooperatif karena membutuhkan jawaban dan

respons dari pasien. Jika pada pasien kurang kooperatif atau pada pasien anak, dapat

dilakukan pemeriksaan refraksi objektif dengan streak retinoscopy.4

Pemeriksaan Refraksi :

a. Refraksi Subjektif (Optotipe dari Snellen & Trial lens)

Metode yang digunakan adalah dengan metode ‘trial and error’ Jarak pemeriksaan 6

meter/20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita. Mata

diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu. Ditentukan visus/tajam

penglihatan masing-masing mata. Visus adalah perbandingan jarak pada seseorang

dengan huruf optotip Snellen yang masih bisa ia


2
lihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata normal. Mata kita dapat

melihat sesuatu pada jarak tertentu: jari bisa dilihat jelas hingga jarak 60 m; lambaian

tangan hingga 300 m; dan cahaya jauh tak terhingga (∞).Jika pasien hanya bisa melihat

huruf yang paling atas, maka dikatakan visus 6/60. Bila pasien bisa membaca semua

huruf maka ketajaman mata normal (6/6). Kalau huruf paling atas tak dapat dibaca,

maka pasien diminta untuk menghitung jari yang dimulai dari jarak 1 m, 2 m, 3 m, 4 m,

5 m dan visusnya dikatakan 1/60, 2/60, 3/60, 4/60, 5/60 dan 6/60. Jika pasien tidak dapat

melihat pada jarak 1 m, maka digunakan lambaian tangan. Apabila pasien dapat melihat

lambaian tangan maka dikatakan visus 1/300. Jika pasien tidak bisa melihat lambaian

tangan, maka digunakan rangsang cahaya dengan menggunakan senter pada jarak 1 m,

jika dapat melihat maka dikatakan visus 1/tak hingga, namun jika tidak bisa melihat

cahaya makan dikatakan visus nol atau buta.1

Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis

positif tajam penglihatan membaik atau mencapai 6/6 atau 20/20 maka pasien dikatakan

menderita hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur

penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam penglihatan

6/6 atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas

tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan

refraksi astigmatisma. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).1,5

b. Refraksi Objektif

Pemeriksaan refraksi objektif adalah pemeriksaan mata (refraksi) dimana pasien

bersifat pasif, hasil pengukuran diperoleh dari pemeriksaan dengan alat. Pemeriksaan

refraksi objektif dengan autorefractometer dan streak retinoskopi.1,5


3
2.3 Manajemen dan Tatalaksana

Pengendalian perkembangan miopia telah menjadi tujuan klinis yang penting. Banyak

metode telah dipelajari dan diterapkan untuk mencapai pengendalian miopia. Modalitas saat

ini untuk memperlambat/menghentikan perkembangan miopia termasuk lensa tambahan

progresif / progressive additional lens (PALs), lensa pengaburan perifer / peripheral

defocusing lens, lensa kontak, ortokeratologi (Ortho-K), lensa kontak lunak multifokal,

pengaturan kegiatan di luar ruangan, dan agen farmakologis. Intervensi farmasi untuk

pengendalian miopia mencakup beberapa obat tetapi penggunaan atropin setiap hari telah

berhasil dalam perkembangan miopia. Masing-masing strategi pengendalian miopia

dijelaskan di bawah ini:2

1. Intervensi Optik

a. Lensa bifokal dan multifokal

Dalam dekade terakhir, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menilai

pengaruh kacamata bifokal, multifokal, dan lensa tambahan progresif / progressive

additional lens (PALs) terhadap perkembangan miopia. Resep lensa ini dianggap

dapat menghentikan perkembangan miopia dengan mengurangi upaya akomodatif

pada jarak dekat. Uji coba terkontrol secara acak / masked randomized controlled

trial (RCT) menunjukkan bahwa dengan penggunaan bifokal, perkembangan miopia

selama periode penelitian 2,5 tahun melambat sebesar 20%. 6 PAL pada awalnya

dianggap tidak signifikan dalam menghentikan perkembangan miopia. Namun,

penelitian oleh COMET-27 meneliti bahwa PAL 2,0 D menghasilkan pengurangan

miopia perkembangan sebesar 24% dalam studi 3 tahun. PAL adalah pilihan yang

lebih baik untuk anak-anak rabun dengan kelambatan akomodatif dan esoforia.2
4
b. Lensa pengaburan perifer / peripheral defocusing lens

Lensa pengaburan perifer dirancang berdasarkan hipotesis bahwa

pengurangan hiperopia perifer relatif mempengaruhi perkembangan miopia.

Peripheral defocusing lens ini tersedia pada kacamata dan lensa kontak, dan telah

diuji dengan hasil yang menggembirakan sebagai perawatan pengendalian miopia.

Lensa kacamata yang dirancang untuk mengurangi hiperopia perifer mengurangi

laju perkembangan miopia pada anak-anak dengan miopia orang tua. Peripheral

defocusing lens yang dimodifikasi pada lensa kontak lebih efektif dibandingkan

desain kacamata yang telah diuji dalam mengendalikan perkembangan miopia pada

anak-anak.2

c. Defocus incorporated multiple segments

Lensa kacamata Defocus Incorporated Multiple Segments (DIMS), juga

dikenal sebagai lensa kacamata multi-segment of myopic defocus (MSMD), adalah

lensa kacamata bifokal yang dirancang khusus dan sedang dalam uji klinis. DIMS

terdiri dari zona optik pusat untuk mengoreksi kesalahan refraksi dan beberapa

segmen pengaburan miopia konstan (+3,50 D) yang mengelilingi zona pusat dan

didasarkan pada prinsip penglihatan simultan dengan pengaburan miopia untuk

pengendalian miopia. DIMS memberikan penglihatan jernih dan pengaburan rabun

secara bersamaan bagi pemakainya pada objek jarak jauh, menengah, atau dekat

secara bersamaan. Penelitian RCT yang membandingkan kemanjuran lensa

penglihatan tunggal dengan DIMS, menunjukkan perkembangan miopia 52% lebih

rendah dan pemanjangan aksial 62% lebih rendah dengan DIMS dibandingkan

dengan anak-anak yang memakai lensa kacamata penglihatan tunggal selama 2


5
tahun.2,8

d. Ortokeratologi

Lensa Ortho-K adalah lensa kontak kaku yang permeabel terhadap gas yang

dirancang khusus yang dipakai semalaman dan dirancang untuk membentuk kembali

kornea, dan mengoreksi miopia rendah hingga sedang untuk sementara. Hal ini

didasarkan pada hipotesis pengaburan rabun pada retina perifer. Ortho-K mengubah

bentuk kornea menjadi bentuk oblate, yang menghasilkan refraksi perifer dengan

pengaburan hipermetropik yang lebih sedikit. Beberapa studi klinis tentang

penggunaan Ortho-K untuk pengendalian miopia telah dilakukan dan efektivitas

penghambatan perkembangan rabun dengan Ortho-K dengan efek memperlambat

pemanjangan panjang aksial berkisar antara 32% hingga 63% dan efek pengobatan

keseluruhan sekitar 50% telah ditetapkan.2,9

e. Kegiatan di luar ruangan

Berkurangnya waktu di luar ruangan juga tampaknya menjadi risiko

berkembangnya miopia, terutama pada anak sekolah. Dengan meningkatnya

aktivitas di luar ruangan, pengaburan rabun akan menghasilkan lebih banyak

pengaburan karena akomodasi yang lebih santai untuk jarak pandang. Terlebih lagi,

kondisi pencahayaan yang tinggi di luar ruangan dan sinar matahari menghambat

pergeseran rabun. Bukti menunjukkan bahwa terlepas dari jumlah durasi kerja dekat

dan riwayat orang tua yang menderita miopia, anak-anak yang menghabiskan lebih

banyak waktu di luar ruangan pada siang hari memiliki kemungkinan lebih kecil

untuk mengembangkan miopia dan memiliki perkembangan miopia yang lebih

sedikit.2
6
2. Intervensi Farmasi

Teknik farmasi untuk mengendalikan miopia mencakup penggunaan atropin dosis

rendah setiap hari. Mekanisme kerja obat yang mungkin diperkirakan yaitu melalui

modulasi pelepasan dopamin, yang telah berkorelasi dengan penurunan laju

pertumbuhan aksial mata. Atropin sejauh ini merupakan obat yang paling aman dan

paling berhasil diidentifikasi untuk menghentikan perkembangan miopia. Obat-obatan

baru seperti 7-methylxanthine (7-Mx) dan pirenzepine telah menunjukkan hasil yang

menjanjikan setelah uji coba pada manusia berhasil.2

Penlitian oleh Chua dkk10 melakukan penelitian ATOM-1 di mana ia mempelajari

kemanjuran tetes atropin 1% dengan plasebo, dengan hasil penurunan rata-rata

perkembangan miopia setelah pengobatan 2 tahun menjadi sekitar 77% pada kelompok

perlakuan dibandingkan dengan kelompok plasebo. Meskipun kemanjuran

perkembangan miopia telah berhasil dibuktikan, efek samping atropin menimbulkan

berbagai kekhawatiran mengenai keamanan obat. Selain itu, fenomena rebound diamati

setelah penghentian pemberian obat tetes mata atropin.2

Penelitian dengan ATOM-211 mengevaluasi konsentrasi yang lebih rendah untuk

perkembangan miopia dalam menentukan konsentrasi optimal yang lebih rendah untuk

efek anti-miopia atropin. Kemanjuran konsentrasi atropin 0,5%, 0,1%, dan 0,01%

dipelajari dengan rata-rata perkembangan miopia selama 2 tahun pengobatan menjadi -

0,30 (0,60) D pada kelompok 0,5%, -0,38 (0,60) D pada kelompok 0,1%, dan -0,49

(0,63) D pada kelompok 0,01%. Studi ATOM2 menyimpulkan bahwa atropin 0,01%

lebih baik dalam keseimbangan pengobatan dan efek samping mengingat efek samping

yang lebih sedikit dan peningkatan kembali setelah penghentian atropin.+2


7
Penelitian oleh LAMP12 juga mengevaluasi kemanjuran dan keamanan atropin

konsentrasi rendah 0,05%, 0,025%, dan 0,01% yang diberikan setiap hari. Ditemukan

bahwa setelah satu tahun, perubahan ekuivalen bola rata-rata adalah - 0,27 (0,61) D, -

0,59 (0,61) D, dan -0,81 (0,53) D. Efek sampingnya minimal, dan obat tersebut dapat

ditoleransi dengan baik. Studi LAMP memberikan bukti terkuat yang mendukung

rendahnya konsentrasi atropin untuk menghentikan perkembangan miopia.2

Selain atropin, 7-Mx juga telah memasuki uji coba klinis pada manusia menyusul

hasil yang sukses pada model hewan percobaan. Dalam sebuah studi klinis, kelompok

perlakuan yang menerima 400 mg 7-Mx setiap hari memiliki rata-rata perpanjangan

panjang aksial 0,192 mm per tahun dengan standar deviasi rata-rata 0,100 yang berbeda

dengan kelompok kontrol ditemukan 0,247 mm per tahun dengan deviasi standar rata-

rata sebesar 0,099. Dibandingkan dengan atropin, tidak ada efek samping serius yang

dicatat tetapi setelah penghentian obat, panjang aksial mulai memanjang secara normal

karena efek obatnya hilang.2,13

Uji coba gel pirenzepine 2% pada manusia untuk menghentikan perkembangan

miopia juga telah dilakukan. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Siatkowski

dkk14 dan tim, kelompok yang menerima kelompok pirenzepin 2% mengalami

perkembangan rabun menjadi setengah dari kelompok plasebo dengan rata-rata

perkembangan rabun pada 12 bulan menjadi -0,26 D dengan pirenzepin dan -0,53 D

dengan plasebo. Saat ini, studi kontrol pirenzepine sebagai agen antimiopia telah

dihentikan karena berkurangnya kemanjuran dan frekuensi pemberiannya.2

3. Intervensi Bedah

Intervensi bedah seperti bedah refraktif kornea dengan laser, implantasi lensa
8
intraokular, dan lensa kolamer yang dapat ditanamkan dapat dilakukan untuk

mengobati miopia secara efektif. Strategi bedah terbaru untuk menghentikan

perkembangan miopia tinggi termasuk injeksi sel induk mesenkim subskleral dan

injeksi dopamin.15

Metode bedah yang efektif untuk menghentikan pemanjangan aksial adalah

penguatan skleral posterior / posterior scleral reinforcement (PSR). PSR melibatkan

modifikasi remodeling sklera yang menyebabkan penguatan mekanis langsung pada

dinding bola mata. PSR terbukti aman, efektif menstabilkan penglihatan, mencegah

pemanjangan aksial, menunda degenerasi korioretinal dan pada akhirnya

menghentikan perkembangan miopia.2

Tindakan pembedahan yang juga umum dilakukan adalah menggunakan laser yang

akan mengubah bentuk dan kelengkungan kornea dengan beberapa pilihan metode

seperti LASIK (Laser in situ keratomileusis) dan Photorefractive keratectomy (PRK).

Selain dengan laser, dapat juga dilakukan prosedur pada lensa seperti refractive lens

exchange (RLE) atau phakic refractive lenses.4,5

Anda mungkin juga menyukai