A. DEFINISI
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) bukan satu penyakit tunggal namun
merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan penyakit paru-paru
kronis yang menyebabkan keterbatasan aliran udara di paru-paru dengan adanya
gejala sesak napas, atau kebutuhan akan udara, produksi sputum berlebihan, dan
batuk kronis. (WHO, 2012)
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ atau sel. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi
yaitu saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah, dan paru. (Hidayat, 2006)
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energy, dan air. Akan tetapi
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak
yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel. (Mubarak, 2007)
B. TUJUAN PEMBERIAN
Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dilakukan dengan pemberian oksigen
dengan menggunakan kanula dan masker, fisioterapi dada, dan cara penghisapan
lendir (suction)
Tujuan :
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi,
kardiovaskuler, dan keadaan hematologi.
C. ANATOMI FISIOLOGIS
Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan menurut (Ardiansyah, 2012) adalah sebagai
berikut:
a. Anatomi Sistem Pernapasan
1) Saluran pernapasan bagian atas (upper respiratory airway)
Secara umum, fungsi utama dari saluran pernapasan atas adalah sebagai
saluran udara (air conduction) menuju saluran pernapasan bagian bawah untuk
pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran pernapasan bagian bawah dari
benda asing, dan sebagai penghangat, penyaring, serta pelembab (warning
filtration and humidification) dari udara yang dihirup hidung. Saluran
pernapasan bagian atas terdiri dari organ-organ sebagai berikut:
a) Hidung (Cavum Nasalis)
Rongga hidung dilapisi sejenis selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan lapisan faring dan selaput
lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
b) Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.
Nama sinus paranasalis sendiri disesuaikan dengan nama tulang dimana
organ itu berada. Organ ini terdiri atas sinus frontalis, sinus etmoidalis,
sinus spenoidalis dan sinus maksilaris. Fungsi dari sinus adalah untuk
membantu menghangatkan dan melembabkan udara, meringankan berat
tulang tengkorak, serta mengatur bunyi suara manusia dengan ruang
resonansi.
c) Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya esofagus, pada ketinggian tulang rawan krikoid. Oleh
karena itu, letak faring di belakang laring (larynx-pharyngeal).
d) Laring (Tenggorokan)
Laring terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan faring
dari columna vertebrata. Laring merentang sampai bagian atas vertebrata
servicals dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas
kepingan tulang rawan yang diikat/disatukan oleh ligamen dan membran.
2) Saluran pernapasan bagian bawah (lower airway)
saluran pernapasan terbagi menjadi dua komponen. Pertama,saluran
udara kondusif atau yang sering disebut sebagai percabangan dari
tracheobronkialis terdiri atas trachea, bronchi dan bronchioli. Kedua, saluran
respiratorius terminal (kadang disebut dengan acini) yang merupakan saluran
udara konduktif dengan fungsi utamanya sebagai penyalur (konduksi) gas
masuk dan keluar dari satuan respiratorius terminal yang merupakan tempat
pertukaran gas yang sesungguhnya. Alveoli sendiri merupakan bagian dari
satuan respiratorius terminal.
a) Trakea Trakea atau batang tenggorokan
memiliki panjang kira-kira 9 cm. Organ ini merentang laring sampai kira-
kira di bagian atas vertebrata torakalis kelima. Dari tempat ini, trakea
bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea tersusun atas 16-20
lingkaran tak lengkap, berupa cincin-cincin tulang rawan yang disatukan
bersama oleh jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran di sebelah
belakang trakea. Selain itu, trakea juga memuat beberapa jaringan otot.
b) Bronkus dan Bronkheoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi
oleh sejenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, yang disebut bronkus lobus
bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,
serta merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah
menjadi beberapa cabang menuju ke lobus atas dan bawah. Cabang utama
bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini merentang terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkeolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara). Seluruh saluran udara bawah sampai tingkat
bronkeolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena berfungsi
sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas.
c) Alveolus Alveolus (tempat pertukaran gas sinus)
terdiri dari bronkeolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Alveolus adalah kantong
berdinding tipis yang mengandung udara. Melalui seluruh dinding inilah
terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengandung sekitar 300 juta alveoli.
Alveolus yang melapisi rongga toraks dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
d) Paru-paru
Paru-paru merupakan tempat pertukaran gas. Paru kanan dibagi menjadi
tiga lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Sedangkan
paru kiri dibagi menjadi dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastis yang mengandung pembuluh
limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, saccus alveolar,
dan alveoli.
e) Thoraks, diafragma, dan pleura.
Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan pembuluh
darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga costa. Pada bagian atas
toraks di daerah leher, terdapat dua otot tambahan untuk proses inspirasi,
yaitu scaluneus dan sternocleidomastoideus. Otot sclaneus menaikkan
tulang iga pertama dan kedua selama inspirasi untuk memperluas rongga
dada atas dan menstabilkan dinding dada. Otot sternocleidomastoideus
berfungsi untuk mengangkat sternum. Otot parasternal, trapezius, dan
pektoralis juga merupakan otot inspirasi tambahan yang berguna untuk
meningkatkan kerja napas. Di antara tulang iga terdapat otot interkostal.
Otot interkostal eksternum adalah otot yang menggerakkan tulang iga ke
atas dan ke depan, sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior
dari dinding dada. Diafragma terletak di bawah rongga toraks. Pada
keadaan relaksasi, diafragma ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan
otot diafragma (nervus frenikus) terdapat pada tulang belakang (spinal
cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu, jika terjadi kecelakaan pada
saraf C3, maka hal ini dapat menyebabkan gangguan ventilasi. Pleura
merupakan membran serosa yang menyelimuti paru. Terdapat dua macam
pleura yaitu pleura parietal yang melapisi rongga toraks dan pleura viseral
yang menutupi setiap paru-paru. Di antara kedua pleura tersebut terdapat
cairan pleura yang menyerupai selaput tipis yang memungkinkan kedua
permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, sekaligus
mencegah pemisahan toraks dan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura
lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps
paru.
b. Fisiologi sistem pernapasan
Proses fisiologi pernapasan di mana oksigen dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan-jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara (ekspirasi), dapat dibagi
menjadi dua tahapan (stadium), yaitu stadium pertama dan stadium kedua.
(Ardiansyah, 2012) Stadium pertama ditandai dengan fase ventilasi, yaitu
masuknya campuran gas-gas kedalam dan ke luar paru-paru. Mekanisme ini
dimungkinkan karena ada selisih tekanan antar atmosfer dan alveolus, akibat
kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua terdiri dari beberapa aspek, yaitu:
1. Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respires eksternal) serta
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
2. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyusuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus
3. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau respirasi
internal merupakan stadium akhir dari respirasi, di mana oksigen dioksida
untuk mendapatkan energi dan CO2 terbentuk sebagai sampah dari proses
metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
4. Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernafasan yang mencakup proses
difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang
dari 0,5 mm). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini diperoleh dari
selisih tekanan parsial antar darah dan fase gas.
5. Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-
paru yang membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan
perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi
dari unit pulmonary yang sudah sesuai dengan orang normal pada posisi tegak
dan keadaan istirahat, maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang, keculi
pada apeks paru-paru.
D. KLASIFIKASI
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi di dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan, yaitu
ventilasi, difusi, dan transportasi.
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi
tempat, maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya,
semakin rendah, maka tempat tekanan udara semakin tinggi.
b. Adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspansi atau kembang kempis.
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kcrjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf
otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi
schingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
mcnycbabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau
proses penyempitan.
d. Adanya refleks batuk dan muntah.
e. Adanya peran mukus siliaris sebagai penangkal benda asing yang
mengandung interveron dan dapat rnengikat virus. Pengaruh proses ventilasi
selanjutnya adalah complience recoil. Complience yaitu kemampuan paru
untuk mengembang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu adanya
surfaktan pada lapisan alveoli vang berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan dan adanva sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps
dan gangguan toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli,
dan disekresi saat pasien menarik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan
untuk mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru.
Apabila complience baik akan tetapi recoil terganggu maka CO2 tidak dapat
di keluarkan secara maksimal. Pusat pernapasan yaitu medulla oblongata dan
pons dapat memengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan
merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2, dalam batas 60 mmHg dapat
dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila paCO, kurang dari sama
dengan 80 mmHg maka dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler
paru dan CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Luasnya permukaan paru.
b. Tebal membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial keduanya ini dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagaimana O2,
dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2, dalam rongga
alveoli lebih tinggi dari tekanan O2, da1am darah vena pulmonalis, (masuk
dalam darah secara berdifusi) dan paCOJ dalam arteri pulmonalis juga akan
berdifusi ke dalam alveoli.
d. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, akan
berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma
(3%), sedangkan C02 akan berikatan dengan Hb membentuk
karbominohemoglobin (30%), dan larut dalam plasma (50%), dan sebagian
menjadi HC03 berada pada darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya:
a. Kardiac output
Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah, normalnya 5 liter per
menit. Dalam kooondisi patologi yang dapat menurunkan cardiac output
(misal pada kerusakan otot jantung, kehilangan darah) akan mengurangi
jumlah oksigen yang dikirm ke jaringan. Umumnya, jantung mengkompensasi
dengan menambahkan rata-rata pemompaannya untuk meningkatkan transport
oksigen.
b. Kondisi pembuluh darah, latihan, dan lain-lain.
Secara langsung berpengaruh terhadap transpot oksigen. Bertambahnya
latihan menyebabkan peningkatan transport O2 ( 20 x kondisi normal ),
meningkatkan cardiac uotput dan penggunaan O2 oleh sel.
H. PATOFISIOLOGI
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, disfungsi dan transport.
Proses ventilasi merupakan proses penghantaran jumplah oksigen yang masuk dan
keluar dari dan ke paru-paru, apabila pada proses ventilasi ini terdapat obstruksi maka
oksigen tidak dapat tersalurkan dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon
oleh jalan nafas sebagai benda asing yang kemudian akan menimbulkan pengeluaran
mucus. Proses difusi merupakan proses pernyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan,
apabila dalam proses ini terdapat gangguan atau terganggu maka akan menyebabkan
ketidak efektifan dalam pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi dan
proses difusi, maka kerusakan pada proses transportasi seperti kerusakan valume
sekucup, afterload, preload dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi dari
pertukaran gas (Brunner & suddarth, 2002).
I. PATHWAY/WOC
J. ASUHAN KEPERAWATAN (TEORI)
a. Pengkajian
1. Biodata pasien (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara
fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya
masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap
pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh
klien dapa saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat
keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST
(Paliatif/Provokatif, Quality, Region, Skala, dan Time)
3. Riwayat pengkembangan
Normal frekuensi penafasan :
a) Anak : 20-25 x/menit
b) Dewasa : 15-20 x/menit
c) Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji adanya anggota keluarga yang mengalami
masalah/penyakit yang sama / memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan system pernafasan
5. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien atau keluarganya, seperti adanya
riwayat merokok, pekerjaan rekreasi, keadaan lingkungan, faktor
alergen dll.
6. Riwayat keperawatan
Pengakajian riwayat keperawatan pada maslah kebutuhan oksigen
meliputi : ada atau tidak nya riwayat gangguan pernafasan (gangguan
hidung dan tenggorokan), seperti epitaksis (kondisi akibat
luka/kecelakaan, penyakit rematik akut, sinusitis akut, hipertensi,
gangguan pada sistem peredaran darah dan kanker, obstruksi nasal
(akibat polip, pipertropi tulang hidung, tumor, dan influenza), dan
keadaan lainnyayang menyebabkan gangguan pernapasan. Pada tahap
keluhan atau gejala, hal-hal yang perlu di perhatikan adalah keadaan
infeksi kronis dari hidung, sakit daerah sinus, otitis media, keluhan nyeri
pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,5 0 C, sakit
kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-muntah (pada anak-anak),
faring berwarna merah dan adanya edema.
7. Pola batuk dan produksi sputum
Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah
batuk termasuk batuk kering, keras dan kuat dengan suara mendesing,
berat dan berubah ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit
kanker. Juga dilakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada
bagian tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana
pasien sedang makan, merokok atau saat malam hari. Pengkajian
terhadap lingkungan tenpat tinggal pasien (berdebu, penuh asap, dan
adanya kecenderungan mengakibatkan alergi) perlu dilakukan.
Pengkajian sputum dilakukan dengan cara memeriksa warna,
kejernihan, dan apakah tercampur darah terhadap sputum yang
dikeluarkan oleh pasien.
8. Sakit dada
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui bagian yang sakit, liar,
intensitas, faktor yang mneyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada
apabila posisi pasien berubah, serta ada atau tidak nya hubungan antara
waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit.
9. Pengakajian fisik
a) Inspeksi, meliputi :
1) Mementukan tipe jalan nafas, seperti nafas spontan melalui
hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan selang endotrakeal
atau trachcostomi, kemudian menentukan kasus kondisi seperti
kebersihan, adanya nya secret, pendarahan, bengkak atau
obstruksi mekanik.
2) Perhitungan frekuensi pernapasan dalan waktu sati menit.
3) Pemeriksaan sifat pernapasan yaitu torakal, abdominal dan
kombinasi dari keduanya.
4) Pengkajian irama nafas yaitu menelaah inspirasi dan ekspirasi.
Kaji ritme/ atau irama pernapasan regular atau irregular
5) Pengkajian terhadap dalam/dangkatnya pernafasan
b) Palpasi
Mendeteksi kelainan seperti nyeri tekan yang dapat timbul akibat
luka, peradangan setempat, metastasis tumor ganas, pleuritis atau
pembengkakan atau benjolan pada dada. Teliti gerakan dinding toraks
pada saat ekspirasi dan inspirasi dengan merasakan getaran suara atau
fremitus vocal.
c) Perkusi
Mengkaji suara perfusi paru untuk melihat resonansi pumoner, organ
yang ada di sekitarnya dan pengembangan (Ekskursi) diafragma.
Untuk suara paru-paru normalnya adalah resonan (sonor) dengan
suara bergaung dan rendah.
d) Auskultasi
Pengakajian dengan menggunakan suara napas yang normal dan
suara napas tambahan (abnormal). Suara napas normal dihasilkan
dari getaran udara ketika memalui jalan napas dari laring ke alveoli
dan bersifat bersih, jenis suara nafas normal diantaranya bronchial,
bronkovesikular, vesicular.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi
mukus.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoksemia.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan asupan O2
akibat obstruksi pada pertukaran O2 dan CO2 dari dan ke paru-paru.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan perfusi O2
ke jaringan.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas dan timbulnya
reflek batuk.
c. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi
mukus.
hasil : pasien
Kriteria Hasil : Monitor waktu makan dan minum
batas normal
Perasaan segar sesudah
tidur atau istirahat
Mampu
mengidentifikasikan hal-
hal yang meningkatkan
tidur
K. DAFTAR PUSTAKA