Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUHAN

A. DEFINISI
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) bukan satu penyakit tunggal namun
merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan penyakit paru-paru
kronis yang menyebabkan keterbatasan aliran udara di paru-paru dengan adanya
gejala sesak napas, atau kebutuhan akan udara, produksi sputum berlebihan, dan
batuk kronis. (WHO, 2012)
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan
untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktivitas
berbagai organ atau sel. Sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi
yaitu saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah, dan paru. (Hidayat, 2006)
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem (kimia atau
fisika). Sebagai hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energy, dan air. Akan tetapi
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak
yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel. (Mubarak, 2007)

B. TUJUAN PEMBERIAN
Prosedur pemenuhan kebutuhan oksigen dapat dilakukan dengan pemberian oksigen
dengan menggunakan kanula dan masker, fisioterapi dada, dan cara penghisapan
lendir (suction)
Tujuan :
1. Untuk mempertahankan oksigen yang adekuat pada jaringan
2. Untuk menurunkan kerja paru-paru
3. Untuk menurunkan kerja jantung
Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh sistem respirasi,
kardiovaskuler, dan keadaan hematologi.

C. ANATOMI FISIOLOGIS
Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan menurut (Ardiansyah, 2012) adalah sebagai
berikut:
a. Anatomi Sistem Pernapasan
1) Saluran pernapasan bagian atas (upper respiratory airway)
Secara umum, fungsi utama dari saluran pernapasan atas adalah sebagai
saluran udara (air conduction) menuju saluran pernapasan bagian bawah untuk
pertukaran gas, melindungi (protecting) saluran pernapasan bagian bawah dari
benda asing, dan sebagai penghangat, penyaring, serta pelembab (warning
filtration and humidification) dari udara yang dihirup hidung. Saluran
pernapasan bagian atas terdiri dari organ-organ sebagai berikut:
a) Hidung (Cavum Nasalis)
Rongga hidung dilapisi sejenis selaput lendir yang sangat kaya akan
pembuluh darah. Rongga ini bersambung dengan lapisan faring dan selaput
lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
b) Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala.
Nama sinus paranasalis sendiri disesuaikan dengan nama tulang dimana
organ itu berada. Organ ini terdiri atas sinus frontalis, sinus etmoidalis,
sinus spenoidalis dan sinus maksilaris. Fungsi dari sinus adalah untuk
membantu menghangatkan dan melembabkan udara, meringankan berat
tulang tengkorak, serta mengatur bunyi suara manusia dengan ruang
resonansi.
c) Faring (Tekak)
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya esofagus, pada ketinggian tulang rawan krikoid. Oleh
karena itu, letak faring di belakang laring (larynx-pharyngeal).
d) Laring (Tenggorokan)
Laring terletak di depan bagian terendah faring yang memisahkan faring
dari columna vertebrata. Laring merentang sampai bagian atas vertebrata
servicals dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring terdiri atas
kepingan tulang rawan yang diikat/disatukan oleh ligamen dan membran.
2) Saluran pernapasan bagian bawah (lower airway)
saluran pernapasan terbagi menjadi dua komponen. Pertama,saluran
udara kondusif atau yang sering disebut sebagai percabangan dari
tracheobronkialis terdiri atas trachea, bronchi dan bronchioli. Kedua, saluran
respiratorius terminal (kadang disebut dengan acini) yang merupakan saluran
udara konduktif dengan fungsi utamanya sebagai penyalur (konduksi) gas
masuk dan keluar dari satuan respiratorius terminal yang merupakan tempat
pertukaran gas yang sesungguhnya. Alveoli sendiri merupakan bagian dari
satuan respiratorius terminal.
a) Trakea Trakea atau batang tenggorokan
memiliki panjang kira-kira 9 cm. Organ ini merentang laring sampai kira-
kira di bagian atas vertebrata torakalis kelima. Dari tempat ini, trakea
bercabang menjadi dua bronkus (bronchi). Trakea tersusun atas 16-20
lingkaran tak lengkap, berupa cincin-cincin tulang rawan yang disatukan
bersama oleh jaringan fibrosa dan melengkapi lingkaran di sebelah
belakang trakea. Selain itu, trakea juga memuat beberapa jaringan otot.
b) Bronkus dan Bronkheoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan vertebrata
torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi
oleh sejenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, yang disebut bronkus lobus
bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,
serta merentang di bawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah
menjadi beberapa cabang menuju ke lobus atas dan bawah. Cabang utama
bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
kemudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini merentang terus
menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi
bronkeolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara). Seluruh saluran udara bawah sampai tingkat
bronkeolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena berfungsi
sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas.
c) Alveolus Alveolus (tempat pertukaran gas sinus)
terdiri dari bronkeolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong
udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Alveolus adalah kantong
berdinding tipis yang mengandung udara. Melalui seluruh dinding inilah
terjadi pertukaran gas. Setiap paru mengandung sekitar 300 juta alveoli.
Alveolus yang melapisi rongga toraks dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
d) Paru-paru
Paru-paru merupakan tempat pertukaran gas. Paru kanan dibagi menjadi
tiga lobus yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Sedangkan
paru kiri dibagi menjadi dua lobus yaitu lobus superior dan lobus inferior.
Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastis yang mengandung pembuluh
limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, saccus alveolar,
dan alveoli.
e) Thoraks, diafragma, dan pleura.
Rongga toraks berfungsi melindungi paru-paru, jantung dan pembuluh
darah besar. Bagian rongga toraks terdiri atas 12 iga costa. Pada bagian atas
toraks di daerah leher, terdapat dua otot tambahan untuk proses inspirasi,
yaitu scaluneus dan sternocleidomastoideus. Otot sclaneus menaikkan
tulang iga pertama dan kedua selama inspirasi untuk memperluas rongga
dada atas dan menstabilkan dinding dada. Otot sternocleidomastoideus
berfungsi untuk mengangkat sternum. Otot parasternal, trapezius, dan
pektoralis juga merupakan otot inspirasi tambahan yang berguna untuk
meningkatkan kerja napas. Di antara tulang iga terdapat otot interkostal.
Otot interkostal eksternum adalah otot yang menggerakkan tulang iga ke
atas dan ke depan, sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior
dari dinding dada. Diafragma terletak di bawah rongga toraks. Pada
keadaan relaksasi, diafragma ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan
otot diafragma (nervus frenikus) terdapat pada tulang belakang (spinal
cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh karena itu, jika terjadi kecelakaan pada
saraf C3, maka hal ini dapat menyebabkan gangguan ventilasi. Pleura
merupakan membran serosa yang menyelimuti paru. Terdapat dua macam
pleura yaitu pleura parietal yang melapisi rongga toraks dan pleura viseral
yang menutupi setiap paru-paru. Di antara kedua pleura tersebut terdapat
cairan pleura yang menyerupai selaput tipis yang memungkinkan kedua
permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, sekaligus
mencegah pemisahan toraks dan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura
lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps
paru.
b. Fisiologi sistem pernapasan
Proses fisiologi pernapasan di mana oksigen dipindahkan dari udara ke
dalam jaringan-jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara (ekspirasi), dapat dibagi
menjadi dua tahapan (stadium), yaitu stadium pertama dan stadium kedua.
(Ardiansyah, 2012) Stadium pertama ditandai dengan fase ventilasi, yaitu
masuknya campuran gas-gas kedalam dan ke luar paru-paru. Mekanisme ini
dimungkinkan karena ada selisih tekanan antar atmosfer dan alveolus, akibat
kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua terdiri dari beberapa aspek, yaitu:
1. Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respires eksternal) serta
antara darah sistemik dan sel-sel jaringan.
2. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyusuaiannya dengan
distribusi udara dalam alveolus
3. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau respirasi
internal merupakan stadium akhir dari respirasi, di mana oksigen dioksida
untuk mendapatkan energi dan CO2 terbentuk sebagai sampah dari proses
metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
4. Transportasi adalah tahap kedua dari proses pernafasan yang mencakup proses
difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang
dari 0,5 mm). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini diperoleh dari
selisih tekanan parsial antar darah dan fase gas.
5. Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-
paru yang membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan
perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi
dari unit pulmonary yang sudah sesuai dengan orang normal pada posisi tegak
dan keadaan istirahat, maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang, keculi
pada apeks paru-paru.
D. KLASIFIKASI
Pemenuhan kebutuhan oksigenasi di dalam tubuh terdiri atas tiga tahapan, yaitu
ventilasi, difusi, dan transportasi.
1. Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dan atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain:
a. Adanya perbedaan tekanan antara atmosfer dengan paru, semakin tinggi
tempat, maka tekanan udara semakin rendah. Demikian pula sebaliknya,
semakin rendah, maka tempat tekanan udara semakin tinggi.
b. Adanya kemampuan toraks dan paru pada alveoli dalam melaksanakan
ekspansi atau kembang kempis.
c. Adanya jalan napas yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas
berbagai otot polos yang kcrjanya sangat dipengaruhi oleh sistem saraf
otonom. Terjadinya rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi
schingga dapat terjadi vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat
mcnycbabkan kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau
proses penyempitan.
d. Adanya refleks batuk dan muntah.
e. Adanya peran mukus siliaris sebagai penangkal benda asing yang
mengandung interveron dan dapat rnengikat virus. Pengaruh proses ventilasi
selanjutnya adalah complience recoil. Complience yaitu kemampuan paru
untuk mengembang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu adanya
surfaktan pada lapisan alveoli vang berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan dan adanva sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps
dan gangguan toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli,
dan disekresi saat pasien menarik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan
untuk mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempitnya paru.
Apabila complience baik akan tetapi recoil terganggu maka CO2 tidak dapat
di keluarkan secara maksimal. Pusat pernapasan yaitu medulla oblongata dan
pons dapat memengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan
merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2, dalam batas 60 mmHg dapat
dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila paCO, kurang dari sama
dengan 80 mmHg maka dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2. Difusi Gas
Difusi gas merupakan pertukaran antara oksigen di alveoli dengan kapiler
paru dan CO2, di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu:
a. Luasnya permukaan paru.
b. Tebal membran respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli dan
interstisial keduanya ini dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi proses
penebalan.
c. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat terjadi sebagaimana O2,
dari alveoli masuk ke dalam darah oleh karena tekanan O2, dalam rongga
alveoli lebih tinggi dari tekanan O2, da1am darah vena pulmonalis, (masuk
dalam darah secara berdifusi) dan paCOJ dalam arteri pulmonalis juga akan
berdifusi ke dalam alveoli.
d. Afinitas gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
3. Transportasi Gas
Transportasi gas merupakan proses pendistribusian antara O2 kapiler ke
jaringan tubuh dan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi, akan
berikatan dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma
(3%), sedangkan C02 akan berikatan dengan Hb membentuk
karbominohemoglobin (30%), dan larut dalam plasma (50%), dan sebagian
menjadi HC03 berada pada darah (65%).
Transportasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya:
a. Kardiac output
Merupakan jumlah darah yang dipompa oleh darah, normalnya 5 liter per
menit. Dalam kooondisi patologi yang dapat menurunkan cardiac output
(misal pada kerusakan otot jantung, kehilangan darah) akan mengurangi
jumlah oksigen yang dikirm ke jaringan. Umumnya, jantung mengkompensasi
dengan menambahkan rata-rata pemompaannya untuk meningkatkan transport
oksigen.
b. Kondisi pembuluh darah, latihan, dan lain-lain.
Secara langsung berpengaruh terhadap transpot oksigen. Bertambahnya
latihan menyebabkan peningkatan transport O2 ( 20 x kondisi normal ),
meningkatkan cardiac uotput dan penggunaan O2 oleh sel.

E. MANIFESTASI KLINIS TERJADINYA GANGGUAN


Adanya penurunan tekanan/ ekspansi menjadi tanda gangguan oksegenasi.
Penurunan ventilasi permenit, penggunaan otor nafas tambahan untuk bernafas,
pernafasan cuping hidung, dipsnea, ortopnea, penyimpangan dada, nafas pendek,
nafas dengan mulut, ekspirasi memanjang, peningkatan diameter anterior-posterior,
frekuensi nafas kurang, penurunan kapasitas vital menjadi tanda dan gejala adanya
pola nafas yang tidak efektif sehingga menjadi gangguan oksigenasi (NANDA,
2013).
Beberapa tanda dan gejala kerusakan pertukaran gas yaitu takikardi,
hiperkapnea, kelelahan, somnolen, iritabilitas, hipoksia, kebingungan, sianosis, warna
kulit abnormal (pucat, kehitaman), hipoksemia, hiperkarbia, sakit kepala ketika
bangun, abnormal frekuensi, irama dan kedalaman nafas (NANDA, 2013).
F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi adalah :
1. Tahap Perkembangan
Saat lahir terjadi perubahan respirasi yang besar yaitu paru-paru yang
sebelumnya berisicairan menjadi berisi udara. Bayi memiliki dada yang kecil dan
jalan nafas yang pendek.Bentuk dada bulat pada waktu bayi dan masa kanak-
kanak, diameter dari depan kebelakang berkurang dengan proporsi terhadap
diameter transversal. Pada orang dewasathorak diasumsikan berbentuk oval. Pada
lanjut usia juga terjadi perubahan pada bentukthorak dan pola napas.
2. Lingkungan
Ketinggian, panas, dingin dan polusi mempengaruhi oksigenasi. Makin
tinggi daratan,makin rendah PaO2, sehingga makin sedikit O2 yang dapat dihirup
individu. Sebagaiakibatnya individu pada daerah ketinggian memiliki laju
pernapasan dan jantung yangmeningkat, juga kedalaman pernapasan yang
meningkat.Sebagai respon terhadap panas, pembuluh darah perifer akan
berdilatasi, sehingga darahakan mengalir ke kulit. Meningkatnya jumlah panas
yang hilang dari permukaan tubuh akanmengakibatkan curah jantung meningkat
sehingga kebutuhan oksigen juga akanmeningkat. Pada lingkungan yang dingin
sebaliknya terjadi kontriksi pembuluh darahperifer, akibatnya meningkatkan
tekanan darah yang akan menurunkan kegiatan-kegiatan jantung sehingga
mengurangi kebutuhan akan oksigen.
3. Gaya Hidup
Aktifitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan
denyut jantung, demikian juga suplay oksigen dalam tubuh. Merokok dan
pekerjaan tertentu padatempat yang berdebu dapat menjadi predisposisi penyakit
paru.4. Status KesehatanPada orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan
pernapasan dapat menyediakan oksigenyang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh. Akan tetapi penyakit pada sistemkardiovaskuler kadang berakibat pada
terganggunya pengiriman oksigen ke sel-sel tubuh.Selain itu penyakit-penyakit
pada sistem pernapasan dapat mempunyai efek sebaliknyaterhadap oksigen darah.
Salah satu contoh kondisi kardiovaskuler yang mempengaruhioksigen adalah
anemia, karena hemoglobin berfungsi membawa oksigen dankarbondioksida maka
anemia dapat mempengaruhi transportasi gas-gas tersebut ke dandari sel.
4. Narkotika
Narkotika seperti morfin dan dapat menurunkan laju dan kedalam
pernapasan ketikadepresi pusat pernapasan dimedula. Oleh karena itu bila
memberikan obat-obat narkotikanalgetik, perawat harus memantau laju dan
kedalaman pernapasan.
5. Perubahan/gangguan pada fungsi pernapasan
Fungsi pernapasan dapat terganggu oleh kondisi-kondisi yang dapat
mempengarhipernapasan yaitu :a. Pergerakan udara ke dalam atau keluar parub.
Difusi oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paruc. Transpor
oksigen dan transpor dioksida melalui darah ke dan dari sel jaringan.Gangguan
pada respirasi yaitu hipoksia, perubahan pola napas dan obstruksi sebagian jalan
napas.
Hipoksia yaitu suatu kondisi ketika ketidakcukupan oksigen di dalam tubuh
yang diinspirasisampai jaringan. Hal ini dapat berhubungan dengan ventilasi,
difusi gas atau transpor gasoleh darah yang dapat disebabkan oleh kondisi yang
dapat merubah satu atau lebihbagian-bagian dari proses respirasi. Penyebab lain
hipoksia adalah hipoventilasi alveolaryang tidak adekuat sehubungan dengan
menurunnya tidal volume, sehinggakarbondioksida kadang berakumulasi didalam
darah.Sianosis dapat ditandai dengan warna kebiruan pada kulit, dasar kuku dan
membranmukosa yang disebabkan oleh kekurangan kadar oksigen dalam
hemoglobin. Oksigenasiyang adekuat sangat penting untuk fungsi serebral.
Korteks serebral dapat mentoleransihipoksia hanya selama 3 - 5 menit sebelum
terjadi kerusakan permanen. Wajah oranghipoksia akut biasanya terlihat cemas,
lelah dan pucat.
6. Perubahan pola nafas
Pernapasan yang normal dilakukan tanpa usaha dan pernapasan ini sama
jaraknya dansedikit perbedaan kedalamannya. Bernapas yang sulit disebut
dyspnoe (sesak). Kadang-kadang terdapat napas cuping hidung karena usaha
inspirasi yang meningkat, denyut jantung meningkat. Orthopneo yaitu
ketidakmampuan untuk bernapas kecuali pada posisiduduk dan berdiri seperti pada
penderita asma.
7. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas lengkap atau sebagaian dapat terjadi di sepanjang
saluranpernapasan di sebelah atas atau bawah. Obstruksi jalan napas bagian atas
meliputi :hidung, pharing, laring atau trakhea, dapat terjadi karena adanya benda
asing sepertimakanan, karena lidah yang jatuh kebelakang (otrhopharing) bila
individu tidak sadar ataubila sekresi menumpuk disaluran napas.Obstruksi jalan
napas di bagian bawah melibatkan oklusi sebagian atau lengkap darisaluran napas
ke bronkhus dan paru-paru. Mempertahankan jalan napas yang terbukamerupakan
intervensi keperawatan yang kadang-kadang membutuhkan tindakan yangtepat.
Onbstruksi sebagian jalan napas ditandai dengan adanya suara mengorok
selamainhalasi (inspirasi).

G. MASALAH-MASALAH YANG TERJADI

Masalah atau gangguan yang terkait pemenuhan kebutuhan oksigenasi yaitu


perubahan fungsi jantung dan perubahan fungsi pernafasan. Perubahan fungsi jantung
yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi yaitu gangguan konduksi jantung seperti
disritmia (takikardia/bradikardia), menurunnya cardiac output seperti pada pasien
dekompensi kordis menimbulkan hipoksia jaringan, kerusakan fungsi katup seperti
pada stenosis, obstruksi, myokardial iskemia/infark mengakibatkan kekurangan
pasokan darah dari arteri koroner ke miokardium sedangkan pada perubahan fungsi
pernafasan masalah yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi yaitu
hiperventilasi, hipoventilasi dan hipoksia (Wartonah, 2006).

H. PATOFISIOLOGI
Proses pertukaran gas dipengaruhi oleh ventilasi, disfungsi dan transport.
Proses ventilasi merupakan proses penghantaran jumplah oksigen yang masuk dan
keluar dari dan ke paru-paru, apabila pada proses ventilasi ini terdapat obstruksi maka
oksigen tidak dapat tersalurkan dengan baik dan sumbatan tersebut akan direspon
oleh jalan nafas sebagai benda asing yang kemudian akan menimbulkan pengeluaran
mucus. Proses difusi merupakan proses pernyaluran oksigen dari alveoli ke jaringan,
apabila dalam proses ini terdapat gangguan atau terganggu maka akan menyebabkan
ketidak efektifan dalam pertukaran gas. Selain kerusakan pada proses ventilasi dan
proses difusi, maka kerusakan pada proses transportasi seperti kerusakan valume
sekucup, afterload, preload dan kontraktilitas miokard juga dapat mempengaruhi dari
pertukaran gas (Brunner & suddarth, 2002).
I. PATHWAY/WOC
J. ASUHAN KEPERAWATAN (TEORI)
a. Pengkajian
1. Biodata pasien (umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan)
Umur pasien bisa menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara
fisik maupun psikologis, jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya
masalah/penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh terhadap
pengetahuan klien tentang masalahnya/penyakitnya.
2. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama (PQRST)
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan mengganggu oleh
klien dapa saat perawat mengkaji, dan pengkajian tentang riwayat
keluhan utama seharusnya mengandung unsur PQRST
(Paliatif/Provokatif, Quality, Region, Skala, dan Time)
3. Riwayat pengkembangan
Normal frekuensi penafasan :
a) Anak : 20-25 x/menit
b) Dewasa : 15-20 x/menit
c) Dewasa tua : volume residu meningkat, kapasitas vital menurun
4. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu dikaji adanya anggota keluarga yang mengalami
masalah/penyakit yang sama / memiliki riwayat keluarga dengan
gangguan system pernafasan
5. Riwayat sosial
Perlu dikaji kebiasaan-kebiasaan klien atau keluarganya, seperti adanya
riwayat merokok, pekerjaan rekreasi, keadaan lingkungan, faktor
alergen dll.
6. Riwayat keperawatan
Pengakajian riwayat keperawatan pada maslah kebutuhan oksigen
meliputi : ada atau tidak nya riwayat gangguan pernafasan (gangguan
hidung dan tenggorokan), seperti epitaksis (kondisi akibat
luka/kecelakaan, penyakit rematik akut, sinusitis akut, hipertensi,
gangguan pada sistem peredaran darah dan kanker, obstruksi nasal
(akibat polip, pipertropi tulang hidung, tumor, dan influenza), dan
keadaan lainnyayang menyebabkan gangguan pernapasan. Pada tahap
keluhan atau gejala, hal-hal yang perlu di perhatikan adalah keadaan
infeksi kronis dari hidung, sakit daerah sinus, otitis media, keluhan nyeri
pada tenggorokan, kenaikan suhu tubuh hingga sekitar 38,5 0 C, sakit
kepala, lemas, sakit perut hingga muntah-muntah (pada anak-anak),
faring berwarna merah dan adanya edema.
7. Pola batuk dan produksi sputum
Tahap pengkajian pola batuk dilakukan dengan cara menilai apakah
batuk termasuk batuk kering, keras dan kuat dengan suara mendesing,
berat dan berubah ubah seperti kondisi pasien yang mengalami penyakit
kanker. Juga dilakukan pengkajian apakah pasien mengalami sakit pada
bagian tenggorokan saat batuk kronis dan produktif serta saat dimana
pasien sedang makan, merokok atau saat malam hari. Pengkajian
terhadap lingkungan tenpat tinggal pasien (berdebu, penuh asap, dan
adanya kecenderungan mengakibatkan alergi) perlu dilakukan.
Pengkajian sputum dilakukan dengan cara memeriksa warna,
kejernihan, dan apakah tercampur darah terhadap sputum yang
dikeluarkan oleh pasien.
8. Sakit dada
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui bagian yang sakit, liar,
intensitas, faktor yang mneyebabkan rasa sakit, perubahan nyeri dada
apabila posisi pasien berubah, serta ada atau tidak nya hubungan antara
waktu inspirasi dan ekspirasi dengan rasa sakit.
9. Pengakajian fisik
a) Inspeksi, meliputi :
1) Mementukan tipe jalan nafas, seperti nafas spontan melalui
hidung, mulut, oral, nasal, atau menggunakan selang endotrakeal
atau trachcostomi, kemudian menentukan kasus kondisi seperti
kebersihan, adanya nya secret, pendarahan, bengkak atau
obstruksi mekanik.
2) Perhitungan frekuensi pernapasan dalan waktu sati menit.
3) Pemeriksaan sifat pernapasan yaitu torakal, abdominal dan
kombinasi dari keduanya.
4) Pengkajian irama nafas yaitu menelaah inspirasi dan ekspirasi.
Kaji ritme/ atau irama pernapasan regular atau irregular
5) Pengkajian terhadap dalam/dangkatnya pernafasan
b) Palpasi
Mendeteksi kelainan seperti nyeri tekan yang dapat timbul akibat
luka, peradangan setempat, metastasis tumor ganas, pleuritis atau
pembengkakan atau benjolan pada dada. Teliti gerakan dinding toraks
pada saat ekspirasi dan inspirasi dengan merasakan getaran suara atau
fremitus vocal.
c) Perkusi
Mengkaji suara perfusi paru untuk melihat resonansi pumoner, organ
yang ada di sekitarnya dan pengembangan (Ekskursi) diafragma.
Untuk suara paru-paru normalnya adalah resonan (sonor) dengan
suara bergaung dan rendah.
d) Auskultasi
Pengakajian dengan menggunakan suara napas yang normal dan
suara napas tambahan (abnormal). Suara napas normal dihasilkan
dari getaran udara ketika memalui jalan napas dari laring ke alveoli
dan bersifat bersih, jenis suara nafas normal diantaranya bronchial,
bronkovesikular, vesicular.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi
mukus.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoksemia.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan asupan O2
akibat obstruksi pada pertukaran O2 dan CO2 dari dan ke paru-paru.
4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan perfusi O2
ke jaringan.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas dan timbulnya
reflek batuk.
c. Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan hipersekresi
mukus.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


NOC NIC
Airway suction
 Respiratory status :
 Pastikan kebutuhan oral/tracheal
Ventilation
 Respiratory status : suctioning
 Auskultasi suara nafas sebelum dan
Airway patency
sesudah suctioning.
setelah dilakukan tindakan
 Informasikan pada klien dan keluarga
keperawatan selama 2 x 24
tentang suctioning
jam pasien menunjukkan  Minta klien nafas dalam sebelum
keefektifan bersihan jalan
suction dilakukan.
nafas dibuktikan dengan  Berikan O2 dengan menggunakan nasal

kriteria hasil : untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal


 Gunakan alat yang steril setiap
 Mendemonstrasikan batuk
melakukan tindakan
efektif dan suara nafas  Anjurkan pasien untuk istirahat dan
yang bersih, tidak ada napas dalam setelah kateter dikeluarkan
sianosis dan dyspneu dan nasotrakeal
(mampu mengeluarkan  Monitor status oksigen pasien
 Ajarkan keluarga bagaimana cara
sputum, mampu bernafas
melakukan suksion
dengan mudah, tidak ada
 Hentikan suksion dan berikan oksigen
pursed lips)
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
 Menunjukkan jalan nafas
peningkatan saturasi O2, dll
yang paten (klien tidak
Airway Management
merasa tercekik, irama
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
nafas, frekuensi
lift atau jaw thrust bila perlu
pernafasan dalam rentang
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan
normal, tidak ada suara ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya
nafas abnormal)
 Mampu pemasangan alat jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
mengidentifikasikan dan
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
mencegah faktor yang  Keluarkan sekret dengan batuk atau
dapat menghambat jalan suction
nafas  Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah
NaCI Lembab
 Atur intake cairan untuk
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hipoksemia.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


NOC NIC
Airway Management
 Respiratory status :
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
Ventilation
 Respiratory status : lift atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Airway patency
 Vital sign Status ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan
setelah dilakukan tindakan
alat jalan nafas buatan
keperawatan selama 2 x 24
 Pasang mayo bila perlu
jam pasien menunjukkan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
keefektifan pola nafas  Keluarkari sekret dengan batuk atau

dibuktikan dengan kriteria suction


 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
hasil :
tambahan
 Mendemonstrasikan batuk  Lakukan suction pada mayo
efektif dan suara nafas  Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah
yang bersih, tidak ada  NaCl Lembab
sianosis dan dyspneu  Atur intake untuk cairan, mengoptimalkan
(mampu mengeluarkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada Oxygen Therapy

pursed lips)  Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea


 Menunjukkan jalan nafas  Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
yang paten (klien tidak  Monitor aliran oksigen
merasa tercekik, irama  Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda tanda
nafas frekuensi pernafasan
hipoventilasi
dalam rentang normal,  Monitor adanya kecemasan pasien
tidak ada suara nafas terhadap oksigenasi
abnormal) Vital sign Monitoring
 Tanda Tanda vital dalam
 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
rentang normal (tekanan  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
darah, nadi, pernafasan)  Monitor Vital Sign saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi Tekanan Darah pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan
nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab perubahan vital sign

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan asupan O 2


akibat obstruksi pada pertukaran O2 dan CO2 dari dan ke paru-paru.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


NOC : NIC :
Airway Management
 Respiratory Status : Gas
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin
exchange
 Respiratory Status : lift atau jaw thrust bila perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilation
 Vital Sign Status ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya
setelah dilakukan tindakan
pemasangan alat jalan nafas buatan
keperawatan selama 2 x 24
 Pasang mayo bila perlu
jam pasien menunjukkan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Gangguan pertukaran gas  Keluarkan sekret dengan batuk atau

teratasi dibuktikan dengan suction


 Auskultasi suara nafas, catat adanya
kriteria hasil :
suara tambahan
 Mendemonstrasikan  Lakukan suction pada mayo
peningkatan ventilasi dan  Berika bronkodilator bial perlu
oksigenasi yang adekuat  Barikan pelembab udara
 Memelihara kebersihan  Atur intake untuk cairan

paru paru dan bebas dari mengoptimalkan keseimbangan.


 Monitor respirasi dan status O2
tanda tanda distress
Respiratory Monitoring
pernafasan
 Mendemonstrasikan batuk  Monitor rata – rata, kedalaman, irama

efektif dan suara nafas dan usaha respirasi


 Catat pergerakan dada,amati
yang bersih, tidak ada
kesimetrisan, penggunaan otot
sianosis dan dyspneu
tambahan, retraksi otot supraclavicular
(mampu mengeluarkan
dan intercostal
sputum, mampu bernafas  Monitor suara nafas, seperti dengkur
dengan mudah, tidak ada  Monitor pola nafas : bradipena,
pursed lips) takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
 Tanda tanda vital dalam cheyne stokes, biot
rentang normal  Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot diagfragma
(gerakan paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi dan
suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada
jalan napas utama
 Auskultasi suara paru setelah tindakan
untuk mengetahui hasilnya

4. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan perfusi O 2 ke


jaringan.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


NOC NIC
Peripheral Sensation Management
 Circulation status (Manajemen sensasi perifer)
 Tissue Perfusion : cerebral
 Monitor adanya daerah tertentu yang
setelah dilakukan tindakan
hanya peka terhadap
keperawatan selama 2 x 24
panas/dingin/tajam/tumpul
jam pasien menunjukkan
 Monitor adanya paretese
gangguan perfusi jaringan  lnstruksikan keluarga untuk
teratasi dibuktikan dengan mengobservasi kulit jika ada isi atau
kriteria hasil : laserasi
Mendemonstrasikan status  Gunakan sarung tangan untuk proteksi
sirkulasi yang ditandai  Batasi gerakan pada kepala, leher dan
dengan : punggung
 Monitor kemampuan BAB
 Tekanan systole dan
 Kolaborasi pemberian analgetik
diastole dalam rentang  Monitor adanya tromboplebitis
yang diharapkan  Diskusikan menganai penyebab
 Tidak ada ortostatik perubahan sensasi
hipertensi  Monitor vital sign
 Tidak ada tanda tanda
peningkatan tekanan
intrakranial (tidak lebih
dari 15 mmHg)
Mendemonstrasikan,
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan :
 Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial yang
utuh : tingkat kesadaran
membaik tidak ada
gerakan gerakan
involunter

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan sesak nafas dan timbulnya


reflek batuk.

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


NOC NIC
Sleep Enhancement
 Anxiety reduction
 Comfort level  Determinasi efek-efek medikasi
 Pain level terhadap pola tidur
 Rest : Extent and Pattern  Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
 Sleep : Extent an Pattern  Fasilitas untuk mempertahankan
setelah dilakukan tindakan aktivitas sebelum tidur (membaca)
 Ciptakan lingkungan yang nyaman
keperawatan selama 1 x 24
 Kolaborasikan pemberian obat tidur
jam pasien menunjukkan  Diskusikan dengan pasien dan keluarga
gangguan pola tidur teratasi tentang teknik tidur pasien
dibuktikan dengan kriteria  Instruksikan untuk memonitor tidur

hasil : pasien
Kriteria Hasil :  Monitor waktu makan dan minum

 Jumlah jam tidur dalam dengan waktu tidur


 Monitor/catat kebutuhan tidur pasien
batas normal 6-8 jam/hari
 Pola tidur, kualitas dalam setiap hari dan jam

batas normal
 Perasaan segar sesudah
tidur atau istirahat
 Mampu
mengidentifikasikan hal-
hal yang meningkatkan
tidur
K. DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.


Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan medical bedah. Jakarta : EGC.
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.
Harahap. 2005. Oksigenasi dalam suatu asuhan keperawatan. Jurnal keperawatan
rufaidah Sumatra utara Vol. 1 hal 1-7. Medan : USU
Mubarak, wahit Iqbal. 2007.Buku ajar kebutuhan dasar manusia: Teori & Aplikasi dal
am praktek. Jakarta: EG$.
NANDA (2013). NANDA International : Diagnosis Keperawatan: definisi &
klasifikasi. Jakarta: EGC
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Tarwanto, wartonah. 2006. Kebutuhan dasar manusia dan proses keperawatan. Jakarta
: Salemba medika.
WHO. 2012. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), November 2012
https://www.who.int/respiratory/copd/en/ diakses 29 Agustus 2019.

Anda mungkin juga menyukai