Anda di halaman 1dari 15

CLINICAL SCIENCE SESSION

KELAINAN REFRAKSI

Disusun Oleh:
Syahri Hidayah Damanik (130112160514)
M Ikhlas Abdian Putra (130112160532)
Yee Li Yue (130112163532)
Bunga Vanadia (130112160522)

Preseptor:
Arief Sjamsulaksan Kartasasmita, dr., SpM(K), M.Kes., PhD
Irawati Irfani, dr., SpM(K), M.Kes

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2017
MIOPIA

DEFINISI
Miopia adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang datang dari
jarak tak terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi,
difokuskan didepan retina, sehingga didapatkan bayangan kabur.

ETIOLOGI
1. Miopia aksial
Jarak anterior posterior bola mata terlalu panjang, dapat merupakan kelainan
kongenital maupun didapat, juga ada faktor herediter. Sebab-sebab aksis lebih
panjang, karena:
 Konvergensi berlebihan menyebabkan polus posterior mata memanjang
 Muka yang lebar menyebabkan konvergensi yang berlebihan
 Kelemahan dari lapisan sklera bola mata, disertai dengan tekanan yang
tinggi
2. Miopi refraktif
Disebabkan oleh kelainan komponen-komponen refraksi mata.
Penyebabnya dapat terletak pada :
 Kornea yang terlalu cembung, misalnya pada kelainan kongenital
(keratokonus dan keratoglobus) maupun didapat (keratektasia akibat
menderita keratitis sehingga kornea menjadi lemah, dimana tekanan
intraokuler menyebabkan kornea menonjol di depan).
 Lensa yang terlalu cembung akibat terlepas dari zunula zinii, pada
luksasi lensa atau subluksasi lensa, oleh kekenyalannya sendiri lensa
menjadi lebih cembung.
 Cairan mata, dimana pada seseorang yang menderita diabetes melitus
yang tidak terkontrol dengan baik menyebabkan tingginya kadar gula
dalam humor aqueous, akibatnya indeks bias cairan meninggi pula.

PATOGENESIS
Terjadinya miopi dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan maupun
kombinasi keduanya.
1. Faktor genetik
Dari suatu penelitian menunjukkan bahwa gen memiliki peranan pada terjadinya
miopi. Suatu defek pada gen PAX6 diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya
miopi. Akibat defek tersebut, maka akan terjadi perubahan ukuran antero-posterior
bola mata selama fase perkembangan yang menyebabkan bayangan jatuh pada
fokus di depan retina. Faktor genetik menyebabkan perubahan jalur biokimia yang
menimnbulkan kelainan pada pembentukan jaringan ikat termasuk pada mata.
2. Faktor lingkungan
Selain faktor genetik, ternyata lingkungan juga memiliki peranan yang penting
dalam menyebabkan terjadinya miopi. Miopi disebabkan oleh kelemahan pada
otot-otot silier bola mata yang mengontrol bentuk lensa mata. Kelemahan otot
silier bola mata mengakibatkan lensa tidak mampu memfokuskan objek yang
jauh, sehingga objek terlihat kabur. Terjadinya kelemahan otot ini, akibat dari
banyaknya kerja mata pada jarak dekat, misalnya membaca buku atau bekerja di
depan komputer. Karena mata jarang digunakan untuk melihat jauh, otot-otot
tersebut jarang digunakan akibatnya menjadi lemah.
3. Kombinasi faktor genetik dan lingkungan
Miopi terjadi tidak hanya akibat faktor genetik atau faktor lingkungan saja, tetapi
dapat juga merupakan kombinasi keduanya. Miopi lebih sering terjadi pada orang-
orang dengan latar belakang pendidikan yang tinggi dan dari beberapa penelitian
diduga bahwa pekerjaan yang membutuhkan pandangan dengan jarak dekat
menyebabkan eksaserbasi dari faktor genetik yang merupakan faktor predisposisi
terjadinya miopi. Tingginya pengaruh faktor keturunan dibuktikan dengan adanya
angka kejadian yang berbeda-beda pada satu populasi pada saat yang sama akibat
perbedaan faktor genetik. Adanya perubahan kebiasaan, kerja dengan
menggunakan komputer dan membaca pada jarak dekat, menyebabkan
peningkatan insidensi miopi.
KLASIFIKASI
Miopi diklasifikasikan berdasarkan pada tingginya tingkat dioptri dan
gambaran klinis.
Klasifikasi miopi berdasarkan tingkatan tinggi dioptri:
1. Miopi ringan = sampai 3 dioptri
2. Miopi sedang = 3-6 dioptri
3. Miopi berat = 6-9 dioptri
4. Miopi sangat berat = > 10 dioptri
Klasifikasi miopi berdasarkan klinis :
1. Miopia simpleks/stasioner/fisiologik :
Miopi simpleks sering terjadi pada usia muda, kemudian berhenti. Miopi ini
akan naik sedikit pada waktu pubertas dan bertambah lagi hingga usia 20
tahun. Besar dioptri pada miopi ini kurang dari –5D atau –6D.
2. Miopia progresif :
Miopi progresif merupakan kelainan miopi yang jarang. tetapi dapat
ditemukan pada semua umur. Kelainannya mencapai puncak pada waktu
masih remaja dan bertambah terus sampai umur 25 tahun atau lebih. Besar
dioptri dapat diperoleh melebihi 6 dioptri. Kelainan ini juga dapat meningkat
rata-rata lebih dari 4 dioptri per tahun.
3. Miopi Maligna
Miopi maligna merupakan miopi progresif yang lebih berat. Miopi progresif
dan miopi maligna sering juga disebut miopi degeneratif, karena kelainan ini
disertai dengan degenerasi koroid, vitreous floaters, degenerasi likuifaksi dan
bagian mata yang lain.

GEJALA KLINIK
Gejala pada miopi dapat dibedakan menjadi berdasarkan gejala subjektif dan
gejala objektif :
 Gejala subjektif terdiri dari :
1. Penglihatan jauh kabur, lebih jelas dan nyaman apabila melihat dekat karena
membutuhkan akomodasi yang lebih kecil daripada emetrop.
2. Kadang seakan melihat titik-titik seperti lalat terbang karena degenerasi
vitreus.
3. Mata lekas lelah, berair, pusing, cepat mengantuk (merupakan gejala
asthenophia).
4. Memicingkan mata agar melihat lebih jelas agar mendapat efek pin-hole.
 Gejala objektif terdiri dari :
1. Bilik mata depan dalam karena otot akomodasi tidak dipakai.
2. Pupil lebar (midriasis) karena kurang berakomodasi.
3. Mata agak menonjol pada miopi tinggi.
4. Pada pemeriksaan oftalmoskopi, retina dan koroid tipis disebut fundus tigroid.

KOMPLIKASI
Komplikasi pada miopi dapat ditemukan :
1. Ablasio retina
2. Strabismus
3. Perubahan pigmentasi dan perdarahan pada makula
4. Corpus vitreus menjadi lebih cair

TERAPI
Koreksi pada penderita miopi dapat dilakukan dengan cara non bedah dan bedah.
Koreksi juga tergantung dari berat-ringannya miopi penderita tersebut.
1. Koreksi non bedah :
Koreksi dengan metode non bedah dapat dilakukan dengan :
 Kaca Mata
 Lensa kontak
Lensa kontak mengurangi masalah kosmetik yang muncul pada penggunaan
kacamata akan tetapi memerlukan perawatan lensa yang benar dan bersih.
2. Koreksi dengan bedah :
Pada keadaan tertentu miopi dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea.
Pada saat ini telah terdapat berbagai cara pembedahan pada miopi, seperti :
 Keratotomi radial (RK)
Keratotomi radial dilakukan sayatan radier pada permukaan kornea
sehingga berbentuk jari-jari roda. Bagian sentral kornea tidak disayat.
Bagian kornea yang disayat akan menonjol sehingga bagian tengah
kornea menjadi rata. Ratanya kornea bagian tengah akan memberikan
suatu pengurangan indeks bias kornea sehingga dapat mengganti lensa
kacamata negatif.
Efek samping yang dapat terjadi pada RK :
i. Penglihatan yang tidak stabil
ii. Koreksi lebih atau kurang
 Keratektomi fotorefraktif (PRK)
PRK mempergunakan sinar eximer untuk membentuk permukaan
kornea. Sinar akan memecah molekul kornea dan lamanya penyinaran
menyebabkan pemecahan sejumlah sel permukaan kornea.

Efek samping yang dapat terjadi pada PRK :


i. Nyeri.
ii. Melemahkan struktur mata secara permanen.
iii. Kemungkinan menimbulkan jaringan parut besar.
 Laser assisted In situ interlamellar keratomilieusis (LASIK)
LASIK merupakan suatu gabungan antara teknologi lama dan baru,
yang pada dasarnya menggunakan prinsip keratomileusis dan
automated lamellar keratektomi (ALK).
ASTIGMAT

DEFINISI
Astigmat merupakan kelainan refraksi mata dimana sinar sejajar yang datang
dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan istirahat dibiaskan tidak sama dalam
setiap meridian, refraksi dalam tiap meridian berbeda.

ETIOLOGI
1. Kelainan Kornea
Perubahan lengkung kornea degan atau tanpa pemendekan atau pemanjangan
diameter anterior posterior bola mata. Merupakan 90% penyebab utama dari astigmat
2. Kelainan Lensa
Kekeruhan lensa, biasanya katrak insipien atau imatur.

KLASIFIKASI
Astigmat Regular
Astigmat yang memperlihatkan kekuatan pembiasan yang bertambah atau
berurang secara teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayang yang
terjadi pda astigmat regular dengan bentuk yang teratur dapat berentuk garis, lonjong,
atau lingkaran.
Astigmat Iregular
Astigmat yang terjadi tidak mempunyai 2 meridian yang saling egaj lurus.
Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang sama
berbeda sehingga baayangan menjadi iregular. Astigmat iregular terjadi akibat infeksi
kornea, trauma dan distrofi, atau akibat kelainan pembiasan.
Astigmat Tidak Lazim (Astigmat Against The Rule)
Suatu keadaan kelainan refraksi astimat regular dimana koreksi dengan
silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120 derajat) atau dengan
silinder positif sumbu horizontal (30-150 derajat) dari pada kelengkungan kornea
pada meridian horizontal lebih kuat dibanding kelengkungan kornea vertikal. Hal ini
sering ditemukan pada usia lanjut.
Astigmat Lazim (Astigmat With the Rule)
Suatu kelainan refraksi astigmat regular dimana koreksi dengan silinder
negatif dengan sumbu horizontal atau 45 hingga -45 derajat. Keadaan ini lazim di
dapatkan pada anak atau orang muda akibat dari perkembangan normal serabut-
serabut kornea. Astigmat ini adalah bentuk astigmat yang terbesar.
Pengobatan astigmat iregular dengan lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau
lensa kontak lunak bila disebabkan infeksi, trauma, dan distrofi untuk memberikan
efek permukaan yang regular.

GEJALA KLINIK
Penderita dengan astigmat dapat memerikan keluhan :
 Melihat jauh kabur sedangkan melihat dekat lebih baik
 Melihat ganda dengan satu atau kedua mata
 Sakit kepala
 Mata tegang dan pegal
 Astigmat tinggi (4-8D) yang selalu melihat kabur sering
mengakibatkan ambliopia

TERAPI
Koreksi mata astigmat adalah dengan memakai lensa dengan 2 kekuatan yang
berbeda. Pada astigmat yang berat dapat diberi kaca mata silinder.
HIPERMETROPI

DEFINISI
Hipermetropi adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang datang
dari jarak tak terhingga, oleh mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi,
difokuskan dibelakang retina, dan sinar divergen yang datang dari benda-benda pada
jarak dekat dibiaskan lebih jauh lagi dibelakng retina sehingga didapatkan bayangan
kabur.

ETIOLOGI
1. Hipermetropi aksial
Jarak anterior posterior bola mata terlalu pendek, dapat merupakan kelainan
kongenital maupun didapat, juga ada faktor herediter. Sebab-sebab aksis lebih
panjang, karena:
 Kongenital : Mikroftalmi
 Akuisita : Jarak lensa ke retina memendek seperti pada
1. Retinitis sentralis
2. Ablasio retina
2. Hipermetropi refraktif
Disebabkan oleh kelainan daya bias pada sistem optik mata..Penyebabnya
dapat terletak pada :
 Kelengkungan kornea kurang dari normal, aplantio corneae. Sehingga
bayangan yang terbentuk difokuskan di belakang lensa.
 Lensa yang tidak secembung semula karena proses sklerosis misalnya
pada usi 40 thn atau lebih. Dapat juga terjadi pada keadaan tidak adanya
lensa (afakia)
Pada hipermetropi, untuk dapat melihat benda yang terletak pada jarak tak
terhingga (5-6 m atau lebih), dengan baik, penderita harus berakomodasi, supaya
bayangan dari benda tersebut yang difokuskan di belakang retina, dapat dipindahkan
tepat di retina. Untuk melihat benda yang lebih dekat dengan jelas, akomodasi akan
lebih banyak dibutuhkan, karena bayangan terletak lebih auh lagi dibelakang retina.
Dengan demikian untuk mendapatkan tajam penglihatan sebaik-baiknya, penderita
hipermetrop harus selalu berakomodasi, baik ntuk melihat jauh terlebih untuk
penglihatan dekat.

KLASIFIKASI
1. Hipermetropi Manifes
Merupakan hipermetropi yang dapat dikoreksi dengan kaca mata positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal. Hipermetrop ini terdiri atas
hipermetrop absolut dan hipermetropi fakultatif. Hipermetropi manifes didapatkan
tanpa siklopegik dan hipermetropi yang dapat dilihat dengan koreksi maksimal.
a. Hipermetropi absolut
Hipermetropi dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan
akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh
b. Hipermetropi fakultatif
Hipermetropi dimana kelainan refraksi ini dapat diimbangi dengan
akomodasi ataupun dengan kacamata positif.
Pasien yang mempunyai hipermetropi fakultatif akan melihat normal tanpa kacamata
yang bila diberikan kacamata positif yang memberikan penglihatan normal, maka
akomodasinya akan beristirahat. Hipermetropi manifes yang masih memakai tnaga
akomodatif disebut sebagai hipermetropi fakultatif . Hipermetropi yang tidak
memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropi absolut.
Sehingga jumlah hipermetropi fakultatif dengan hipermetropi absolut adalah
hipermetropi manifes.
2. Hipermetropi Laten
Hipermeropi dimana kelainannya diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.
Makin muda usia maka makin besrkomponen hipermetopi laten seseorang. Makin tua
seseorang maka akan terjadi kelemahn akomodasi sehingga hipermetrpi lten mnjadi
hipermetropi fakultatif dan kemudian dapat menjadi hipermetropi absolut.
3. Hipermetropi Total
Hipermetropi yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegik.

GEJALA KLINIK
Pasien dengan hipermetropi biasanya merasakan sakit kepala yang terutama
dirsakan di daerah dahi atau frontal, silau, dan kadang rasa juling ataupun penglihatan
ganda. Pasien dengan hipermetropi apapun penyebabnya akan mengeluhkan matanya
lelah dan sakit karena terus menerus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan
bayangan yang terletak dibelakang retina agar terletak tepat di makula. Keadaan ini
disebut astenopia akomodatif. Keluhan mata yang erus menerus berakomodasi
adalah :
 Mata lelah
 Sakit kepala
 Penglihatan kabur bila melihat dekat
Akibat terus menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan
konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau
juling ke dalam.

KOMPLIKASI
Komplikasi pada miopi dapat ditemukan :
1. Glaukoma : Akibat berakomodasi terus menerus,
timbul hipertofi dari otot-otot siliaris yang disertai dengan terdorongnya iris ke
depan, sehingga bilik mata depan menjadi dangkal.
2. Stabismus konvergen : Akomodasi yang terus
menerus disertai dengan konvergensi yang terus menerus pula, sehingga
menimbulkan strabismus konvergen.

TERAPI
Hipermetropi diatasi dengan memasang lensa positif atau plus untuk
menggeser fokus sinar di dalam mata ke depan agar bayangan tepat di makula.
Penderita hipermetropi selamanya memerlukan lensa positif pada melihat dekat
ataupun jauh.
PRESBIOPI

DEFINISI.
Presbiop merupakan keadaan refraksi mata dimana pungtum proksimum, yaitu
titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi yang maksimal, telah begitu jauh,
sehingga pekerjaan dengan jarak dekat seperti membaca akan sulit dilakukan.

PATOGENESIS
Proses ini merupakan keadaan fisiologis. Dimana sepanjang hidup, lensa
memang akan terus menerus mengalami pengerasan yang terjadi sedikit demi sedikit.
Dimulai dengan nukleus, sehingga lensa mendapat kesukaran dalam mengubah
bentuknya pada penglihatan dekat, untuk menambah daya biasnya, karena lensa tak
kenyal lagi. Dengan demikian daya akomodasinya berkurang, akibat proses sklerosis
ini. Ditambah lagi dengan daya kontraksi dari otot siliar yang berkurang sehingga
pengendoran dari zonula zinii menjadi tidak sempurna.

GEJALA KLINIK
Penderita presbiopi akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa
mata lelah, berair, dan sering terasa pedas. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan
melihat dekat terutama malam hari. Sering memerlukan sinar yang lebih terang untuk
membaca.

TERAPI
Untuk membantu kekurangan daya akomodasi pada presbiopi mata maka
dapat dipergunakan lensa positif untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang
sesuai usia.
Pada pasien presbiopi ini diperlukan kaca mata baca atau adisi untuk membaca
dekat yang berkekuatan tertentu, biasanya :
 +1,0 D untuk usia 40 thn
 +1,5 D untuk usia 45 thn
 +2,0 D untuk usia 50 thn
 +2,5 D untuk usia 55 thn
 +3,0 D untuk usia 60 thn
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3,0 D adalah lensa positif
terkuat yang diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit


FKUI.1999.
2. Vaughan D.G, Asbury T, Eva P.R. Oftalmologi Umum.Edisi 14. Jakarta.
Arcan-Hipokrates.1996.
3. Bradford C. Basic ophthalmology. 8th Edition. San Fransisco- American
Academy of Ophthalmology. 2004.
4. Bashour M, Benchimol. Myopia, radial keratotomy. Last updated 10 june
2005. (Diambil tanggal: 25 April 2006). Tersedia di:
http://www.emedicine.com/
5. Edward. Lasiks. Last updated 5 September 2005. (Diambil tanggal: 25 April
2006). Tersedia di: http://www.emedicine.com/
6. Moy M- Berkeley School Optometry. Myopia, what are they? (Diambil
tanggal: 25 April 2006). Tersedia di: http://www.uc.berkeleyschool.com/
7. Myopia. (Diambil tanggal: 25 April 2006). Tersedia di:
http://www.eyecenter.com/
8. Najjar D. Core lectures: Clinical optics & refraction for medical students &
primary care physicians. (Diambil tanggal: 25 April 2006). Tersedia di:
http://www.eyeweb.org/optics.htm
9. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan. . Jakarta. Balai Penerbit
FKUI.2004.

Anda mungkin juga menyukai