MIOPIA
PENGERTIAN
Kelainan refraksi di mana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat
(tanpa akomodasi) akan dibias membentuk bayangan di depan retina
Patofisiologi
1. Myopia aksial karena sumbu aksial mata lebih panjang dari normal
2. Myopia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih kuar dari normal
3. Myopia indeks karena indeks bias mata lebih tinggi dari normal
Pembagian
Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi :
1. Myopia ringan
: -0.25 s/d -3.00
2. Myopia sedang
: -3.25 s/d -6.00
3. Myopia berat
: -6.25 atau lebih
Berdasarkan perjalanan klinis, dibagi :
1. Myopia simpleks : dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai
berhenti tumbuh + usia 20 tahun
2. Myopia progresif : myopia bertambah secara cepat (+ 4.0 D / tahun) dan sering
disertai perubahan vitreo-retinal
ANAMNESIS
1. Gejala utamanya kabur melihat jauh
2. Sakit kepala (jarang)
3. Cenderung memicingkan mata bila melihat jauh
4. Suka membaca
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Auto Refrakto-keratometri (ARK)
2. Streak Retinoskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
Refraksi subyektif
Metoda Trial and Error
- Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet
- Digunakan kartu snellen yang diletakkan setinggi mata penderita
- Mata diperiksa satu persatu
- Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata
- Bila visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis negative
Refraksi obyektif
Retinoskopi : dengan lensa kerja +2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus yang
bergerak berlawanan dengan arah gerakan retinoskop (against movement)
kemudian dikoreksi dengan lensa sferis negative sampai tercapai netralisasi
Autorefraktometer
PENATALAKSANAAN
1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis negative terlemah yang menghasilkan tajam
penglihatan terbaik
2. Lensa kontak
Untuk
: anisometropia
myopia tinggi
3. Rujul pto Bedah refraktif
a. Bedah refraktif kornea : tindakan untuk merubah kurvatura permukaan
anterior kornea (Excimer laser, operasi Lasik)
b. Bedah refraktif lensa : tindakan ekstraksi lensa jernih, biasanya diikuti dengan
implantasi lensa intraokuler (Refractive Lens Exchange)
KOMPLIKASI
1. Ablasio retina terutama pada myopia tinggi
2. Strabismus
a. Esotropia bila myopia cukup tinggi bilateral
b. Exotropia pada myopia dengan anisometropia
3. Ambliopia terutama pada myopia dan anisometropia
EDUKASI
1. Kelainan ini merupakan bawaan dan biasanya akan betambah sesuai dengan
pertambahan usia. Penambahan akan berhenti bila masa pertumbuhan berhenti
(usia 18 20 tahun).
2. Miopia tidak bisa dikurangi dengan pemberian obat dan vitamin.
3. Pemakaian kacamata hanya untuk alat bantu / koreksi, tidak untuk mengurangi
ukuran myopia.
4. Beberapa usaha yang bisa dilakukan untuk menghambat progresivitas myopia
antara lain adalah mengurangi akomodasi dengan cara melepas kaca mata
minusnya saat melakukan aktivitas penglihatan dekat, dan menambah aktivitas
yang menggunakan penglihatan jauh.
KEPUSTAKAAN
1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction and Contract Lenses,
Section 3, American Academy of Ophthalmology, 2009.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. Abrams D : Duke Elders Practice of Refraction, 9th ed, Churchill Livingstone,
Edinburgh-London-New York, 1978, pp. 44-51
4. Philips CI : Basic Clinical Ophthalmology, Churchill Livingstone, Edinburgh,
1984, pp. 40-42
5. Sloane AE : Manual of Refraction, 3rd ed, Little, Brown and Company, Boston,
1979, pp. 39-47
6. Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton & Lange, A Simon
& Schuster Company, 1999, pp. 365-366
HIPERMETROPIA
PENGERTIAN
Kelainan refraksi di mana sinar sejajar yang masuk ke mata dalam keadaan istirahat
(tanpa akomodasi) akan dibiaskan membentuk bayangan di belakang retina
Patofisiologi
1. Hipermetropia aksial karena sumbu aksial mata lebih pendek dari normal
2. Hipermetropia kurvatura karena kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari
normal
3. Hipermetropia indeks karena indeks bias mata lebih rendah dari normal
Pembagian
Berdasarkan besar kelainan refraksi, dibagi :
1. Hipermetropia ringan
: + 0.25 s/d + 3.00
2. Hipermetropia sedang
: + 3.25 s/d + 6.00
3. Hipermetropia berat
: + 6.25 atau lebih
Berdasarkan kemampuan akomodasi, dibagi :
1. Hipermetropia latent : kelainan hipermetropik yang dapat dikoreksi dengan tonus
otot siliaris secara fisiologis, di mana akomodasi masih aktif
2. Hipermetropia manifest, dibagi :
- Hipermetropia manifest fakultatif : kelainan hipermetropik yang dapat
dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya atau dengan lensa sferis positif
- Hipermetropia manifest absolute : kelainan hipermetropik yang tidak dapat
dikoreksi dengan akomodasi sekuatnya
3. Hipermetropia total :
Jumlah dari hipermetropia latent dan manifest
ANAMNESIS
1. Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,
hipermetropia pada orang tua di mana amplitude akomodasi menurun
2. Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang
terang atau penerangan kurang
3. Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata yang
lama dan membaca dekat
4. Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila melihat
pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka waktu yang
lama, misalnya menonton TV, dll
5. Mata sensitive terhadap sinar
6. Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
7. Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti konvergensi
yang berlebihan pula
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Auto Refrakto-Keratometri (ARK)
2. Streak Retinoskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
Refraksi subyektif
Metoda Trial and Error
- Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet dengan menggunakan kartu Snellen
yang diletakkan setinggi mata penderita
- Mata diperiksa satu persatu
- Ditentukan visus/tajam penglihatan masing-masing mata
- Pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif
- Pada anak-anak dan remaja dengan visus 6/6 dan keluhan asthenopia akomodativa
dilakukan tes sikloplegik, kemudian ditentukan koreksinya
Refraksi obyektif
1. Retinoskop
Dengan lensa kerja + 2.00 pemeriksa mengamati refleksi fundus yang bergerak
searah gerakan retinoskop (with movement), kemudian dikoreksi dengan lensa
sferis positif sampai tercapai netralisasi
2. Autorefraktometer
PENATALAKSANAAN
1. Kacamata
Koreksi dengan lensa sferis positif terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan
terbaik
2. Lensa kontak terutama untuk Anisometropia dan Hipermetropia tinggi
3. Rukuk pro Bedah refraksi (LASIK)
Komplikasi
- Glaucoma sudut tertutup
- Esotropia pada hipermetropia > 2.0 D
- Ambliopia terutama pada hipermetropia dan anisotropia. Hipermetropia
merupakan penyebab tersering ambliopia pada anak dan bisa bilateral
EDUKASI
1. Kelainan ini merupakan bawaan dan biasanya akan betambah sesuai dengan
pertambahan usia. Penambahan akan berhenti bila masa pertumbuhan berhenti
(usia 18 20 tahun).
2. Hipermetropia tidak bisa dikurangi dengan pemberian obat dan vitamin.
3. Pemakaian kacamata hanya untuk alat bantu / koreksi, tidak untuk mengurangi
ukuran hipermetropia.
4. Koreksi optik sebaiknya digunakan agar mata lebih relax baik untuk penglihatan
jauh apalagi untuk penglihatan dekat.
KEPUSTAKAAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact lenses,
Section 3, The Foundation of The American Academy of Ophthalmology,
2009
Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
Abrams D : Duke Elders Practice of Refraction, 9th ed, Churchill Livingstone,
Edinburgh-London-New York, 1978, pp. 37-41
Philips CI : Basic Clinical Ophthalmology, Churchill Livingstone, Edinburgh,
1984, pp. 39-40
Sloane AE : Manual of Refraction, 3rd ed, Little, Brown and Company, Boston,
1979, pp. 39-47
Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton & Lange, A Simon
& Schuster Company, 1999, p. 366
ASTIGMATISM
PENGERTIAN
Kelainan refraksi di mana pembiasaan pada meridian yang berbeda tidak
sama. Dalam keadaan istirahat (tanpa akomoadasi) sinar sejajar yang masuk ke mata
difokuskan pada lebih dari satu titik
PATOFISIOLOGI
Penyebab tersering dari astigmatism adalah kelainan bentuk kornea. Pada
sebagian kecil dapat pula disebabkan kelainan lensa
PEMBAGIAN
1. Astigmatism regular
Pada bentuk ini selalu didapatkan dua meridian yang saling tegak lurus
Disebut Astigmatism with the rule bila meridian vertical mempunyai daya bias
terkuatnya
Bentuk ini lebih sering pada penderita muda
Disebut Astigmatism against the rule bila meridian horizontal mempunyai daya
bias terkuat. Bentuk ini lebih sering pada penderita yang lebih tua
Kelainan refraksi ini bisa dikoreksi dengan lensa silinder
2. Astigmatism ireguler
Pada bentuk ini didapatkan titik focus yang tidak beraturan. Penyebab tersering
adalah kelainan kornea seperti sikatriks kornea, keratokonus. Bisa juga
disebabkan kelainan lensa seperti katarak imatur
Kelainan refraksi ini tidak bisa dikoreksi dengan lensa silinder
ANAMNESIS
1. Penglihatan buram
2. Head tilting
3. Menengok untuk melihat jelas
4. Memicingkan mata
5. Memegang bahan bacaan lebih dekat
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. ARK
2. Streak Retinoskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
Refraksi subyektif
Metoda Trial and Error
- Jarak pemeriksaan 6 meter / 5 meter / 20 feet dengan menggunakan kartu snellen
yang diletakkan setinggi mata penderita
Refraksi obyektif
1. Retinoskopi : dengan lensa + 2.00, pemeriksa mengamati refleksi fundus, bila
berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement) dikoreksi dengan
lensa sferis negative, sedangkan bila searah dengan gerakan retinoskop (with
movement) dikoreksi dengan lensa sferis positif. Meridian yang netral lebih dulu
adalah komponen sferisnya. Meridian yang belum netral dikoreksi dengan lensa
silinder positif sampai tercapai netralisasi. Hasil akhirnya dilakukan transposisi.
2. Autorefraktometer
PENATALAKSANAAN
1. Astigmatism regular, diberikan kacamata sesuai kelainan yang didapatkan, yaitu
dikoreksi dengan lensa silinder negative atau positif dengan atau tanpa kombinasi
lensa sferis
2. Astigmatism ireguler, bila ringan bisa dikoreksi dengan lensa kontak keras.
3. Rujuk Bedah refraksi
EDUKASI
1. Kelainan ini merupakan bawaan dan biasanya akan betambah sesuai dengan
pertambahan usia. Penambahan akan berhenti bila masa pertumbuhan berhenti
(usia 18 20 tahun).
2. Astigmatism tidak bisa dikurangi dengan pemberian obat dan vitamin.
3. Pemakaian kacamata hanya untuk alat bantu / koreksi, tidak untuk mengurangi
ukuran astigmatism.
KEPUSTAKAAN
1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact Lenses,
Section 3, American Academy of Ophthalmology, 2009
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. Sloane AE : Manual of Refraction, 3rd ed, Little, Brown and Company, Boston,
1979, pp. 49-59
4. Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton & Lange, A Simon
& Schuster Company, 1999, p. 366-367
PRESBIOPIA
PENGERTIAN
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur
Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan
kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur maka lensa
menjadi lebih keras (sclerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung,
dengan demikian kemampuan melihat dekat makin kurang.
ANAMNESIS
Pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf dengan cetakan kecil.
Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung menegakkan
punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya sehingga mencapai titik
dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas
Presbiopia mulai timbul pada umur sekitar 40 tahun.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Auto Refrakto-Keratometri
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Penderita terlebih dahulu dikoreksi penglihatannya jauhnya dengan metoda trial
and error hingga visus mencapai 6/6
2. Dengan menggunakan koreksi jauhnya kemudian secara binokuler ditambahkan
lensa sferis positif dan diperiksa dengan menggunakan kartu Jaeger pada jarak
0,33 meter
PENATALAKSANAAN
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu 40
tahun (umur rata-rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya
ditambahkan lagi sferis + 0.50
Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara :
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. Kacamata bifocal untuk melihat jauh dan dekat
3. Kacamata progressive di mana tidak ada batas bagian lensa untuk melihat jauh
dan melihat dekat
Jika koreksi jauhnya tidak dapat mencapai 6/6 maka penambahan lensa sferis (+)
tidak terikat pada pedoman umur, tetapi boleh diberikan seberapapun sampai dapat
membaca dekat dengan nyaman.
EDUKASI
1. Presbiopia akan selalu bertambah sesuai dengan usia, dengan ukuran maksimal
S+3.00 D (pada usia sekitar 60 tahun)
2. Pemakaian kacamata bifocal memerlukan waktu adaptasi untuk awal pemakaian.
KEPUSTAKAAN
1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact Lenses,
Section 3, American Academy of Ophthalmology, 2009
2. Abrams D : Duke Elders Practice of Refraction, 9th ed, Churchill Livingstone,
Edinburgh-London-New York, 1978, pp. 65-67
3. Philips CI : Basic Clinical Ophthalmology, Churchill Livingstone, Edinburgh,
1984, pp. 39
4. Sloane AE : Manual of Refraction, 3rd ed, Little, Brown and Company, Boston,
1979, pp. 127-137
5. Vaughn D et all : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton & Lange, A Simon
& Schuster Company, 1999, p. 365
6. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
LENSA KONTAK
PENGERTIAN
Lensa yang langsung menempel pada kornea
JENIS LENSA KONTAK
1. Lensa kontak keras / Polimetil metakrilat
2. Lensa kontak lunak / Hisdroksi etil metakrit
3. Lensa kontak rigit gas permeable, dengan transmisi oksigen yang tinggi
INDIKASI
1. Indikasi optic
- Media refraksi tambahan
- Koreksi anisometropia/ametropia
- Membantu memperbaiki tajam penglihatan
2. Indikasi medik
- Alat Bantu oklusi strabismus / terapi ambliopia
- Alat pelindung kornea
- Alat Bantu / bebat pada kerusakan epitel kornea berulang
- Alat diagnostic : funduskopi, gonioskopi
PEMERIKSAAN
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Pendahuluan dengan Slitlamp biomikroskopi :
- Pemeriksaan segmen anterior bola mata
- Pemeriksaan kualitas dan kuantitas air mata
4. Khusus :
- Base curve (kelengkungan kornea sentral anterior) dengan keratometer
- Power dengan cara refraksi dan over refraksi
- Diameter
5. Funduskopi
EDUKASI
Perawatan dan pemeliharaan lensa kontak, meliputi:
1. Pemakaian dan pelepasan
2. Pencucian dan pembilasan
3. Disinfeksi
4. Pembersih protein dan pelumas
KEPUSTAKAAN
1. Basic and Clinical Science Course, Optics, Refraction, and Contact Lenses,
Section 3, American Academy of Ophthalmology, 2009, pp. 168-197
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
3. M. Ruben and M. Guillan : Contact Lens Practice, 1st ed, Chapman & Hall 2-6
Boundary Row, London, 1994, pp. 497-529
II. STRABISMUS
STRABISMUS
PENGERTIAN
Penyimpangan posisi bola mata yang terjadi oleh karena syarat-syarat penglihatan
binokuler yang normal tidak terpenuhi.
Syarat-syarat penglihatan binokuler normal :
1.
Faal masing-masing mata baik
2.
Kerjasama dan faal masing-masing otot luar bola mata baik
3.
Kemampuan fusi : normal
KRITERIA DIAGNOSIS
Menurut manifestasinya
Latent (phoria)
Manifest (tropia) :
Intermiten
Konstan
Menurut arah deviasinya (penyimpangan bola mata)
1. Strabismus vertikal :
Latent
: Hipophoria, hiperphoria
Manifest
: Hipotropia, Hipertropia
2. Strabismus horizontal :
a. Esodeviasi
: deviasi ke nasal
Latent
: eophoria
Manifest
: esotropia
b. Eksodeviasi
: deviasi ke temporal
Latent
: esophoria
Manifest
: esotropia
PENATALAKSANAAN
1. Koreksi kelainan refraksi bila ada
2. Terapi ambliopia
3. Koreksi bedah dilakukan secepat mungkin setelah onset (tidak lama setelah onset)
HORDEOLUM
PENGERTIAN
Suatu peradangan supuratif kelenjar Zeis, kelanjar Moll (hordeolum eksterternum) atau
kelenjar Meibom (hordeolum internum)
Etiologi
Infeksi :
-
Stafilokokus
Moraxella
Patofisiologi
- Pembentukan nanah terdapat dalam lumen kelenjar
- Bisa mengenai kelenjar Meibom, Zeis danmoll
- Apabila mengenai kelenjar Meibom, pembengkakan agak besar, disebut hordeolum
internum
- Penonjolan pada hordeolum ini mengarah ke kulit kelopak mata atau ke arah konjungtiva.
Kalau yang terkena kelenjar Zeis dan Moll; penonjolan ke arah kulit palpebra, disebut
hordeolum eksternum
ANAMNESIS
- Gejala subyektif dirasakan mengganjal pada kelopak mata rasa yang bertambah kalau
menunduk
- Tampak suatu benjolan pada kelopak mata atas / bawah yang berwarna merah dan nyeri
bila ditekan
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Inspeksi
3. Slitlamp biomikroskop
KRITERIA DIAGNOSIS
- Visus tidak menurun
- Secara umum gambaran ini sesuai dengan suatu abses kecil, tampak suatu benjolan pada
kelopak mata atas/bawah yang berwarna merah dan sakit bila ditekan di dekat pangkal
bulu mata
DIAGNOSIS BANDING
1. Kalasion
PENATALAKSANAAN
- Kompres hangat selama 10-15 menit, 3-4 kali sehari
- Antibiotic :
o Topical
o Sistemik
- Analgesic bila disertai nyeri
- Bila tidak terjadi resorbsi dengan pengobatan konservatif, atau sudah fase abses,
dianjurkan insisi dan drainage
Penyulit
Suatu hordeolum yang besat dapat menimbulkan abses palpebra dan selulitis palpebra
EDUKASI
Perbaikan hygiene dapat mencegah terjadinya infeksi kembali
KEPUSTAKAAN
1. American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science, Course section 7
External Disease and Corneal, 2009
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
3. Miller J.H : Parsons disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 253-257
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 55-56
5. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX,
1987, pp. 107-129
6. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan Fakoemulsifikasi,
Surabaya 12 Juli 1997
7. Newell F.W. : Ophthalmology, Principles and Concepts, Fifth Ed, The CV Mosby Co
St Louis, 1982, p 181
KALAZION
(Chalazion)
PENGERTIAN
Suatu peradangan lipogranuloma menahun dengan konsistensi tidak lunak dari kelenjar
Meibom
Etiologi
Tidak diketahui dengan jelas, diduga disebabkan oleh gangguan sekresi kelenjar
Meibom
Patofisiologi
Diduga disebabkan gangguan sekresi kelenjar Meibom, hal ini menyebabkan penyumbatan
dan menimbulkan reaksi jaringan sekitarnya terhadap bahan-bahan yang tertahan.
Factor tambahan pada kelainan ini adalah :
- Suatu sumbatan mekanis, pembedahan yang merusak saluran kelenjar Meibom
- Infeksi bacterial yang ringan pada kelenjar Meibom
- Suatu blefaritis
Kalazion dapat terjadi infeksi sekunder yang menyebabkan keradangan supuratif akut
ANAMNESIS
- Gejala subyektif berupa gejala peradangan ringan.
Apabila kista ini cukup besar dapat menekan bolamata dan dapat menimbulkan gangguan
refraksi berupa astigmatisma
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Inpeksi
3. Slitlamp biomikroskopi
KRITERIA DIAGNOSIS
- Gangguan obyektif :
Kelopak mata tampak tebal dan edema
Teraba suatu benjolan pada kelopak mata yang konsistensinya agak keras
Pada ujung kelenjar Meibom terdapat massa kuning dari sekresi kelenjar yang tertahan
Bila kalzion yang terinfeksi, dapat terjadi jaringan granulasi yang menonjol keluar
DIAGNOSIS BANDING
- Hordeolum interna
- Abses palpebra
- Meibomianitis
- Kista retensi kelenjar Moll
- Hemangioma palpebra
- Neurofibromatosis
PENATALAKSANAAN
- Kompres hangat
- Pembedahan berupa insisi dan kuretase untuk mengeluarkan isi kelenjar.
PROGNOSIS
Baik.
Bisa terjadi berulang-ulang pada lokasi yang berbeda.
EDUKASI
Pada kalazion yang berulang-ulang timbul sesudah pembedahan sebaiknya dipikirkan
kemungkinan keganasan sehingga perlu pemeriksaan histopatologi
KEPUSTAKAAN
1. American Academy of Ophthalmology, Basic and Clinical Science, Course section 7
External Disease and Corneal, 2009
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
3. Fedukowitz, HB : External infections of the eye, 3rd ed, Appleton Century Croft /
Norwalk, Connecticut, 1985, pp. 21-22
4. Miller J.H : Parsons disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 353-357
5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 55-56
6. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan Fakoemulsifikasi,
Surabaya 12 Juli 1997
7. Newell F.W. : Ophthalmology, Principles and Concepts, Fifth Ed, The CV Mosby Co
St Louis, 1982, p 181
KONJUNGTIVITIS
PENGERTIAN
Suatu keradangan konjungtiva yang disebabkan bacteria, virus, jamur, chlamidia, alergi atau
iritasi dengan bahan-bahan kimia
Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan konjungtiva
terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar
Pertahanan konjungtiva terutama oleh karena adanya tear film pada konjungtiva yang
berfungsi untuk melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian
mengalirkan melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior
Disamping itu tear film juga mengandung beta lysine, lysozym, IgA, IgG yang berfungsi
untuk menghambat pertumbuhan kuman
Apabila ada mikro organisme pathogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga
terjadi infeksi konjungtiva yang disebut konjungtivitis
Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, konjungtivitis dapat diklasifikasikan menjadi
konjungtivitis hiperakut, akut, subakut, dan kronik
Ret atau getah mata dapat bersifat purulen, mukopurulen, mucus, serus atau kataral
ANAMNESIS
Keluhan utama berupa rasa ngeres, seperti ada pasir di dalam mata, gatal, panas, kemeng di
sekitar mata, epifora, mata merah dan keluar kotoran (beleken)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut
dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan Gram atau Giemsa dapat dijumpai selsel radang polimorfonuklear, sel-sel mononuclear, juga bakteri atau jamur penyebab
konjungtivitis dapat diidentifikasi dari pengecatan ini
Pada konjungtivitis yang disebabkan alergi pada pengecatan dengan Giemsa akan
didapatkan sel-sel Eosinofil
KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis konjungtivitis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan
laboratorium.
Pemeriksaan klinis:
- Visus tidak menurun
- Hyperemia konjungtiva : konjungtiva berwarna meraholeh karena pengisian pembuluh
darah konjungtiva yang dalam keadaan normal kosong
Pengisian pembuluh darah konjungtiva terutama di daerah fornix akan semakin
menghilang atau menipis ke arah limbus
- Epifora : keluarnya air mata yang berlebihan
Pseudotosis : kelopak mata atas seperti akan menutup, oleh karena edema konjungtiva
palpebra dan eksudasi sel-sel radang pada konjungtiva palpebra
Hipertrofi papiler : suatu reaksi onspesifik konjungtiva di daerah tarsus dan limbus,
berupa tonjolan-tonjolan yang berbentuk polygonal
Folikel : suatu reaksi nonspesifik konjungtiva biasanya karena infeksi virus, berupa
tonjolan kecil-kecil yang berbentuk bulat
Khemosis : edema konjungtiva
Membrane atau pseudomembran : suatu membrane yang berbentuk oleh karena koagulasi
fibrin
Preaurikular adenopati : pembesaran kelenjar limfe preaurikular
Pemeriksaan laboratorium
- Ditemukannya kuman-kuman atau mikroorganisme dalam sediaan langsung dari kerokan
konjungtiva atau getah mata, juga sel-sel radang polimorfonuklear atau sel-sel radang
mononuclear.
- Pada konjungtivitis karena jamur ditemukan adanya hyfe
- Pada konjungtivitis karena alergi ditemukan sel-sel Eosinofil
DIAGNOSIS BANDING
- Skleritis dan episkleritis
- Keratitis
- Glaukoma akut dan sub akut
- Uveitis anterior
PENATALAKSANAAN
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua penyebab klasik
konjungtivitis bakteri akut adalah Streptococcus pneumoni dan Haemophyllus aegypticus.
Pada umumnya konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan antibiotic topical
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang. Dapat diberi Amphotericin B 0,1% yang
efektif untuk Aspergillus dan Candida. Konjungtivitis karena virus, pengobatan terutama
ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder dengan antibiotic. Pengobatan utama
adalah suportif. Berikan kompres hangat atau dingin, bersihkan secret dan dapat memakai air
mata buatan. Pemberian kortikosteroid tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin
Konjungtivitis karena alergi diobati dengan antihistamin atau kortikosteroid topical
PENYULIT
Penyakit pada konjungtivitis dapat berbentuk :
- Phlikten
- Keratis epithelial
- Ulkus kataralis
PROGNOSIS
Baik
EDUKASI
1. Kondisi imunitas dan stamina dapat berpengaruh pada lamanya proses penyembuhan
2. Hati-hati untuk penggunaan obat steroid topical. Bila obat steroid topical diperlukan
harus dengan pengawasan yang ketat dari dokter.
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California:
American Academy of Ophthalmology 2011; p.149-157.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
3. Miller J.H : Parsons disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 127-134
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 78-83
5. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX,
1987, pp. 107-129
6. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan Fakoemulsifikasi,
Surabaya 12 Juli 1997
GONOBLENORE
PENGERTIAN
Konjungtivitis yang hiperakut dengan sekret purulen yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoea.
Patofisiologi
Proses keradangan hiperakut konjungtiva dapat disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoea, yaitu kuman-kuman berbentuk kokus, Gram negative yang sering menjadi
penyebab uretritis pada pria dan vaginitis atau bartolinitis pada wanita. Infeksi dapat terjadi
karena adanya kontak langsung antara Neisseria gonorrhoea dengan konjungtiva.
ANAMNESIS
Penyakit gonoblenore dapat terjadi secara mendadak. Masa inkubasi dapat terjadi beberapa
jam sampai 3 hari. Keluhan utama : mata merah, bengkak, dengan sekret seperti nanah yang
kadang-kadang bercampur darah.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi
3. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
KRITERIA DIAGNOSIS
Pemeriksaan klinis : keradangan konjungtiva yang hiperakut
- Hiperemi konjungtiva
- Getah mata seperti nanah yang banyak sekali
- Kelopak mata bengkak oleh karena edema konjungtiva palpebra dan konjungtiva bulbi
- Pendarahan dapat terjadi oleh karena edema konjungtiva yang hebat. Hal ini akan
mengakibatkan pecahnya pembuluh darah konjungtiva, dan timbul pendarahan
Pemeriksaan laboratorium :
Kerokan konjungtiva atau getah mata yang purulen dicat dengan pengecatan Gram
dan diperiksa di bawah mikroskop. Didapatkan kokus Gram negative yang berpasangpasangan seperti biji kopi yang tersebar di luar dan di dalam sel, adalah kuman-kuman
Neisseria gonorrhoea.
DIAGNOSIS BANDING
Endoftalmitis
PENATALAKSANAAN
- Gonoblenore tanpa penyulit pada kornea
Topical :
Salep mata Tetracycline HCl 1% atau Ciprofloxacin 0.3% yang diberikan minimal 6 kali
sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2 jam sekali pada penderita dewasa,
dilanjutkan sampai 5 kali sampai terjadinya resolusi
PROGNOSIS
Bila pengobatan diberikan secepatnya dengan dosis cukup, gonoblenore akan sembuh
tanpa komplikasi. Bila pengobatan diberikan lebih lambat atau kurang intensif, maka
kesembuhannya mungkin disertai sikatriks kornea dan penurunan tajam penglihatan yang
menetap atau kebutaan
EDUKASI
1. Penyakit bersifat hiperakut dan infeksius, memerlukan perawatan intensif dan isolasi.
2. Sumber penularan harus diketahui dan diberikan penjelasan untuk melakukan
pemeriksaan dan pengobatan
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California:
American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
3. Miller J.H : Parsons disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 129132, 181
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 77-99
5. WHO : Conjunctivitis of New Born Prevention and Treatment at the Primary Health
Care, 1986, pp. 2-39
6. Smollin G : the Cornea Scientific Foundations and Clinical Practice, Little, Brown and
Co. Boston / Toronto, 1983, p. 158-166
7. Roussel T.J. : Treatment of Gonococcal Conjunctivitis
TRAKOMA
PENGERTIAN
Keradangan konjungtiva yang akut, subakut atau kronik disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis
Patofisiologi
Chlamydia trachomatis memiliki kecenderungan untuk menginfeksi kedua mata. Pada
stadium dini, penyakit ini mirip dengan konjungtivitis kronis pada umumnya, yaitu mata
merah dan didapatkan folikel maupun hipertropi papiler pada tarsus bagian atas. Hipertropi
papiler dan inflamasi konjungtiva mengakibatkan sikatrik konjungtiva yang dapat
mengakibatkan penyulit-penyulit yang ringan maupun berat, pada sikratik yang berat dapat
terjadi tear deficiency syndrome.
Kelainan di kornea dapat berupa epithelial keratis, subepithelial keratis, infiltrate
disertai neovaskularisasi (pannus), ulkus kornea, sikratik folikel-folikel di limbus yang
disebut Herberts pits. Entropion dan trikiasis, terjadi akibat sikatrik konjungtiva yang hebat,
dimana bulu-bulu mata dan menggores kornea dan mengakibatkan ulkus kornea, kadangkadang perforasi kornea
ANAMNESIS
Periode inkubasi sekitar 5-14 hari dengan rata-rata sekitar 7 hari. Pada bayi dan anak-anak
perjalanan penyakitnya sangat ringan, akan tetapi pada orang dewasa perjalanan penyakitnya
dapat akut atau subakut, seperti pada konjungtivitis yaitu : mata merah, nyeri epifora, folokel
dan hipertropi papiler.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
KRITERIA DIAGNOSIS
Berdasarkan pemeriksaan klinis dan laboratorium
Pemeriksaan klinis :
Didapatkan folikel-folikel dan hipertropi papiler pada tarsus di bagian atas, pannus,
Herberts pits, entropion, trikiasis, atau sikatrik tarsus bagian atas
Gambaran klinis pada trachoma oleh McCallan digambarkan sebagai berikut :
Stadium I
: didapatkan folikel yang imatur dan hipertropi papiler pada tarsus di
bagian atas
Stadium IIa : didapatkan folikel yang matur dan hipertropi papiler pada tarsus di
bagian atas
Stadium IIb : hipertropi papiler makin jelas sehingga menutupi folikel
Pada stadium IIa dan IIb disebut sebagai : established trakoma
Pada stadium IIa dan IIb juga didapatkan epithelial keratis,
subepitelial keratis, pannus, herberts pits
Stadium III : trachoma aktif dan sikatrik (di samping sikatrik didapatkan juga
folikel dan hipertropi papiler)
Stadium IV : sikatrik tanpa disertai tanda-tanda trachoma aktif
Pemeriksaan laboratorium :
Kerokan konjungtiva dicat dengan Giemsa didapatkan sel-sel polimorfonuklear, sel
plasma, sel leber (makrofag yang besar dan berisi debris), juga didapatkan inclusion bodi
pada sitoplasma sel-sel konjungtiva yang disebut Halberstaedler Prowasek Inklusion
Bodies.
DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis vernalis
PENATALAKSANAAN
Topical :
Trakoma sampai sekarang masih diobati dengan Tetracycline 1%, Erythromycin dan
Sulfonamide 15% berupa tetes mata ataupun salep mata. Pemberian topical selama 3
bulan
Sistemik :
Tetracycline 250 mg sehari 4 kali selama 3-4 minggu
Erythromycine 250 mg sehari 4 kali selama 3-4 minggu
Dosis dapat diperbesar, dengan lama pemberian lebih pendek
Dosis : 2-4 Gram/hari, selama 14 hari
Pengobatan ditunjang dengan kebersihan perorangan dan gizi yang baik
Penyulit
Trakoma merupakan salah satu penyakit yang dapat mengakibatkan kebutaan. Kebutaan
karena trakoma dapat disebabkan oleh : pannus totalis, ulkus panusum yang mengalami
perforasi, ulkus kornea akibat entropion dan trikiasis
Bila sudah terjadi entropion dan trikiasis dapat dikoreksi dengan operasi tarsotomi metode
SBL (Sie Boen Liang)
PROGNOSIS
Trakoma adalah suatu penyakit mata yang kronis dan diderita dalam waktu yang
lama. Pada kasus-kasus yang ringan dapat sembuh tanpa meninggalkan cacat atau sembuh
tanpa bekas. Pada kasus yang berat dapat terjadi sikatrik ataupun penyulit-penyulit yang
dapat mengakibatkan kebutaan
EDUKASI
Menjaga hygiene mata
Penyuluhan kesehatan komunitas
KEPUSTAKAAN
1. Miller J.H : Parsons disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 135-138
2. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 77-99
3. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX,
1987, pp. 117-119
4. Seminar sehari Perdami : Glaukoma, Penyakit Mata Luar, Katarak dan Fakoemulsifikasi,
Surabaya 12 Juli 1997
5. Newell F.W. : Ophthalmology, Principles and Concepts, Fifth Ed, The CV Mosby Co
St Louis, 1982, p 192
6. Basic and Clinical Science, Course Section 7 External Disease and Cornea, California:
American Academy of Ophthalmology, 2009, p. 53
7. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
KONJUNGTIVITIS VERNAL
PENGERTIAN
Keradangan bilateral konjungtiva yang berulang menurut musim dengan gambaran spesifik
hipertropi papiler di daerah tarsus dan limbus
Patofisiologi
Menurut lokalisasinya dibedakan tipe palpebral dan tipe limbal. Pada tipe palpebral,
pada beberapa tempat akan mengalami hiperplasi sedangkan di bagian lain mengalami atrofi.
Perubahan mendasar terdapat di substansia propia. Substansia propia terinfiltrasi sel-sel
limfosit, plasma dan eosinofil. Pada stadium lanjut jumlah sel-sel limfosit, plasma dan
eosinofil akan semakin meningkat, sehingga terbentuk tonjolan jaringan di daerah tarsus,
disertai pembentukan pembuluh darah baru. Degenerasi hyaline di stroma terjadi pada fase
dini dan semakin menghebat pada stadium lanjut
Pada tipe limbal juga terjadi perubahan yang serupa sebagaimana yang terjadi pada
tipe palpebral, hanya lokalisasinya saja yang berbeda yaitu pada limbus konjungtiva
Etiologi
Alergi merupakan kemungkinan terbesar penyebab konjungtivitis vernal
Hal ini berdasarkan atas :
- Tendensi untuk diderita anak-anak dan orang usia muda
- Kambuh secara musiman
- Pemeriksaan getah mata didapatkan eosinofil
ANAMNESIS
- Gatal pada mata merupakan keluhan utama pada hampir semua penderita konjungtivitis
vernal.
- Mata terlihat kotor / tidak bersih / tidak putih (merah kecoklatan)
- Kotoran mata elastis (bila ditarik molor)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
KRITERIA DIAGNOSIS
Berdasarkan atas pemeriksaan klinis dan laboratorium
Pemeriksaan klinis :
- Anamnesa adanya keluhan gatal, mata merah kecoklatan (kotor)
- Palpebra : didapatkan hipertropi papiler, couble-stone, Giants papillae. Dapat terjadi
ptosis bilateral, kadang-kadang yang satu lebih ringan dibandingkan yang lain. Prosis
terjadi karena infiltrasi cairan ke dalam sel-sel konjungtiva palpebra dan infiltrasi selsel limfosit plasma, eosinofil, juga adanya degenerasi hyaline pada stroma konjungtiva
Konjungtiva bulbi : warna merah kecoklatan dan kotor, terutama di area fisura
Interpalpebralis
Limbus : Horner Trantas dots (gambaran seperti renda pada limbus). Merupakan
penumpukan eosinofil dan merupakan hal yang patognomonis pada konjungtivitis
vernal
Kornea : dapat ditemukan pungtat epithelial keratopati, kadang-kadang didapatkan
ulkus kornea yang berbentuk bulat lonjong vertical. Kelainan di kornea ini tidak
membutuhkan pengobatan khusus
Pemeriksaan laboratorium :
- Pada pemeriksaan kerokan konjungtiva atau getah mata didapatkan sel-sel eosinofil dan
eosinofil granul
DIAGNOSIS BANDING
1. Trachoma : didapatkan folikel pada stadium awal yang akhirnya terselubung dengan
hipertropi papiler, sedangkan pada konjungtivitis vernal tidak pernah didapatkan folikel
2. Hey fever konjungtivitis : pembengkakan terjadi karena adanya infiltrasi cairan ke dalam
sel
PENATALAKSANAAN
Kortikosteroid local diberikan pada fase akut dengan gejala mata merah kecoklatan (kotor)
dan keluhan sangat gatal. Diberikan setiap 2 jam selama 4 hari, untuk selanjutnya digantikan
obat-obat lain seperti :
1. Sodium cromoglycate 2% : 4-6 x 1 tetes / hari
2. Naphazoline & Pheniramine maleat 4 x 1 tetes / hari
Pada kasus-kasus berat dapat dipertimbangkan pemberian :
1. Kortikosteroid peroral
2. Antihistamin peroral
Yang perlu diperhatikan bagi penderita :
1. Tidak boleh menggunakan obat tetes mata steroid secara terus menerus
2. Setiap pembelian obat harus dengan resep dokter
3. Bahaya pemakaian steroid : infeksi bakteri dan jamur, glaucoma
4. kontrol secara teratur sesuai saran dokter mata
Kompres dingin selama 10 menit beberapa kali sehari dapat mengurangi keluhan-keluhan
penderita
PROGNOSIS
Konjungtivitis vernal diderita sekitar 4-10 tahun, dengan remisi dan eksaserbasi.
EDUKASI
Usahakan menghindari faktor pencetus.
Hati-hati bila pengobatan menggunakan kortikosteroid topical, harus dengan pengawasan
dokter, karena tidak jarang mengakibatkan glaucoma dan dapat berakhir dengan kebutaan.
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California:
American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
3. Miller J.H : Parsons disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 135-138
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, 1989, pp. 77-99
5. Wright P : Clinical Ophthalmology, Wright IOP Publishing Limited, Bristol BS16NX,
1987, pp. 117-119
6. Clinical Signs Journal : Allergic conjunctivitis, Vol XV No. 3, 1994
7. British Journal of Ophthalmology : Leonardi A, Borghesan F, Avarello A, Plebani M,
Secchi A.G : Effect of Loxodamide and disodium chromoglycate on tear Eosinophil
cationic protein in Vernal keratoconjunctivitis ; 81:23-26 ; 1997
PTERIGIUM
PENGERTIAN
Penebalan konjungtiva bulbi yang berbentuk segitiga, mirip daging yang menjalar ke kornea
Patofisiologi
Konjungtiva bulbi selalu berhubungan dengan dunia luar. Kontak dengan ultraviolet,
debu, kekeringan mengakibatkan terjadinya penebalan dan pertumbuhan konjungtiva bulbi
yang menjalar ke kornea
ANAMNESIS
Keluhan penderita mata merah dan timbulnya bentukan seperti daging yang menjalar ke
kornea
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Patologi
KRITERIA DIAGNOSIS
Gambaran klinis :
pterigium ada 2 macam, yaitu yang tebal dan mengandung banyak pembuluh darah, atau
yang tipis dan tidak mengandung pembuluh darah. Pterigium yang mengalami iritasi dapat
menjadi merah dan menebal yang kadang-kadang dikeluhkan kemeng oleh penderita.
Patologi :
Pada pemeriksaan hispatologi didapatkan konjungtiva mengalami degenerasi hyaline
dan elastis, sedangkan di kornea terjadi degenerasi hyaline dan elastis pada membrane
Bowman
DIAGNOSIS BANDING
1. Pingeukulum : penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang
berwarna kekuningan
2. Pseudopterigium : suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada
pengecekan dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea
PENATALAKSANAAN
Pterigium ringan tidak perlu diobati. Pterigium yang mengalami iritasi, dapat
diberikan anti inflamasi tetes mata golongan steroid, non steroid dan vasokonstriktor tetes
mata
Indikasi operasi (ekstirpasi) :
1. Pterigium yang menjalar ke kornea sampai lebih 3 mm dari limbus
2. Pterigium mencapai jarak lebih dari separuh antara limbus dan tepi pupil
3. Pterigium yang sering memberi keluhan mata merah, berair dan silau karena
astigmatismus
4. Kosmetik, terutama untuk penderita wanita
Penyulit
Pterigium yang tebal dapat mengakibatkan astigmatisme irregular. Bila menutup optic
center dapat menurunkan visus
PROGNOSIS
Pterigium adalah suatu neoplasma yang benigna. Umumnya prognosis baik.
Kekambuhan dapat dicegah dengan modifikasi teknik operasi dan kombinasi operasi dengan
sitostatik tetes mata.
EDUKASI
Bila tidak menimbulkan keluhan atau gangguan penglihatan tidak harus dilakukan operasi,
karena bersifat rekuren.
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California:
American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
3. Bankes JLK : Clinical Ophthalmology a Text Colour and Atlas ELBS / Churchill
Livingstone Reprint ed. 1986, pp. 42-43
4. Miller J.H : Parsons disease of the eye, 18th ed, Churchill Livingstone, 1990, pp. 142
5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
1989, pp. 98
6. British Journal of Ophthalmology : Mahar P.S.; Nwokora G.E. : Role of Mitomycin C in
Pterygium surgery, 77 : 433-435, 1993
7. British Journal of Ophthalmology : Rachmiel R.; Leiba H; Levartovsky S : Results of
treatment with topical Mitomycin C 0,02% following excision of primary pterygium;
79 : 233-236, 1995
8. Suryo SS; Akbar P.A : Pengobatan pterygium dengan tetes mata Thiotepa pasca bedah
dalam usaha mengurangi tubuh ulang : Kumpulan makalah KONAS Perdami VI
Semarang 4-6 Juli 1988
IV. KORNEA
KERATITIS NUMULARIS
= Keratitis Sawahica
= Keratitis Punctata Tropica
PENGERTIAN
Keradangan kornea dengan gambaran infiltrate sub epitel berbentuk bulatan seperti
mata uang (coin lesion)
Patofisiologi
Organisme penyebabnya diduga virus yang masuk ke dalam epitel kornea melalui
luka kecil setelah terjadinya trauma ringan pada mata
Replikasi virus pada sel epitel diikuti penyebaran toksin pada stroma kornea
menimbulkan kekeruhan / infiltrate yang khas berbentuk bulat seperti mata uang
Kelainan ini dapat mengenai semua umur, seringkali mengenai satu mata tapi
beberapa kasus dapat mengenai kedua mata
ANAMNESIS
Penderita mengeluh perasaan adanya benda asing dan fotofobi. Kekaburan terjadi
apabila infiltrate pada stroma kornea berada pada aksis visual
Kadang penderita melihat sendiri adanya bercak putih pada matanya. Khas pada
penderita ini tidak terdapat riwayat konjungtivitis sebelumnya
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi dengan flouresin
3. Sensibilitas kornea
KRITERIA DIAGNOSIS
- Keluhan adanya benda asing, fotofobi, kadang-kadang disertai penglihatan kabur bila
infiltrate berada di tengah aksis visual
- Tidak terdapat hiperemi konjungtiva maupun hiperemi peri-kornea
- Retroiluminasi : tampak bercak putih bulat di bawah epitel kornea baik di daerah sentral
atau perifer. Epitel di atas lesi sering mengalami elevasi dan tampak irregular. Umur
bulatan infiltrate tidak selalu sama dan terdapat kecenderungan bergabung menjadi satu.
Besar infiltrate bervariasi + 0,5 1,5 mm
- Tes fluoresin : Menunjukkan hasil negative
- Tes sensibilitas kornea : Baik (tidak menurun)
DIAGNOSIS BANDING
1. E.K.C (Epidemic Kerato Conjunctivitis)
- Didahului konjungtivitis
- Infiltrate lebih tebal dibandingkan infiltrate pada keratitis numuralis
2. Varicella keratitis
- Ada tanda-tanda varicella sebelumnya dan lesi pada kornea timbul setelah lesi di kulit
menghilang
PENATALAKSANAAN
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi dengan fluoresin
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium : scraping ulcus untuk pewarnaan (Gram, KOH, dll) dan kultur sensitivitas
antibiotika.
KRITERIA DIAGNOSIS
- Mendadak mata merah, seperti ada benda asing, merah epifora dan fotofobi.
- Visus : menurun
- Hiperemi perikornea
- Retroiluminasi : Infiltrate pada kornea berupa bercak putih pada epitel sampai stroma,
bisa kecil tapi bisa menutup seluruh kornea, tidak jarang di atas lesi menjadi rapuh
- Tes fluoresin : Hasil positif di tepi ulkus
- Hipopion : berupa cairan kental di dalam bilik mata depan
- Laboratorium :
- Hapusan langsung : untuk mengetahui jenis kuman dengan pengecatan Gram.
- Biakan kuman : untuk identifikasi kuman. Untuk keperluan pemeriksaan laboratorium
ini bahan diambil dari tepi ulkus menggunakan kapas steril
DIAGNOSIS BANDING
Ulkus kornea akibat jamur :
- Di sekitar infiltrate induk terdapat infiltrat satelit
- Elemen jamur ditemukan di dalam bilik mata depan (hype)
PENATALAKSANAAN
Antibiotic :
Pemilihan Antibiotik :
- Empiris selama 2 hari, kalau tidak membaik dilakukan scrapping untuk pewarnaan
Gram dan kultur.
- Tergantung hasil pewarnaan dan biakan kuman
Cara pemberian :
- Topical
- Sistemik
A. 3 mm
B. 3 mm
C. 3 mm + hypopyion
Disegala tempat
Penatalaksanaan
-
Rawat Jalan
Antibiotik topical tiap jam
Rawat tinggal
Antibiotic topical tiap jam
Rawat inap
Antibiotic topical tiap jam
Antibiotic sistemik
PROGNOSIS
Dubius tergantung luas dan lokasi dan virulensi kuman.
EDUKASI
1. Pengobatan biasanya memerlukan waktu yang lama.
2. Diperlukan ketekunan dan kepatuhan dalam pengobatan.
3. Tajam penglihatan pada kebanyakan kasus tidak akan pulih kembali, karena adanya
jaringan parut pada kornea.
4. Pada kasus yang berat dapat terjadi prolaps isi bola dan endoftalmitis yang memerlukan
tindakan pengangkatan bola mata.
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California:
American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006Smolin Gilbert, Thoft Richard A : The Cornea Scientific Foundation
and Clinical Practice, 1st ed, edited by Gilbert Smolin, 1983, pp 156-166
3. Grayson Merill : Disease of The Cornea, 2nd ed, CV Mosby, St. Louis, 1983, pp. 45-76
4. Vaughan D. Asbury T : General Ophthalmology, 11th ed, Lange Medical Publication,
California, 1986, pp. 109-112
KERATITIS DENDRITIKA
= Keratitis Herpes Simplex
PENGERTIAN
Keradangan kornea akibat virus Herpes Simplex
PATOFISIOLOGI
Infeksi primer :
Terjadi akibat kontak langsung dengan penderita herpes simplex, pada bayi baru lahir akibat
kontak langsung dengan jalan lahir ibu yang terkontaminasi virus herpes simplex. Kontak
dapat pula terjadi secara oral, seksual atau melalui media lain seperti: obat-obat mata,
handuk, tangan penderita dll.
Herpes rekuren :
Infeksi primer yang telah sembuh dapat kambuh kembali akibat rangsangan non spesifik
seperti :
- Trauma
- Sinar ultra violet
- Demam
- Menstruasi
- Stress psikis
- Penggunaan obat-obat kortikosteroid baik local maupun sistemik
Lesi yang timbul pada kornea diakibatkan penetrasi virus ke dalam sel epitel didahului mikro
utama, sehingga virus berkembang melalui siklus replikasi di sepanjang cabang-cabang saraf
oftalmik pada kornea sehingga terbentuk infiltrate berupa kekeruhan menyerupai pita halus
bercabang-cabang (dendrite), sedang toksin yang dihasilkan akan menembus stroma dan
menimbulkan kekeruhan kornea berbentuk cakram (disciformis).
Lesi pada kornea dapat mengalami ulserasi.
ANAMNESIS
Penderita mengeluh fotofobi dan epifora (banyak airmata). Keluhan bersifat ringan akibat
serangan virus pada cabang saraf oftalmik pada kornea sehingga kornea mengalami hipo
sampai anestesi. Kekaburan terjadi apabila lesi berada tepat di tengah aksis visual.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi dengan fluoresin
3. Sensibiltas kornea
KRITERIA DIAGNOSIS
- Visus : menurun bila lesi berada di kornea sentral
- Pemeriksaan mata luar :
o Infeksi primer :
Berupa keratis punctata difusa non spesifik
Sering disertai :
Konjungtivitis folikularis akut
Pembentukan pseudomembran
o Herpes rekuren :
Lesi kornea khas berbentuk dendrite tetapi bisa berbentuk filament, geografis,
disiform maupun punctata
Tes fluoresin : (+) pada lesi epitel
Tes sensibilitas : menurun sampai negative
DIAGNOSIS BANDING
- Keratis Herpes Zoster
o Didahului oleh infeksi herpes zoster di organ tubuh lain, misalnya zoster oftalmikus di
dahi dan palpebra herpes zoster fasialis dipipi.
PENATALAKSANAAN
1. Primer
- Acyclovir peroral 5 x 400mg selama 7 10 hari
-Acyclovir topical 5 kali sehari
-Artifisial tears
2. Sekunder
- Acyclovir topical 5 kali sehari
- steroid topical 4 kali sehari
- artificial tears
PROGNOSIS
Dubius oleh karena kekambuhannya
EDUKASI
1. Penyakit ini sering residif, hindari faktor pencetus
2. Pada kasus yang lanjut perlu dilakukan cangkok kornea untuk memperbaiki tajam
penglihatan.
KEPUSTAKAAN
1. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California:
American Academy of Ophthalmology, 2011.
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
3. Smolin G, Thoft Ricard A : The Cornea-Scientific foundation and clinical practice, 1st ed,
edited by Gilbert Smolin, 1983, pp 178-189
4. Grayson Merill : Disease of The Cornea, 2nd ed, CV Mosby, St Louis, 1983, pp. 150-176
5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 11th ed, Lange Medical Publication,
California, 1986, pp. 112-114
KERATOPATI BULOSA
PENGERTIAN
Kelainan kornea ditandai adanya bula di permukaan kornea akibat edema kornea kronis
Patofisiologi
Kerusakan endotel kornea menyebabkan cairan akuos humor di bilik mata depan
masuk menembus stroma sampai epitel kornea menyebabkan edema dan bentukan bula di
epitel.
Penyebab kerusakan endotel kornea tersebut di antaranya :
- Trauma akibat operasi intra okuler
- Glaukoma
- Uveitis kronis
- Distrofi Fuch
- Bahan-bahan toksik terhadap endotel seperti cairan saline dan epinephrine
- Perlekatan badan kaca dan endotel
ANAMNESIS
Perasaan adanya benda asing sampai nyeri yang sangat dikeluhkan terutama bila penderita
berkedip, disertai epifora dan fotofobi.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Slitlamp biomikroskopi
3. Fluoresin test
4. Tekanan Intraokuler
KRITERIA DIAGNOSIS
- Perasaan adanya benda asing sampai nyeri yang sangat bila berkedip, disertai epifora dan
fotofobi.
- Visus menurun akibat edema kornea
- Retroiluminasi : Kornea keruh (edema) disertai bercak-bercak seperti kantung air di
permukaan tampak menonjol berisi air, dapat berupa bula yang besar dan mengalami
fluktuasi bila ditekan pelan-pelan. Di sekitar bula sering didapat infiltrate berwarna putih.
Bula dapat pecah dan menimbulkan erosi kornea yang luas. Sering ditemui adanya lipatan
descemet berbentuk garis-garis putih di bawah stroma
- Tes fluoresin : Menunjukkan hasil positif bila terjadi erosi kornea akibat bula yang
pecah
DIAGNOSIS BANDING
- Keratis Herpes Simplex :
o Didahului mikrotrauma
o Tes sensibilitas : menurun
PENATALAKSANAAN
- Bahan hiperosmotik : salep NaCl 5% diberikan 3-4 kali/hari
- Obat-obat sikloplegik : Atropin 0,5-1% tetes mata diberikan 1 kali sehari
- Lensa kontak khusus (bandage lens)
PROGNOSIS
Dubia
EDUKASI
Pengobatan hanya untuk mengurangi keluhan (simptomatis) dan faktor penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
2. External Disease and Cornea. Basic and Clinical Science Course. Section 8. California:
American Academy of Ophthalmology, 2011
3. .Phillip C : Basical Clinical Ophthalmology, ELBS 1st Published, Churchill Livingstone,
1986, p. 124
4. Leibowtz : Corneal Disoders; Clinical Diagnosis and Management, W.B. Saunders Co,
1984, pp. 172-180
5. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 13th ed, Lange Medical Publication,
California, 1992, p. 121-122
V. KATARAK
KATARAK KONGENITAL
PENGERTIAN
Kekeruhan lensa yang terjadi sejak lahir
Patofisiologi
Sepertiga katarak congenital disebabkan oleh kelainan herediter, sepertiga yang lain
karena gangguan metabolisme atau infeksi atau berkaitan dengan bermacam sindrom, sedang
sepertiga terakhir tidak dapat dipastikan penyebabnya.
Pembagian
Katarak congenital sering disertai kelainan congenital lainnya sehingga merupakan
sindrom, antara lain :
- Sindrom rubella : disertai kelainan jantung, telinga dan genitor urinary
- Galaktosemi : adanya gangguan metabolisme galaktosa. Sering disertai retardasi mental,
hambatan pertumbuhan, dan gangguan fungsi hati.
- Hipoglikemi : kadar gula darah 20 mg / 100 ml atau kurang yang terjadi berulang-ulang
menyebabkan konvulsi, somnolen, diaforesis dan tidak sadar.
- Sindrom lowe (sindrom okuloserebral renal) : katarak nuclear bilateral dan mikrofakia
bisa disertai retardasi mental, proteinuria, glukosuria dan batu ginjal.
- Distrofi miotonik : suatu penyakit autosomal dominant. Katarak ditandai dengan bintikbintik halus tersebar di korteks dan subkapsular. Nucleus jernih. Kelainan sistemik yang
menyertai adalah distrofi otot-otot, gangguan kontraksi dan relaksasi, atropi testis.
Menifestasi kelainan mata yang bisa menyertai katarak congenital adalah :
- Megalokornea
- Koloboma
- Ektopia lensa
- Aniridia
- Mikroftalmus
- Displasia retina
ANAMNESIS
Subyektif : Penurunan atau gangguan penglihatan
Obyektif : Tampak warna putih pada pupil akibat kekeruhan lensa (Leukokoria)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
2. Laboratorium : serologi IgG dan IgM Rubella
KRITERIA DIAGNOSIS
- Pemeriksaan tajam penglihatan secara objektif untuk mengevaluasi visual respon
Lampu senter : diamati apakah bayi masih ada reaksi terhadap cahaya, yaitu mengikuti
arah cahaya. Dengan pupil yang telah dilebarkan tampak kekeruhan lensa putih keabuan.
Oftalmoskopi : mengevaluasi refleks fundus
Pemeriksaan USG mata
Pemeriksaan IgG, IgM Rubela
Konsul dokter spesialis anak
DIAGNOSIS BANDING
1. Retinoblastoma
2. PHPV
3. Ablatio Retina Kongenital
4. ROP
PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan : apabila didapatkan katarak unilateral yang padat, sentral dengan diameter
lebih dari 2 mm atau katarak menyerang kedua mata, dianjurkan ekstraksi katarak pada
waktu bayi berusia 6 bulan untuk memungkinkan berkembangnya tajam penglihatan dan
mencegah ambliopia. Apabila operasi ini berhasil baik, operasi mata kedua dapat
dilakukan segera
2. Bila Rubela positif operasi ditunda 1-2 tahun kemudian sehingga resiko penyulit operasi
lebih rendah
3. Tindakan pembedahan berupa disisi lensa diikuti dengan aspirasi irigasi. Dilakukan
kapsulotomi posterior primer dan vitrektomi anterior untuk mencegah kekeruhan pada
kapsul posterior
4. Pemasangan lensa intraokuler dapat dilakukan jika diameter kornea > 10 mm
Penyulit
- Ambliopia eks anopsia : tajam penglihatan tidak mencapai 6/6 karena macula lutea tidak
berkembang
- Nistagmus
- Strabismus
PROGNOSIS
Dubia
EDUKASI
Sering terjadi kekeruhan kapsul posterior paska operasi
KEPUSTAKAAN
1. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 15th ed, Lange Medical Publication,
California, 1995, pp. 30-36
2. Basic and Clinical Science Course : Lens and Cataract, The Foundation of The American
Academy of Ophthalmology, 2001-2002, pp. 30-36
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr. Soetomo
Surabaya, 2006
KATARAK SENILIS
PENGERTIAN
Setiap kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut
Patofisiologi
Penyebab pasti sampai sekarang belum diketahui. Terjadi perubahan kimia
pada protein lensa dan agregasi menjadi protein dengan berat molekul tinggi.
Agregasi protein ini mengakibatkan fluktuasi indeks refraksi lensa, pemendaran
cahaya dan mengurangi kejernihan lensa. Factor yang berperan penting pada
pembentukan karatak antara lain proses oksidasi dari radikal bebas, paparan sinar
ultra violet dan malnutrisi.
Pembagian
Menurut tebal tipisnya kekeruhan lensa, katarak senil dibagi menurut 4 stadia :
1. Katarak insipien
Kekeruhan lensa tampak terutama di bagian perifer korteks berupa garis-garis
yang melebar dan makin ke sentral menyerupai ruji sebuah roda
Biasanya pada stadium ini belum menimbulkan gangguan tajam penglihatan yang
bermakna
2. Katarak imatur atau katarak intumesen
Kekeruhan terutama di bagian posterior nucleus dan belum mengenai seluruh
lapisan lensa. Terjadi pencembungan lensa karena lensa menyerap cairan, akan
mendorong iris ke depan yang menyebabkan bilik mata depan menjadi dangkal
Lensa yang menjadi lebih cembung akan meningkatkan daya bias, sehingga
terjadi perubahan refraksi
3. Katarak matur
Kekeruhan sudah mengenai seluruh lensa, warna menjadi putih keabu-abuan
Tajam penglihatan menurun sampai hitung jari atau gerakan tangan atau persepsi
cahaya
4. Katarak hipermatur
Apabila stadium matur dibiarkan akan terjadi pencairan korteks dan nucleus
tenggelam ke bawah (KATARAK MORGAGNI), atau lensa akan terus
kehilangan cairan dan keriput (SHRUNKEN CATARACT). Operasi pada stadium
ini kurang menguntungkan karena menimbulkan penyulit.
ANAMNESIS
- Tajam penglihatan menurun; makin tebal kekeruhan lensa, tajam penglihatan
makin mundur
Demikian pula bila kekeruhan terletak di sentral dari lensa penderita merasa lebih
kabur dibandingkan kekeruhan di perifer
- Penderita merasa lebih enak membaca dekat tanpa kacamata seperti biasanya
karena miopisasi
- Kekeruhan di subkapsular posterior menyebabkan penderita mengeluh silau dan
penurunan penglihatan pada keadaan terang
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
47
2.
3.
4.
Tonometri
Slitlamp biomikroskopi
Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
2. Biometri
3. Laboratorium : BSN
KRITERIA DIAGNOSIS
- Visus menurun bisa sampai LP (+). Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah
pada katarak matur untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar
- Refleks pupil terhadap cahaya pada katarak masih normal.
- Leukokoria : Tampak pupil berwarna putih pada katarak matur dan kekeruhan
pada lensa terutama bila pupil dilebarkan, berwarna putih keabu-abuan yang harus
dibedakan dengan refleks senil.
- Tes iris shadow (bayangan iris pada lensa) : yang positif pada katarak imatur dan
negative pada katarak matur
- Refleks fundus pada stadium insipien dan imatur tampak kekeruhan kehitamhitaman dengan latar belakang jingga sedangkan pada stadium matur hanya
didapatkan warna kehitaman tanpa latar belakang jingga atau refleks fundus
negative
DIAGNOSIS BANDING
1. Refleks senil : pada orang tua dengan lampu senter tampak warna pupil keabuabuan mirip katarak, tetapi pada pemeriksaan refleks fundus positif
2. Katarak komplikata : katarak terjadi sebagai penyulit dari penyakit mata (missal
uveitis anterior) atau penyakit sistemik (misal Diabetes Mellitus)
3. Katarak karena penyebab lain : misal obat-obatan (kortikosteroid), radiasi,
rudapaksa mata dan lain-lain
4. Kekeruhan badan kaca
5. Ablasi retina
PENATALAKSANAAN
1. Pada stadis insipien dan imatur bisa dicoba koreksi dengan lensa kacamata yang
terbaik
2. Pencegahan sampai saat ini belum ada
3. Pembedahan : dilakukan apabila kemunduran tajam penglihatan penderita telah
mengganggu pekerjaan sehari-hari dan tidak dapat dikoreksi dengan kaca mata.
4. Pembedahan berupa ekstraksi katarak yang dapat dikerjakan dengan cara :
a. ECCE
b. ICCE
c. SICS
5. Koreksi afakia (mata tanpa lensa)
a. Implantasi intra okuler : lensa intra okuler ditanam setelah lensa mata diangkat
b. Kaca mata
Kekuatan lensa yang diberikan sekitar + 10 D bila sebelumnya emetrop
c. Lensa kontak : diberikan pada afakia monokuler di mana penderita koperatif,
trampil dan kebersihan terjamin
48
Kaca mata dan lensa kontak diberikan apabila pemasangan lensa intra okuler
tidak dapat dilakukan atau merupakan kontraindikasi
Penyulit
- Glaucoma sekunder : terjadi pada katarak intumesen, karena pencembungan lensa
- Uveitis pakotoksik atau glaucoma fakolitik : terjadi pada stadium hipermatur
sebagai akibat massa lensa yang keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan
PROGNOSIS
Bila tanpa penyulit dan komplikasi prognosis tajam penglihatan akan baik
EDUKASI
1. Aturan perawatan paska operasi harus diikuti, sampai batas waktu yang
ditentukan.
2. Diperlukan control rutin paska operasi sampai batas waktu yang diperlukan (1 3
bulan)
KEPUSTAKAAN
1. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 15th ed, Lange Medical
Publication, California, 1995, pp. 160, 164-165
2. Basic And Clinical Science Course : Lens and Cataract, The Foundation of The
American Academy of Ophthalmology, 2001-2002, pp. 40-45, 96-110
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
49
VI. GLAUKOMA
50
51
4. Glaucoma maligna
PENATALAKSANAAN
A. Segera menurunkan TIO
1. Hiperosmotik : Glycerine 1,5 gr/kgBB 50% larutan dapat dicampur dengan
sari jeruk; bila sangat mual dapat diganti dengan Manitol 1-15 gr/kgBB 20%
larutan intravena (dalam infuse 3-5 cc/menit = 60 100 tetes/menit.
Hati-hati pada orang tua, penderita penyakit jantung, ginjal dan hati.
2. Acetazolamide 500 mg oral dilanjutkan 250 mg sehari 4 kali
Hati-hati pada : penderita batu ginjal, obstruksi paru menahun dan gangguan
fungsi hati.
B. Menekan reaksi radang
Steroid sistemik topical : Prednisolone 1% atau dexamethasone 0,1% sehari 4
kali
C. Sesudah + 1 jam, periksa TIO dan sudut BMD
a. Pada umumnya TIO sudah mulai turun dan bila sudah < 40 mmHg, beri
Pilocarpine 2% dan setelah jam bila TIO tetap turun dan sudut mulai
terbuka beri Pilocarpine 1% sehari 4 kali, Timolol 0,5% sehari 2 kali, topical
Prednisolone 1% atau dexamethasone 0,1% sehari 4 kali
Pilocarpine tidak perlu diberi secara intensive
Bila kondisi mata sudah mulai tenang terutama bila kornea sudah jernih,
dilakukan Bedah Iridektomi Perifer (bedah IP).
Bila TIO tetap tinggi dan sudut tetap tertutup, harus dipikirkan kemungkinan
glaucoma sudut tertutup karena kelainan lensa jangan diberi Pilocarpine akan
menambah lensa bergerak kedepan, blok pupil)
Siapkan pasien untuk dirujuk Argon Laser Peripheral Iridoplasty (ALPI) yang
akan mengkerutkan iris perifer sehingga sudut terbuka, TIO turun, kondisi
mata menjadi tenang (2-3 hari) untuk selanjutnya dilakukan laser PI.
D. Pasca bedah IP
Gonioskopi :
a. Sudut terbuka; Pilocarpine diteruskan sampai tampak jelas lubang IP, Timolol
dan Prednisolone atau Dexamethasone diteruskan sampai kondisi mata tenang
(bebas dari inflamasi)
b. Sudut tetap tertutup; dugaan Glaukoma plateau iris, Glaukoma ektopia lentis
anterior, Glaukoma maligna
E. Untuk Mata jiran (Fellow Eye)
Sementara Pilocarpine 1% sehari 4 kali dan Timolol 0.5% ( 1- 2kali sehari), atau
Timolol 0.5% saja, sampai saat terbaik untuk dilakukan Laser PI atau Bedah IP
Pemberian Pilocarpine harus disertai obat anti glaucoma lainnya misal Timolol maleat
0,5% .
PROGNOSIS
Tergantung dari beratnya, lamanya, dan adanya kerusakan permanen dipapil syaraf
optic.
52
53
ANAMNESIS
Keluhan nyeri periokuler, penglihatan sangat menurun dan melihatwarna pelangi
sekitar sumber cahaya (halo).
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus
2. Tonometer (Schiotz / Applanasi / NCT)
3. Biomikroskopi lampu celah
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gonioskopi
2. Perimetri
3. Imaging
KRITERIA DIAGNOSIS
- Riwayat serangan GSTP Akut beberapa waktu yang lalu dan gambaran klinis
utama
- Visus menurun
- segmen anterior didapatkan hyperemia limbal dan konjungtiva, Atrofi iris, Fixed
semidilated pupil, BMD dangkal, glaukomflecken
- TIO tinggi
- Sudut BMD tertutup
- PSO sudah mulai atrofi
DIAGNOSIS BANDING
- Glaucomatocyclitis krisis (syndrome Posner-Schlossman)
- Glaukoma sudut tertutup akut
- Glaukoma neovaskular
- Glaukoma berpigmen
PENATALAKSANAAN
a. Bila SAP tidak luas, langsung Laser PI atau Bedah IP untuk membuka sudut yang
aposisi dan mencegah SAP bertambah luas kemudian dilanjutkan dengan obatobat.
b. Bila sudut yang tertutup 75%, pada umumnya TIO masih tetap tinggi (<35
mmHg) yang menandakan bahwa fungsi TM sudah terganggu akibat SAP
sehingga obat-obat tidak dapat menolong, harus dilanjutkan dengan
trabekulektomi bila perlu disertai antimetabolit
54
PROGNOSIS
Tergantung kerusakan yang sudah terjadi pada papil syaraf optiknya.
EDUKASI
- Menjelaskan kepada penderita dan keluarganya bahwa tujuan terapi dan
operasi yg dilakukan untuk mempertahankan kondisi yang ada saat ini.
- Pentingnya memonitor kondisi pasien karena peningkatan tekanan intra ocular
dapat mengakibatkan gangguang lapangan pandang.
KEPUSTAKAAN
1. Boyd BF; Luntz M; Boyd S; eds. Innovations in the Glaucomas, Etiology,
Diagnosis and Management; English edition 2002; Eldorado Panama;
Highlights of Ophthalmology International; 83-87, 269-278, 293-294, 297300, 301-304, 373-376
2. Brubaker RF; Cantor LB; Epstein D; Gross RL; Katz LJ; Noecker RJ; Schuman
JS; Simmons ST; Guide to Glaucoma Management, A Continuing Medical
Education Program; Review of Ophthalmology; Sept 2001; 25-28
3. Bournias TE; Cohen JS; Gross RL; Schuman JS; Katz LJ; 3 Targets Total
Glaucoma Management; Ocular Surgery News; April 2002; 5,10-11,13
4. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds.
Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San
Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology; 7281, 100-108, 130-146, 147-153, 163-166
5. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4th ed; Oxford;
Butterworth-Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248
6. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2nd ed; 1996; St Louis,
Mosby; 821-836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708,
1715-1716
7. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A
Comprehensive Approach for Glaucoma Management, Highlight from a
Satelite Symposium with the 13th Congress of the European Society of
Ophthalmology; Istambul, June 4, 2001; 1-2, 3-4
8. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata,
Divisi Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2006
9. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING.
Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989.
10. Krupin T,M.D.: Manual of Glaucoma. Diagnosis and Management. Churchill
Livingstone. NewYork, Edinbergh, London, Melbourne 1988
55
56
PROGNOSIS
-Dubia ad malam
KEPUSTAKAAN
1. Boyd BF; Luntz M; Boyd S; eds. Innovations in the Glaucomas, Etiology,
Diagnosis and Management; English edition 2002; Eldorado Panama;
Highlights of Ophthalmology International; 83-87, 269-278, 293-294, 297300, 301-304, 373-376
2. Brubaker RF; Cantor LB; Epstein D; Gross RL; Katz LJ; Noecker RJ;
Schuman JS; Simmons ST; Guide to Glaucoma Management, A Continuing
Medical Education Program; Review of Ophthalmology; Sept 2001; 25-28
3. Bournias TE; Cohen JS; Gross RL; Schuman JS; Katz LJ; 3 Targets Total
Glaucoma Management; Ocular Surgery News; April 2002; 5,10-11,13
4. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL,
eds. Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002;
San Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology;
72-81, 100-108, 130-146, 147-153, 163-166
5. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4th ed; Oxford;
Butterworth-Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248
6. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2nd ed; 1996; St Louis,
Mosby; 821-836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708,
1715-1716
7. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A
Comprehensive Approach for Glaucoma Management, Highlight from a
Satelite Symposium with the 13th Congress of the European Society of
Ophthalmology; Istambul, June 4, 2001; 1-2, 3-4
8. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata,
Divisi Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2005
9. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING.
Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989.
10. Krupin T,M.D.: Manual of Glaucoma. Diagnosis and Management. Churchill
Livingstone. NewYork, Edinbergh, London, Melbourne 1988
57
58
PENGERTIAN
Kelainan mata dengan Neuropati Optik Kronik yang Progresif secara perlahan yang
ditandai dengan atrofi dan gaung papil saraf optic (PSO) yang khas disertai gambaran
hilangnya lapang pandangan yang khas pula dimana TIO tinggi merupakan factor
risiko utama.
Patofisiologi Tio Tinggi Dan Gaung Papil:
TIO tinggi karena akuos terbendung di BMD akibat adanya hambatan pada strukturstruktur pembuangan (TM, kanal Schlemm, Saluran intrasklera)
ANAMNESIS
Biasanya asimtomatik sampai stadium lanjut. Gejala awal gangguan lapang pandang
sampai tunnel vision, penderita baru berobat dengan keluhan lapang pandang kedua
mata telah sangat terganggu, walaupun fiksasi sentral tetap baik hingga stadium
lanjut, dan sisa penglihatan terahir adalah lapangan pandang temporal (temporal
island)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus : normal atau menurun
2. Tonometri : TIO tinggi atau normal
3. Funduscopi : Gaung papil = cupping = excavatio Cup Disk Ratio (CDR)
4. Gonioskopi : Sudut terbuka, tanpa PAS
PEMERIKSAAN PENUNJANG ( rujuk)
1. Pemeriksaan Lapang Pandangan :
2. Bila perlu pemeriksaan OCT
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Visus normal atau menurun
2. TIO >22mmHg pada 60%-70% kasus; 30%-40% kasus TIO <21mmHg
3. Gambaran papil n. optikus
a. Lekukan diskus optikus (cupping)
b. Lekukan pada lapisan neurosensoris (notching)
c. Penipisan rima neurosensoris
d. Splinter hemorrhage (Drance hemorrhage)
e. C/D rasio asimetris lebih dari 0,2 tanpa ada anisometrop
f. Bayonet sign
g. Lapisan neurosensoris superior atau inferior lebih tipis dibandingkan
temporal atau bagian nasal lebih tipis dibandingkan temporal (ISNT)
h. Pembesaran C/D rasio >0,6
4. Gonioskopi Sudut terbuka, tanpa PAS
5. Gambaran hilangnya lapang pandangan yang khas ;nasal step, skotoma
parasentral/arkuata yang meluas dari bintik buta ke nasal. Stadium lanjut temporal
island
6. Mata tenang, TIO berfluktuasi, tidak ada edema kornea mikrokistik
59
DIAGNOSIS BANDING
- Hipertensi Okuli
- Diskus Optikus dengan cupping fisiologis, dimana C/D rasio membesar,
simetris, tidak ada notching, tanpa gangguan lapangan pandang, Tekanan
Intraokuler normal
- Glaukoma sudut terbuka sekunder
- Glaukoma karena peninggian tekanan vena episklera ; Sindroma sturge
Weber, fistula carotis-cavernosa, tumor intra ocular
- Glaukoma sudut tertutup sekunder
- Glaukoma sudut tertutup kronis primer
PENATALAKSANAAN
Tujuan
: mempertahankan fungsi penglihatan dan kualitas hidup
Strategi
: - menurunkan TIO
- meningkatkan sirkulasi darah pada PSO
- mencegah meluasnya kematian sel ganglion retina : Neuroprotection
Menurunkan TIO
I.
Tentukan Target TIO
1. Perhatikan factor usia, luasnya kerusakan dan tingginya TIO
2. Hasil dari Advanced Glaucoma Intervention Study (AGIS) menunjukkan
TIO < 18 mmHg terutama bila < 14 mmHg tidak menunjukkan
progresivitas penyakit
II.
Target TIO dapat dicapai melalui :
1. Obat sebagai pilihan pertama
Obat-obat yang dapat digunakan
a. Beta antagonis topical; menghambat produksi akuos
Betaxolol 0,25%-0,5%; timolol 0,25%-0,5% : sehari 2 kali. Carteolol
2% ed 1 x sehari (pagi);
Kontra indikasi : asma, penyakit obstruksi paru, hipotensi, penyakit
jantung dengan kemungkinan bradikardia
b. Prostaglandin analog : melancarkan pembuangan uvea sclera
Latanoprost 0.005%; travoprost 0.004% = malam 1 kali; tafloprost
0,0015% 1 x malam
Unoproston 0.12% = sehari 2 kali
c. Prostamide : melancarkan pembuangan melalui trabekular dan melalui
uvea sclera bimatoprost 0.03% = malam 1 kali
d. Alfa 2 selected agonist : menghambat produksi akuos dan melancarkan
pembuangan uvea sclera
Brimonidine 0.15%, 0.2% = sehari 2 kali
e. Penghambat Carbonic Anhydrase Topikal : menghambat produksi
akuos dorzolamide 2%; brinzolamide 1% = sehari 2-3 kali
f. Obat-obat kombinasi
Timolol + dorzolamide; timolol + latanoprost
g. Pilocarpine 2% sehari 4 kali
Acetazolamide tablet 250 mg
Kedua obat ini sudah jarang digunakan karena efek samping yang
sangat mengganggu kenyamanan penderita (visus terganggu terutama
60
61
KEPUSTAKAAN
1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL,
eds. Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002;
San Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology;
72-81, 100-108, 130-146, 147-153, 163-166
2. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach; 4th ed; Oxford;
Butterworth-Heinemann; 1999; 206-217, 229, 243-248
3. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2nd ed; 1996; St Louis,
Mosby; 821-836, 841-853, 103-104, 1521-1527, 1549-1551, 1707-1708,
1715-1716
4. Sefansson E; Costa VP, Harris A; Wiederholt M; CO-REGULATION, A
Comprehensive Approach for Glaucoma Management, Highlight from a
Satelite Symposium with the 13th Congress of the European Society of
Ophthalmology; Istambul, June 4, 2001; 1-2, 3-4
5. Pedoman Diagnosis Terapi RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata,
Divisi Glaukoma, RSU Dr. Soetomo, tahun 2005
6. Lowe RF; Lim ASM: Primary Angle closure Glaucoma. PG PUBLISHING.
Singapore.Hong Kong.New Delhi.Auckland.Boston. 1989.
62
GLAUKOMA FAKOLITIK
PENGERTIAN
Merupakan glaucoma sekunder sudut terbuka yang timbul akibat keluarnya
protein lensa pada katarak matur dan hipermatur
Patofisiologi
Pada perkembangan katarak senile stadium matur dan hipermatur terjadi
peningkatan komposisi protein lensa dengan berat molekul yang besar protein lensa
ini dapat keluar melalui kapsul anterior yang mengalami defek mikroskopis,
bercampur dengan akuos humor dan membuntu jaring trabekula.
ANAMNESIS
Tajam penglihatan menurun bertahap. Mata merah dan nyeri mendadak.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Gonioskopi
- USG B-scan
KRITERIA DIAGNOSIS
- Tajam penglihatan menurun sampai hanya dapat memeriksa persepsi cahaya
- TIO meningkat sangat tinggi
- Hiperemi konjungtiva dan siliar
- Edema kornea
- BMD dalam, didapatkan flare, sel, tanpa KP terdapat partikel putih yang
melayang pada kasus yang berat partikel tersebut membentuk pseudohypopion
- Lensa didapatkan katarak matur dan hipermatur
- Gonioskopis, sudut terbuka
DIAGNOSIS BANDING
1. Glaukoma fakomorfik
- Katarak imatur atau matur
- Sudut BMD tertutup
2. Glaucoma sudut tertutup akut
- Lensa jernih
- Sudut tertutup
3. Glaucoma neovaskuler
- Neovaskularisasi pada iris
4. Glaucoma sekunder kornea uveitis
- Sinekia posterior total, iris bombans, sudut tertutup
PENATALAKSANAAN
1. Obat-obat untuk menurunkan tekanan intra okuler
63
Bahan hiperosmotik
Penghambat karbonik anhidrase
adrenergic antagonis, topical
Diberikan kortikosteroid topical dan sistemik untuk menekan reaksi radang
sebelum pembedahan
2. Tindakan pembedahan dilakukan segera setelah diagnosis ditegakkan.
Tindakan bedah meliputi Ekstraksi katarak ekstrakapsuler atau dg tehnik
Fakoemulsikasi
PROGNOSIS
Duboid ad malam
EDUKASI
Menjelaskan pada penderita dan keluarganya bahwa tujuan terapi yang dilakukan
untuk mempertahankan kondisi saat ini serta mencegah komplikasi lebih lanjut
KEPUSTAKAAN
1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds.
Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San
Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology
2. Hoskins HD, Kass MA : Becker-Shaffers. Diagnosis and Therapy of Glaucomas,
The CV Mosby Company, St. Louis, 1989
3. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach 4th ed. ButterworthHeinemann, 1999, p. 228
4. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2nd ed; 1996; St Louis,
Mosby; Year Book Inc., p. 1023-1033
5. Gumansalangi Els Aswan, Nurwasis, Komaratih E., Pedoman Diagnosis Terapi
RSU Dr. Soetomo, Bag/SMF Ilmu Penyakit Mata, Divisi Glaukoma, RSU Dr.
Soetomo, tahun 2002
64
GLAUKOMA FAKOMORFIK
PENGERTIAN
Merupakan suatu glaucoma sekunder sudut tertutup yang timbul akibat lensa
yang membesar pada katarak imatur atau matur
Patofisiologi:
Dapat melalui 3 mekanisme :
Blok pupil :
- Pada proses pembentukan katarak lensa akan membesar (membengkak) sehingga
dapat terjadi blok pupil akibat blok pupil, aliran akuos humor terhambat, akuos
humor tersebart di Bilik Mata Belakang (BMB) mengakibatkan tekanan di BMB
meningkat, mendorong iris perifer ke depan sehingga sudut BMD tertutup
Tanpa blok pupil :
- Lensa yang membengkak dapat menimbulkan dorongan mekanik pada permukaan
iris ke arah depan sehingga terjadi penyempitan serta penutupan sudut BMD
Mekanisme kombinasi : blok pupil disertai dorongan iris ke arah depan
ANAMNESIS
Keluhan
- Mata tiba-tiba merah dan nyeri
- Tajam penglihatan mendadak menurun
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
5. gonioskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- USG B Scan
KRITERIA DIAGNOSIS
- Mata merah, nyeri dan visus menurun
- Hiperemi limbal (siliar) dan konjungtiva
- Edema kornea
- BMD dangkal
- Pupil midmidriasis reflek menurun, iris bombans (pada blok pupil)
- Lensa katarak imatur/matur
- TIO sangat tinggi
- Sudut BMD tertutup
DIAGNOSIS BANDING
1. Glaukoma sudut tertutup primer akut
- Lensa jernih
- Pupil lebar lonjong
2. Glaukoma sudut tertutup sekunder karena uveitis
Keratik presipitat, flare dan sel sinekia postetior total, iris bomban sudut tertutup
65
3. Glaucoma neovaskuler
- Neovaskularisasi pada iris
4. Glaucoma fakolitik
- Katarak matur/hipermatur
- Sudut terbuka
PENATALAKSANAAN
Segera turunkan TIO dengan obat-obat
- Bahan hiperosmotik (glycerin, manitol)
- Karbonik anhidrase inhibitor (acetazolamid)
- adrenergic antagonis (timolol) tetes mata
Tindakan pembedahan
- Bila katarak matur, tensi sudah turun dengan obat selanjutnya segera ekstraksi
katarak. Apabila tensi tidak turun dapat dilakukan sklerostomi posterior untuk
aspirasi vitreus melalui pars plana, untuk menurunkan TIO kemudian dilakukan
ekstraksi katarak dianjurkan iridektomi perifer.
- Lensa dengan katarak imatur
Tensi turun dengan obat, dilakukan laser iridotomi atau iridektomi melalui kornea
selanjutnya gonioskopi ulang, bila sudut tertutup/terbuka sempit lakukan
trabekulektomi
- Tensi tidak turun dengan obat
Dilakukan bedah filtrasi dahulu.Ekstraksi katarak dilakukan pada tahap
berikutnya.Operasi katarak diusahakan dengan insisi kecil melalui kornea untuk
mengurangi kerusakan konjungtiva.
PROGNOSIS
Tergantung kondisi syaraf matanya dan kerusakan yang sudah terjadi
EDUKASI
Menjelaskan pada penderita dan keluarganya tentang kondisi sakitnya, bila penderita
tidak rawat inap, penderita harus dating keesokan harinya untuk memonitor TIO.
KEPUSTAKAAN
1. Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL, eds.
Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002; San
Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology, p.
106-109
2. Hoskins HD, Kass MA : Becker-Shaffers. Diagnosis and Therapy of Glaucomas,
The CV Mosby Company, St. Louis, 1989
3. Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach 4th ed. ButterworthHeinemann, 1999, p. 229
4. Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2nd ed; 1996; St Louis,
Mosby; Year Book Inc., p. 1033-1055
66
ANAMNESIS
Keluhan:
- Mata merah, silau, berair, nyeri
- Penglihatan menurun
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
5. Gonioskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- USG B scan
KRITERIA DIAGNOSIS
Glaucoma sekunder sudut terbuka
- Mata merah, silau, berair, nyeri
- Visus menurun
- Hiperemi perilimbal
- Pupil miosis, reflek lambat
- TIO tinggi > 21 mmHg
- Sudut bilik mata depan terbuka
Glaucoma sekunder sudut tertutup
- Mata merah, silau, berair, nyeri
- Visus menurun
- Hiperemi perilimbal
- Pupil sinekia posterior total
67
Iris bombans
TIO tinggi > 21 mmHg
Sudut bilik mata depan tertutup
DIAGNOSIS BANDING
1.
Glaucoma sudut tertutup primer akut
- Pupil lebar lonjong
2.
Glaucoma fakolitik
- Lensa katarak matur / hipermatur
3.
Glaucoma fakomorfik
- Lensa katarak imatur / matur
4.
Glaucoma neovaskuler
- Neovaskularisasi pada iris
PENATALAKSANAAN
I. Terhadap uveitis anterior
1. Tetes siklopegik untuk :
- Melebarkan pupil untuk melepaskan sinekia
- Menghilangkan spasme otot siliar agar nyeri hilang
Atropine 1% - 4%; homatropin 1% - 5%; atau scopolamine 0,25%
2. Obat anti radang untuk menekan reaksi radang
- Topical : dexamethason 0,1% atau prednisolone 1%
- Suntikan subkonjungtiva atau periokuler bila radang sangat hebat
- Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
- Atau prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
- Atau triamcinolone acetonid 4 mg (1 ml)
- Atau methylprednisolone acetate 20 mg
- Sistemik diberikan bila dengan cara di atas belum berhasil mengatasi
reaksi radang.
Prednisolone dimulai dengan 80 mg tiap hari sampai tanda radang
berkurang lalu dosis diturunkan 5 mg tiap hari.
II. Terhadap Glaukoma
- Obat-obat :
Timolol 0,25% - 0,5% 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam
- Pembedahan : bila tanda-tanda radang sudah hilang tetapi TIO masih
tinggi
Bila sudah terjadi perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral
Anterior Synechia = PAS) maka dilakukan bedah filtrasi
Bila sudut terbuka : bedah filtrasi
PROGNOSIS
Stadium awal duboid at coenam, stadium lanjut duboid at malam
EDUKASI
Menjelaskan pada pasien dan keluarganya tentang sakitnya yang memerlukan
kerjasama yang baik antara dokter dan pasien, dimana pasien harus mematuhi cara
penggunaan obat obatan yang diberikan dan kontrol teratur sesuai jadwal yang sudah
ditentukan
68
KEPUSTAKAAN
1.
Cantor L; Fechtner RD; Michael AJ; Simmons ST; Wilson AR; Brown SVL,
eds. Basic and Clinical Science Course, Glaucoma, Section 10; 2001-2002;
San Francisco; The Foundation of The American Academy of Ophthalmology,
p. 115-116
2.
Hoskins HD, Kass MA : Becker-Shaffers. Diagnosis and Therapy of
Glaucomas, The CV Mosby Company, St. Louis, 1989, p. 242-248, 352-353,
524
3.
Kanski JJ; Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach 4th ed.
Butterworth-Heinemann, 1999, p. 224-227
4.
Ritch R; Shields MB; Krupin T; eds. The Glaucomas; 2nd ed; 1996; St Louis,
Mosby; Year Book Inc., p. 1225-1258
5.
Boyd BF; Luntz M; Boyd S; eds. Innovations in the Glaucomas, Etiology,
Diagnosis and Management; English edition 2002; Eldorado Panama;
Highlights of Ophthalmology International; p. 367-373
69
70
VII. UVEA
71
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG (rujuk)
1. USG b scan
KRITERIA DIAGNOSIS
- Kelopak mata edema disertai ptosis ringan.
- Konjungtiva merah, kadang-kadang disertai kemosis
- Hiperemi perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah siliar sekitar limbus
- Bilik mata depan keruh (flare), disertai adanya hipopion atau keratik presipitat
- Iris edema dan warna menjadi pucat
- Sinekia posterior, yaitu pelekatan iris dengan lensa
- Pupil menyempit, bentuk tidak teratur, reflek lambat sampai negative
DIAGNOSIS BANDING
1. Konjungtivitis akut
2. Glaucoma akut
Gejala
Nyeri
Konjungtivitis Akut
Uveitis Akut
Glaucoma Akut
Negatif
Moderate
Sangat
72
Sekret
Visus
Hiperemi
Kornea
Pupil
Refleks Pupil
Tekanan intra Okuler
Positif
Normal
Konjungtiva
Jernih
Normal
Normal
Normal
Negatif
Mundur
Perikornea
Biasanya Jernih
Miosis
Lambat
Normal
Negatif
Sangat Mundur
Perikornea
Keruh
Midriasis
Negatif
Tinggi
PENATALAKSANAAN
Tujuan dari pengobatan ialah untuk pengembalian atau memperbaiki fungsi
penglihatan mata
Obat yang diberikan :
- Midriatikum / sikloplegik, missal :
o Sulfas atropine 1% sehari 3 kali tetes atau
o Homatropin 2%
sehari 3 kali tetes atau
o Scopolamine 0,2% sehari 3 kali tetes
- Anti inflamasi :
o Topical (tetes mata kortikosteroid)
o Oral
Dewasa :
Preparat kortikosteroid:
Oral : prednisone 2 tablet sehari 3 kali
Subkonjungtiva : hidrokortison 0,3 cc
Preparat non kortikosteroid
Anak :
Prednisone 0,5 mg/kgBB, sehari 3 kali
- Antibiotik (diberikan bila ada indikasi yang jelas):
Dewasa :
o Local berupa teets mata, kadang-kadang dikombinasi dengan preparat steroid.
o Subkonjungtiva, kadang-kadang dikombinasi dengan steroid.
o Pre-oral : Chloramphenicol sehari 3 kali 2 kapsul
Anak :
o Chloramphenicol 25 mg/kgBB, sehari 3-4 kali
Pemeriksaan laboratorium dan konsultasi
Penderita uveitis anterior akut yang memberikan respon baik dengan
pengobatan non spesifik, umumnya tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pada
penderita yang tidak memberikan respon pengobatan non spesifik akan dilakukan skin
test untuk pemeriksaan tuberculosis dan toxoplasmosis.
Pada kasus yang rekurens (berulang), berat, bilateral atau granulomatous,
dilakukan tes untuk sifilis, foto Rontgen untuk mencari kemungkinan tbc, /
sarkoidosis dan PPD untuk mencari kemungkinan mumps dan Candida. Pada kasus
dengan arthritis penderita muda, dilakukan tes ANA. Pada kasus arthritis, psoriasis,
uretritis, radang yang konsisten dan gangguan pencernaan, dilakukan pemeriksaan
HLA-B27 untuk mencari penyebab autoimun. Pada dugaan kasus toksoplasmosis,
dilakukan pemeriksaan IgG dan IgM.
73
Penyulit
- Sinekia anterior : perlekatan iris dengan endotel kornea
- Sinekia posterior : perlekatan iris dengan bagian anterior lensa
- Katarak komplikata : lensa mata menjadi keruh
- Glaucoma sekunder : gangguan pengaliran akuos humor dari bilik depan/belakang
- Oklusi pupil : tertutupnya pupil karena pengendapan fibrin dan sel radang
- Endolftalmitis : radang seluruh jaringan uvea disertai dengan pembentukan pus di
badan kaca
PROGNOSIS
Penyakit dapat rekurens setiap saat bila daya tahan tubuh menurun
EDUKASI
Konsultasi untuk mencari kemungkinan adanya penyakit sistemik
- Penyakit dalam : diabetes mellitus, rheumatic, dll
- Penyakit paru : tuberculosis
- T.H.T. : sinusitis, dll
- Gigi : abses atau karies gigi
KEPUSTAKAAN
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
2. Kanski JJ: Uveitis, Butterworth & Co, 1999
3. Spencer WH: Uveal tract, Ophthalmic pathology Vol III, 3rd ed, Saunders, 1985,
pp. 1996-2034
4. Vaughan D, Asbury T: General Ophthalmology, 15th ed, Lange Medical
Publication, 2001, pp. 143-145
5. American Academy of Ophthalmology: Intra Ocular Inflamation and Uveitis,
section 9, San Fransisco, 2009, pp. 119-120
74
75
ENDOFTALMITIS
PENGERTIAN
Endoftalmitis adalah peradangan dalam bola mata, disertai terjadinya abses pada
badan kaca
Klasifikasi dan angka kejadian
- Endoftalmitis infeksius, (sering terjadi)
1. Post operasi
(0,05-0,12%)
2. Post trauma
(2,4-8%)
Trauma dengan benda asing intra-okuler
(30%)
3. Post operasi dengan bleb
(0,2-9,6%)
4. Lain-lain : angkat jahitan, keratitis microbial, wound leaks, skleritis infeksius
- Endoftalmitis endogen
ANAMNESIS
2. Visus menurun
3. Nyeri (pada sebagian besar kasus)
4. Kelopak mata bengkak
5. Mata merah dan bengkak
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
2. Tapping/aspirasi badan kaca dan bilik mata depan : Kultur dan Tes sensitivitas
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Endoftalmitis tipe ringan (lambat)
- Nyeri ringan
- Visus > 3/60
- Biasanya terjadi hari ke 7-14 post operasi
- Kultur sering positif mengandung Staphylococcus epidermis, bila negative
harus waspada : infeksi lain, bahan beracun atau iritasi
2. Endoftalmitis akut tipe berat (cepat)
- 1-4 hari post operasi
- Visus < 3/60
- Nyeri (keluhan jelas)
- Kuman penyebab : Staphylococcus aureus, gram (-) Serratia, Proteus,
Pseudomonas
3. Endoftalmitis kronis
- Onset dan tanda-tanda sangat bervariasi
- Visus baik
76
Nyeri minimal
Hipopion sangat jarang
Kuman penyebab yang tersering :
1. 6 minggu post op : P.acnes, radangnya nongranulomatous
2. 3 bulan post op : Candida albicans
3. 3 bulan 2 tahun post op : P. Acnes dengan tanda-tanda radang
granulomatous, KP dan hipopyon ringan
Dapat juga oleh karena tindakan Nd. Yag laser kapsulotomi
Endoftalmitis endogen
4. Sebabnya oleh karena septicemia : misalnya pada penyakit kronis,
penyakit imuno-supresif dll.
5. Bersifat akut
6. Nyeri
7. Visus menurun
8. Terdapat hipopion
9. Vitritis
10. Kadang-kadang terjadi bersamaan pada kedua mata
DIAGNOSIS BANDING
Sulit membedakan endoftalmitis oleh karena bakteri, jamur atau oleh karena
keradangan intra-okuler yang lain.
PENATALAKSANAAN
Profilaksis
1. Dilakukan pemberian antibiotic pre-operasi pada palpebra dan konjungtiva pada
penderita dengan resiko tinggi; misalnya blefaritis, gangguan lakrimal,
konjungtivitis sikatrikalis, pemakai prostesis, diabetes mellitus dan penderita
dengan imuno-supresif
2. Pemberian povidon-jodium 5%
3. Drapping yang baik
(pemberian irigasi antibiotic dan subkonjungtiva memberikan hasil yang tidak pasti)
Terapi
- Terapi endoftalmitis sangat tergantung pada tipe lambat/cepat, derajat keradangan
dan luasnya keradangan
- Pada kasus dengan visus LP (+): Vitrektomi dan pemberian antibiotic intra vitreal
memberikan hasil yang lebih baik
- Gram (+)
- Vancomycine
- Gram (-)
- Aminoglikosida : Gentamycine, tobramycine, amikacin (ketiga obat ini toksik
untuk retina), sefalosporin
- Fluoroquinolon oral dikenal mempunyai penetrasi yang baik intra-okuler dan
mempunyai potensi yang baik untuk bakteri (kecuali untuk Streptococcus dan
bakteri gram (+) hanya mempunyai potensi terbatas)
Cara pemberian :
77
1.
2.
3.
4.
Topical
Sub-konjungtiva : Vancomycine / Cephalosporine
Intra-okuler / intravitrus : Vancomycine, Amikacin dan Amphoterisin-B
Pada kasus Candida : dengan oral Fluconazol dan topical Flucitocyn
(buku lain mengatakan : intravitreal amikacin / cephalosporin tidak memberikan
hasil yang bermakna)
Dosis :
Nama Generik
Sub-konj
Intra-venous
1. Amikacin
25 mg
6 mg / kgBB tiap 12 jam
2. Cephazolin
100 mg
1 g / 6-8 jam
3. Vancomycine
25 mg
1 g / 12 jam
4. Gentamycine
20 mg
70 100 mg / 8 jam
5. Amphoterisin B
1-2 mg
(tergantung tipe kasus)
Sedangkan pemberian steroid masih controversial
Intra-vitreous
0.4 mg
2 mg
1 mg
0.1 0.2 mg
0.005 - 0.010 mg
PROGNOSIS
Dubia
EDUKASI
1. Pengobatan biasanya memerlukan waktu yang lama.
2. Diperlukan ketekunan dan kepatuhan dalam pengobatan.
3. Tajam penglihatan pada kebanyakan kasus tidak akan pulih kembali. Karena
terjadi kerusakan struktur didalam bola mata
4. Pada kasus yang berat dapat terjadi prolaps isi bola yang memerlukan tindakan
pengangkatan bola mata.
KEPUSTAKAAN
1. Vaughan D, Asbury T. : General Ophthalmology, 14th ed, Lange Medical
Publication, 1995, pp. 69, 183-184
2. American Academy of Ophthalmology : Intra Ocular Inflamation and Uveitis,
section 9, San Francisco, 2001, pp. 208
3. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Kesehatan Mata, RSU Dr.
Soetomo Surabaya, 2006
78
VIII. RETINA
79
80
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit retina yang dapat menyebabkan edema macula misalnya Cystoid
Macular Edema, neovaskularisasi koroidal
81
PENATALAKSANAAN
1. Konservatif selama 3-4 bulan (biasanya visus akan membaik dalam waktu 3-4
bulan), dapat diberikan:
- Acetazolamid
- Nonsteroid Anti inflamasi
- roborantia
2. Foto coagulasi laser didahulukan dengan pertimbangan
- Sudah berlangsung 3-4 bulan tanpa ada kemajuan
- CSCR yang berulang
- Pekerjaan penderita membutuhkan visus yang prima untuk kedua mata
- CSCR pada mata jiran
3. Photodynamic Therapy (PDT) dilakukan pada kebocoran yang dekat dengan fovea
sentral dan tidak memungkinkan dilakukan laser fotokoagulasi
4. Injeksi anti VEGF (Bevacizumab) intravitreal
PROGNOSIS
Prognosis baik bila kasus pertama memberikan respon baik dengan terapi. Prognosis
kurang baik bila kasus berulang.
EDUKASI
Proses pengobatan memerlukan waktu yang lama.
KEPUSTAKAAN
1. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous,
American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp. 55-59
2. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed,Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp.
3. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi,
2010, pp. 309 323.
4. Peoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
82
ANAMNESIS
Keluhan penderita tergantung stadium dan bentuk AMD, mulai dari kemunduran
tajam penglihatan secara perlahan sampai dengan kebutaan
Juga didapatkan metamorfopsia dan skotoma sentral serta gangguan penglihatan
warna
PEMERIKSAAN FISIK
- Visus dan refraksi
- Amsler grid
- Tonometri
- Slitlamp biomikroskop
- Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- FFA
- OCT
KRITERIA DIAGNOSIS
- Visus menurun
- Funduskopi didapatkan degerasi macula
- Angiografi fluoresin : terlihat jelas gambaran neovaskularisasi koroid, dan dapat
menentukan tindakan/pengobatan dan prognosis paska pengobatan
83
PENATALAKSANAAN
a. Pada tipe dry (non neovaskuler)
Dapat diberikan roborantia berupa vitamin dan antioksidan
b. Pada tipe wet (CNV) dapat dilakukan:
- Fotocoagulasi laser pada CNV di luar fvea
- PDT pada CNV di daerah fovea sentral
- Injeksi anti VEGF intravitreal pada CNV
c. Penggunaan alat bant penglihatan (low visin aid)
PROGNOSIS
Tergantung derajad dan jenis ARMD.
EDUKASI
Dianjurkan mengikuti gaya hidup sehat:
- Memakai kaca mata pelindung sinar matahari
- Tidak merokok
- Menghindari obesitas
- Regulasi hipertensi dan diabetes mellitus bila ada
KEPUSTAKAAN
1. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous,
American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp.
2. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp.
3. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi,
2010, pp.
4. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina
and Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp.
5. Peoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
84
RETINOPATI DIABETIK
(RD)
PENGERTIAN
Kelainan retina akibat diabetes mellitus
Patofisiologi
Dasar kelainan RD adalah terjadinya mikroangiopati di pembuluh darah kapiler
retina, kelainan ini sering disebut dengan Intra retinal microangiopathy
(microvascular abnormalities).
ANAMNESIS
Tajam penglihatan bisa normal, menurun atau sampai tidak bisa melihat. Ada riwayat
menderita Diabetes Mellitus, kadang penderita tidak tahu kalau menderita DM
PEMERIKSAAN FISIK
- Visus dan refraksi
- Tonometri
- Slitlamp Biomikroskop
- Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- FFA
- OCT
- USG
KRITERIA DIAGNOSIS
- Pemeriksaan fundal fluorescein angiography (FFA) dapat melihat dengan jelas
adanya mikroaneurisma yang berdifusi atau tidak berdifusi, daerah hipoksia atau
iskemi adanya neovaskularisasi di retina di papil maupun di vitreous dan melihat
dengan pasti adanya edema di macula atau di retina, serta Intra Retina Micro
Angiopathy (IRMA)
- Pemeriksaan OCT terutama untuk mendeteksi adanya edema macula.
Dibagi dalam beberapa stadium, yaitu :
1. Nonproliferative Diabetic Retinopaty (NPDR) :
a. NPDR ringan : terdapat paling sedikit satu mikroaneurisma. Tidak termasuk
B,C,D
b. NPDR sedang : terdapat perdarahan atau mikroaneurisma, atau keduanya.
Eksudat lunak, venous beading, dan IRMA dapat ditemukan dengan derajat
yang ringan. Tidak termasuk C,D
c. NPDR berat : bila terdapat salah satu dari 3 kriteria berikut :
- Terdapat perdarahan dan atau mikroaneurisma pada keempat kuadran
- Venous beading pada dua kuadran atau lebih
- IRMA paling sedikit pada 1 kuadran
d. NPDR sangat berat : bila terdapat 2 kriteria atau lebih dari lesi NPDR berat,
tetapi tidak terdapat neovaskularisasi
2. Proliferative Diabetic Retinopathy (PDR), retinopati diabetika proliferatif,
terdapat :
85
- Neovaskularisasi pada discus optikus (NVD) atau bagian retina lain (NVE)
- Perdarahan pre retina atau vitreus
- Proliferasi jaringan fibrous
a. PDR awal : terdapat neovaskularisasi, tidak termasuk B
b. High Risk PDR (retinopati diabetika poliferatif resiko tinggi) : terdapat
salah satu dari criteria berikut :
- NVD ringan dengan perdarahan vitreus
- NVD sedang sampai berat dengan atau tanpa perdarahan vitreus (NVD
sampai 1/3 luas discus optikus)
- NVE luas discus optikus dengan perdarahan vitreus
c. PDR lanjut : sudah terdapat proliferasi jaringan fibrous dan ablasi retina traksi,
corpus vitreous bleeding, dan neovacular glaucoma.
3. Clinically significant macular edema (CSME), edema macula yang bermakna
secara klinis, bila terdapat salah satu hal berikut :
- Edema retina yang terletak pada atau di dalam radius 500 m dari pusat
macula
- Eksudat keras yang terletak pada atau di dalam radius 500 m dari pusat
macula
- Penebalan retina lebih dari luas discus yang terdalam dalam radius 1
diameter discus optikus dari pusat macula
DIAGNOSIS BANDING
1. Mikroaneurisma dan perdarahan akibat retinopati hipertensi, oklusi vena retina
2. Perdarahan vitreous dan neovaskularisasi akibat kelainan vitreo-retinoa yang lain
PENATALAKSANAAN
1 Konsutasi Penyakit Dalam untuk pengendalian kadar gula darah, tekanan darah
dan kolesterol darah untuk semua jenis dan tingkat retinopati DM
2 NPDR ringan sampai sedang tanpa edema macula :
Kontrol gula darah, tekanan darah dan kolesterol darah, pemeriksaan retina
sampai 3-6 bulan
3 NPDR berat sampai PDR ringan untuk DM tipe 2 : bisa dilakukan fotokoagulasi
laser PRP.
4 PDR high risk : segera dilakukan laser panretina
5 Bila terdapat edema macula yang bermakna secara klinik : segera dilakukan
fotokoagulasi fokal yang akan mengurangi resiko penurunan penglihatan sedang,
injeksi anti VEGF intra vitreal akan memperbaiki visus pada sebagian besar kasus
6 Neovaskularisasi yang menetap walaupun telah dilakukan fotokoagulasi laser,
dapat diterapi dengan injeksi anti VEGF intra vitreal
7 Tindakan bedah vitrektomi dilakukan bila terdapat perdarahan vitreus massif yang
tidak diserap, dan ablasi retina tarikan yang melibatkan macula
8 Efek samping dari fotokoagulasi laser adalah berkurangnya lapang pandang
perifer, gangguan adaptasi gelap terang
PROGNOSIS
Prognosis visus penderita RD sangat tergantung pada regulasi factor resiko
(kadar gula darah, hipertensi dan hiperlipidemia) yang baik, semakin dini ditemukan
adanya diabetic retinopati semakin baik prognosisnya
86
EDUKASI
1. Regulasi Diabetes Mellitus dan faktor resiko yang lain seperti tekanan darah dan
kolesterol darah sangat penting untuk mencegah progresivitas Diabetik
Retinopati.
2. Kerusakan saraf mata yang sudah terjadi tidak dapat dipulihkan fungsinya.
3. Tindakan Laser Fotokoagulasi diperlukan untuk mempertahankan sisa
penglihatan yang ada.
KEPUSTAKAAN
1. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous,
American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp.
2. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp.
3. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi,
2010, pp.
4. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina
and Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp.
5. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
87
PENGERTIAN
Suatu gambaran fundus mata yang diakibatkan oleh hipertensi, yang mengenai system
vaskuler retina, kapiler khoroid dan saraf optic
Hipertensi arterial
: Minimal diastole 90 mmHg
Minimal systole 140 mmHg
(Hyanan BN, Maser M, Hypertension update. Surv. Ophth. 1996-AAO-2004-2005)
Patofisiologi
Perubahan vaskuler pada hipertensi hubungannya dengan sclerosis yang dapat
dilihat secara oftalmoskopis sangatlah komplek dan bervariasi dan gambaran fundus
mata akibat hipertensi merupakan manifestasi sesaat dari variable-variabel yang
sedang berjalan.
Variable-variable tersebut diantaranya : tingginya tekanan darah lamanya hipertensi
berlangsung, usia pada saat terkena hipertensi
ANAMNESIS
Pada umumnya tanpa keluhan, kecuali bila didapatkan komplikasi pada retina akan
didapatkan keluhan penglihatan menurun dan tidak dapat dikoreksi dengan kacamata.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. FFA
2. OCT
KRITERIA DIAGNOSIS
Adanya sclerosis vaskuler menunjukkan proses yang sudah lama (kronis), sedangkan
proses akut hanya ditandai dengan angiospasme
Klasifikasi Keith Wagener masih relevan untuk menentukan prognosis klinis suatu
hipertensi
Semakin lanjut tingkatan sklerotik vaskuler akan meningkatkan resiko terjadinya
oklusi vaskuler di segmen vital seperti otak (CVA) atau di jantung (Ischemic Heart
Diasease)
Tidak satupun klasifikasi yang sesuai untuk diterapkan pada fundus penderita
hipertensi secara kronologis
Klasifikasi Leishman (1957) cukup baik untuk menerangkan kronologis terjadinya,
namun kurang praktis, sedangkan menurut Keith-Wagener (1939) masih banyak
dipakai oleh para klinisi karena lebih praktis dalam menilai prognosis hipertensinya
Klasifikasi Keith-Wagener (1939):
Std I
: penyempitan arteri dan sclerosis
88
Std II
Std III
Std IV
DIAGNOSIS BANDING
1. Edema papil Std IV dengan proses desak ruang dan optic neuritis. Foto tengkorak,
tajam penglihatan dan lapang pandang dapat membedakannya
2. Eksudat dan perdarahan, dengan diabetic retinopati, jenis eksudatnya berbeda,
dengan FFA jelas dapat dibedakan, jenis vaskulopatinya
PENATALAKSANAAN
- Mengatasi penyebab primer dari hipertensi adalah yang paling tepat
- Informasi funduskopik / oftalmoskopik sangat bermanfaat untuk menentukan
tindakan atau pengobatan yang tepat
- Retinopati hipertensi tidak memerlukan pengobatan khusus di bidang mata,
kecuali komplikasi berupa oklusi vaskuler memerlukan foto angiografi fundus,
bila perlu fotokoagulasi laser
PROGNOSIS
Dubia
EDUKASI
Kontrol tekanan darah dan faktor sistemik lain (konsultasi penyakit dalam)
KEPUSTAKAAN
1. American Academy of Ophthalmology : Retina and Vitreous, Section 12. Chapter
V, Retinal Vascular Disease, 2009
2. Peoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
89
90
PENATALAKSANAAN
1. Parasentesa bilik mata depan bila kejadian kurang dari 2 jam
2. Massage bola mata tiap 5 atau 10 detik diulangi beberapa kali bila kejadian
lebih dari 2 jam dan kurang dari 8 jam
3. Acetazolamid 4 x 250mg, kalium 1 x 1 tablet bila kejadian lebih dari 2 jam
dan kurang dari 24 jam
4. Konsul Penyakit Dalam (hematologi) untuk terapi terhadap kausa / faktor
resiko
5. Rujuk pro Fotokoagulasi laser bila timbul neovaskularisasi
6. Pemeriksaan lanjut berkala setiap 2 minggu pada bulan pertama, tiap bulan
pada 3 bulan selanjutnya dan tiap 3 bulan setelah itu.
PROGNOSIS
Dubia ad bonam
EDUKASI
Tajam penglihatan jarang sekali dapat pulih
91
PENGERTIAN
Sumbatan akut pada cabang-cabang arteri retina sentral
ANAMNESIS
Tajam penglihatan tidak terlalu turun, mendadak dan tanpa nyeri
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
2. FFA
3. OCT
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Tajam penglihatan tidak begitu menurun bila tidak mengenai cabang arteri
retina di daerah macula
2. Retina di daerah oklusi tampak pucat
3. Emboli di daerah oklusi arteri tampak dengan arteri spastic atau menjadi ghost
vessels
PENATALAKSANAAN
1. Konsul Penyakit Dalam (hematologi) untuk terapi terhadap kausa
2. Pemeriksaan lanjut berkala seperti CRAO
PROGNOSIS
Tergantung luas area dan lokasi lesi pada retina.
EDUKASI
Perlunya regulasi faktor resiko yaitu: hipertensi dan dislipidemia.
KEPUSTAKAAN
1. Leitman GH : Fundus Examination, Manual for Eye Examination and Diagnosis,
Medical Economic Company, Second Ed, 50-60, 1981
2. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous,
American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp.
3. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp.
4. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi,
2010, pp.
5. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina
and Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp.
92
93
PENGERTIAN
Penyumbatan akut vena retina sentral
Patofisiologi
1. Arteri dan vena berjalan bersama-sama dalam selubung adventitia memasuki
lamina kribrosa yang sempit. Perubahan pada struktur arteri seperti
aterosklerosis akan menekan vena retina sehingga terjadi oklusi
2. Di samping itu kelainan faktor hemodinamik seperti hiperagregasi trombosit,
hiperkoagulasi dan hiperviskositas darah serta hipertensi dapat menyebabkan
oklusi vena retina
3. Terjadi sumbatan di posterior lamina cribrosa (pada CRVO) atau anterior dari
lamina cribrosa terutama pada arteriovenous crossing (pada BRVO), akibat
trombus, hipertensi, atau inflamasi.
4. Obstruksi outflow akan berakibat peningkatan tekanan intravaskular dan
stagnasi aliran darah
5. Terjadi kebocoran, edema dan perdarahan intraretina (flame shaped)
6. Terbentuk kolateral setelah beberapa minggu hingga bulan
7. Dapat terjadi iskemia sel endotel yang berakibat capillary-non-perfusion dan
timbulnya cotton-wool spots
8. Area non-perfusi akan merangsang tumbuhnya neovaskularisasi, yang dapat
berakibat perdarahan vitreus, neovaskularisasi iris dan trabekulum serta
glaukoma neovaskular.
Baik CRVO maupun BRVO dapat terjadi dalam dua tipe yaitu iskemik dan
noniskemik. Sekalipun terdapat persamaan dalam patogenesis kedua kondisi di atas,
terdapat perbedaan dalam karakteristik penyakit, tatalaksana dan hasil akhir.
ANAMNESIS
Tajam penglihatan turun mendadak dan tanpa nyeri
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
2. FFA
3. OCT
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Tajam penglihatan mendadak menurun
94
PENATALAKSANAAN
1. Konsul Penyakit Dalam (Hematologi) untuk terapi kausa
2. Monitoring funduskopi dan tekanan intraokuler
3. Injeksi anti-VEGF
4. Terapi laser:
Indikasi:
a. Kebocoran pembuluh-pembuluh darah di daerah macula yang
menyebabkan edema macula dan visus menurun
b. CRVO tipe non iskemik dengan visus menurun sampai 6 / 20
c. CRVO tipe iskemik
Teknik:
a. CRVO dengan edema macula : teknik focal
b. CRVO tipe iskemik: panretinal photocoagulation
5. Vitrektomi dengan / tanpa endolaser pada CRVO tipe iskemik yang disertai
perdarahan vitreous
PROGNOSIS
Pada tipe iskemik prognosis jelek
EDUKASI
1. Tindakan laser dilakukan terutama untuk mencegah terjadinya komplikasi
glaukoma neovaskuler, bukan untuk memperbaiki tajam penglihatan.
2. Perlunya regulasi faktor resiko seperti Hipertensi, Dislipidemia dan Diabetes
Mellitus.
95
2.
3.
4.
Tonometri
Slitlamp biomikroskopi
Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
2. FFA
3. OCT
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Tajam pengilhatan terganggu bila di daerah macula terkena
2. Lapang pandangan terganggu
3. Funduskopi:
- Perdarahan retina distal dari daerah yang tersumbat
- Crossing phenomen pada daerah penyumbatan
- Hollenhorst plagues pada cabang pembuluh darah tersumbat
- Edema macula bila pembuluh darah ke macula terkena
- Tanda-tanda iskemik : cotton wool spots, NVE, perdarahan vitreous
PENATALAKSANAAN
1. Konsul Penyakit Dalam (hematologi) untuk terapi kausa / faktor resiko
2. Injeksi anti-VEGF
3. Terapi laser:
a. Bila timbul tanda-tanda iskemik : teknik scatter
b. Bila timbul tanda-tanda edema macula: teknik fokal
4. Vitrektomi dengan / tanpa endolaser pada BRVO yang disertai perdarahan
vitreous
PROGNOSIS
Tergantung luas area dan lokasi lesi pada retina.
EDUKASI
Perlunya regulasi faktor resiko seperti Hipertensi, Dislipidemia dan Diabetes Mellitus.
KEPUSTAKAAN
1. Leitman GH : Fundus Examination, Manual for Eye Examination and Diagnosis,
Medical Economic Company, Second Ed, 50-60, 1981
2. Carl Regillo. et.al, Basic and Clinical Science Course Retina and Vireous,
American Academy of Ophthalmology, San Fransisco, 2011, pp.
3. Ryan SJ. et al., Retina, 4th ed, Elsevier Mosby, Philadephia, 2006, pp.
4. Boyd S, et al., Retinal and Vitreoretinal Disease and Surgery, Jaypee, New Delhi,
2010, pp.
5. Moreno JMR, Johnson TM, Instant Clinical Diagnosis in Ophthalmology: Retina
and Vitreous, Jaypee. New Delhi, 2009, pp.
6. American Academy of Ophthalmology : Retina and Vitreous, Section 12. Chapter
V, Retinal Vascular Disease, 2009
96
IX. NEURO-OFTALMOLOGI
97
98
EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita
2. Menjelaskan mengenai pengobatan steroid yang diberikan dan efek samping yang
mungkin timbul.
KEPUSTAKAAN
1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroopthalmology,
2008.
2. Anthony pane, Michael Burdon, Neil R Miller, The Neurophthalmology, Survival
Guide, 2007.
3. Neil R Miller, Nancy J Newman; clinical Neuroophthalmology Walsh-Hoyt, 6th
ed/2005.
4. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
99
100
1.
2.
3.
101
PENATALAKSANAAN
1. Beberapa pasien mengalami perbaikan dengan sendirinya
2. Tata laksana meliputi observasi, pemberian kortikosteroid, ataupun operasi bila
memungkinkan.
Kortikosteroid
diberikan
dengan
cara
pemberian
metylprednisolon iv 1g/hari selama 3 hari dibagi menjadi 4 (@ 250 mg). Jenis
operasi yang umum dilakukan adalah orbital decompression atau orbital canal
decompression.
PROGNOSIS
Tergantung onset dan kerusakan serta ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai
EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita
2. Menjelaskan mengenai pengobatan steroid yang diberikan dan efek
samping yang mungkin timbul.
KEPUSTAKAAN
102
1.
2.
3.
103
PAPILEDEMA
PENGERTIAN
Edema pada kedua nervus optik yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
intracranial oleh karena terdapatnya SOP atau hidrosefalus yang dapat dibuktikan
pada pemeriksaan neuroimaging.
ANAMNESIS
Tajam penglihatan dapat normal, maupun menurun, dengan dapat disertai
dengan gejala nerurologis seperti nyeri kepala hebat, tinnitus pulsatile, non
spesifik paaraestesia dan gejala lain yang berhubungan dengan penyebabnya.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan oftalmologi umum (tajam penglihatan)
2. Pemeriksaan dengan lampu celah
3. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Dapat ditemukan gejala nerurologis seperti nyeri kepala hebat, tinnitus
pulsatile, non spesifik paaraestesia dan gejala lain yang berhubungan dengan
penyebabnya.
2. Terdapat keluhan Transient Visual Obscuration
3. Fotopsia
4. Terkadang dapat ditemukan adanya dipolopia yang disebabkan oleh parese n
III, IV atau VI karena peningkatan tekanan intrakranial.
5. Tajam penglihatan dapat normal atau menurun
6. Persepsi warna dapat normal atau menurun
7. Gangguan lapang pandangan
DIAGNOSIS BANDING
Neuritis Optika
PENATALAKSANAAN
Tata laksana ditujukan pada penyebabnya.
PROGNOSIS
Tergantung onset dan kerusakan serta ada/ tidaknya penyakit lain yang menyertai
EDUKASI
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita
2. Menjelaskan mengenai pengobatan yang diberikan
KEPUSTAKAAN
1. Jonathan D Trobe. Rapid Diagnosis in Ophthalmology. Neuroopthalmology,
2008.
2. Anthony pane, Michael Burdon, Neil R Miller, The Neurophthalmology, Survival
Guide, 2007.
104
3.
4.
105
PAPIL ATROFI
PENGERTIAN
Papil atrofi adalah degenerasi saraf optic yang tampak sebagai papil saraf
optic yang berwarna lebih pucat dari pada normal
Patofisiologi
1. Vaskuler
2. Degeneratif
3. Sekunder karena papil edema
4. Sekunder karena papilitis (neuritis optik)
5. Tekanan pada saraf optik
6. Toksik
7. Metabolik
8. Traumatik
9. Glaukomatous
Pembagian
1. Papil atrofi primer :
- Terjadi sebagai akibat proses degenerasi di retina atau proses retrobulber
- Klinis tampak papil berbatas jelas, ekskavasio yang lebar, tampak lamina
kribrosa pada dasar ekskavasio
2. Papil atrofi sekunder
- Terjadi sebagai akibat peradangan akut saraf optic yang berakhir dengan
proses degenerasi
- Tampak tepi papil agak kabur, warna pucat sedangkan lamina kribrosa tidak
tampak
ANAMNESIS
Tajam penglihatan menurun perlahan-lahan sampai buta
Bila disebabkan oleh proses intracranial bisa disertai keluhan sering pusing/sakit
kepala yang berlangsung lama
PEMERIKSAAN FISIK
- Visus
- Tonometri
- Slitlamp Biomikroskop
- Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Visual Field
- CT-Scan Kepala dan orbita
KRITERIA DIAGNOSIS
- Kemunduran tajam penglihatan perlahan-lahan, bisa sampai 0
- Gangguan lapang pandangan : berupa pelebaran dari bintik buta
- Kelainan fundus okuli :
o Papil N II pucat, batas tegas.
o Pembuluh darah retina mengecil atau menghilang
106
DIAGNOSIS BANDING
Anterior Iskhemik Optik Neuropati (AION)
Papil glaukomatosa
PENATALAKSANAAN
- Diusahakan mencari penyebabnya
- Evaluasi pada mata jiran
PROGNOSIS
Dubius ad bonam
EDUKASI
Visus yang menurun karena papil atrofi tidak dapat diperbaiki
KEPUSTAKAAN
1. Basic And Clinical Science Course : Neuro Ophthalmology, American Academy
of Ophthalmology, 1999-2000
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Collum, Chang : The Wills Eye Manual, Office and Emergency Rooms. Diagnosis
and Treatment of eye desease 2nd ed., 1994, p. 241-291
4. Miller Stephen J.H. : Parsons Desease of the Eye, 7th ed. Longman Group Ltd.,
New York, 1984, pp. 225-226, 349
5. Neuro Ophthalmology Diagnosis and Management, Grant T. Liu, MD. : Nicholas
C. Volpe, MD : Stephen L. Galetta, MD, W.B. Sounders Company, 2001
6. Pavan Langston D. : Manual of Diagnosis and Therapy, 1st ed., Little Brown and
Co, Boston, 1980, pp. 318-330
7. Phillips CI. : Basic Clinical Ophthalmology, 1st ed., Churchill Livingstone,
Medical Devision of Longman Group UK, ELBS, ed., 1986, p. 142
8. Vaughan D : General Ophthalmology, 15th ed, Lange Medical Publication,
California, 1999, pp. 249-287
107
108
KEPUSTAKAAN
1. Danny M, (ed), 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease
and Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 369-371
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Paton & Goldberg, 1985, Management of ocular injuries, 2nd ed., WB Saunders
Co. USA, p. 61-65, 127-133
4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 74
5. Rhee, JD, Pyfer MF. (ed), 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and
Treatment of Eye Disease, The Wills Eye manual, 3rd ed., Lippincott Williams
& Wilkins, p. 24-26
6. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, p. 348-349
110
PENGERTIAN
Pendarahan dalam Bilik Mata Depan (BMD) yang berasal dari pecahnya pembuluh
darah pada iris atau badan silier akibat rudapaksa tumpul.
Patofisiologi
Rudapaksa tumpul dengan kecepatan tinggi pada bola mata akan
menimbulkan tekanan yang sangat tinggi di dalam bola mata dapat menyebabkan
pecahnya pembuluh darah arteri di iris, badan silier dan pembuluh darah arteri dan
vena di khoroid di mana pendarahannya masuk ke dalam BMD terjadilah hifema.
ANAMNESIS
Penglihatan kabur setelah mata penderita terkena benda tumpul
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Fluoresin test
2. USG
KRITERIA DIAGNOSIS
Tajam penglihatan menurun
Tekanan intraokuli (TIO) normal / meningkat / menurun
Bentuk pupil normal / midriasis / lonjong (oftalmoplegi interna)
Pelebaran pembuluh darah perikornea
Hifema (+)
PENATALAKSANAAN
Konservatif :
Tirah baring sempurna dengan posisi kepala lebih tinggi dari badan
Istirahatkan mata dengan bebat mata
Bila perlu pada anak-anak dapat diberikan/ditambahkan obat penenang
Antibiotika tetes mata bila ada tanda-tanda infeksi atau kortikosteroid tetes mata
bila ada inflamasi
Antifibrinolitik oral/inj. Dapat diberikan, untuk mencegah pendarahan ulang
Operatip :
Tindakan parasintesa atau pengeluaran darah dari bilik mata depan (BMD) dikerjakan
bila :
Ada tanda-tanda kenaikan tekanan intra okuler atau glaucoma sekunder
Hifema yang tetap dan tidak berkurang lebih dari 5 hari
Hemosiderosis pada endotel kornea
111
Penyulit
Glaucoma sekunder
Uveitis
Hemosiderosis
PROGNOSIS
Bila tidak disertai penyulit prognosis baik
EDUKASI
Pada penderita dengan riwayat trauma mata, dapat disertai timbulnya katarak lebih
awal dari seharusnya.
KEPUSTAKAAN
1. Danny M, ed, 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease
and Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 364-368
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Paton & Goldberg, 1985, Management of Ocular Injuries, 2nd ed., WB Saunders
Co. USA, p. 188-198
4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 8890
5. Rhee, JD, Pyfer MF., (ed), 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and
Treatment of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3rd ed., Lippincott Williams
& Wilkins, p. 32-37
6. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed., Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, p. 351
112
ANAMNESIS
Penderita mengeluh adanya bahan kimia asam atau basa yang mengenai mata disertai
rasa nyeri sampai tidak bisa membuka mata, berair, kabur dan silau
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Fluoresin test
KRITERIA DIAGNOSIS
Cara pemeriksaan:
Anestesi local
Tes fluoresin
Pemeriksaan memakai lampu senter + loupe, slit lamp biomikroskop
Kertas pH meter / lakmus untuk mengetahui jenis bahan kimia
Lid retractor / desmares untuk membantu membuka kelopak mata
113
Gejala klinis
- Tajam penglihatan menurun
- Kelopak mata bengkak, kadang-kadang ada luka baker
- Konjungtiva hyperemia, kemosis, karena bahan kimia basa bisa terjadi iskemia
dan nekrosis konjungtiva dan sclera, tergantung berat ringannya keadaan
- Kornea edema, tes fluoresin (+)/erosi, sampai kekeruhan kornea yang hebat
Klasifikasi tingkat keparahan akibat rudapaksa kimia berdasarkan M.J. Roper-Hall
Grade
Kornea
Konjungtiva
Prognosis
I
II
Erosi kornea
Keruh, detail iris jelas
Iskemia (-)
Iskemia < 1/2 limbus
Baik
Baik
III
Kurang baik
IV
Jelek
PENATALAKSANAAN
Semua rudapaksa/trauma kimia merupakan kasus emergensi/darurat, sebaiknya
pertolongan pertama mulai dilakukan pada tempat kejadian sesegera mungkin,
dengan cara mencuci/irigasi dengan air bersih (air mineral, sumur, PDAM)
sesering mungkin sebelum dirujuk ke RS terdekat
Berikan anestesi local tetes mata
Diikuti irigasi dengan aquadest steril, cairan fisiologis (normal saline, Ringer
Lactat) secara manual memakai spuit 20 cc disposable, atau secara
drip/continuous irrigation dengan infusion set
Irigasi selain ditujukan pada kornea mata, juga untuk fornik superior/inferior, bila
ada sisa bahan kimia dapat dibersihkan dengan lidi kapas steril basah atau pinset
Irigasi minimal 1 liter untuk masing-masing mata, untuk bahan kimia asam irigasi
dilakukan selama jam, untuk bahan kimia basa irigasi Selama 1 jam
Parasentesa untuk menetralisir pH di BMD, dengan memakai BSS untuk
mengganti aquous humor yang terkontaminasi bahan kimia
Obat-obat :
Sikloplegik jangka panjang (Atropin 2%) diberikan 1 tetes untuk mengurangi
spasme iris, mengurangi/mencegah perlekatan iris dengan lensa (sinekia anterior)
Antibiotic tetes mata untuk mencegah infeksi sekunder
Untuk kasus yang berat (grade 3 dan 4), dengan uveitis dapat diberikan
kortikosteroid tetes mata pada 2 minggu pertama untuk mengurangi inflamasi
dengan evaluasi/observasi ketat, pemberian steroid tetes mata > dari 2 minggu,
harus hati-hati karena dapat menghambat reepitelialisasi
Vitamin C tetes mata, mengurangi perlunakan kornea
Penyulit
Segera :
- Glaukoma dapat terjadi 2-4 jam setelah trauma, hal ini karena adanya
pelepasan prostaglandin yang merangsang terjadinya uveitis,
114
Jangka panjang :
Simblefaron
Sindroma mata kering (keratitis Sicca)
Katarak traumatic
Sikatrik kornea
Glaucoma sudut tertutup
Entropion
Terapi penyulit :
Sindroma mata kering diatasi dengan air mata buatan, lensa kontak bandage
atau tarsorafi
Simblefaron diatasi dengan simblefarektomi
Katarak trauma diatasi dengan ekstraksi lensa
Sikatrik kornea diatasi dengan kerato plasti
PROGNOSIS
Hal-hal yang berpengaruh terhadap prognosis kesembuhan akibat trauma kimia :
Pertolongan pertama saat kejadian, semakin cepat, semakin baik prognosisnya
Jumlah dan tingkat kepekatan konsentrasi bahan kimia, semakin banyak jumlah
dan kepekatannya tinggi maka kerusakannya semakin hebat
EDUKASI
Pada kasus yang berat disertai kerusakan struktur permukaan mata akan menetap atau
bersifat residif
KEPUSTAKAAN
1. Danny M, (ed), 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease
and Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 359-361
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Freeman M.K. Ocular Trauma, 1979, Chemical and Thermal Burns of The Eye,
Appleton Century Crofts, New York, p. 126
4. Paton & Goldberg, 1985, Management of ocular injuries, 2nd ed., WB Saunders
Co. USA, p. 93-99
5. Roper Hall MJ. 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New york, p. 88
6. Rhee, JD, Pyfer MF 9ed), 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and
Treatment of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3rd ed., Lippincott Williams
& Wilkins, p. 19-22
7. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed., Lange Medical Publication,
Maruzen Asia, p. 351-352
115
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Flouresin dan Siedel test
2. USG
CARA PEMERIKSAAN
Anestesi local untuk mengurangi blefarospasme
Tes fluoresin, tes Siedel (+)
Pemeriksaan segmen anterior dengan :
o Lampu senter dan loupe
o Slit lamp biomikroskop
Pemeriksaan segmen posterior dengan :
o Funduskopi
o USG (setelah luka tertutup / dijahit)
Pemeriksaan Radiologis untuk mencari benda asing intra okuli (plain foto / CT Scan)
KRITERIA DIAGNOSIS
Tanda-tanda perforasi bolamata :
Blefarospasme
Visus menurun, tekanan bola mata (TIO) menurun/hipotoni
BMD dangkal, pupil ireguler, prolaps iris, kadang ada hifema
Konjungtiva hyperemi, kemosis
Kornea edem, laserasi (+)
Sclera laserasi, prolaps vitreus, khoroid
Kapsul lensa rupture, massa lensa di BMD
PENATALAKSANAAN
116
KEPUSTAKAAN
1. Danny M, (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and
Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 371-382
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Paton & Goldberg, 1985, Management of Ocular Injuries, 2nd ed., WB Saunders Co.
USA, p. 133-170
4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 91-92, 99100
5. Rhee, JD, Pyfer MF. (ed) 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and Treatment
of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3rd ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 4648
6. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed., Lange Medical Publication, Maruzen
Asia, p. 349-350
117
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG bila diperlukan
2. Pemeriksaan Radiologis
KRITERIA DIAGNOSIS
Pemeriksaan Radiologis (foto polos kepala/CT Scan), bila ada kecurigaan adanya
benda asing, fraktur orbita, rupture posterior bolamata
PENATALAKSANAAN
Umumnya tergantung pada lokasi dan kedalaman luka
Memperhatikan prinsip teknis bedah okuloplasti
1. Partial thickness / superficial eyelid laceration (kulit + Orbic Okuli) jahit kulit
dengan benang non absorble 6.0 secara interrupted
2. Full thickness / dengan lid margin; buatlah irisan pentagonal :
a. Jahit lid margin dengan teknik 2 jahitan atau 3 jahitan
2 jahitan
: tarsus dijahit dengan tarsus dari tiap sisi luka dengan benang
absorble 5.0/6.0, simpul diluar, sebanyak 2 jahitan atau secara
vertical mattress, pada tarsal plate
3 jahitan
: jahitan pertama melalui lash line, orifisium gld. Meibom dan
kadang-kadang melalui gray line, dengan benang absorble 5.0/6.0
b. Jahit otot Orbic. Oculi dengan benang absorble 5.0/6.0 secara interrupted
c. Jahit kulit dengan benang non absorble 5.0/6.0
3. Laserasi di bagian kantus medialis cek saluran lakrimalis menggunakan probing /
Anel tes. Bila terjadi laserasi pada kanalis lakrimalis lakukan repair kanalis
menggunakan pigtail probe dengan benang Silk 4.0. Bila ligament kantus medius /
kantus literalis ruptus, jahit ligament kantus ke ujung putusannya atau jahitan ke
periosteum (medius: di atas Krista Lakrimalis Anterior / lateral : diatas sutura
zygomatikofrontalis bagian dalam) dengan benang absorble 5.0, posisikan secara
anatomis normal.
Beri antibiotic salep mata, antibiotic sistemik oral 3-5 hari
Angkat jahitan kulit 5-7 hari post operasi, jahitan lid margin diangkat 10-14 hari
post operasi
118
PROGNOSIS
Pada umumnya baik
EDUKASI
Bila terjadi penyulit paska operasi (lagoftalmos, enteropion/ektropion, ptosis, jaringan
sikatrik) perlu dilakukan tindakan lanjutan.
KEPUSTAKAAN
1. Danny M, (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Sciences Course, External Disease and
Cornea, sect. 7, American Academy of Ophthalmology, p. 166-168
2. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
3. Rhee, JD, Pyfer MF. (ed) 1999, Office and Emergency Room, Diagnosis and Treatment
of Eye Disease, The Wills Eye Manual, 3rd ed., Lippincott Williams & Wilkins, p. 2831
4. Roper Hall MJ., 1987, Eye Emergencies, Churchill Livingstone New York, p. 52-55
5. Vaughan D, General Ophthalmology, 1999, 15th ed., Lange Medical Publication, Maruzen
Asia, p. 347-3
119
PTOSIS KONGENITAL
PENGERTIAN
Kelainan congenital yang menyebabkan gangguan mengangkat kelopak mata
ANAMNESIS
Mata tampak mengantuk dan penderita mengalami kesulitan untuk membuka mata sejak
lahir. Kadang-kadang penglihatan terganggu
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Inspeksi
4. Slitlamp biomikroskopi
5. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Visual Field
2. USG
KRITERIA DIAGNOSIS
Pemeriksaan visus dengan Snellen
Aksi levator :
Penderita duduk didepan pemeriksa
Pemeriksa memegang dengan ibu jari di daerah alis
Penderita melihat ke arah bawah, kemudian ke atas
Perbedaan kedua jarah ini merupakan aksi levator
MLD = Margin Limbal Distance
Jarak tepi limbus bawah sampai ke tepi kelopak, pada saat penderita melihat ke atas.
Bells fenomena yaitu bila penderita tidur bola mata menggulir ke atas
MRD = Margin Reflex Distance, yaitu jarah pupil ke tepi kelopak mata pada posisi
normal
DIAGNOSIS BANDING
Ptosis kogenital dengan anomaly lain
Ptosis neurogenik
PENATALAKSANAAN
- Dilakukan Sling Fascia atau silicon bila aksi levator < 4 mm
Dengan bantuan fascia atau silicon maka otot levator digantung pada otot frontalis
sehingga gerakan membuka mata dapat lebih lebar
- Reseksi levator
Dikerjakan bila aksi levator > 4 mm
PROGNOSIS
120
Baik
KEPUSTAKAAN
1. Chen William P : Oculoplastic Surgery, The Essentials, Thieme New York, New York,
2001, p. 90-91
2. Collin J.R.O. : A Manual of Systematic Eyelid Surgery, Second Ed., Churchill
Livingstone, London, UK, 1989, p. 43-44
3. Danny, M. (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, and
Lacrimal System, Section 7, The Foundation of American Academy of
Ophthalmolofy, USA, 2009, p. 189-198
4. Kansky Jack J. : Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Fourth ed.,
Butterworth Heinemann, A Division of Reed Educational and Professional Publishing
Ltd, Oxford, 1999,
5. Vaughn D : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton and Lange, Stamford,
Connecticut, 1999, p. 83-85
121
DAKRIOSISTITIS
PENGERTIAN
Infeksi pada sakus lakrimalis merupakan penyakit akut atau kronis yang terjadi pada
bayi atau orang dewasa.Umumnya unilateral dan selalu didahului oleh adanya sumbatan
duktus nasolakrimalis.
ANAMNESIS
Penderita mengeluh nyeri di daerah kantus medialis yang menyebar ke daerah dahi, orbita
sebelah dalam dan gigi depan
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Inspeksi
4. Slitlamp biomikroskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Radiologi
KRITERIA DIAGNOSIS
Pada keadaan akut tidak boleh dilakukan irigasi maupun sondage
Pemeriksaan foto sinus dan CT Scan untuk menyingkirkan diagnosa banding
DIAGNOSIS BANDING
Abses Palpebra
PENATALAKSANAAN
Kompres air hangat berulang-ulang
Antibiotic topical maupun sistemik sesuai dengan hasil kultur dan tes kepekaan
Dekompresi sakus
Probing dan Dacryocystorhinostomy dilakukan bila keadaan sudah tenang
KEPUSTAKAAN
1.
Chen William P : Oculoplastic Surgery, The Essentials, Thieme New York, New York,
2001, p. 285
2.
Collin J.R.O. : A Manual of Systematic Eyelid Surgery, Second Ed., Churchill
Livingstone, London, UK, 1989, p. 109-111
3.
Danny, M. (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, and
Lacrimal System, Section 7, The Foundation of American Academy of
Ophthalmolofy, USA, 2001, p. 248-254
4.
Kansky Jack J. : Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Fourth ed.,
Butterworth Heinemann, A Division of Reed Educational and Professional
Publishing Ltd, Oxford, 1999, p. 53
5.
Vaughn D : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton and Lange, Stamford,
Connecticut, 1999, p. 88-89
6.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
122
KRITERIA DIAGNOSIS
Epifora berulang
DIAGNOSIS BANDING
Kelainan pada kornea, misalnya erosi kornea, keratitis
Trichiasis, karena epibleptropia
PENATALAKSANAAN
Epiforia tanpa infeksi dilakukan masase daerah saluran air mata
Epiforia dengan infeksi dilakukan masase di daerah saluran air mata dan diikuti dengan
pemberian tetes mata antibiotic
Pada stenosis yang menetap sampai lebih dari 6 bulan dan diikuti dakriosistitis dapat
dilakukan probing, dengan Bowman probe 0.00
Epifora dengan atau tanpa infeksi dimana 2 kali probing kondisi tetap, maka dilakukan
dakriosistirinostomi dengan sebelumya dilakukan pemeriksaan dakriosistografi
PROGNOSIS
Baik
KEPUSTAKAAN
1. Chen William P : Oculoplastic Surgery, The Essentials, Thieme New York, New York,
2001, p. 285
2. Danny, M. (ed) 2001-2002, Basic and Clinical Science Course: Orbit, Eyelid, and
Lacrimal System, Section 7, The Foundation of American Academy of
Ophthalmolofy, USA, 2001, p. 248-254
3. Kansky Jack J. : Clinical Ophthalmology, A Systematic Approach, Fourth ed.,
Butterworth Heinemann, A Division of Reed Educational and Professional
Publishing Ltd, Oxford, 1999, p. 53
4. Vaughn D : General Ophthalmology, 15th ed, Appleton and Lange, Stamford,
Connecticut, 1999, p. 88
123
124
RETINOBLASTOMA
PENGERTIAN
Tumor ganas jaringan embriyonal retina pada anak dan bayi sampai umur lima tahun
Patofisiologi
Tumor ganas dari jaringan embrional retina. Tumor ini mempunyai sifat maligna,
congenital dan heriditer. Tumor tumbuh pada satu mata atau dua mata. Insiden terbanyak
dijumpai pada umur antara 2-3 tahun, dan ditemukan satu di antara 23.000-34.000 kelahiran.
Tidak ada prediksi seks maupun ras. Tumor tumbuh melalui mutasi genetic secara spontan
dan sporadis, atau diturunkan melalui autosomal dominant.
ANAMNESIS
Tajam penglihatan menurun.Mata merah yang sifatnya residif, mata juling dan memberi
kesan membesar / lebih besar dari mata jiran-nya. Bila mata kena sinar akan memantul
seperti mata kucing, disebut :amaurotic cats eye
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Inspeksi
3. Slitlamp biomikroskopi
4. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
2. X-ray
3. CT-Scan kepala dan orbita
4. Laboratorium : LDH
KRITERIA DIAGNOSIS
- Visus menurun
- Mata merah dan sidatnya residif
- Mata juling
- Amaurotic cats eye
- Proptosis
- Pada pupil tampak adanya reflek keputih-putihan disebut lekokoria. Bila tumor tumbuh
cepat tanpa diikuti system pembuluh darah, maka sebagian sel tumor mengalami nekrose
dan melepaskan bahan-bahan toksik yang menyebabkan iritasi pada jaringan uvea,
sehingga timbul uveitis disertai dengan pembentukan hipopion dan hifema.
Diagnosis pasti retinoblastoma intraokuler hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
patologi-anatomi, karena tindakan biopsy merupakan kontra-indikasi, maka untuk
menegakkan diagnosis digunakan beberapa pemeriksaan sebagai sarana penunjang :
1. Pemeriksaan fundus okuli ditemukan adanya massa yang menonjol dari retina disertai
pembuluh darah pada permukaan maupun di dalam massa tumor tersebut dan berbatas
kabur
2. Pemeriksaan X foto, hampir 60-70 % penderita retinoblastoma menunjukkan adanya
kalsifikasi. Bila tumor mengadakan infiltrasi ke saraf optic foramen optikum melebar.
125
PROGNOSIS
Bila masih terbatas di retina, kelangsungan hidup lima tahun 95%
Bila metastase ke orbita, kelangsungan hidup lima tahun 5%
Bila metastase ke tubuh, kelangsungan hidup lima tahun 0%
EDUKASI
1. Jenis tindakan / pengobatan tergantung dari stadium tumor, bila perlu dilakukan terapi
lanjutan (radioterapi dan kemoterapi).
2. Kelangsungan hidup tergantung stadium dari tumor.
KEPUSTAKAAN
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
2. The Foundation of American Academy of Ophthalmology. Basic and Clinical Science
Course. Retina and Vitreous. Section 12 ; 2003-2004 : p. 256-263.
3. Zwaan J. Leuckocoria. In : van Heuven WAJ, Zwaan J, eds. Decision Making in Pediatric
Ophthalmology. An Algoritmic Approach. 2nd Edition. Mosby, 2000 p. 182-83.
4. Peyman, Apple, Sander : Intraocular tumor Appleton, Century, Crot TS, New York, 1981,
pp. 235-285
5. Spencer W.H : Ophthalmic Pathology, An Atlas and Textbook, Vol II, 3rd ed, WB
Saunders, 1985, pp. 1292-1351
6. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 12th ed, Lange Medical Publication,
California, 1989, pp. 187-188
127
128
129
ANAMNESIS
Serangan dari penyakit ini terjadi secara mendadak dengan keluhan:
- Nyeri sekitar bola mata pada perabaan dan pergerakan bola mata
- Kelopak mata bengkak dan merah
- Bola mata (konjungtiva) merah dan bengkak
- Terjadinya penurunan visus
- Bola mata tampak menonjol
- Gangguan pergerakan bola mata
- Diplopia
- Panas badan
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Tonometri
3. Inspeksi
4. Slitlamp biomikroskopi dengan fluoresin
5. Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : kultur kuman dan LED
KRITERIA DIAGNOSIS
- Terjadinya penurunan visus terutama pada selulitis orbita posterior yang disebabkan
karena terjadinya keradangan atau penekanan pada saraf optic
- Inspeksi
Palpebra terlihat bengkak yang hebat dan merah, begitu juga konjungtiva
Proptosis terjadi secara mendadak karena bola mata terdorong ke depan oleh selulitis
orbita posterior
Gangguan pergerakan bola mata.Terlibatnya otot ekstraokuler pada selulitis orbita akut
ini menyebabkan hambatan pada pergerakan bola mata. Pada infeksi yang hebat, mata
tidak dapat digerakkan sama sekali yang disebut : frozen globe.
- Palpasi
Didapatkan nyeri tekan dan bila terbentuk abses akan ada suatu fluktuasi
- Tes fluoresin
130
Terjadinya keratitis eksposur akibat proptosis yang mendadak dan hebat dapat diperiksa
dengan tes ini
Oftalmoskopi
Untuk melihat keadaan fundus okuli bila terjadi papilledema atau perdarahan retina
Bila ada, harus dipikirkan terjadinya komplikasi suatu trombosis sinus kavernosus
Pembiakan kuman
Pembiakan kuman dari bahan yang dibiakan yang berupa pus dapat ditemukan kuman
penyebab
Pemeriksaan darah
Laju endap darah meningkat dan lekositosis
DIAGNOSIS BANDING
1. Pseudotumor orbita
2. Oftalmopati tiroid
3. Trombosis sinus kavernosus
Trombosis sinus kavernosus mungkin terjadi bilateral tetapi pada selulitis orbita hampir
selalu uniteral. Penurunan visus terjadi hebat dengan tidak adanya reflek pupil dan
disertai papilledema
PENATALAKSANAAN
- Antibiotic spectrum luas diberikan secara sistemik.
- Insisi abses pada tempat fluktuasi bila sudah terjadi abses
- Dicari infeksi fokal dan diobati
Penyulit
Penyebaran infeksi secara langsung, hematogen atau limfagen dapat menyebabkan
terjadinya neuritis optic, trombosis sinus kavernosus, meningitis dan abses otak
PROGNOSIS
Tergantung keadaan pasien
KEPUSTAKAAN
1. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian / SMF Ilmu Penyakit Mata, Rumah Sakit Umum
Dokter Soetomo Surabaya, 2006.
2. Krohel G, Steward W : Orbital Disease, A practical Approach, New York, Grune &
Stratton Inc, 1981, p. 133-136
3. Spencer W.H, : Ophthalmic Pathology, An Atlas and Textbook, Vol III, Third Ed, WB
Saunders Co, Philadelphia, 1986, pp. 2812-2818
4. Vaughan D, Asbury T : General Ophthalmology, 10th ed, Lange Medical Publication,
Maruzen Ltd, 1983, pp. 138-139
131
ANAMNESIS
Pada anamnesis perlu ditanyakan tentang keluhan umum seperti banyak keringat, berdebardebar, gelisah dan tidak tahan panas. Keluhan pada mata yang sering ialah seperti ada pasir
pada mata, air mata yang berlebihan, mata yang tampak membelalak. Pernah dilaporkan
keluhan penderita hanya dengan air mata yang berlebihan
Pada umumnya keluhan diawali dengan mata kelihatan menonjol, merah, ngeres, epifora dan
terasa panas.Bila sakit berlanjut pergerakan bola mata terhambat, bisa terjadi
diplopia.Penglihatan bisa menurun samapi buta.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Visus dan refraksi
2. Hertel eksoftalmometer
132
3.
4.
5.
Tonometri
Slitlamp biomikroskopi
Funduskopi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. USG
2. CT Scan
KRITERIA DIAGNOSIS
1. Retraksi kelopak mata merupakan tanda permulaan dan yang terpenting dalam
menegakkan diagnosis klinis karena tanda ini terdapat pada 94% Oftalmopati Grave.
Status hormonal oftalmopati Grave dapat hipertiroid 80%, eutiroid 10% dan hipertiroid
10%
Retraksi kelopak mata menyebabkan bola mata tampak menonjol tapi pada pemeriksaan
eksoftalmometer masih dalam keadaan normal.Stadium awal ini kemudian diikuti
infiltrasi sel-sel radang pada jaringan orbita, mata mulai menonjol, merah, ngeres,
epifora dan terasa panas.
Apabila retraksi terus bertambah, kelopak mata tak dapat menutup dengan sempurna,
karena menjadi kering, mudah timbul ulkus kornea dan radang pada bola
mata.Pergerakan bola mata terhambat, obyek yang dilihat jadi kembar. Tajam
penglihatan menurun sampai buta
2.
Tanda pada pemeriksaan klinis diklasifikasikan menurut Werner dan telah diterima oleh
The American Thyroid Association yang disingkat sebagai NOSPECS
Klas 0 : tidak terdapat tanda maupun gejala (No physical sign or symptoms)
Klas 1 : hanya terdapat tanda retraksi kelopak mata atas, mata membelalak dan lid lag
(Only signs Upperlid retraction, stare and lid lag)
Klas 2 : mengenai jaringan lunak (Soft tissue involvement)
Klas 3 : Proptosis
Klas 4 : mengenai otot luar bolamata (Extraocular muscle involvement)
Klas 5 : mengenai kornea (Corneal involvement)
Klas 6 : hilangnya penglihatan karena terkenanya saraf optic (sight loss due to optic
nerve involvement)
Klasifikasi ini sangat membantu di dalam komunikasi yang lebih baik pada penanganan
penyakit Grave dan dipakai sebagai dasar dari pengobatannya
3.
Ultrasonografi (USG)
Gambaran yang khas adalah pembengkakan jaringan lunak orbita dengan akustik yang
normal. Penebalan jaringan lunak ini yang terpenting dilihat adanya penebalan dari otot
luar bolamata
4.
DIAGNOSIS BANDING
Bila proptosis terjadi bilateral dan disertai retraksi kelopak mata atas, lid lag dan
hambatan pergerakan bolamata ke arah atas maka praktis tidak terdapat kesukaran dalam
133
134