Anda di halaman 1dari 18

BAB I

KONSEP DASAR
1.1 Pengertian miopia
1. Mata disebut sebagai mata pelihat dekat, ini disebabkan susunan lensa terlalu kuat
membiaskan sinar atau karena bola mata terlalu lonjong (Ilyas, 2003).
2. Mata miopia disebut pelihat dekat penderita miopia dapat melihat benda dekat dengan
sangat jelas,sedangkan untuk benda yang terletak jauh tidak difokuskan (Guyton, 2000)
3. Miopi adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk kemata jatuh di
depan retina pada mata yang istirahat ( tanpa akomodasi) gambaran kelainan
pemokusanan cahaya didepan retina. (Yayan A.Israr, 2010)
4. Miopi adalah suatu kelainan refraksi di mana cahaya peralet yang memasuki mata secara
keseluruhan dibawa menuju focus didepan retina. Miopia, yang umumnya disebut
sebagai kabur jauh / terang dekat (Syafa, 2010).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa miopi adalah : kelainan refraksi mata dimana sinar
sejajar / cahaya peralet yang memasuki mata secara keseluruhan terfokuskan didepan retina.atau
bisa disebut juga rabun jauh.
2.2 Tanda dan Gejala Miopia
Pasien miopi mempunyai pangtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat jelas) yang
dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan
keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka penderita akan telihat
juling ke dalam atau esotropia (Ilyas, 2003).
Gejala miopi terbagi menjadi dua yaitu :
a.

Gejala subjektif :
1. Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita miopia
hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan pengglihatan jauh akan
kabur.
2. Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari miopinya dapat
disembuhkan.
3. Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk mendapatkan
efek pinhole agar dapat melihat dengan lebih jelas.
1

4. Penderita miopia biasanya suka membaca dekat, sebab mudah melakukannya tanpa usaha
(Slone, 1979).
b.

Gejala objektif :
1. Miopi simplex :
2. Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relatif lebar.
Kadang-kadang bola mata ditemukan agak menonjol.
3. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai
kresen miopi yang ringan disekitar papil saraf optik.
4. Miopi Patologi : Gambaran pada segmen anterior serupa dengan miopi simple.
1) Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa kalainan-kelainan pada :
a.
b.
c.
d.
e.

Korpus vitreum
Papiler saraf optic
Makula
Retina terutama pada bagian temporal
Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.

2.3 Etiologi
1. Jarak terlalu dekat membaca buku, menonton televisi, bermain videogames, main
komputer, main ponsel, dan lain-lain. Mata yang dipaksakan dapat merusak mata. Pelajari
jarak aman aktivitas mata kita agar selalu terjaga kenormalannya.
2. Terlalu lama beraktifitas pada jarak pandang yang sama seperti bekerja di depan
komputer, di depan layar monitor, di depan mesin, di depan berkas, dan lain-lain. Mata
butuh istirahat yang teratur dan sering agar tidak terus berkontraksi yang monoton.
3. Tinggal di tempat yang sempit penuh sesak karena mata kurang berkontraksi melihat
yang jauh-jauh sehingga otot mata jadi tidak normal. Atur sedemikian rupa ruang rumah
kita agar kita selalu bisa melihat jarak pandang yang jauh.
4. Kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan mata kita seperti membaca sambil
tidur-tiduran, membaca di tempat yang gelap, membaca di bawah sinar matahari langsung
yang silau, menatap sumber cahaya terang langsung, dan lain sebagainya.
5. Terlalu lama mata berada di balik media transparan yang tidak cocok untuk mata dapat
mengganggu kesehatan mata seperti sering kelamaan memakai helm, lama memakai
kacamata yang tidak sesuai dengan mata normal kita, dan sebagainya.
6. Kekurangan gizi yang dibutuhkan mata juga bisa memperlemah mata sehingga kurang
mampu bekerja keras dan mudah untuk terkena rabun jika mata bekerja terlalu diporsir.
Vitamin A, betakaroten, ekstrak billberry, alpukat, dan lain sebagainya bagus untuk mata
2

2.4 Patofiologi
Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan pada myopia patologi masih belum diketahui.
Sama halnya terhadap hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti degenerasi
chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan rekannya, tentang penilaian
perkembangan mata anak ayam yang di dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular
meluas ke rongga mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang
berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada mata manusia, dan tidak
ada bukti yang menentangnya maka dapat pula disimpulkan dua mekanisme patogenesa terhadap
elongasi berlebihan pada miopi.
Menurut perjalanan miopi dikenal bentuk:
1. Miopi stasioner, miopi yang menetap setelah dewasa
2. Miopi progresif, miopi yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya
bola mata.
3. Miopi degenertif atau miopi maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai
kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum
yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi karioretina. Atrofi retina berjalan
kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi rupture membran Bruch
yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada miopi
dapat terjadi bercak Fuch berupa biperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi lapis sensoris
retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik (Sidarta, 2005).

WOC MIOPI

Bola mata panjang

pembiasan atau refraksi mata terlalu kuat


Lensa mata terlalu cembung

Cahaya masuk melewati


didepan retina

Risiko cidera b/d


keterbatasan
penglihatan
Ggn.persepsi
sensori b/d
perubahan
kemampuan
memfokuskan sinar

Cahaya difokuskan tidak


tepat diretina
Pandangan kabur melihat
Menyusutnya
korpus vitreus

Penurunan penglihatan

korpus vitroum
menarik
sebagian retina

Menimbulka
n robekan/
lubang

Lensa berakomodasi
terus menerus
Kelelahan otot mata

Nyeri

2.5 Penatalaksanaan miopia


1) Penatalaksanaan Non farmakologi :
a.Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk mengobati gejalagejala visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu keratotology kontak lensa yang digunakan
adalah adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk pemerataan kornea yang berfungsi untuk
mengurangi miopia.
b. Latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi Para pelaksana dan penganjur terapi alternatif ini
sering merekomendasikan latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan
4

(pencegahan). Akan tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan dan
para praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada beberapa subjek.
Dari peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti (fakta) ilmiah yang
menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah pengobatan myopia yang efektif.
c. Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (LASIK) atau operasi lasik
mata, yang telah populer dan banyak digunakan para ahli bedah untuk mengobati miopia. Dalam
prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan dirubahnya tingkat miopia dengan
menggunakan sebuah laser. Selain lasik digunakan juga terapi lain yaitu Photorefractive
Keratotomy (PRK) untuk jangka pendek, tetapi ini menggunakan konsep yang sama yaitu
dengan pergantian kembali kornea mata tetapi menggunakan prosedur yang berbeda. Selain itu
ada juga pengobatan yang dilakukan tanpa operasi yaitu orthokeratologi dan pemotongan
jaringan kornea mata. Orang-orang dengan miopia rendah akan lebih baik bila menggunakan
teknik ini. Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur dan pergantian
sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahan-bahan plastik
yang ditanamkan ke dalam kornea mata untuk mengganti kornea yang rusak( Lee dan Bailey,
www.allaboutvision.com/conditions/myopia.Htm,2006).
2) Penatalaksanaan Farmakologi:
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi
kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak digunakan ada penderita
myopia (www.allaboutvision.com/conditions/myopia.Htm,2006)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto fundus / retina
b. Pemeriksaan lapang pandang / campimetri / perimetri
c. Pemeriksaan kwalitas retina ( E.R.G = electro retino gram)
d. Pemeriksaan kelainan otak / brain berkaitan dengan kelainan mata ( E.E.G = electro ence
falogram
f. EVP (evoked potential examination)
g. USG ( ultra sono grafi ) bola mata dan keliling organ mata missal pada tumor,panjang bola
mata , kekentalan benda kaca (vitreous)

h. Retinometri ( maksimal kemungkinan tajam penglihatan mata yang tersisa)


i. CT scan dengan kontras / MRI. VI. Penatalaksanaan.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI PADA MIOPI


1. PENGKAJIAN
A. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan,
pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan identitas penanggung
jawab klien.
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Klien mengatakan pandangannya kabur pada jarak jauh dan jelas pada jarak dekat.
6

2. Riwayat Penyakit sekarang


Klien datang ke RS dengan keluhan pandangan kabur pada jarak jauh dan jelas pada jarak
dekat, klien mengatakan padangan kabur setiap saat.
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan, sebelumnya belum pernah mengalami hal seperti ini.
4. Riwayat Penyakit keluarga
Klien mengatakan ibu klien mengalami hal yang sama seperti yang dialami klien.
5. Riwayat Kebiasaan
Klien mengatakan sering membaca buku dengan jarak yang sangat dekat dan dalam
keadaan tidak terlalu terang.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. kelopak mata,harus terletak merata pada kelopak mata
2. buku mata,posisi dan distribusinya
3. sistem lakerimal,struktur dan fungsi pembentukan dan drainase air mata
4. pemeriksaan mata anterior,sklera dan konjungtiva bulbaris di inspeksi secara bersama.
5.pemeriksaan kornea
2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan
2. Kecemasan berhubungan dengan dilik mata yang dalam pupil yang relatif lebar. bola
mata ditemukan agak menonjol.
3. Nyeri akut
N
O
1

DIAGNOSA

NOC

Diagnosa:

NIC

Risk Kontrol
Environment

Risiko Injury (cidera)


Definisi : Beresiko

Kli

mengalami cedera sebagai

en terbebas dari

akibat kondisi lingkungan

cedera

yang berinteraksi dengan

Kli

umber adaptif dan sumber

en mampu menjelask

defensif individu.

an cara/metode untuk

Faktor-faktor risiko :

mencegah

Eksternal

injury/cedera

Fisik (contoh :

(Manajemen lingkungan)

Sediakan lingkungan
yang aman untuk pasien

Identifikasi kebutuhan
keamanan pasien,

Kli
7

Management

dengan
fisik dan fungsi

sesuai
kondisi

rancangan struktur dan

en mampu menjelask

arahan masyarakat,

an factor risiko dari

bangunan dan atau

lingkungan/perilaku

perlengkapan; mode

personal

transpor atau cara

kognitif pasien dan


riwayat penyakit
terdahulu pasien

Menghindarkan lingku

perpindahan; Manusia

ampumemodifikasi

atau penyedia

ngan yang berbahaya (mis

gaya hidup untuk

pelayanan)

alnya

mencegah injury

memindahkan perabotan)

Biologikal ( contoh

: tingkat imunisasi

enggunakan

dalam masyarakat,

kesehatan yang ada

fasilitas

Memasang side rail


tempat tidur

mikroorganisme)

Kimia (obat-

Menyediakan

tempat

obatan:agen farmasi,

ampu mengenali

tidur yang nyaman dan

alkohol, kafein,

perubahan status

bersih

nikotin, bahan

kesehatan

Menempatkan saklar

pengawet, kosmetik;

lampu

nutrien: vitamin, jenis

mudah dijangkau pasien.

ditempat

yang

makanan; racun;

polutan)

pengunjung

Internal

Psikolgik (orientasi

afektif)

Mal nutrisi

Bentuk darah

Membatasi

Memberikan
penerangan yang cukup

abnormal, contoh :

Menganjurkan keluarg
a untuk menemani pasien.

leukositosis/leukopeni

Mengontrol lingkunga
n dari kebisingan

Perubahan faktor
pembekuan,

Memindahkan barang-

Trombositopeni

Sickle cell

Thalassemia,

Penurunan Hb,

Imun-autoimum

barang yang dapat


membahayakan
Berikan penjelasan
pada pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab
penyakit.

tidak berfungsi.

Biokimia, fungsi
regulasi (contoh :
tidak berfungsinya
sensoris)

Disfugsi gabungan

Disfungsi efektor

Hipoksia jaringan

Perkembangan usia
(fisiologik,
psikososial)

Fisik (contoh :
kerusakan kulit/tidak
utuh, berhubungan
dengan mobilitas)

Diagnosa Kecemasan berh


A

ubungan dengan

Anxiety control

Anxiety Reduction
(penurunan kecemasan)

dilik mata yang dalam


pupil yang relatif lebar.

Kriteria Hasil :

Gunakan pendekatan yang

menenangkan
Nyatakan dengan jelas

bola mata ditemukan agak


menonjol.
Definisi :

Klien mampu
mengidentifikasi dan

harapan terhadap pelaku

mengungkapkan

pasien

Perasaan gelisah yang tak


jelas dari

gejala cemas
Mengidentifikasi,

ketidaknyamanan atau

mengungkapkan dan

ketakutan yang disertai

menunjukkan tehnik

respon autonom (sumner

untuk mengontol

tidak spesifik atau tidak

cemas
Vital sign dalam

batas normal
Postur tubuh,

diketahui oleh individu);


perasaan keprihatinan
disebabkan dari antisipasi

ekspresi wajah,

terhadap bahaya. Sinyal ini

bahasa tubuh dan

merupakan peringatan

tingkat aktivitas

adanya ancaman yang

menunjukkan

akan datang dan

berkurangnya

memungkinkan individu

kecemasan

untuk mengambil langkah


untuk menyetujui terhadap

dan apa yang dirasakan

selama prosedur
Temani pasien untuk
memberikan keamanan

dan mengurangi takut


Berikan informasi faktual
mengenai diagnosis,

tindakan prognosis
Dorong keluarga untuk

menemani anak
Lakukan back / neck rub
Dengarkan dengan penuh

perhatian
Identifikasi tingkat

kecemasan
Bantu pasien mengenal
situasi yang menimbulkan

tindakan
Ditandai dengan:

kecemasan
Dorong pasien untuk

Gelisah

mengungkapkan perasaan,

Insomnia
Resah
Ketakutan
Sedih
Fokus pada diri
Kekhawatiran

ketakutan, persepsi
Instruksikan pasien

Jelaskan semua prosedur

menggunakan teknik

mengurangi kecemasan

Cemas

Diagnosa : Nyeri Akut

relaksasi
Barikan obat untuk

Control Nyeri
Laporan nyeri : 4
10

Manajemen Nyeri

Definisi : Pengalaman
sensori dan
emosional yg tidak
menyenangkan yg
muncul akibat
kerusakan jaringan
yg aktual/potensial
atau digambarkan
dalam hal kerusakan
sedemikian rupa
(International
Association for the
study of Pain) ;Awitan
yang tiba-tiba atau
lambat dari
intensitas ringan
hingga berat dengan
akhir yang dapat di
antisipasi atau di
prediksi dan
berlangsung <6
bulan
Definisi Karakteristik :
Perubahan

Panjang episode

nyeri : 5
Gesekan yang

mempengaruhi : 4
Mengerang dan

menangis : 5
Ekspresi wajah : 5
Kurang istirahat : 4
Pergerakan tidak

teratur : 4
Iritabilitas : 5
Meringis : 5
Merobek : 4
Diaphoresis : 5
Mondar - mandir : 5
Mempersempit

focus : 5
Ketegangan otot : 5
Kurang nutrisi : 4
Mual : 5
Menolak makanan :

5
Laju pernafasan : 5
Denyut apical

tekanan darah
Perubahan

jantung : 5
Denyut nadi radial :

frekuensi

5
Tekanan darah : 5

selera makan
Perubahan

jantung
Perubahan

Keringat : 5

frekuensi

pernapasan
Laporan isyarat
Diaforesis
Perilaku
distraksi (mis,

11

Lakukan pengkajian
yang komprehensif
tenteng nyeri,
termasuk lokasi,
karakteristik, onset /
durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas,
atau beratnya nyeri
dan factor presipitasi.
Amati perlakuan non
verbal yang
menunjukkan
ketidaknyamanan,
khusunya
ketidakmampuan
komunikasi efektif.
Pastikan masien
menerima alagesic
yang tepat.
Gunakan strategi
komunikasi terapeutik
yang dapat diterima
tentang pengalaman
nyeri dan merasa
menerima respon
pasien terhadap nyeri.
Pertimbangkan
pengaruh budaya
terhadap respon nyeri.
Identifikasi dampak
pengalaman nyeri
terhadap kualitas
kenyamanan hidup.
Eveluasi pasca
mengalami nyeri
termasuk riwayat
individu dan keluarga
mengalami nyeri
kronik atau
menimbulkan

berjalan
mondar-

mandir,
mencari orang
lain dan/
aktifitas lain,
aktifitas yang

berulang)
Mengekspresik
an perilaku
(mis, gelisah,
merengek,
menangis,
waspada,
iritabilitas,

mendesah)
Masker wajah
(mis, mata
kurang
bercahaya,
tampak kacau,
gerakan mata
berpencar,
atau tetap
pada satu
fokus,

meringis)
Sikap
melindungi

area nyeri
Fokus
menyempit
12

ketidakmampuan,
sesuai keperluan.
Eveluasi bersama klien
dan tim pelayanan
kesehatan, keefektifan
pengukuran control
pasca nyeri yang

(mis, gangguan
persepsi nyeri,
hambatan
proses berfikir,
penurunan
interaksi
dengan orang
dan

lingkungan)
Indikasi nyeri
yang dapat

diamati
Perubahan
posisi untuk
menghindari

nyeri
Sikap tubuh

melindungi
Dilatasi pupil

Faktor yang
berhubungan :
Agen Cidera (mis,
Biologis, zat kimia,
fisik, psikologis)

3.Pemeriksaan Diagnostik
13

Kartu snellen mesin telebinokuler (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan):
mungkin terganggu dengan kerusakan kornea lensa aquous atau vitreus humor, kesalahan
refraksi atau penyakit syaraf atau penglihatan keretina atau jalan optik.
a.
1)
2)
3)
b.
1)
2)
3)
4)

Alat :
Kartu Snellen.
Bingkai percobaan.
Sebuah set lensa coba.
Teknik:
Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
Pada mata dipasang bingkai percobaan.
Satu mata ditutup.
Minta penderita untuk membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar sampai pada huruf

terkecil yang masih bisa terbaca.


5) Lensa negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan jika tajam penglihatan menjadi lebih baik
ditambah kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat membaca huruf yang paling terkecil dari
kartu Snellen tersebut.
6) Lakukan kembali pada mata yang sebelahnya.
4. Intervensi dan Implementasi
a. Koreksi mata miopi dengan memakai lensa minus atau negatif ukuran teringan yang sesuai
Tujuan: untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata.
b. Anjurkan agar klien cukup istirahat dan tidak melakukan aktifitas membaca terus menerus.
Tujuan: Mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkurang.
5. Evaluasi
Subjektif : klien mengatakan bisa melihat jelas dengan memakai lensa negatif skala 0,50.
Objektif : Klien membaca buku dengan jarak yang pas (30 cm)

14

RESUME JURNAL ( HUBUNGAN AKTIVITAS BERMAIN VIDEO GAME DENGAN


SCHOOLMYOPIA PADA SISWA-SISWI SD ASY SYIFA 1 BANDUNG )
Griffiths (dalamBroto,2006) mengemukakan bahwa anak-anak mulai tertarik pada video
game pada usia sekitar tujuh tahun; sepertiga anak usia awal belasan tahun bermain video game
setiap hari, dan 7% dari mereka bermain video game paling sedikit 30 jam per minggu. Artinya,
mereka dapat bermain game, duduk di depan layar computer dengan mata terbuka, lebih dari
empat jam setiap harinya. Dengan bermain game selama itu maka anak tersebut kemungkinan
beresiko mengalami kelainan refraksi pada mata, terutama rabun jauh (myopia) akibat aktivitas
berjarak pandang dekat tersebut.
Menurut Damayanti,B. (2010),myopiaatau yang dikenal dengan sebutan mata minus
adalah kondisi organ bola mata lebih panjang dari ukuran normal sehingg abayangan sinar tidak
sampai tepat di pusat penglihatan (makula), melainkan jatuh di depan makula (vitreus).
Berdasarkan onset atau waktu timbulnya, myopia dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu:
congenital myopia, school myopia, dan adult onset myopia. Khusus pada school myopia ,dimana
kondisi minus timbul dimasa kanak-kanak, factor lingkungan (aktivitas-aktivitas dengan jarak
pandang dekat, diantaranya main game di komputer) berperan lebih besar dalam menyebabkan
mata minus disbanding factor genetik (Damayanti, B., 2010).
Berkaitan dengan myopia di Asia, Lam and Goh (1991) menemukan bahwa dari 383 anak
sekolah dari usia 6 sampai 17 tahun, prevalensi myopia bertambah dari30% padausia 6-7 tahun,
menjadi 70% pada usia 16-17 tahun. Saw (1996) mengungkapkan adanya peningkatan prevalensi
myopia seiring dengan peningkatan umur, dari 4% dari umur 6 tahun sampai 40% pada umur 12
tahun. Lebih dari 70%dari umur 17 tahun dan lebih dari 75% pada umur 18 tahun. Di Indonesia,
dari seluruh kelompok umur (berdasarkan sensus penduduk tahun 1990), kelainan
refraksi(12,9%) merupakan penyebab low vision/penglihatan terbatas kedua setelah katarak
(61,3%) (Saw, 2003).

15

TREND PERKEMBANGAN ISU DILEMA ETIK MIOPI


( ORANG BERPENDIDIKAN TINGGI CENDERUNG RABUN JAUH )

MINGGU, 11 JANUARI 2015 | 08:25 WIB


TEMPO.CO, San Franscisco - Jenjang pendidikan dan lamanya durasi bersekolah punya
pengaruh kuat terhadap tingkat kerusakan penglihatan. Para peneliti dari Jerman membuktikan
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka resiko terkena miopi atau rabun jauh juga
semakin besar.
Laporan riset peneliti dari University Medical Center, Mainz, Jerman, yang dimuat dalam
jurnal Ophthalmology, menunjukkan faktor lingkungan mengalahkan genetika dalam
perkembangan kasus rabun jauh. Saat ini banyak orang menderita rabun jauh yang menjadi isu
kesehatan dan ekonomi global. Kasus rabun jauh parah merupakan penyebab cacat penglihatan
yang dihubungkan dengan kerusakan retina, katarak prematur, dan glaukoma.
Di Amerika Serikat, sekitar 42 persen populasi menderita rabun jauh. Sementara di
negara-negara maju di Asia, penderita rabun jauh mencapai 80 persen dari populasi. Tingginya
angka penderita rabun jauh menunjukkan lingkungan sangat berpengaruh. Faktor lingkungan
yang kerap dihubungkan dengan kasus miopi, antara lain bekerja atau membaca menggunakan
komputer, aktivitas luar ruangan, area tempat tinggal, dan pendidikan.
Cara jitu untuk mencegah rabun jauh adalah lebih banyak beraktivitas di luar ruangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, pengamatan terhadap para pelajar muda di Denmark dan Asia
menunjukkan lebih banyak beraktivitas di luar ruangan dan terkena sinar matahari memperkecil
resiko terkena rabun jauh. "Para pelajar beresiko tinggi terkena rabun jauh, jadi untuk
mencegahnya lebih baik mendorong mereka untuk menghabiskan waktu lebih banyak di luar
ruangan," kata Alireza Mirshahi, peneliti yang memimpin penulisan laporan studi tersebut.
Dalam studi yang melibatkan 4.658 penderita rabun jauh berusia 35-74 tahun di Jerman,
peneliti menemukan tingginya kasus miopi berbanding lurus dengan jenjang pendidikan. Sekitar
24 partisipan yang tidak mengenyam pendidikan sekolah menengah atas atau pelatihan apa pun
menderita rabun jauh. Ada 35 persen dari partisipan yang lulus SMA atau sekolah kejuruan yang
rabun jauh. Sementara 53 persen lulusan universitas menderita miopi.
16

Di luar tingkat pendidikan yang diselesaikan, peneliti juga menemukan bahwa orang
yang lebih lama bersekolah cenderung menderita rabun jauh. Peneliti juga memeriksa 45
penanda genetik yang bisa menyebabkan rabun jauh. Namun, bila dibandingkan dengan faktor
genetik, rabun jauh lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.

17

DAFTAR PUSTAKA
American Optometric Association.(2000). Care of the Patient with Miopia,
http://nasrulbintang.wordpress.com/definisi-miopia-astigmat-hipermetropy-danpresbiopy/
Hartono. (2007). Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Gama Press.
Ilyas Sidarta, (2005). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta. Fakultas Kedokteran Indonesia,
Jakarta.
Ilyas, HS. (2003). Dasar-dasar Pemeriksaan mata dan penyakit mata, Cetakan I. Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Ilyas, HS. (2002). Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran
Edisi Dua, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia tahun 2002, Sagung Seto,
Jakarta.
Machfoedz, I, (2007).

Statistik Deskriptif Bidang kesehatan, Keperawatan dan

Kebidanan (Biostatistik). Fitramaya. Jakarta.


Mira Delima. A, Bagian Ilmu Kesehatan Mata, RSUD Panembahan Senopati,
Kab.Bantul, Yogyakarta.
Nursing ( 2011 ) Memahami Berbangai Macam Penyakit. Jurnal Nursing, Jakarta.
Nasru Bintang, (2009). Miopia. http/nasrulbintang.wordpress.com/defenisi-miopia,
diakses tanggal 20 april 2011.
Sativa Oriza, (2003). Tekanan Intraokular Pada Penderita Myopia Ringan Dan Sedang.
Bagian Ilmu Penyakit Mata Universitas Sumatra Utara. Diakses dari e-medicine.
Oktober 2008

18

Anda mungkin juga menyukai