Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Miopia adalah suatu kelainan refraksi di mana sinar cahaya paralel yang memasuki mata

secara keseluruhan dibawa menuju fokus di depan retina. Miopia, yang umum disebut sebagai

kabur jauh / terang dekat (shortsightedness), merupakan salah satu dari lima besar penyebab

kebutaan di seluruh dunia. Dikatakan bahwa pada penderita miopia, tekanan intraokular

mempunyai keterkaitan yang cenderung meninggi pada tingkat keparahan miopia.1

Prevalensi miopia bervariasi berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-

90% di beberapa negara Asia. Di Jepang diperkirakan lebih dari satu juta penduduk mengalami

gangguan penglihatan yang terkait dengan miopia tinggi. Berdasar bukti epidemiologis,

prevalensi miopia terus meningkat khususnya pada penduduk Asia. Selain pengaruh gangguan

penglihatan, juga membebani secara ekonomi. Sebagai contoh di Amerika Serikat, biaya terapi

miopia mencapai sekitar $ 250 juta per tahun. Di saat prevalensi miopia simpel meningkat,

insidens miopia patologis turut meningkat. Karena tidak ada terapi yang dapat membalikkan

perubahan struktural pada miopia patologis, pencegahan miopia telah lama menjadi tujuan dari

penelitian para ahli. Pengertian terhadap mekanisme dan faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan mata merupakan prasyarat mengembangkan strategi terapi tadi.2

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui epidemiologi, etiologi,

patofisiologi, gambaran klinis, terapi dan komplikasi serta prognosis miopia.

1
1.3 Batasan Masalah

Referat ini membahas secara ringkas tentang epidemiologi, etiologi, patofisiologi,

gambaran klinis, terapi dan komplikasi serta prognosis miopia.

1.4 Metode Penulisan

Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada beberapa

literatur.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang

berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan

retina atau bintik kuning, dimana sistem akomodasi berkurang. Pasien dengan miopia akan

menyatakan lebih jelas bila melihat dekat, sedangkan kabur bila melihat jauh atau rabun jauh.

Derajat miopia dapat dikategorikan, yaitu :

 Miopia ringan (0,25 - 3,00D)

 Miopia sedang (3,00 – 6,00D)

 Miopia berat / tinggi (>6,00D)3

3
Sumber dikutip dari medicastore.com

Derajat myopia menurut perjalanannya;

 Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa

 Myopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah

panjangnya sumbu bola mata

 Myopia maligna, myopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasi retina

dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa = myopia maligna = myopia

degenerative.

Trias akomodasi dekat :

1. Pupil mengecil (miosis)

2. Konvergensi

3. Akomodasi (lensa cembung)

2.2 Epidemiologi

Miopia memiliki insiden 2,1% di Amerika Serikat dan peringkat ke tujuh yang

menyebabkan kebutaan, serta tampak memiliki predileksi tinggi pada keturunan Cina, dan

Jepang. Angka kejadiannya lebih sering 2 kali lipat pada perempuan dibanding laki-laki.

Keturunan kulit hitam biasanya bebas dari kelainan ini.2

Menurut“National Eye Institute Study”, miopia patologik merupakan penyebab kelima

tersering yang mengganggu penglihatan dan merupakan penyebab kutujuh yang tersering

kebutaan di Amerika Serikat, sedangkan di Inggris merupakan penyebab kebutaan tersering .2

4
2.3 Etiologi

Miopia tinggi dapat diturunkan, baik secara autosomal dominan maupun autosomal

resesif. Penurunan secara sex linked sangat jarang terjadi, biasanya terjadi pada miopia yang

berhubungan dengan penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Pada ras oriental, kebanyakan

miopia tinggi diturunkan secara autosomal resesif.1,2,3,5

Etiologi pasti pada miopia tidak diketahui dan banyak faktor memegang peranan penting

dari waktu kewaktu misalnya konvergen yang berlebihan, akomodasi yang berlebihan, lapisan

okuler kongestif, kelainan pertumbuhan okular, avitaminosis dan disfungsi endokrin. Teori

miopia menurut sudut pandang biologi menyatakan bahwa miopia ditentukan secara genetik.

Pengaruh faktor herediter telah diteliti secara luas. Macam-macam faktor lingkungan prenatal,

perinatal dan postnatal telah didapatkan untuk operasi penyebab miopia.

Miopia dapat terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat bayi. Dikatakan pula,

semakin dini seseorang terkena sinar terang langsung, semakin besar kemungkinannya untuk

mengalami myopia.Hal ini karena bola mata sedang dalam perkembangan cepat pada tahun-

tahun awal kehidupan. Pada myopia, panjang bola mata anteroposterior dapat terlalu besar atau

kekuatan pembiasan media refraktif terlalu kuat. Dikenal beberapa jenis myopia seperti :

1. Miopia refraktif, myopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks bias media

penglihatan, disebabkan oleh penyimpanan tertentu sifat optik dari sistem lensa mata,

misalnya kelainan kelengkungan kornea atau indeks bias tertentu dari lensa seperti pada

katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat.

Sama dengan myopia bias atau myopia indeks yang terjadi akibat pembiasan media

penglihatan kornea dan lensa terlalu kuat.

5
2. Miopia aksial, myopia yang terjadi akibat memanjangnya sumbu bola mata

dibandingkan dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal yaitu melebihi 24mm.

Dalam hal ini rasio panjang mata (anteroposterior) dengan lebar mata (transversal) lebih

besar dari 1. Panjangnya sekitar 1mm sesuai dengan -0.3D. Peningkatan panjang mata

dikatakan terjadi hanya pada siang hari.

Selain itu penyebab myopia juga bisa diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Faktor Keturunan

Penelitian ginekologis telah memberikan banyak bukti bahwa factor keturunan merupakan

etiologi utama terjadinya myopia patologi. Cara transmisi dari myopia adalah autosomal resesif,

autosomal dominan, sex linked, dan derajat myopia yang diturunkan.

2. Faktor Kebiasaan

Antara kebiasaan yang dapat berpengaruh terhadap mata seperti kebiasaan melihat dekat pada

waktu yang lama, misalnya menonton tv atau komputer, melakukan pekerjaan yang memerlukan

focus dekat pada waktu yang lama. Kebiasaan membaca pada pencahayaan yang buruk juga

menyebabkan eye straint.Kebiasaan ini lebih berat efeknya jika pada usia anak-anak.

3. Faktor Perkembangan

Bukti yang ada menunjukkan bahwa factor prenatal dan perinatal turut berperan serta

menyebabkan myopia. Penyakit ibu yang dikaitkan dengan penderita myopia kongenital adalah

hipertensi sistemik, toksemia, dan penyakit retina. Faktor lainnya yang diduga berhubungan

dengan myopia adalah berat badan lahir rendah dan prematur.

2.4 Patogenesis

6
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada miopia patologi masih belum diketahui.

Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi

chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian

perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular

meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang

berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata manusia, dan tidak

ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesis

terhadap elongasi berlebihan pada miopia.1,2,3

i. Menurut tahanan sklera

 Mesadermal

Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas dapat mengakibatkan

elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat membuktikan hal ini, dimana pembuangan

sebagian masenkim sklera dari perkembangan ayam menyebabkan ektasia daerah ini, karena

perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal sklera posterior merupakan jaringan

terakhir yang berkembang. Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital

ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas padat dari bundle serat kolagen, hal ini

terintegrasi baik, terjalin bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya. Bundle serat

terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora equatorial. Bidang sklera anterior

merupakan area crosectional yang kurang dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada

test bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2. Tekanan intraokular equivalen 100 mmHg, pada batas

terendah dari stress ekstensi pada sklera posterior ditemukan 4 x dari pada bidang anterior dan

equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kirakira 2 x lebih diperluas. Perbedaan tekanan

diantara bidang sklera normal tampak berhubungan dengan hilangnya luasnya bundle serat sudut

7
jala yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada kulit pasien

dengan Ehlers-Danlos yang merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan

miopia.1

 Ektodermal - Mesodermal

Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil ketidak harmonisan

pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan retina yang berlebihan dengan bersamaan

ketinggian perkembangan baik koroid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan.

Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti ulang dalam hubungannya

dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel

pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi

pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin menimbulkan defek

ektodermal – mesodermal umum pada segmen posterior terutama zona oraequatorial atau satu

yang terlokalisir pada daerah tertentu dari pole posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia

patologik (tipe stafiloma posterior).1

ii. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas

 Tekanan intraokular basal

Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal terlihat pada glaucoma

juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan berperan besar pada peningkatan pemanjangan

sumbu bola mata.1

 Susunan peningkatan tekanan

Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon terhadap induksi

deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata yang

sederhana dapat meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi

8
kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60

mmHg.Juga pada penutupan paksa kelopak mata meningkat sampai 70 mmHg -110 mmHg.

Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering diantara mata miopia,

sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular.1

2.5 Klasifikasi Miopia

 Miopia Axial

Dalam hal ini, terjadinya miopia akibat panjang sumbu bola mata (diameter Antero-posterior),

dengan kelengkungan kornea dan lensa normal, refraktif power normal dan tipe mata ini lebih

besar dari normal.

 Miopia Kurvatura

Dalam hal ini terjadinya miopia diakibatkan oleh perubahan dari kelengkungan kornea atau

perubahan kelengkungan dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana

lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola mata normal.

 Perubahan Index Refraksi

Perubahan indeks refraksi atau miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan

seperti yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus sehingga pembiasan lebih kuat.

 Perubahan Posisi Lensa

Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaukoma berhubungan dengan

terjadinya miopia.

2.6 Manifestasi Klinis1,3,6

Gejala umum miopia antara lain:

- Mata kabur bila melihat jauh

9
- Sering sakit kepala

- Menyipitkan mata bila melihat jauh (squinting / narrowing lids)

- Lebih menyukai pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat dibanding pekerjaan

yang memerlukan penglihatan jauh.

Pada pemeriksaan mata didapatkan:

- Kamera Okuli Anterior lebih dalam

- Pupil biasanya lebih besar

- Sklera tipis

- Vitreus lebih cair

- Fundus tigroid

- Miopi crescent pada pemeriksaan funduskopi

2.7 Diagnosis

Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penderita miopiaantara lain adalah :

 Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek dengan

jarak jauh (anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis, tetapi dapat

dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah buku).

 Kelelahan mata

 Sakit kepala

Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata secara umum atau standar

pemeriksaan mata, terdiri dari : 3,6

1. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak dekat

(Jaeger).

10
2. Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca mata.

3. Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk meembuktikan kemungkinan ada atau

tidaknya kebutaan.

4. Uji gerakan otot-otot mata

5. Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina

6. Mengukur tekanan cairan di dalam mata

7. Pemeriksaan retina

Gejala-gejala miopia juga terdiri dari gejala subjektif dan objektif. 1,3,6

Gejala subjektif :

 Kabur bila melihat jauh

 Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat

 Mata cepat lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan

akomodasi)

 Astenovergens

Gejala objektif :

1. Miopia simpleks

 Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam da pupil yang relatif lebar.

Biasanya ditemukan bola mata yang agak menonjol.

 Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal, atau dapat diserta

kresen miopia (miopic cresent) yang ringan di sekitar papil saraf optik.

2. Miopia patologik

 Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopia simpleks

11
 Gambaran yang ditemukan pada semen posterior berupa kelainan-kelainan pada :

 Badan kaca, dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi

yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan

kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasio badan kaca yang dianggap belum jelas

hubungannya dengan keadaan miopia.

 Papil saraf optik : terlihat pigmentasi peripapil, cresent miopia, papil terlihat

labih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Cresent miopia dapat ke

seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid

yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.

 Makula berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan

perdarahan subretina pada daerah makula.

 Retina bagian perifer berupa degenerasi kista retina bagian perifer.

2.8 Tatalaksana
Koreksi terhadap miopia dapat dilakukan diantaranya dengan :

a. Koreksi Miopia dengan Penggunaan Kacamata

Penggunaan kacamata untuk pasien miopia masih sangat penting. Meskipun banyak

pasien miopia menggunakan lensa kontak, kacamata masih dibutuhkan. Pembuatan kacamata

untuk miopia membutuhkan keahlian khusus. Bingkai kacamata haruslah cocok dengan ukuran

mata. Bingkainya juga harus memiliki ukuran lensa yang kecil untuk mengakomodasi resep

kacamata yang tinggi. penggunaan indeks material lensa yang tinggi akan mengurangi ketebalan

lensa. Semakin tinggi indeks lensa, semakin tipis lensa. Pelapis antisilau pada lensa akan

12
meningkatkan pengiriman cahaya melalui material lensa dengan indeks yang tinggi ini sehingga

membuat resolusi yang lebih tinggi.

Untuk menentukan derajat minus miopia dilakukan pemeriksaan visus mata lalu

dilanjutkan dengan pemeriksaan refraksi mata. Pada pemeriksaan refraksi mata dapat dilakukan

secara obyektif maupun subjektif. Pemeriksaan refraksi secara obyektif adalah teknik

pemeriksaan dimana pemeriksa aktif dan pasien pasif. Sementara pemeriksaan refraksi subjektif

dimana pemeriksa aktif dan pasien jug aktif.

Cara pengukuran tajam penglihatan:


- Pemeriksaan dilakukan dengan monokular (satu mata) dimulai dengan mata kanan.
- Penderita/pasien diperintahkan untuk melihat obyek pada kartu Snellen dari yang
terbesar sampai dengan yang terkecil sesuai batas kemampuannya dengan jarak antara
pasien dan kartu Snellen 5-6 meter tergantung pada kartu Snellen yang dipakai.
- Bila pasien tidak dapat melihat huruf yang terbesar (dengan visus 6/60) maka
dilakukan dengan cara finger counting yaitu menghitung jari pemeriksa pada jarak 1
meter sampai 6 meter dengan visus 1/60 sampai 6/60.
- Bila tidak dapat melihat jari dari jarak 1 meter maka dilakukan dengan cara hand
movement dengan visus 1/300. Pasien harus dapat menentukan arah gerakan tangan
pemeriksa.
- Bila dengan hand movement tidak dapat juga, dilakukan dengan cara penyinaran
dengan pen light pada mata pasien, dikenal dengan istilah Light Perception.
- Light Perception dinyatakan dengan visus 1/∞ proyeksi baik, bila pasien masih dapat
menentukan datangnya arah sinar dari berbagai arah (6 arah)
- Bila pasien tidak dapat menentukan arah datangnya sinar maka visusnya 1/∞ proyeksi
buruk.
- Pasien dinyatakan buta total (visus 0) kalau pasien tidak dapat menentukan ada atau
tidak ada sinar (No Light Perception)
- Visus pasien adalah baris terkecil yang dapat dilihat dengan benar semuanya tetapi
baris dibawahnya tidak bisa terbaca. Contoh: visus 6/18.

13
- Apabila pasien bisa melihat huruf pada baris tersebut tetapi ada yang salah,
dinyatakan dengan f, contoh dapat membaca baris 6/18 tetapi terdapat satu kesalahan,
maka visus 6/18 f1.
- Kesalahan jumlahnya tidak boleh sampai ½ dari jumlah huruf yang ada di baris
tersebut.
- Kalau jumlah kesalahan ½ atau kebih maka visusnya menjadi visus di baris di
atasnya.

Sumber dikutip dari medicastore.com

Penyebab penglihatan yang buram yang dikeluhkan oleh pasien dapat berupa
kelainan refraksi atau bukan, misalnya terdapat gangguan pada nervus optikus. Tes Pin
Hole dilakukan untuk membedakan apakah gangguan disebabkan oleh refraksi atau
bukan.

Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut :


1. Pasien diminta duduk dengan jarak yang ditentukan (umumnya 6 meter
atau 20 kaki) dari kartu pemeriksaan.
2. Tutup mata yang akan diperiksa dengan okluder Pin Hole, bila
berkacamata, pasang koreksi kacamatanya.
3. Langkah selanjutnya sama dengan pemeriksaan tajam penglihatan.

14
4. Catat sebagai tajam penglihatan pin hole.
Jika dari hasil pemeriksaan pinhole didapatkan visus maju, kemungkinan pasien
mengalami kelainan refraksi, namun jika setelah dilakukan pemeriksaan pinhole visus tidak
maju, maka kemungkinan pasien menderita kelainan organik.

Teknik pemeriksaan refraksi terdiri dari teknik pemeriksaan secara subjektif dan
objektif.

a. Pemeriksaan Refraksi Subjektif

Teknik pemeriksaan refraksi subjektif tergantung kepada respon pasien dalam


menentukan koreksi refraksi.

1) Pemeriksaan trial and error


Cara melakukan pemeriksaan trial and error pada pasien adalah sebagai berikut :
 Pasien tetap duduk pada jarak 5 atau 6 meter dari Snellen chart.
 Pada mata dipasang trial frame.
 Satu mata ditutup dengan okluder.
 Dimulai pada mata sebelah kanan terlebih dahulu
 Dipasang trial lens, tergantung dari jarak berapa pasien mulai tidak bisa
membaca Snellen chart (+/- 2, +/- 1, +/- 0.5, +/- 0.25) dan dari kejernihan
pasien melihat tulisan Snellen chart (lensa +/-)
 Pasien membaca mulai dari huruf terbesar sampai terkecil, ubah lensa sampai
huruf pada jarak 5/5 dapat dibaca dengan jelas, jika lensa negatif (-) pilih
lensa yang negatif terkecil yang dapat melihat huruf pada jarak 5/5, dan jika
lensa positif, maka di pilih positif yang terbesar yang bisa melihat huruf pada
jarak 5/5.
 Lakukan hal yang sama pada mata kiri
 Interpretasikan

b. Pemeriksaan Refraksi Objektif

15
Dilakukan dengan retinoskopi. Seberkas cahaya yang dikenal sebagai intercept,
diproyeksikan ke mata pasien untuk menghasilkan pantulan berbentuk sama, yang
disebut refleks retinoskopik di pupil. Kesejajaran antara intercept dan refleks
retinoskopik menandakan hanya ada kelainan sferis, atau terdapat kelainan silindris
tambahan dengan intercept yang bersesuaian dengan salah satu meridian utama.

1) Retinoskopi

Retinoskopi adalah teknik untuk menentukan obyektif kesalahan bias mata


(rabun dekat, rabun jauh, Silindris) dan kebutuhan untuk kacamata. Tes cepat,
mudah, akurat dan membutuhkan kerjasama minimal dari pasien.
Ketika cahaya tersebut akan dipindahkan secara vertikal dan horizontal di
mata, pemeriksa mengamati gerakan refleks merah dari retina. Pemeriksa
kemudian meletakkan lensa di depan mata sampai gerakan dinetralkan. Kekuatan
lensa yang diperlukan untuk menetralkan gerakan adalah kesalahan bias mata dan
menunjukkan kekuatan lensa yang diperlukan untuk mengoptimalkan penglihatan
dengan kacamata dan / atau lensa kontak (practical opth)

Gambar : Retinoskopi menghasilkan pantulan cahaya pada saat pemeriksaan

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada anak-anak, orang yang tidak dapat
membaca, karena tidak dibutuhkan kerjasama dengan penderita. Pemeriksaan ini
dapat dilakukan dengan cepat dan tepat, dilakukan di dalam kamar gelap. Jarak
pemeriksa dengan penderita 1 meter. Sumber cahaya terletak di atas penderita
agak kebelakang supaya muka penderita dalam keadaan gelap. Cahayanya
ditujukan pada pemeriksa yang memegang cermin, oleh cermin ini cahaya
dipantulkan kearah pupil penderita sehingga pemeriksa melalui lubang yang
terdapat di tengah-tengah cermin dapat melihat reflek fundus di pupil penderita.

16
Kemudian cermin digerak-gerakkan, perhatikan gerakan dari reflek fundus pada
mata penderita.
Arah gerak cermin sama dengan arah gerak reflek fundus didapatkan pada
hipermetrop, emetrop, myopia kurang dari 1 D. Gerak reflek fundus yang
berlawanan dengan arah gerak cermin didapatkan pada myopia lebihdari 1 D.
Selain geraknya juga perhatikan terangnya, bentuknya, dan kecepatan
gerak dari reflek fundus. Reflek yang terang, pinggirnya yang tegas dan gerak
cepat menunjukkan kelainan reflek yang ringan. Bila refleknya suram, pinggirnya
tidak tegas dan geraknya lamban, didapatkan pada kelainan refraksi yang tinggi.
Bila pinggirnya tegak, tanda ada astigmatisme. Sedangkan pada hipermetrop,
miop, atau emetrop mempunyai pinggir yang melengkung (crescentie).
Kemudian di depan mata penderita diletakkan lensa koreksinya, yang
dapat menimbulkan gerakan yang sebaliknya, pada jarak 1 meter. Untuk jarak tak
terhingga, perlu ditambahkan lagi -1 D untuk semua hasil pemeriksaan akhir .Jadi
untuk myopia menjadi bertambah kuat 1 D sedangkan pada hipermetrop
berkurang 1 D.
Contoh :

a. Kalau dengan cermin dari retinoskop didapatkan reflex yang bergerak


berlawanan dengan arah gerak cermin, jadi myopia lebihdari 1 D, dengan -
1D, masih berlawanan geraknya, juga dengan -2 D, tetapi dengan -2,5 D
timbul gerak yang berlawanan, dengan gerak yang pertama, maka koreksinya
adalah (-2,5) + (-1) = -3,5 D.

Setelah di dapatkan derajat minus dari hasil pemeriksaan, maka dipilihlah lensa

cekung berdasarkan derajat minus dan frame yang sesuai.

2.9 Intervensi Pencegahan Miopia

Kebanyakan anak-anak miopia hanya dengan miopia tingkat rendah hingga menengah,

tapi beberapa akan tumbuh secara progresif menjadi miopia tinggi. Faktor resiko terjadinya hal

17
tersebut antara lain faktor etnik, refraksi orangtua, dan tingkat progresi miopia. Pada anak-anak

tersebut, intervensi harus diperhitungkan.

Pengontrolan miopia antara lain dengan:

 Zat Sikloplegik

Berdasarkan laporan penelitian, pemberian harian atropin dan cyclopentolate mengurangi

tingkat progresi miopia pada anak-anak. Meskipun demikian, hal ini tidak sebanding dengan

ketidaknyamanan, toksisitas dan resiko yang berkaitan dengan sikloplegia kronis. Selain itu,

penambahan lensa plus ukuran tinggi (contoh: 2,50 D) diperlukan untuk melihat dekat karena

inaktivasi otot silier. Meskipun progresi melambat selama terapi, efek jangka panjang tidak

lebih dari 1-2 D.

 Lensa plus untuk melihat dekat

Efektivitas pemakaian lensa bifokus untuk mengontrol miopia pada anak-anak masih

kontroversial, beberapa penelitian tidak menunjukkan reduksi progresi miopia yang

bermakna namun ada juga penelitian yang menemukan bahwa pemakaian lensa bifokus dapat

mengontrol miopia. Ukuran adisi dekat yang efektif masih diperdebatkan.

 Lensa Kontak Rigid

Lensa kontak Rigid gas-permeable (RGP) dilaporkan efektif memperlambat tingkat progresi

miopia pada anak-anak. Pengontrolan miopia diyakini disebabkan karena perataan kornea.

Selama 3 tahun pemberian lensa kontak, ruang vitreus masih lanjut memanjang, hingga

kontrol miopia dengan RGP tidak mengurangi resiko berkembangnya sekuele miopia segmen

posterior. Bila pemakaian lensa kontak dihentikan muncul efek rebound seperti curamnya

kembali korenea (resteepening of the cornea)

18
Orthokeratology adalah fitting terprogram dengan sejumlah seri lensa kontak selama

periode beberapa minggu hingga beberapa bulan, guna meratakan kornea dan mengurangi

miopia. Kebanyakan pengurangan ini terjadi dalam 4-6 bulan. Namun, perubahan kelainan

refraksi menuju keadaan awal terjadi bila pasien berhenti memakai lensa kontak. Mekanisme

pasti pemakaian RGP untuk tujuan ini masih belum jelas.

 Bila membaca atau melakukan kerja jarak dekat secara intensif, istirahatlah tiap 30 menit.

Selama istirahat, berdirilah dan memandang ke luar jendela.

 Bila membaca, pertahankan jarak baca yang cukup dari buku.

 Pencahayaan yang cukup untuk membaca.

 Batasi waktu bila menonton televisi dan video game. Duduk 5-6 kaki dari televisi.

 Jenis-jenis intervensi lain seperti pemakaian vitamin, obat penurun tekanan bola mata, teknik

relaksasi mata, akupunktur. Namun, efektivitasnya belum teruji dalam penelitian.

2.10 Komplikasi

Komplikasi miopia adalah :

1. Ablasio retina

Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D – (-4,75) D sekitar 1/6662. Sedangkan

pada (-5)D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi

1/148. Dengan kata lain penambahan faktor risiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan

miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.

2. Vitreal Liquefaction dan Detachment

Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98% air dan 2% serat

kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini

19
akan meningkat pada penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan denga hilangnya struktur

normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters).

Pada keadaan lanjut, dapat terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan

retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan menyebabkan kerusakan

retina. Vitreus detachment pada miopia tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi

akibat memanjangnya bola mata.

3. Miopik makulopati

Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada

mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang. Dapat juga terjadi

perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan pandang. Miop

vaskular koroid/degenerasi makular miopic juga merupakan konsekuensi dari degenerasi

makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah

sentral retina.

4. Glaukoma

Risiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang 4,2%,

dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stress akomodasi dan

konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula.

5. Katarak

Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada orang dengan miopia

onset katarak muncul lebih cepat.

2.11 Prognosis

20
Diagnosis awal pada penderita miopia adalah sangat penting karena seorang anak yang

sudah positif miopia tidak mungkin dapat melihat dengan baik dalam jarak jauh.

BAB III

PENUTUP

21
3.1 Kesimpulan

Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang

berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan

retina atau bintik kuning, dimana sistem akomodasi berkurang. Miopia, dibagi menjadi 4, yaitu

miopia axial, miopia kurvatura, perubahan index refraksi dan perubahan posisi lensa.

Gejala umum miopia adalah mata kabur bila melihat jauh, sering sakit kepala,

menyipitkan mata bila melihat jauh (squinting / narrowing lids) dan lebih menyukai pekerjaan

yang membutuhkan penglihatan dekat disbanding pekerjaan yang memerlukan penglihatan jauh.

Tatalaksana dari miopia adalah koreksi refraksi terhadap miopia, dengan cara memakai

kacamata dan lensa kontak sferis minus pada pasien.

DAFTAR PUSTAKA

22
1. Sativa Oriza, 2003. Tekanan Intraokular Pada Penderita Myopia Ringan Dan Sedang.

Bagian Ilmu Penyakit Mata Universitas Sumatra Utara. Penerbit FKUSU.Medan

2. American Optometric Association. Care of the Patient with Miopia. Diakses dari

http://www.aoa.org. Oktober 2008

3. Ilyas Sidarta, 2005. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia,

Penerbit FKUI, Jakarta.

4. Medicastore. Kelainan Refraksi. Diakses dari medicastore.

5. Vaughan, DG. Asbury, T. Neurooftalmogy. Oftalmologi Umum edisi 14. 2000; 389-406

6. Ilyas, HS. 2003.Dasar-dasar Pemeriksaan mata dan penyakit mata, Cetakan I. Balai

Penerbit FKUI, Jakarta.

7. Ilyas, HS. 2002. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran

Edisi Dua, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia tahun 2002. Jakarta : Sagung

Seto.

8. Fredrick DR. Miopia. BMJ 2002;324;1195-1199. Diakses dari http :

//bmj.com/cgi/content/full/324/7347/1195 September 2006.

23

Anda mungkin juga menyukai