Anda di halaman 1dari 67

2.

1 Stroke Hemoragik

2.1.1 Definisi

Stroke hemoragik adalah perdarahan ke dalam jaringan otak atau perdarahan


subarachnoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang
menutupi otak. Stroke ini merupakan jenis stroke yang paling mematikan dan
merupakan sebagian kecil dari keseluruhan stroke yaitu sebesar 10-15% untuk
perdarahn intraserebrum dan sekitar 5% untuk perdarahan subarachnoid (Felgin, V.,
2017).

2.1.2 Anatomi Fisiologi Otak

Otak adalah bagian dari Susunan Saraf Pusat (SSP) atau Central Nervous System
(CNS) yang terletak di dalam rongga kranial. Otak memegang kontrol pusat pada
banyak fungsi tubuh. Sebagai bagian dari Susunan Saraf Pusat (SSP), otak memiliki
komponen penting yaitu gray matter dan white matter. Gray matter terdiri dari badan
sel saraf, neuropil (dendrits dan unmyelinated axons), sel glial (astrocytes dan
oligodendrocytes), sinapsis, dan capilarries. Sedangkan white matter terdiri dari
serabut saraf yang dilapisi oleh substansi lemak berwarna putih yang disebut
myelin(Applegate, 2010). Menurut Rizzo (2015), otak dilindungi oleh tulang cranium
dan membran meninges. Membran meninges tersebut adalah dura mater, arachnoid
mater, dan pia mater. Sama dengan spinal cord, selanjutnya otak dilindungi oleh
Cerebrospinal Fluid (CSF) yang bersirkulasi melalui subarachnoid pada otak dan
sumsum tulang belakang serta melalui ventrikel otak.

Perkembangan otak awalnya menunjukkan tiga gejala pembesaran yaitu otak depan
(hemisphere cerebri, corpus striatum, thalamus, dan hypothalamus), dan otak
belakang (pons varoli, medulla oblongata, dan cerebellum) (Sherwood, 2011). Otak
terdiri dari empat bagian utama yaitu, cerebrum (otak besar), brainstem (batang otak),
diencephalon, dan cerebellum (otak kecil) (Seeley dkk., 2017).

1. Cerebrum (Otak Besar) Bagian terbesar dari otak manusia adalah cerebrum.
Permukaanya terlapisi oleh gray matter yang disebut sebagai korteks cerebral
dan di bawahnya terdapat white matter. Cerebrum terdiri dari dua hemisphere
yaitu hemisphere kanan dan hemisphere kiri. Pada permukaan setiap
hemisphere terdapat banyak lipatan yang disebut gyri dan alur lipatannya
yang disebut sulci. Di dalam hemisphere terdapat bagian dari white matter
yang merupakan jembatan saraf penghubungkedua hemisphere yaitu corpus
callosum. Ujung anterior dari corpus callosum disebut genu dan ujung
posteriornya disebut splenium (Rizzo, 2015).
Korteks cerebral dibagi menjadi empat lobus yang memiliki nama yang sama
dengan tulang cranium di atasnya, yaitu :
a. Lobus Frontalis Lobus frontalis membentuk bagian anterior pada
setiap hemisphere. Lobus ini merupakan area motorik yang
menghasilkan impuls untuk gerakan. Pada lobus frontal tepat di
belakang mata terdapat korteks prefrontal atau orbitofrontal. Daerah
ini mengatur kondisi emosional dan strandar perilaku seseorang
(Scanlon dan Sanders, 2015).
b. Lobus Parietalis Lobus parietalis terletak di belakang lobus frontalis
dan dipisahkan oleh sulcus central. Lobus parietalis merupakan area
sensorik yang berfungsi sebagai pusat kontrol untuk mengevalusi
sensorik informasi sentuhan, rasa sakit, keseimbangan, rasa, dan suhu
(Scanlon dan Sanders, 2015).
c. Lobus Temporalis Lobus temporalis terletak di bawah lobus frontalis
dan parietalis dan dipisahkan oleh lateral fissure. Lobus temporalis
merupakan area olfactory dan auditory, dimana lobus ini menerima
impuls dari reseptor di rongga hidung untuk membaui dan menerima
impuls dari reseptor di telinga bagian dalam untuk mendengarkan.
Lobus temporalis juga berfungsi sebagai pusat penting untukpemikiran
abstrak dan kemampuan berbicara (Scanlon dan Sanders, 2015).
d. Lobus Occipitalis Lobus occipitalis terbentuk di bagian belakang
setiap hemisphere. Lobus ini berfungsi untuk menerima dan
menafsirkan input visual. Bagian lain pada lobus occipitalis memiliki
fungsi hubungan spatial seperti menilai jarak, meilhat dalam tiga
dimensi, dan kemampuan membaca peta (Scanlon dan Sanders, 2015).
2. Brainstem (Batang Otak) Batang otak menghubungkan pangkal otak dengan
sumsum tulang belakang. Batang otak terdiri dari tiga bagian yaitu, midbrain
(otak tengah), pons varoli, dan medulla oblongata. Selain itu, pada batang otak
juga terdapat reticular formation yaitu suatu unit fungsional yang mencakup
semua bagian batang otak. Brainstem bertanggung jawab terhadap banyak
fungsi esensial. Kerusakan pada area brainstem sering menyebabkan kematian
karena banyak saraf penting yang terintegrasi pada daerah tersebut. Bagian-
bagian pada batang otak yaitu, (Seeley dkk., 2017) :
a. Midbrain (Otak Tengah) Midbrain (otak tengah) atau mesencephalon
adalah wilayah terkecil dari batang otak. Letaknya lebih superior dari
pons varoli. Midbrain mengandung saraf kranial III
(occulomotor),IV(trochlear),dan V (trigeminal). Pada midbrain
terdapat bagian tectum yang terdiri dari empat nuklei yang menonjol
pada permukaan dorsal yang disebut corpus kuadrigeminus. Setiap
tonjolan tersebut disebut colliculus. Dua tonjolan di atas disebut
colliculi superior dan dua tonjolan di bawah disebut coliculli inferior.
Midbrain berfungsi dalam manyampaikan impuls dari korteks cerebral
ke pons varoli dan sumsum tulang belakang. Bagian tectum dari
midbrain merupakan pusat refleks yang mengontrol pergerakan bola
mata dan kepala dalam menanggapi rangsangan visual, serta
pergerakan kepala sebagai respon terhadap rangsangan pendengaran.
b. Pons Varoli Bagian batang otak yang terletak pada superior dari
medulla oblongata adalah pons varoli. Pons varoli adalah jembatan
yang menghubungkan bagian otak satu dengan bagian otak lain. Pons
varoli berisi traktus ascending dan descending serta beberapa
nuklei.Pons memiliki dua komponen utama yaitu yaitu ventral region
dan dorsal region. Bagian ini memiliki pontine nuklei yang terletak di
bagian anterior pons yang berfungsi menyampaikan informasi dari
cerebrum ke cerebellum. Pada bagian posteriornya mengandung saraf
kranial V (trigeminal), VI (abducens), VII (wajah), dan VIII
(vestibulocochlear). Daerah pontine lain yang penting adalah sleep
center yang mengatur gerakan mata saat tidur dan daerah pontine pada
respiratory center yang berfungsi untuk mengendalikan gerakan
pernapasan.
c. Medulla Oblongata Medulla oblongata atau medulla memiliki panjang
kurang lebih tiga sentimeter. Medulla merupakan bagian paling
inferior dari batang otak yang memanjang dari sumsum tulang
belakang menuju pons dan anterior cerebellum. Medulla oblongata
mengandung traktus sensorik dan motorik, serta saraf-saraf kranial.
Beberapa nukleus pada medulla oblongata berfungsi sebagai pusat
refleks vital seperti mengatur detak jantung, vasomotor yang mengatur
diameter pembuluh darah, dan mengatur pernapasan serta pusat refleks
untuk batuk, bersin, menelan, dan muntah. Saraf-saraf kranial pada
medulla oblongata yaitu saraf kranial V (trigeminal), VII (wajah), IX
(glossopharyngeal), X (vagus), XI (aksesori), dan XII (hypoglosal).
d. Reticular Formation Reticular formation merupakan sistem difusi
yang saling berhubungan dan terdapat di seluruh bagian batang otak.
Bagian ini tersebar oleh gray matter yang mengandung serat berwarna
putih. Reticular formation menerima akson dari sebagian besar saraf
wajah. Sistem reticular ini berperan dalam mempertahankan kesadaran
dan gairah tubuh. Di dalam medulla oblongata terdapat tiga pusat
refleks vital dari sistem reticular yaitu pusat vasomotor yang mengatur
diameter pembuluh darah, pusat jantung yang mengatur kekuatan
kontraksi dan detak jantung, serta medullary.
3. Diencephalon Diencephalon adalah bagian otak yang terletak di antara batang
otak dan cerebrum, posisinya berada di superior dari midbrain. Diencephalon
memanjang dari batang otak ke cerebrum dan mengelilingi ventrikel ketiga.
Bagian otak ini mengandung traktus dan chiasma optik yang merupakan
tempat persilangan saraf optik, infundilum yang melekat pada kelenjar
pituitary, badan millary, kelenjar pineal, dan kelenjar endokrin (Seeley dkk.,
2017).
Diencephalon memiliki tiga komponen utama, yaitu :
a. Thalamus
Talamus adalah bagian superior dari diencephalon yang berperan
sebagai sensorik impuls untuk mencapai korteks cerebral yang berasal
dari tulang belakang, batang otak, dan cerebrum. Talamus memiliki
peran sebagai pusat interpretasi sentuhan kasar, rasa sakit, dan perasa
suhu.
b. Epithalamus
Epitalamus adalah area kecil yang berada di superior dan posterior dari
talamus. Bagian ini terdiri dari habenula dan kelenjar pineal.Habenula
memengaruhi indra penciuman yang terlibat dalam respon emosional
dan respon visceral terhadap indra penciuman. Kelenjar pineal
memiliki bentuk seperti biji pinus yang terlibat sebagai modulasi
siklus tidur dan bioritme lainnya.
c. Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian paling inferior dari diencephalon.
Hipotalamus berisi sekelompok nuklei dan traktus. Nuklei yang paling
terlihat adalah badan mamillari yang menonjol pada permukaan
ventral dari diencephalon. Bagian ini terlibat dalam refleks penciuman
dan respon emosional serta memori. Hipotalamus merupakan
pengontrol sistem endokrin, pengatur sekresi hormon pada kelenjar
pituitari, memengaruhi fungsi metabolisme, dan reproduksi.
4. Cerebellum (Otak Kecil) Cerebellum (otak kecil) adalah bagian dari otak yang
bentuknya seperti kupu-kupu. Terletak di inferior lobus oksipitalis dan
posterior dari pons dan medulla oblongata. Cerebellum terdiri dari dua
belahan yang dipisahkan oleh hemisphere dan dihubungkan oleh suatu
struktur yang disebut vermis.
Otak kecil terbentuk dari white matter dengan lapisan tipis dari gray
matter yang disebut korteks cerebral. Otak kecil memiliki fungsi antara lain,
sebagai pusat refleks dalam mengkoordinasikan gerakan otot rangka yang
kompleks, mempertahankan postur tubuh, dan menjaga keseimbangan tubuh
(Rizzo, 2015).
5. Arterial Blood Supply Darah disuplai ke otak oleh dua pasang pembuluh
darah arteri yaitu, internal carotid arteries (arteri karotis interna) dan vertebral
arteries (arteri vertebralis). Pada bagian ini juga terdapat circulus arteriosus
arteries yang memiliki fungsi penting (Applegate, 2010).
a. Internal Carotid Artery (Arteri Karotis Interna)
Arteri karotis interna meluas hingga ujung medial fisura cerebral lateralis.
Lalu terbagi menjadi arteri cerebral dan arteri middle cerebral. Dua arteri
cerebral anterior melewati dan pada medial menuju fisura longitudinal
yang dihubungkan oleh arteri communicating anterior. Kedua arteri
tersebut berjalan paralel dalam fisura longitudinal dan memiliki banyak
cabang untuk mensuplai darah pada lobus frontalis dan lobus parietalis.
Arteri middle cerebral melewati celah pada sisi lateralis untuk mensuplai
darah ke permukaan lateral otak. Cabang ketiga dari arteri carotis
internayaitu arteri communicating posterior yang berjalan menuju ke
anastomosis dengan arteri cerebral posterior.
b. Vertebral Arteries (Arteri Vertebralis)
Arteri vertebralis kanan dan kiri merupakan cabang dari arteri subclavia,
melewati foramen transverse superior dari vertebrae cervical yang dimulai
dari cervical keenam. Saat melewati foramenmagnum, kedua arteri
tersebut menembus dura mater untuk memasuki cisterna
cerebellomedularis pada ruang subarachnoid. Arteri vertebralis kanan dan
kiri bergabung membentuk arteri basilaris yang melewati permukaan
anterior pons. Arteri basilaris kemudian membelah dan membentuk dua
arteri cerebral posterior untuk mensuplai darah menuju lobus oksipitalis.
c. Circulus Arterious Cerebri
Terdapat konfigurasi khas pada dasar otak yang menunjukkan anastomose
pembuluh darah membentuk lingkaran yang disebut circle of willis. Circle
of willis dibentuk oleh arteri carotis interna, arteri cerebral anterior, arteri
communicating anterior, arteri cerebral posterior, dan arteri
communicating posterior.

2.1.3 Klasifikasi Stroke Hemoragik

Menurut( Junaidi, 2011 Dalam Putri 2017), klasifikasi stroke hemoragik dibagi
menjadi 2 yaitu :

1. Perdarahan Intraserebral (PIS)


Perdarahan Intraserebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian masuk
ke dalam jaringan otak. Penyebab PIS biasanya karena hipertensi yang
berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding pembuluh darah dan salah
satunya adalah terjadinya mikroaneurisma. Faktor pencetus lain adalah
stresfisik, emosi, peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan
pecahnya pembuluh darah. Sekitar 60-70% PIS disebabkan oleh hipertensi.
Penyebab lainnya adalah deformitas pembuluh darah bawaan, kelainan
koagulasi. Bahkan, 70% kasus berakibat fatal, terutama apabila perdarahannya
luas (masif) ( Junaidi, 2011).
2. Perdarahan subarachnoid (PSA)
Perdarahan subarachnoid adalah masuknya darah keruang subarachnoid baik
dari tempat lain (perdarahan subarachnoid sekunder) dan sumber perdarahan
berasal dari rongga subarachnoid itu sendiri (perdarahan subarachnoid
primer). Sebagian kasus PSA terjadi tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga
kasus terkait dengan stres mental dan fisik. Kegiatan fisik yang menonjol
seperti :mengangkat beban, menekuk, batuk atau bersin yang terlalu keras,
mengejan dan hubungan intim (koitus) kadang bisa jadi penyebab (Junaidi,
2011).
2.1.4 Etiologi Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh arteri yang mensuplai darah ke otak
pecah. Pembuluh darah pecah umumnya karena arteri tersebut berdinding
tipis berbentuk balon yang disebut aneurisma atau arteri yang lecet bekas
plakaterosklerotik. Penyebabnya terjadi peningkatan tekanan darah yang
mendadak tinggi dan atau oleh strespsikis berat. Peningkatan tekanan
darah yang mendadak tinggi juga disebabkan oleh trauma kepala atau
peningkatan lainnya seperti mengedan, batuk keras, mengangkat beban
dan sebagainya. (Junaidi, 2011 Dalam Putri, 2017)
a. Faktor Resiko Menurut
Widyanto & Tribowo (2013) factor resiko stroke yaitu :
1. Faktor resiko stroke yang dapat dirubah, seperti : Hipertensi, diabetes
melitus, kadar hematokrit tinggi, kebiasaan sehari-hari (merokok,
penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol, kontrasepsi oral).
2. Faktor resiko stroke yang tidak dapat dirubah, seperti : usia, jenis kelamin,
riwayat keluarga/keturunan, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan
beterozigot atau homosisturia.( Widyanto & Tribowo, 2013 Dalam Winda
2019)
2.1.5 Patofisiologi Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terjadi akibat pecahnya pembuluh darah didalam otak


sehingga darah menutupi atau menggenangi ruang – ruang pada jaringan sel
otak, dengan adanya darah yang menggenangi dan menutupi ruang – ruang
pada jaringan sel otak tersebut maka akan menyebabkan kerusakan jaringan
sel otak dan menyebabkan fungsi control pada otak. Genangan darah bisa
terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral
hemoragie) atau juga dapat terjadi genangan darah masuk kedalam ruang
disekitar otak (subarachnoid hemoragie) dan bila terjadi stroke bisa sangat
luas dan fatal dan bahkan sampai berujung kematian. Pada umumnya stroke
hemoragik terjadi pada lanjut usia, dikarenakan penyumbatan terjadi pada
dinding pembuluh darah yang sudah rapuh (aneurisma), pembuluh darah yang
rapuh disebabkan oleh factor usia (degenerativf), tetapi juga disebabkan oleh
factor keturunan (genetik). Biasanya keadaan yang sering terjadi adalah
kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak
atau arteriosclerosis bisa akan lebih parah lagi apabila disertai dengan gejala
tekanan darah tinggi (Feigin, 2007 Dalam Putri 2017).

2.1.6 Pathway stroke Hemoragik


Hipertensi

Lipophyalinosis/Hilangnya struktur pemb. Darah arteri


normal

Ruptur pembuluh darah serebral

Hemoragik serebral

Penambahan massa

Kompresi
Edema TIK ↑

Menekan jar. otak

Pada serebrum terjadi disfungsi


Pada cerebelum
Iskemia-hipoksia jar. serebral otak

Defisit motorik (ggn. perfusi serebral) Ggn. fungsi Ggn. pusat Ggn. persepsi
Kelemahan otot
mengunyah motorik bicara sensori
Metabolisme anaerob↑
Gerakan inkoordinasi Kesadaran Kelemahan Ggn. bicara Penglihatan ↓
menurun anggota
Asam laktat ↑
Ggn. mobilitas fisik gerak
Disfasia
Hemiplegi
Nyeri disartria
Ggn. ADL Tirah
baring lama Resiko
Gg mobilitas Ggn.
perubahan
Ggn. rasa nyaman fisik komunikasi
Resiko Dekubitus nutrisi: kurang
verbal
dari kebutuhan
Resiko Ggn. integritas
kulit
2.1.7 Manifestasi Klinis

Menurut (Tarwoto, 2013 Dalam Putri, 2017 ) manifestasi klinis Stroke:

1. Kelumpuhan pada wajah atau separuh anggota tubuh

(hemiparise) atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara

mendadak.

2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.

3. Penurunan kesadaran.

4. Afasia (kesulitan berbicara).

5. Disatria (bicara cadel atau pelo).

6. Gangguan penglihatan. Sulit melihat dengan sebelah mata

maupun kedua mata. Berbagai objek menjadi kabur atau

terlihat ganda.

7. Disfagia

Kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX.

8. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena

peningkatan tekanan intrakranial, edema serebri.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis

Menurut (Wijaya& Putri, 2013 DalamZulfiana 2019) penatalaksaan stroke

adalah :

1. Penatalaksanaan umum stroke fase akut

a. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi lateral decubitus

bila disertai muntah.


b. Bebaskan jalan nafas dan usahakan ventilasi adekuat bila perlu

berikan oksigen 1-2 liter/menit bila ada hasil gas darah.

c. Memasang kateter untuk jalan buang air kecil

d. Kontrol tekanan darah, dipertahankan normal.

2. Penatalaksanaan setelah Fase Akut

a. Berikan nutrisi per oral hanya boleh

diberikan setelah tes fungsi menelan

baik, bila terdapat gangguan menelan

atau pasien yang kesadaran menurun,

dianjurkan menggunakan NGT.

b. Mobilisasi dan rehabilitasi dini jika ada

kontraindikasi. Boleh dimulai latihan

mobilisasi bila kondisi hemodinamik

stabil atau fase rehabilitasi.

3. Penatalaksanaan medis

a. Obat anti hipertensi. Pada penderita

stroke baru, biasanya tekanan darah tidak

diturunkan terlalu rendah untuk menjaga

suplai darah keotak.

b. Anti platelet untuk mencegah

pembekuan darah, digunakan obat anti

platelet, seperti aspirin.

c. Anti koagulan untuk mencegah


pembekuan darah, pasien dapat diberikan

obat-obatan tikoagulan seperti heparin

yang bekerja dengan cara mengubah

komposisi factor pembekuan dalam

darah. Obatan tikoagulan biasanya

diberikan pada penderita stroke dengan

gangguan irama jantung.

4. Penatalaksanaan khusus komplikasi

a. Atasi kejang (anti konvulan)

b. Atasi tekanan intracranial yang tinggi

menggunakan manitol, gliserol,

furosemide, intubasi, streroid dll.

c. Atasi dekompresi (kraniotonomi)

d. Untuk penatalaksaan factor resiko :

i. Atasi hipertensi (anti hipertensi)

ii. Atasi hiperglikemia (anti hiperglikemia)

iii. Atasi hiperurisemia (anti hiperurisemia)

2.1.9 pemeriksaan penunjang

a. CT-scan, memperlihatkan adanya cidera, hematoma,

iskhemia infark.

b. Angiografi cerebral, membantu menentukan penyebab

stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi, arteri

adanya ruptur.
c. Fungsi lumbal, menunjukan adanya tekanan normal dan

biasanya ada thrombosis embolis serebral dan TIK.

Tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah

menunjukkan adanya haemorragic subarachnoid,

perdarahan intrakranial.

d. MRI, menunjukan ada yang mengalami infark.

e. Ultrasonografi dopler, mengidentifikasi penyakit

artemovena

f. Elektroencefalogram atau EEG, mengidentifikasi masalah

didasarkan pada gelombang otak dan mungkin

memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

g. Sinar-X kranium, menggambarkan perubahan kelenjar

lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang

meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis

cerebral, kalsifikasi parsial dinding aneurysma pada

perdarahan subarachnoid.

2.1.10 Komplikasi Komplikasi stroke menurut

(Wijaya&Yessie, 2013 Dalam Nur Ainun 2019):

1. Berhubungan dengan imobilitas

a. Infeksi pernafasan

b. Nyeri yang berhubungan dengan daerah yang tertekan

c. Konstipasi

d. Tombroflebitis
2. Berhubungan dengan mobilisasi

a. Nyeri pada daerah punggung

b. Dislokasi sendi

3. Berhubungan dengan kerusakan otak

a. Epilepsi

b. Sakit kepala

c. Kraniotomi

4. Hidrosefalus

2.2 Saturasi Oksigen

2.2.1 Pengertian Saturasi Oksigen

Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berkaitan dengan oksigen dalam
arteri, saturasi oksigen normal antara 95 – 100%. Dalam Kedokteran, oksigen
saturasi (SO2), sering disebut sebagai “SATS”, untuk mengukur presentase oksigen
yang diikat oleh hemoglobin didalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang
rendah, sebagaian besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses
pendistribusian darah hemoglobin dari arterike jaringan tubuh (Hidayat,2007).

Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis) saturasi oksigen
meningkat menurut kurva disosisasi hemoglobin-oksigen dan pendekatan 100% pada
tekanan parsial oksigen> 10 kPa. Saturasi oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah
ukuran relatif dari jumlah oksigen yang terlarut atau dibawa dalam media tertentu.
Hal ini dapat diukur dengan probe oksigen terlarut seperti sensor oksigen atau optode
dalam media cair.
2.2.2 Pengukuran saturasi Oksigen

Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa teknik. Penggunaan


oksimetri nadi merupakan teknik yang efektif atau memantau pasien terhadap
perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak (Tarwoto,2006)

Adapun cara pengukuran saturasi oksigen antara lain:

a. Saturasi oksigen arteri (Sa O2) nilai dibawah 90% menunjukkan keadaan
hipoksemia (yang dapat disebabkan oleh anemia). Hipoksemia karena SaO2 rendah
ditandai dengan sianosis. Oksimetri nadi adalah metode pemantauan non invasif
secara kontiyu terhadap saturasi okssigen hemoglobin (Sao2).

Meski oksimetri oksigen tidak bisa menggantikan gas-gas dalam arteri, oksimetri
oksigen merupakan salah satu cara efektif untuk memantau pasien terhadap
perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak. Oksimetri nadi digunakan
dalam banyak lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit perawatan umum, dan
area diagnostik dan pengobatan ketika diperlukan pemantauan saturasi oksigen
selama prosedur.

b. Saturasi oksigen vena (Sv O2) diukur untuk melihat berapa banyak mengkonsumsi
oksigen tubuh. Dalam perawatan klinis, Sv O2 dibawah 60%, menunjukkan bahwa
tubuh adalah dalam kekurangan oksigen dan iskemik penyakit terjadi. Pengukuran ini
sering digunakan pengobatan dengan mesin jantung-paru (Extracorporeal sirkulasi),
dan dapat memberikan gambaran tentang banyak aliran darah pasien yang diperlukan
agar tetap sehat.

c. Tissue oksigen saturasi (St O2) dapat diukur dengan spektroskopi inframerah
dekata. Tissue oksigen saturrasi memberikan gambaran tentang oksigenasi jaringan
dalam berbagai kondisi.

d. Saturasi oksigen perifer (Sp O2) adalah estimasi dari tingkat kejauhan oksigen
yang biasanya diukur dengan oksimeter pulsa.

Pemantauan saturasi O2 yang sering adalah menggunakan oksimetri nadi yang secara
luas dinilai sebagai salah satu kemajuan terbesar dalam pemantauan klinis (Guiliano
& Higgins, 2005).

2.2.3 Alat Yang Di Gunakan Dan Tempat Pengukuran

alat yang digunakan adalah oksimetri nadi yang terdiri dari dua diode
pengemisi cahaya (satu cahaya merah dan satu cahaya infra merah) pada satu sisi
probe, kedua diode ini mentransmisikan cahaya merah dan inframerah melewati
pembuluh darah, biasanya pada ujung jari atau daun telinga, menuju foto detektor
pada sisi lain probe (Welch, 2005).

2.3 Posisi Elevasi Kepala

2.3.1 Pengertian

Posis elevasi kepala adalah posisi berbaring dengan bagian kepala pada
tempat tidur di tinggikan 30o dengan indikasi tidak melakukan manuver pada daerah
leher dan ekstremitas bawah dalam posisi lurus tanpa adanya fleksi. Posisi elevasi
kepala hampir sama dengan semi fowler yaitu dengan cara meninggikan kepala 15
derajat – 30 derajat dapat memakai atau menggunakan tempat tidur fungsional yang
dapat diatur secara otomatis (Bahrudin, 2008).

2.3.2 Tujuan

Pengaturan posisi kepala bertujuan untuk meningkatkan perfusi selebral dalam


keadaan adekuat, menurun TIK pada kasus trauma kepala, lesi otak atau gangguan
neurology dan memfasilitasi venous drainage dari kepala (Perry & Potter, 2006).

2.3.3 Prosedur Elevasi Kepala

Prosedur pengaturan elevasi kepala pada pasien dengan ketidakefektifan perfusi


serebral khususnya pasien struktur hemoragik adalah sebagai berikut ( Perry & Potter,
2006).

a. Meletakkan posisi pasien dalam keadaan terlentang


b. Atur posisi kepala lebih tinggi dalam keadaan datar tanpa fleksi, ekstensi atau
rotasi
c. Selanjutnya atur ketinggian tempat tidur bagian atas setinggi 15 derajat dan
kemudian setinggi 30 derajat.
d. Luruskan ekstermitas bawah, hindari dari fleksi dimana posisi fleksi akan
meningkatkan tekanan intra abdomen.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pengaturan posisi head up 30 derajat
adalah fleksi, ekstensi dan rotasi kepala akan menghambat venous return
sehingga akan mmeningkatkan tekanan perfusi serebral yang akan
berpengaruh pada peningkatan TIK (Dimitrios dan alfread,2002)

2.4 Asuhan Keperawatan Teori

a. Pengkajian
Adapun Fokus Pengkajian pada klien dengan Stroke Hemoragik menurut
Tarwoto (2013) yaitu :
1) Identitas Klien
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku,
agama, alamat, pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal
pengkajian di ambil) dan identitas penanggung jawab (nama, umur,
pendidikan, agama, suku, hubungan dengan klien, pekerjaan, alamat).
2) Keluhan Utama
Adapun keluhan utama yang sering dijumpai yaitu klien mengalami
kelemahan anggota gerak sebelah badan, biasanya klien mengalami
bicara pelo, biasanya klien kesulitan dalam berkomunikasi dan
penurunan tingkat kesadaran.
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Keadaan ini berlangsung secara mendadak baik sedang melakukan
aktivitas ataupun tidak sedang melakukan aktivitas. Gejala yang
muncul sepperti mual, nyeri kepala, muntah bahkan kejang sampai
tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsii otak
yang lain.
4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Adapun riwayat kesehatan dahulu memiliki riwayat hipertensi, riwayat
DM, memiliki penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
riwayat kontrasepsi oral yang lama, riwayat penggunaan obat – obatan
anti koagulasi, aspirin, vasodilatr, obat – obat adiktif, kegemukan.
5) Riway Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga dengan hipertensi, adanya riwayat DM, dan
adanya riwayat anggota keluarga keluarga yang menderita stroke.
6) Riwayat Psikososial
Adanya keadaan dimana pada kondisi ini memerlukan biaya untuk
pengobatan secara koomprehensif, sehingga memerlukan biaya untuk
pemeriksaan dan pengobatan serta perawatan yang sangat mahal dapat
mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pemeriksaan Fisik
a) Tingkat kesadaran
Gonce (2002) tingkat kesadaran merupakan parameter utama
yang sangat penting pada penderita stroke. Perlu dikaji secara
teliti dan secara komprehensif untuk mengetahui tingkat
kesadaran dari klien dengan stroke. Macam – macam tingkat
kesadaran terbagi atas : Metoda Tingkat Responsivitas
1. Composmentis : kondisi seseorang yang sadar
sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang
dinyatakan pemeriksa dengan baik.
2. Apatis : yaitu kondisi seseorang yang tampak segan dan
acuh tak acuh terhadap lingkungan
3. Derilium : yaitu kondisi seseorang yang mengalami
kekacauan gerakan, siklus tidur bangun yang terganggu
dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta
meronta-ronta
4. Somnollen : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk
namun masih dapat sadar bila dirangsang, tetapi bila
rangsang berhenti akan tidur kembali
5. Sopor : yaitu kondisi seseorang yang mengantuk yang
dalam, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan
yang kuat, misalnya nyeri, tetapi tidak terbangun
sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan
baik.
6. Semi-Coma : yaitu penurunan kesadaran yang tidak
memberikan respons terrhadap pertanyaan, tidak dapat
dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang
nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupuil
masih baik
7. Coma : yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam,
tidak memberikan respons terhadap pernyataan, tidak
ada gerakan dan tidak ada respons terhadap rangsang
nyeri.
Berikut tingkat kesadaran berdasarkan skala nilai dari
skor yang didapat dari penilaian GCS klien :
- Nilai GCS Composmentis : 15 - 14
- Nilai GCS Apatis : 13 - 12
- Nilai GCS Derilium : 11 - 10
- Nilai GCS Somnolen : 9 -7
- Nilai GCS Semi Coma : 4
- Nilai GCS Coma :3

Skala koma glasgow

Pada keadaan perawatan sesungguhnya dimana waktu


untuk mengumpulkan data sangat terbatas, skala koma
glasgow dapat memberikan jalan pintas yang sangat
berguna.

Tabel

Skala Koma Glasgow

Respon Membuka Mata Nilai


Spontan 4
Terhadap bicara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada respon 1
Respon Verbal Nilai
Terorientasi 5
Percakapan yang membingungkan 4
Penggunaan kata kata yang tidak sesuai 3
Suara menggumam 2
Tidak ada respon 1
Respon Motorik Nilai
Mengikuti perintah 6
Menunjuk tempat ransangan 5
Menghindar dari stimulus 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada respon 1

b) Gerakan, Kekuatan dan Koordinasi


Tanda dari terjadinya gangguan neurologis yaitu terjadinya
kelemahan otot yang menjadi tanda penting dalam stroke.
Pemeriksaan kekuatan otot dapat dilakukan oleh perawat
dengan menilai ekstremitas dengan memberikan tekanan bagi
otot dan juga perawat bisa menggunakan gaya gravitasi.

Tabel
Skala peringkat untuk kekuatan otot

0 Tidak tampak ada kontraksi otot


1 Adanya tanda – tanda dari konstraksi
2 Dapat bergerak tapi tak mampu menahan gaya
gravitasi
3 Bergerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak dapat
melawan tahanan otot pemeriksa
4 Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot
pemeriksa
5 Kekuatan dan regangan yang normal

1. Reflek
Respon motorik terjadi akibat adanya reflek yang terjadi
melalui stimulasi sensori. Kontrol serebri dan kesadaran tidak
dibutuhkan untuk terjadinya reflek. Respon abnormal
(babinski) adalah ibu jari dorso atau gerakan ke atas ibu jarri
dengan atau tanpa melibatkan jari – jari kaki yang lain.
2. Perubahan pupil
Pupil harus dapat dinilai ukuran dan bentuknya (sebaiknya
dibuat dalam milimeter). Suruh pasien berfokus pada titik yang
jauh dalam ruangan. Pemeriksa harus meletakkan ujung jari
dari salah satu tanganya sejajar dengan hidung pasien. Arahkan
cahaya yang terang kedalam salah satu mata dan perhatikan
adanya kontriksi pupil yang cepat (respon langsung).
Perhatikan bahwa pupil yang lain juga ikut kontriksi (respon
konsensual). Anisokor (pupil yang tidak sama) dapat normal
pada populasi yang presentasinya kecil atau mungkin menjadi
inndikasi adanya disfungsi neural.
3. Tanda – tanda vital
Tanda – tanda vital dari peningkatan tekanan intra cranial
meliputi kenaikan tekanan sistolik dalam hubungan tekanan
nadi yang membesar, nadi lemah atau lambat dan pernapasan
tidak teratur.
4. Saraf kranial
I. Olfaktorius : saraf cranial 1 berisi serabut sensorik
untuk indera penghidu. Mata pasien terpejam dan
letakkan bahan – bahan aromatic dekat hidung untuk di
identifikasi
II. Optikus : akuitas visual kasar dinilai dengan menyuruh
pasien membaca tulisan cetak. Kebutuhan akan
kkacamata sebelum pasien sakit harus diperhatikan
III. Okulomotoris : menggerakkan sebagaian besar otot
mata
IV. Troklear : menggerakkan beberapa otot mata
V. Trigeminal : saraf trigeminal mempunyai 3 bagian :
optalmikus, maksilaris, dan madibularis. Bagian sensori
dari saraf ini mengontrol sensori pada wajah dan
kornea. Bagian motorik mengontrol otot mengunyah.
Saraf ini secara parsial dinilai dengan menilai reflek
kornea, jika itu baik pasien akan berkedip ketika kornea
diusap kapas secara halus. Kemampuan untuk
mengunyah dan mengatup rahang harus diamati.
VI. Abdusen : saraf kranial ini dinilai secara bersamaan
karena ketiganya mempersarafi otot ekstraokular. Saraf
ini dinilai dengan menyuruh pasien mengikuti gerakan
jari pemeriksa ke segala arah
VII. Fasial : bagian sensori saraf ini berkenaan dengan
pengecepan pada dua pertiga anterior lidah. Bagian
motorik saraf ini mengontrol otot ekspresi wajah. Tipe
yang paling umum dan paralisis fasial perifer bell’s
palsi
VIII. Akustikus : saraf ini dibagi menjadi cabang-cabang
koklearis dan vestibular, yang secara berurutan
mengontrol pendengaran dan keseimbangan. Saraf
koklearis diperiksa dengan konduksi tulang dan udara.
Saraf vestibular mungkin tidak diperiksa secara rutin
namun perawat waspada, terhadap keluhan pusing atau
vertigo dari pasien
IX. Glosofaringeal : sensori : menerima rangsang dari
bagian posterior lidah untuk diproses di otak sebagai
sensasi rasa. Motorik : mengendalikan ordan – organ
dalam
X. Vagus : saraf cranial ini biasanya dinilai bersama-sama.
Saraf Glosofaringeus mempersarafi serabbut sensori
pada sepertiga lidah bagian posterior juga uvula dan
langit – langit lunak serta memperlihatkan respon
otonom pada jantung, lambung, paruparu dan usus
halus. Ketidakmampuan untuk batuk yang kuat,
kesulitan menelan dan suara serak dapat pertanda
adanya kerusakan saraf ini.
XI. Asesoris spinal : saraf ini mengontrol otot- otot
sternokliedomostoid dan otot trapesius. Pemeriksa
menilai saraf ini dengan menyuruuh pasien mengangkat
bahu atau memutar kepala dari satu sisi ke sisi yang
lain terhadap tahanan, biasa juga dibagian kaki dan
tangan.
XII. Hipoglosus : saraf ini mengontrol gerakan lidah. Saraf
ini dinilai dengan menyuruh pasien menjulurkan lidah.
Nilai adanya deviasi sekunder terhadap kerusakan saraf,
maka akan mengarah pada sisi yang terjadi lesi.
b. Diagnosa Keperawatan
a. resiko perfusi serebral tidak efektif b/d penurunan kinerja ventrikel kir,
tumor otak, cidera kepala, infark miokard akut, hipertensi, dan
hiperkolesteronemia
b. pola nafas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan, hambatan upaya
napas, gangguan neuromuskular dan gangguan neurologis
c. bersihan jalan nafas tidak efektif b/d spasme jalan napas, disfungsi
neuromuskuler dan sekresi yang tertahan
d. gangguan mobilitas fisik b/d neuromuskuler dan kelemahan anggota gerak
e. gangguan komunikasi verbal b/d penurunan sirkulasi serebral dan gangguan
neuromuskuler
f. gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan, pendengaran,
penghiduan dan hipoksia serebral
g. defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan
h. resiko gangguan integritas kulit/jaringan b/d penurunan mobilitas
i. defisit perawatan diri b/d gangguan neuromuskuler dan kelemahan
(SDKI, Edisi 1)
No Diagnosa Keperawatan Standar luaran keperawatan indonesia Standar intervensi keperawatan indonesia
(SLKI) (SIKI)
1 Resiko perfusi selebral tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen peningkatan tekanan
efektif b/d hipertensi 3x24 jam diharapkan perfusi selebral intrakranial
pasien menjadi efektif dengan kriteria Observasi
hasil : 1. identifikasi penyebab TIK
a. tingkat kesadaran kognitif meningkat 2. monitor tanda gejala peningkatan TIK
b. gelisah menurun 3. monitor MAP, CVP, PAWP, PAP,ICP, dan
c. tekanan intrakranial menurun CPP, jika perlu
d. kesadaran membaik 4. monitor gelombang ICP
5. monitor status pernapasan
6. monitor intake dan output cairan
7. monitor cairan serebro dan spinal
Terapeutik
1. minimalkan stimulus dengan menyiapkan
lingkungan yang tenang
2. berikan posisi semi fowler
3. hindari manuver valsava
4. cegah terjadinya kejang
5. hindari penggunaan PEEP
6. atur ventilator agar PaCO2 optimal
7. pertahankan suhu tubuh
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
2. kolaborasi pemberian diuretik osmosis
3. kolaborasi pemberian pelunak tinja

Pemantauan Neurologis
Observasi
1. monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan
reaktifitas pupil
2. monitor tanda kesadaran
3. monitor tanda – tanda vital
4. monitor status pernafasan : analisa gas darah,
oksimetri nadi, kedalaman pernafasan, pola
nafas dan usaha napas
5. monitor reflek kornea
6. monitor kesimetrisan wajah
7. monitor respon babinski
8. monitor respon terhadap pengobatan
Terapeutik
1. tingkatan frekuensi pemantauan neurologis,
jika perlu
2. hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
3. atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
4. dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan

2 Pola nafas tidak efektif b/d Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen jalan nafas
hambatan upaya napas 3x24 jam diharapkan pola nafas pasien Observasi
menjadi efektiif dengan kriteria hasil : 1. monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
1. frekuensi nafas membaik usaha nafas)
2. kedalaman nafas membaik 2. monitor bunyi nafas tambahan (mis:
3. ekskursi dada membaik wheezing)
Terapeutik
1. posisikan semi fowler atau fowler
2. pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
headlilt dan chinlift
3. berikan minum hangat
4. lakukan fisioterapi dada
5. lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
6. berikan oksigen
Edukasi
1. ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian bronkodilator,
mukolitik

Dukungan ventilasi
Observasi
1. identifikasi adanya kelelahan otot bantu
nafas
2. identifikasi efek perubahan posisi terhadap
status
3. monitor status respirasi dan oksigenasi
( frekuensi, dan kedalaman nnafas, penggunaan
otot bantu nafas, bunyi nafas tambahan,
saturasi opksigen)
Terapeutik
1. pertahankan kepatenan jalan nafas
2. berikan posisi semi fowler atau fowler
3. fasilitasi mengubah posisi senyaman
mungkin
4. nerikan oksigenasi sesuai kebutuhan
Edukasi
1. ajarkan melakukan teknik relaksasi nafas
dalam
2. ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3. ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian bronkodilator, jika
perlu
3 bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pemantauan respirasi
b/d spasme jalan napas, 3x24 jam diharapkan bersihan jalan nafas Observasi
disfungsi neuromuskuler dan tetap paten dengan kriteria hasil : 1. monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
sekresi yang tertahan 1. batuk efektif meningkat upaya nafas
2. produksi sputum menurun 2. monitor pola nafas
3. frekuensi nafas dan pola nafas 3. monitor kemampuan batuk efektif
membaik 4. monitor adanya produksi sputum
5. monitor adanya sumbatan jalan napas
6. monitor saturasi oksigen
7. monitor nilai AGD
8. monitor hasil X-Ray toraks
Terapeutik
1. atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan jika perlu
Penghisapan jalan nafas
Observasi
1. identifikasi kebutuhan dilakukan
penghisapan
2. monitor status oksigenasi, status neurologis,
dan status hemodinamik sebelum, selama, dan
setelah tindakan
3. monitor dan catat warna, jemlah dan
konsistensi
Terapeutik
1. gunakan tindakan aseptik
2. gunakan prosedural steril dan disposibel
3. gunakan teknik penghisapan tertutup, sesuai
indikasi
4. berikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
5. lakukan penghisapan lebih dari 15 detik
6. hentikan penghisapan dan berikan terapi
oksigen jika mengalami kondisi – kondisi
seperti bradikardi, penurunan saturasi
Edukasi
1. anjurkan melakukan teknik nafas dalam,
sebelum melakukan penghisapan
2. anjurkan bernafas dalam dan pelan selama
insers kateter suction

4. gangguan mobilitas fisik b/d Setelah dilakukan tindakan asuhan Dukungan mobilisasi
neuromuskuler dan kelemahan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
anggota gerak mobilitas fisik tidak terganggu dengan 1. identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
kriteria hasil : lainnya
1. pergerakan ekstremitas meningkat 2. identifikasi toleransi fisik melakukan
2. kekuatan otot meningkat pergerakan
3. rentang gerak (ROM) meningkat 3. monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
4. kelemahan fisik menurun sebelum mobilisasi
4. monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
1. fasilitasi aktivitas mobilitasi dengan alat
bnatu (mis duduk di atas tempat tidur)
2. fasilitasi melakukan pergerakan
3. libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. ajarkan mobilisasi sederhana yang harus di
lakukan (mis : duduk di tempat tidur)

Pemantauan neurologis
Observasi
1. monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan dan
reaktifitas pupil
2. monitor tingkat kesadaran
3. monitor tanda tanda vital
4. monitor status pernafasan : analisa gas
darah, oksimetri nadi, kedalaman nafas, pola
nafas dan usaha nafas
Terapeutik
1. tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis,
jika perlu
2. hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
3. atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
4. dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
1. jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. informasikan hasil pemantauan
5. gangguan komunikasi verbal b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Promosi komunikasi defisit bicara membaik
penurunan sirkulasi serebral dan 3x24 jam diharapkan komunikasi verbal Observasi
gangguan neuromuskuler meningkat dengan kriteria hasil : 1. monitor frustasi, marah,depresi atau hal lain
1. kemampuan berbicara meningkat yang menganggu bicara
2. kemampuan mendengar meningkat 2. identifikasi perilaku emosional dan fisik
3. kesesuaian ekspresi wajah/tubuh sebagai bentuk komunikasi
meningkat Terapeutik
4. pelo menurun 1. gunakan komunikasi alternatif (mis menulis
5. komunikasi membaik mata berkedip, isyarat tangan)
2. berikan dukungan psikologis
3. ulangin apa yang disampaikan pasien
4. gunakan juru bicara
Edukasi
1. anjurkan berbicara perlahan
2. ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif
dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
6. gangguan persepsi sensori b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Minimalisasi rangsangan
gangguan penglihatan, 3x24 jam diharapkan gangguan persepsi Observasi
pendengaran, penghiduan dan sensori membaik, dengan kriteria hasil : 1. periksa status mental, status sensori, dan
hipoksia serebral 1. respon sesuai stimulus membaik tingkat kenyamanan
2. konsentrasi membaik Terapeutik
3. oreintasi membaik 1. diskusikan tingkat toleransi terhadap beban
sensori (bising, terlalu terang)
2. batasi stimulus lingkungan ( cahaya,
aktivitas, suara)
3. Jadwalkan aktivitas harian dan waktu
istirahat
Edukasi
1. ajarkan cara meminimalisasi stimulus
( mengatur pencahayaan ruangan, mengurangi
kebisingan, membatasi kunjungan)
Kolaborasi
1. kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan)
2. kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi sensori

Manajemen delirium
Observasi
1. identifikasi faktor resiko delirium (gangguan
penglihatan/pendengeran, penurunan,
kemampuan fungsional, dll)
2. identifikasi tipe delirium
3. monitor status neurologis dan tingkat
delirium
Terapeutik
1. berikan pencahayaan yang baik
2. sediakan kalender yang mudah dibaca
3. sediakan informasi tentang apa yang terjadi
dan apa yang terjadi selanjutnya
4. batasi pembuatan keputusan
5. nyatakan persepsi dengan cara tenang,
menyakinkann dan tidak argumentatif
6. fokus pada apa yang dikenali dan bermakna
saat interaksi interpersonal
7. lakukan reorientasi
8. sediakan lingkungan fisik dan rutinitas
harian yang konsisten
9. gunakan isyarat lingkungan untuk stimulus
memori, reorientasi, dan meningkatkan
perilaku yang sesuai
Edukasi
1. anjurkan kunjungan keluarga
2. anjurkan penggunaan alat bantu sensorik
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian obat ansietas atau
agitasi

7 defisit nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan asuhan Manajemen nutrisi


ketidakmampuan menelan keperawatan 3x24 jam diharapkan defisit Observasi
makanan nutrisi terpenuhi dengan Kriteria hasil : 1. identifikasi status nutrisi
1. porsi makanan yang dihabiskan 2. identifikasi alergi dan toleransi makanan
meningkat 3. identifikasi makanan yang disukai
2. kekuatan otot mengunyah meningkat 4. identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
3. kekuatan otot menelen meningkat 5. monitor asupan makanan
4. berat badan membaik 6. monitor berat badan
5. frekuensi makan membaik Terapeutik
6. nafsu makan membaik 1. lakukan oral hygiene
7. membran mukosa membaik 2. berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
3. berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
4. berikan suplemen makanan
Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat di toleransi
Edukasi
1. anjurkan posisi duduk
2. anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis: pereda nyeri, antiemetik)
2. kolaborasi dengan ahli gizi

Terapi menelan
Observasi
1. monitor tanda dan gejala aspirasi
2. monitor gerakan lidah saat menelan
3. monitor tanda kelelahan saat makan, minum,
dan menelan
Terapeutik
1. berikan lingkungan yang nyaman
2. jaga privasi pasien
3. gunakan alat bantu, jika perlu
4. hindari penggunaan sedotan
5. posisikan duduk
6. berikan permen lolipop untuk meningkatkan
kekuatan lidah
7. fasilitasi meletakkan makanan yang
dibelakang lidah
8. berikan perawatan mulut, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. informasikan manfaat terapi menelan kepada
pasien dan keluarga
2. anjurkan membuka dan menutup mulut saat
memberikan makanan
3. anjurkan tidak bicara saat makan
Kolaborasi
1. kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
dalam memberikan terapi
8 defisit perawatan diri b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan pperawatan diri
gangguan neuromuskuler dan 3x24 jam diharapkan perawatan diri pada Observasi
kelemahan pasien meningkat dengan kriteria hasil : 1. monitor tingkat kemandirian
1. kemampuan mandi meningkat 2. identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
2. kemampuan mengenakan pakaian diri, berpakaian, berhias, dan makan
meningkat Terapeutik
3. kemampuan makan meningkat 1. sediakan lingkungan yang terapeutik (mis;
4. verbalisasi keinginan malukan suasana rileks, privasi
perawatan diri meningkat 2. siapkan keperuan pribadi (mis; sikat mandi,
sabun mandi)
3. dampingi dalam melakukan perawatan diri
sampai mandiri
4. fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri
5. jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
1. anjurkan melakukan petrawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan
Tinjuan Kasus

A. Pengkajian

Tanggal masuk : 12 Januari 2020

Jam masuk : 21.30 WIB

Ruangan : Neurologi

No.MR : 729450

Diagnosa Medis : stroke hemoragik

Tanggal Pengkajian : Selasa, 13 Januari 2020

Pengkajian Identitas

Nama : Tn. y

Tempat/tanggal lahir : Bukit tinggi, 02-05-1978

Jenis Kelamin : laki - laki

Agama : islam

Suku : minang

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Tigo Kampung, Bukit Tinggi

Sumber Informasi : Keluarga

Keluarga terdekat yang dapat dihubungi

Nama : Ny R

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT

Status Kesehatan Saat Ini

a. Alasan Masuk
klien masuk rs tanggal 12 januari 2020 jam 21.30 wib melalui IGD RSAM dengan
Keadaan tidak sadarkan diri, keluarga juga Mengatakan klien mengalami penurunan
kesadaran 5 jam sebelum masuk rumah sakit dan klien mengalami kelemahan
anggota gerak sebelah kanan, keluarga juga mengatakan sebelum dibawah ke rumah
sakit pasien mengalami jatuh dikamar mandi.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

saat pengkajian tanggal 13 januari 2020 jam 09.30 wib diruangan neurologi dengan
keluhan keluarga mmengatakan klien tidak sadarkan diri 5 jam SMRS, sebelum
pasien mengeluh sakit kepala hebat pada pagi hari dan disertai muntah-muntah, klien
mmengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan, dan keluarga klien
mengatakan semua aktivitas dibantu oleh keluarga. Dari data objektif didapatkan,
klien tidak sadarkan diri, klien tampak terpasang NGT dan O2 NRM 9L/menit, KU
lemah, kesadaran semi-coma, TD 170/100, HR 129x/menit,suhu 37oC, RR 26x/menit,
GCS 4:E2M2vafasia, SPO 90%, kekuatan otot ektremitas atas 0000/1111 dan
ektremitas bawah 0000/1111, dan tampak terpasang infus rl 20tpm. Tampak klien
bedrest total

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

keluarga mengatakan klien dulu juga pernah dirawat dirumah sakit karena penyakit
hernia, klien juga mempunyai riwayat pernah operasi hernia, keluarga mengatakan
klien juga memiliki riwayat penyakit hipertensi 1 tahun terakhir dan pernah dirawat
dirumah sakit karna penyakit hipertensi

D. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga mengatakan ada dari ayah klien juga mengalami hipertensi dan juga
mengalami stroke hemoragik yang sudah cukup lama seperti yang dialami klien saat
ini.

E. Fakktor Pencetus

Keluarga mengatakan klien sebagai seorang perokok aktif dan suka minum kopi dan
jarang mengontrol kesehatan, keluarga juga mengatakan klien pernah dirawat karena
hipertensi tinggi

F. Timbulnya Keluhan Dan Faktor Pemberat

Keluarag mengatakan klien mengalami hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, keluarga
mengatakan klien mengalami lemah ektremitas sebelah kanan, dan tidak sadarkan diri
5 jam yang lalu secara mendadak dikamar mandi.
G. Riwayat Alergi (Obat Dan Makanan)

Tidak ada riwayat alergi pada obat dan makanan

H. Obat-Obatan Yang Pernah Dikonsumsi

Keluarga mengatakan klien biasanya mengkonsumsi obat dari bidan jika ada keluhan
sakit

I.Kebiasaan

Keluarga mengatakan klien memiliki kebiasaan merokok dan suka minum kopi dan
tidak mengontrol makanan dan juga kesehatan

Genogram
Data Aktivitas Sehari-hari

No Aktiivitas Dirumah Dirumah sakit


1 Pola nutrisi dan Frekuensi makan 3 kali Frekuensi makan 3 kali
cairan sehari, dengan minum 6-7 sehari melalui NGT
gelas sehari, Tn. Y kuranglebih sebnayak
menyyukai semua jenis 300cc/hari, dirumah
makanan dan tidak ada yang sakit Tn.Y hanya
tidak disukai, Tn. Y makanan dari RS yaitu
memiliki makanan MC (makanan cair).
pantangan yang tinggi garam Tn. Y minum air putih
dan berlemak. Nafsu makan kurang lebih 50 cc/hari
Tn. Y baik, terdapat melalui NGT dan
perubahan BB 3 beulan kadang – kadang
terakhir yaitu 2 kg diberikan sedikit
sedikit lewat mulut Tn.
Y
2 Pola Eliminasi BAB : frekuensi BAB Tn.Y BAB : keluarga
2 kali sehari tanpa mengatakan Tn.Y
menggunakan obat pencahar jarang BAB semenjak
pada waktu pagi hari dan dirawat di Rumah
kadang sore hari dengan sakit, tidak ada
konsistensi padat menggunakan obat
pencahar, waktu BAB
BAK : frekuensi BAK Tn.Y Tn.Y tidak menentu
kurang lebih 56kali sehari, dengan konsistem
urine bberwarna kuning dan lunak.
berbau khas
BAK : Klien terpasang
selang kateter dan
karakteristik urine
berwarna kuning pekat
dan berbau khas
dengan jumlah urine
kurang lebih 500
cc/hari
3 Pola tidur dan Waktu tidur Tn. Y tidak Keluarga mengatakan
istirahat tertentu, lama tidur klien mengalami
kuranglebih 4-5 jam sehari, penurunan kesadaran
keluarga mengatakan Tn.Y sehingga hanya tidur
tidak ada mempunyai saja di bed
kebiasaan pengantar tidur
dan kesulitan tidur
Pola Aktivitas Dan Latihan

a. Kegiatan Dalam Pekerjaan

keluarga mengatakan Tn.Y Sebelum sakit yaitu bekerja dan sosialisasi dengan
masyarakat sekitar

b. Olahraga

Tn. Y biasanya mengukuti olahraga pagi tapi tidak sering

c. Kegiatan Diwaktu Luang

keluarga juga mengatakan kegiatan diwaktu luang biasanya berkumpul bersama anak-
anak dan menonton televisi

d. Pola Bekerja

Tn. Y memiliki kesulitan dalam beraktivitas karena skit stroke, klien bekerja sebagai
wiraswasta dan bekerja setiap hari

Data Lingkungan

a. Kebersihan

keluarga klien mengatakkan lingkungan tempat tinggal klien tinggal cukup bersih dan
tidak ada ancaman pada lingkungan tempat tinggal klien

b.Polusi

keluarga klien mengatakan udara tempat tinggal klien cukup baik dan tidak tercemar
oleh polusi udara

Data Psikososial

a. Kognitif – Persepsi

keluarga mengatakan tidak ada menggunakan alat bantu penglihatan dan pendengaran

b. persepsi diri – konsepsi Diri

pasien tidak sadarkan diri

c. Peran Dan Hubungan


Kelien berperan sebagai kepala rumah tangga pada saat ini tidak bisa berberan karena
sedang mengalami sakit, tetapi peran terrhadap keluarag masih baik

d. Seksualitas Dan Reproduksi

Klien tidak bisa melakukan hubungan suami istri selama sakit

e. Koping Toleransi Stress

Keluarga klien selalu menberikan dukungan kepada klien agar mengurangi stress

f. Pola Aktivitas Berdasarkan Indeks ADL Barthel

Pada saat dilakukan pengkajian pola aktivitas berdasarkan indeks ADL Barthel
didapatkan klien mengalami ketergantungan total dengan skor 0 (ketergantungan
Total)

Pengkajian Fisik

Fisik Umum

a. Tingkat Kesadaran : Semi Coma (GCS 4 : E2M2Vafasia)

b. Keadaan Umum : Lemah

c. Tanda – Tanda Vital : TD : 170/100, N: 129x/menit, S: 37oC

d. BB / TB : BB 66 Kg, TB 172 CM

Pemeriksaan Head to toe

1. Kepala

 Inspeksi : kepala tampak berbentu simetris, tidak ada tampak pembengkakan,


luka/lesi dikepala, rambut berwarna, kulit kepala bersih dan tidak berbau
 Palpasi : tidak terdapat pembengkakan luka/lesi dikepala

2. Mata

 Inspeksi : mata tampak simetris kiri dan kanan, pupil isokor, reaksi terhadap
cahaya baik, kongjungtiva tidak anemis, sklera berwarna putih, tidak ada
tampak pembengkakakan, luka/lesi
 Palpasi : saat diraba tidak terasa pembengkakan

3. Hidung
 Inspeksi : Hidung tampak simetris, tidak terdapat pendarahan,
pembengkekan/massa, hidung tampak bersih, tampak terpasang NGT dan
terrpasang O2 NRM 9 Liter
 Palpasi :Tidak teraba pembengkekan pada hitung (sinus) atau yang lainnya,
tidak ada nyeri tekan atau lepas didaerah hidung

4. Mulut dan Tenggorokan

 Inspeksi : mulut tampak simetris, Tn. Y mengalami kesulitan menelan, tidak


ada pembengkekan, luka/lesi, gigi tampak lengkap, bibir kering, mulut tampak
bersih, Tn.Y mengalami gangguan berbicara
 Palpasi : saat diraba tidak terdapat pembengkekan/ massa pada mulut

5. Leher

 Inspeksi : leher tamoak simetri, tidakk tampak pembengkekan/massa pada


leher, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid,
 Palpasi : saat diraba tidak terdapat pembengkekan atau massa, tidak teraba
pembesaran kelenjar tiroid, arteri karotis teraba

6. Dada

 Inspeksi : bentuk dada simetri kanan dan kiri, tidak tampak pembengkekan,
luka/lesi, pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan, frekuensi nafas
26x/menit
 Palpasi :Saat dipalpasi tidak teraba pembengkekan, tidak ada nyeri
tekan/lepas, traktif fremitus teraba dan sama antara kiri dan kana
 Auskultasi : ketika dilakukan auskultasi terdengar suara seperti berkumur
(gurgling)
 Perkusi : saat perkusi terdengar bunyi sonor diseluruh lapang paruh

7. Jantung

 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat


 Palpasi : pada saat palpasi dengan klien posisi terlentang teraba ictus cordis
pada ruang intrercosta (ICS) IV
 Perkusi : saat perkusi dilakukan untuk menentukan batas-batas kardio, setelah
dilakukan perkusi latak batas kardio sinistra klien terletak pada ICS II jantung
kiri dann ICS V jantung kiri bawah yang ditandai dengan timbulnya
perubahan bunyi sonor ke redup, begitu pula bunyi yang timbul untuk
mengetahui batas cardio dekstra, dimana batas kanan jantung klien terletak di
ICS II pada jantung kanan atas, dan ICS III pada jantung kanan bawah
 Auskultasi : pada saat dilakukan auskultasi terdengar suara irama jantung
reguler ( lup dup) dan tidak ada bunyi tambahan

8. Abdomen

 Inspeksi : bentuk perut flat dan simetris, tidak ada tampak


pembengkekan/massa di abdomen, tidak terdapat distensii abdomen
 Auskultasi : saat diauskultasi terdengar bising usus ±4x/menit
 Palpasi : palpasi dilakukan pada daerah abdomen baik pada kuadran kanan
atas dan bawah maupun pada kuadran kiri atas dan bawah, pada saat
dilakukan palpasi sekitar 1-3 cm tidak terdappat nyeri maupun penegangan
yang abnormal, dan saat dilakukan palpasi sekitar 3-5 cm tidak teraba adanya
massa yang abnormal
 Perkusi : perkusi dilakukan pada daerah empat kuadran abdomen. Perkusi
pada kuadran kanan dan kuadran kiri atas hasil perkusi berbunyi pekak dan
perkusi pada kuadran kanan bawah dan kuadran kiri bawah hasil perkusi
berupa suara tympani

9.Genitourinaria

Pasien tampak menggunakan kateter, kondisi kateter baik, output 500 cc, klien
terpasang kateter karena klien mengalami penurunan kesadaran

10.Ekstremitas

 Ektremintas atas kanan dan kiri tampak lengkap, tangan kanan mengalami
kelemahan mengalami kelemahan, tidak terdapat pembengkekan, Tn. Y
terpasang NGT dan terpasang O2 sebanyak 9 liter dengan NRM, terpasang
elektroda pada bagian dada, Tn. Y terpasang IVFD RL 20 tpm di ekstremitas
atas bagian tangan sebelah kiri, dan Tn.Y terpasang manset tensi di
ekstremitas atas pada tangan sebelah kanan. Akral teraba hangat, CRT (Capila
Refil Time) <2 detik. Tidak terdapat hemiparesis pada bagian anggota gerak
bagiian atas sebelah kiri.
 Ektremitas bawah kanan dan kiri tampak lengkap kaki kanan mengalami
kelemahan, tidak terdapat pembengkekan, Tn. Y terpasang kateter dengan
jumlah urin 500 cc, akral teraba hangat, CRT (Capila Refil Time) < 2detik.
Tidak terdapat hemiparesis pada anggota gerak bagian bawah sebelah kiri.
Kekuatan otot:
0000 1111
0000 1111

11. Kulit

 Inspeksi : warna kulit Tn.Y sawo matang, turgor kulit normal, tidak terjadi
sianosis dan terdapat bekas operasi hernia
 Palpasi setelah di lakukan palpasi tidak terdapat nyeri tekan, dan palpasi
capillary refil time sekitar ±3 detik

Pemeriksaan saraf kranial GCS : 4 : E2M2Vafasia

I Nervus Olfaktorius : Saraf Sensori Untuk penghiduan


Penciuman Kemampuan penciuman tidak dapat
di kaji karena pasien tidak sadarkan
diri
II Nervus Optikus : saraf sensori
Tajam penglihatan dan lapang Visus dan lapang pandang klien
pandang tidak dapat di kaji karena pasien
tidak sadarkan diri
III Nervus Okulomotorius : Mengkaji ukuran kedua pupil
Pupil : Diameter pupil 2 mm sama kiri dan
Diameter kanan, bentuk bulat, reflek terrhadap
Bentuk cahaya ada +/+
Reflek cahaya
IV Nervus Trochlearis : pergerakkan mata ke arah inferior dan medial
Gerak mata ke lateral Bola mata tidak dapat bergerak
kebawah dan kemedial
V Nervus Trigeminus : Devisi sensorik dan motorik
Membuka mulut Pasien tidak dapat mengerakan
rahang karena pasien tidak sadarkan
diri
VI Nervus Abdusen : mengontrol pergerakan mata
Strabismus Bola mata tidak dapat diputarkan,
Konvergen pasien tidak dapat menggerak-
Diplopia gerakan kongjungtiva karena pasien
tidak sadarkan diri
VII Nervus fasialis : devisi sensorik dan motorik
Mengerutkan dahi Pasien tidak dapat mengerutkan dahi,
Menutup mata menutup mata, meringis
Meringis memperlihatkan gigi dan bersiul
Memperlihatkan gigi karena pasien tidak sadarkan diri
bersiul
VIII Nervus Akustikus : Pendengaran
Mendengar suara Test webber dan rinne tidak bisa
dilakukan karena pasien tidak
sadarkan diri
IX Nervus Glosofaringeus : saraf sensorik dan motorik
Daya mengecap Pasien tidak bisa menbedakan manis
Reflek muntah dan asam karena pasien tidak
sadarkan diri dan makan melalui
NGT
X Nervus Vagus : saraf sensorik dan motorik
Bersuara Pasien tidak bisa bersuara dan pasien
menelan tidak bisa menelan karena pasien
tidak sadarkan diri
XI Nervus Aksesorius : saraf motorik yang mempersarafi otot
Menoleh Pasien tidak bisa mengerakkan bahu
kekuatan ototo dan kekuatan ootot pasien ada
kontraksi otot namun tidak ada
gerakan sendi
XII Nervus Hipoglosus : Saraf motorik yang mempersarafi lidah
Mengeluarkan lidah Pasien tidak dapat menjulurkan lidah
tremor dan mengerakkan kesemua arah
karena pasien tidak sadarkan diri

Pemeriksaan Penunjang

a. Laboratorium tanggal 12 januari 2020

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

No Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Nilai Normal


1 Hemoglobin 13,2 g/dl 13,8-17,2 gr/dl
2 Hematokrit 35,2 % 34,9-44,5 %
3 Leukosit 16.430/mm 4500-10.000 sel/mm3
4 Trombo 347.000/mm 4,7-6,1 juta
5 Ph 7,29 7,35 – 7,45 mmol/L
6 PaCO2 48 mmHg 35 – 45 mmHg
7 PaO2 86 mmHg 85 95 mmHg
8 HCO3 24 mmol/L 22 – 26 mEq/L
9 SPO2 80% 85 – 100 %

Keterangan :
Hasil pemeriksan AGD di dappatkan nilai pH 7,29 PaCO2 48 mmHg. Dimana pH
7,29 rendah yang berarti asidosis dan PaCO2 48 mmHg tinggi yang berarti
respiratorik. Maka ini disebut asidosis respiratorik.

b. CT-Scan kepala

kesan : perdarahan parietal sinistra ±9,3 cc

c. Thorax AP

kesimpulan : berdasarkan hasil Rontgen foto Thorak AP/PA, terdapat kesan yang
menyatakan bahwa scholiosis toracalis. Iga dan jaringan lunak dinding dada tak
tampak kelainan sinus kana normal. Sinus co stophreenicus kiri tumpul. Diafragma
normal cor membesa. CTI lebih 50% mediasternumatas tak meleba, trakea relatif di
tengah. Pulmo hili noormal corak bronkhovaskuler bertambahinfiltrat bilateral paru.

Kesan : pembesaran jantung, susp edema paru

d. Pengobatan

Nama obat Dosis Fungsi


Cairan Infus RL 20 tpm Sebagai penambah cairan
dan elektrolit tubuh untuk
mengembalikan
keseimbangan
Citicolin 2x500 mg Mempertahankan fungsi
otak secara normal, serta
mengurangi jaringan otak
yang rusak akibat cedera
Mecobalamin 1x500 mg Bentukk vitamin B12
yang berfungsi untuk
membantu tubuh
memproduksi sel darah
merah
Kalnex 4x1 gr Membantu menghentikan
perdarahan
Manitol 250 cc Mengurangi tekanan
dalam kepala
(intrakranial) akibat
pembengkekan otak serta
menurunkan tekanan bola
mata akibat glaukoma
OMZ 2x1 ampul Membantu
menyembuhkan
kerusakkan asam dipperut
dan kerongkongan dan
dapat mencegah luka
lambung

DATA FOKUS

Data Subjektif

1. keluarga klien mengatakan klien mengalami penurunan kesadaran

2. keluarga mengatakan klien mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan

3. keluarga klien mengatakan klien kesulitan menelan

4. keluarga klien mengatakan klien minum dan makan melalui selang NGT

5. keluarga klien mengatakan klien tidak bisa berbicara

6. keluarga klien mengatakan semua aktivitas klien di bantu oleh keluarga

7. keluarga klien mengatakan klien terbaring lemah

8. keluarga klien mengatakan klien terpasang kateter

9. keluarga klien mengatakan selama klien sakit tiap pagi dimandikan hanya di lap
saja

10. keluarga klien mengatakan selama klien sakit jarang membersihkan gigi klien

Data Objektif

1. klien tampak penurunan kesadaran (GCS 4, E; 2, M;2, Vafasia)

2. keadaan umum : lemah

3. tingkat kesadaran : semi coma


4. klien tampak mengalami kelemahan anggota gerak sebelah kanan

5. tampak terpasang O2 NRM 9 liter/menit

6. SPO2 90%

7. suara nafas Gurgling

8. klien tampak kesulitan dalam menelan

9. klien tampak terpasang NGT

10. klien bedrest total

11. pengkajian tingkat ketergantungan klien mengalami ketergantungan total pada


saat dilakukan pengkajian pola aktivitas berdasarkan indeks ADL didapatkan klien
mengalami ketergantungan total

12. klien tidak dapat melakukan personall hygiene sendiri karena mengalami
kelemahan anggota ggerak dan penurunan kesadaran

13. semua aktivitas kliien dibantu keluarga

14. TD : 170/100 mmHg, Nadi : 129x/menit, respirasi : 26x/menit, suhu : 37oC

15. kekuatan otot

0000 1111

0000 1111

16. CT-Scan : perdarahan parietal sinistra ± 10,3 cc 17. Thorax-AP : pembesaran


jantung, susp edema paru

17. hasil laboratorium

 pH : 7,29 mmol/L
 PCO2 : 48 mEq/L
 PO2 : 86 mmHg
 HCO3 : 24 mEq/L

18. Gangguan Neurologis

I. Nervus Olfaktorius : Saraf Sensori Untuk penghiduan : Kemampuan


penciuman tidak dapat di kaji karena pasien tidak sadarkan diri
II. Nervus Optikus : saraf sensori : Visus dan lapang pandang klien tidak dapat di
kaji karena pasien tidak sadarkan diri
III. Nervus Okulomotorius : Mengkaji ukuran kedua pupil ; Diameter pupil 2 mm
sama kiri dan kanan, bentuk bulat, reflek terrhadap cahaya ada +/+
IV. Nervus Trochlearis : pergerakkan mata ke arah inferior dan medial : Bola
mata tidak dapat bergerak kebawah dan kemedial
V. Nervus Trigeminus : Devisi sensorik dan motorik : Pasien tidak dapat
mengerakan rahang karena pasien tidak sadarkan diri
VI. Nervus Abdusen : mengontrol pergerakan mata : Bola mata tidak dapat
diputarkan, pasien tidak dapat menggerak-gerakan kongjungtiva karena pasien
tidak sadarkan diri
VII. Nervus fasialis : devisi sensorik dan motorik ; Pasien tidak dapat mengerutkan
dahi, menutup mata, meringis memperlihatkan gigi dan bersiul karena pasien
tidak sadarkan diri
VIII. Nervus Akustikus : Pendengaran : Test webber dan rinne tidak bisa dilakukan
karena pasien tidak sadarkan diri
IX. Nervus Glosofaringeus : saraf sensorik dan motorik :Pasien tidak bisa
menbedakan manis dan asam karena pasien tidak sadarkan diri dan makan
melalui NGT
X. Nervus Vagus : saraf sensorik dan motorik : Pasien tidak bisa bersuara dan
pasien tidak bisa menelan karena pasien tidak sadarkan diri
XI. Nervus Aksesorius : saraf motorik yang mempersarafi otot : Pasien tidak bisa
mengerakkan bahu dan kekuatan ootot pasien ada kontraksi otot namun tidak
ada gerakan sendi
XII. Nervus Hipoglosus : Saraf motorik yang mempersarafi lidah Pasien tidak
dapat menjulurkan lidah dan mengerakkan kesemua arah karena pasien tidak
sadarkan diri
ANALISA DATA

No Data fokus etilogi Problem


1 DS: Infark pada jaringan Resiko Perfusi serebral
- keluarga klien mengatakan Hipertensi tidak efektif
klien mengalami penurunan
kesadaran

DO :
- klien tampak penurunan
kesadaran
- tingkat kesadaran semi
coma
- GCS 4 : E2M2 Vafasia
- KU : Lemah
- Klien bedrest total
- TD : 170/100 mmHg, Nadi :
129x/menit, respirasi :
26x/menit, suhu : 37 Co

- CT-Scan : perdarahan
parietal sinistra ±10,3 cc
- nervus yang terganggu :
I. Nervus Olfaktorius :
Saraf Sensori Untuk
penghiduan :
Kemampuan
penciuman tidak dapat
di kaji karena pasien
tidak sadarkan diri
II. Nervus Optikus : saraf
sensori : Visus dan
lapang pandang klien
tidak dapat di kaji
karena pasien tidak
sadarkan diri
III. Nervus
Okulomotorius :
Mengkaji ukuran
kedua pupil ;
Diameter pupil 2 mm
sama kiri dan kanan,
bentuk bulat, reflek
terrhadap cahaya ada
+/+
IV. Nervus Trochlearis :
pergerakkan mata ke
arah inferior dan
medial : Bola mata
tidak dapat bergerak
kebawah dan
kemedial
V. Nervus Trigeminus :
Devisi sensorik dan
motorik : Pasien tidak
dapat mengerakan
rahang karena pasien
tidak sadarkan diri
VI. Nervus Abdusen :
mengontrol
pergerakan mata :
Bola mata tidak dapat
diputarkan, pasien
tidak dapat
menggerak-gerakan
kongjungtiva karena
pasien tidak sadarkan
diri
VII. Nervus fasialis :
devisi sensorik dan
motorik ; Pasien tidak
dapat mengerutkan
dahi, menutup mata,
meringis
memperlihatkan gigi
dan bersiul karena
pasien tidak sadarkan
diri
VIII. Nervus Akustikus :
Pendengaran : Test
webber dan rinne
tidak bisa dilakukan
karena pasien tidak
sadarkan diri
IX. Nervus
Glosofaringeus : saraf
sensorik dan
motorik :Pasien tidak
bisa menbedakan
manis dan asam
karena pasien tidak
sadarkan diri dan
makan melalui NGT
X. Nervus Vagus : saraf
sensorik dan motorik :
Pasien tidak bisa
bersuara dan pasien
tidak bisa menelan
karena pasien tidak
sadarkan diri
XI. Nervus Aksesorius :
saraf motorik yang
mempersarafi otot :
Pasien tidak bisa
mengerakkan bahu
dan kekuatan ootot
pasien ada kontraksi
otot namun tidak ada
gerakan sendi
XII. Nervus Hipoglosus :
Saraf motorik yang
mempersarafi lidah
Pasien tidak dapat
menjulurkan lidah dan
mengerakkan
kesemua arah karena
pasien tidak sadarkan
diri

2 DS : - Hambatan upaya nafas Pola nafas tidak efektif


DO :
-tampak terpasang O2 NRM
9 liter/menit
-RR : 26x/menit
-SPO2 : 90%
-suara nafas gurgling
-hasil laboratorium :
 pH : 7,29 mmol/L
 PCO2 : 48 mEq/L
 PO2 : 86 mmHg
 HCO3 : 24 mEq/L
-Thorax-AP : Pembesaran
jantung, susp edema paru

3 DS : Ketidakmampuan Defisit Nutrisi


- keluarga klien mengatakan menelan makanan
klien kesulitan menelan
- keluarga klien mengatakan
klien minum dan makan
melalui selang NGT
- keluarga klien mengatakan
klien tidak bisa berbicara

DO :
-Klien tampak kesulitan
menelan
-Klien tampak terpasang
NGT
-Saraf yang bermasalah :
a.Nervus Trigeminus : Devisi
sensorik dan motorik : Pasien
tidak dapat mengerakan
rahang karena pasien tidak
sadarkan diri
b. Nervus Glosofaringeus :
saraf sensorik dan
motorik :Pasien tidak bisa
menbedakan manis dan asam
karena pasien tidak sadarkan
diri dan makan melalui NGT
c. Nervus Vagus : saraf
sensorik dan motorik : Pasien
tidak bisa bersuara dan pasien
tidak bisa menelan karena
pasien tidak sadarkan diri
d. Nervus Hipoglosus : Saraf
motorik yang mempersarafi
lidah Pasien tidak dapat
menjulurkan lidah dan
mengerakkan kesemua arah
karena pasien tidak sadarkan
diri

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. resiko perfusi serebral tidak efektif b/d infark pada jaringan otak dan hipertensi

2. pola nafas tidak efektif b/d hambatan upaya nafas

3.defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan makanan

Intervensi Keperawatan

No Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1 Resiko perfusi Krieria hasil : Manajemen peningkatan
serebral tidak efektif a. Tingkat kesadaran n tekana intracranial
b/d hipertensi kognitif observasi
meningkat 1. Idektifikasi
b. Gelisah menurun penyebab
c. Tekanan peningkatan TIK
intrakarnial 2. Monitor tanda
menurun dan gelajala
d. Kesadaran pengkiatan TIK
membaik 3. Monitor MAP,
CVP, PAWP,
PAP, ICP, dan
CP, jika perlu
4. Monitor
gelombang ICP
5. Monitor status
pernapasan
6. Monitor intake
dan output cairan
7. Monitor cairan
serebro-spinal
Terapeutik
1. Minimalkan
stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
2. Berikan posisi
semi fowler
3. Mencegah
terjadinya kejang
4. Pertahankan suhu
tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian sedasi
dan konvulsan,
jika perlu
2. Kolabirasi
pemberian
diuretic osmosis
Pemantauan Neurologis
Observasi :
1. Monitor ukuran,
bentuk,
kesimetrisan, dan
reaktifitas pupil.
2. Monitor tingkat
kesadaran
3. Monitor tanda
tanda vital
4. Monitor reflex
kornea
5. Monitor
kesimetrisan
wajah
6. Monitor respons
Babinski
7. Monitor respon
terhadap
pengobatan
Teurapetik
1. Ingatkan
frekuensi
pemantauan
neurologis jika
perlu
2. Hindari akyivitas
yang dapat
meningkatkan
tekanan
intrakarnial
3. Atur interval
waktu
pemantauan
sesuai dengan
kondisi pasien
4. Dokumentasikan
hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
2. Informasikan
hasil pemantauan
2 Pola nafas tidak Kriteria hasil: Manajemen jalan napas
efektif b/d hambatan 1. Frekuensi napas Obeservasi
upaya napas membaik 1. Monitor pola
2. Kedalaman napas napas (frekuensi,
membaik kedalaman, usaha
3. Ekskursi dada napas)
membaik 2. Monitor bunyi
napas tambahan
3. Monitor sputum
Teurapeutik
1. Posisikan semi
fowler/ fowler
2. Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan
headlit dan chin-
lift
3. Berikan minuman
hangat
4. Lakukan
fisioterapi dada
5. Lakukan
pengisapan lender
kurang dari 15
detik
6. Berikan oksigen
Edukasi
1. Ajukan asupan
cairan
2000ml/hari
2. Ajarkan teknik
batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
mukolitik
Pemantauan respirasi
Observasi
1. Monitor
frekuensi, irama,
kedalaman dan
upaya napas
2. Monitor adanya
sputum
3. Monitor bunya
napas tambahan
Terapeutik
1. Pertahankan
kepatenan jalan
napas dengan
head-tilt dan chin-
lift
2. Berikan posisi
semi fowler atau
fowler
3. Berikan minuman
hangat
4. Lakukan
pengisapan lender
kurang dari 15
detik
5. Berikan
oksigenasi
3 Defisit Nutrisi b/d Kriteria hasil : Manajeman nutrisi
ketidak mampuan Mempertahankan Observasi
menelan makanan makanan dimulut 1. Identifikasi status
meningkat nutrisi
Reflek menelan 2. Identifikasi alergi
meningkat dan toleransi
Kemampuan mengunyah makanan
meningkat 3. Identifikasi
Usaha menelan makanan yang
meningkat disukasai
4. Identifikasi
perlunya
penggunaan
selang nasogatrik
5. Monitor berat
badan
6. Monitor hasil
pemeriksaan lab
Terapeutik
1. Lakukan oral
haygine sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi
menetukan
pedoman diet
3. Sajikan makanan
secara menrik dan
suhu yang sesuai
4. Berikanan
makanan tinggi
serat untuk
mencegah
konstipasi
5. Berikana
makanan tinggi
kalori dan tinggi
protein
6. Hentikan
makanan melalui
selang NGT jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk
2. Ajarkan diet yang
deprogram
Kolaborasi
1. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis natrium
yang dibutuhkan
Terapi menelan
Observasi
1. Monitor tanda
dan gelaja
aspirasi
2. Monitor gerakan
lidah saat makan
3. Monitor tanda
kelelahan saat
makan, minum
dan meludah
Terapeutik
1. Berikan
lingkungan yang
nyaman
2. Jaga privasi
pasien
3. Gunakan alat
bantu jika perlu
4. Hindari
penggunaan
sedotan
5. Posisikan duduk
6. Fasilitasi letakan
makanan
dibelakang mulut
7. Berikan
perawatan mulut
sesuai kebutuna
Edukasi
1. Informasikan
manfaat terapi
menelan pada
pasien dan
keluarga
2. Ajarkan
membuka dan
menutup mulut
saat memberikan
makanan
3. Anjurkan tidak
bicara saat makan
Kolaborasi
1. Kolaborasikan
dengan tenaga
kesehatan lain
dalam
memberikan
terapi (ahli gizi)
dalam mengatur
program
rehabilitasi pasien

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Selasa, 13 Januari 2020

no Diagnosa Hari/tgl Implementasi Jam Evaluasi Paraf


Keperawata /tahun/jam
n
1 Resiko selasa, 1. Mengidektifikasi 10.15 S :
perfusi 13/01/2020 penyebab Keluarga klien
serebral tidak jam: 08.20 peningkatan TIK mengatakan belum sadar
efektif b/d (mis. Lesi, O:
infark pada edema serebral) 1. Klien tampak
jaringan otak 2. Memonitor tanda penurunan
dan hipertensi dan gejala kesadaran
peningkatan TIK 2. Terdapat
(Tekanan darah pendarahn di
meningkat, pariental
bradikardi, pola 3. GCS 4,
napas ireguler, M2E2Vafasia
kesadran 4. Klien bedrest
menurun) total
3. Memonitor 5. TTV
pernapasan TD :170/100 mmHg
4. Memonitor Nadi : 129x/mnt
intake dan output RR : 26X/mnt
cairan Suhu : 37C
5. Meminimalkan Saturasi oksigen 90%
stimulus dengan MAP : 123mmHg
menyediakan Intake : 750 cc
lingkungan Output : 500 cc
tenang 6. Klien terpasang
6. Mengevaluasi oksigen
kepala 30 derajat A:
7. Mencegah Resiko perfusi serebral
terjadinya kejang tidak efektif
8. Mempertahanka P:
n suhu tubuh Intervensi di lanjutkan
normal
9. Berkolaborasi
dalam pemberian
obat
2 Pola nafas Selasa 1. Memonitor 10.15 S: -
tidak efektif 13/01/2020 frekuensi, irama, O:
b/d hambatan Jam : 08.30 kedalam dan 1. Tampak
upaya napas upaya napas terpasang O2
2. Memonitor NRM 9 liter/mnt
adanya sputum 2. Posisi kepala
3. Memonitor tampak elevasi
bunyi napas 30 derajat
tambahan 3. Tampak pasien
4. Mempertahanka penurunan
n kepatenan jalan kesadaran
napas 4. RR : 26x/mnt
5. Mengevaluasi 5. Saturasi oksigen
kepala 30 derajat 90%
6. Memberi 6. Suara apas
minuman hangat gurgling
7. Melakukan 7. Suction
pengisapan dilakukan secara
lender kurang bertahap
dari 15 mnt 8. Tampak mukosa
8. Memberikan bibir kering
oksigenasi 9. Hasil
laboratorium
pH : 7,29 mmol/L
PCO2: 48 mEq/L
PO2 : 86 mmHg
HCO3 : 24 mEq/L
10. Thorax-AP :
pembesaran
jantung, sups
edema paru
A:
Pola napas tidak efektif
P:
1. Memonitor
frekuensi, irama,
kedalam dan
upaya napas
2. Memonitor
adanya sputum
3. Memonitor
bunyi napas
tambahan
4. Mempertahankan
kepatenan jalan
napas
5. Mengevaluasi
kepala 30 derajat
6. Memberi
minuman hangat
7. Melakukan
pengisapan
lender kurang
dari 15 mnt
8. Memberikan
oksigenasi

3 Defisit Nutrisi Selasa 1. Memantai 13.00 S :


b/d ketidak 13/01/2020 tingkat Keluarga klien
mampuan Jam : 09.00 kesadaran mengatakan klien masih
menelan 2. Memberikan makan dan minum
makanan makanan dan melalui NGT
minuman O:
melalui NGT 1. GCS 4 :
3. Mengajarkan E2M2Vafasia
keluarga 2. Reflek muntah
memberikan (-)
makanan dan 3. Klien masih
minuman kesulitan dalam
melalui NGT menelan
4. Memberikan 4. Klien makan dan
minum melalui minum melalui
oral kepada klien NGT
2 sendok 5. Tidak ada BAB
5. Mengajarkan 6. Intake : 750 cc
kepada keluarga 7. Output : 500 cc
memberikan 8. Memberikan air
minum melalui minum sedikit
oral kepada klien demi sedikit
6. Meberikan inj. A:
OMZ Defisit Nutrisi
7. Memberikan P: Intervensi dilanjutkan
infus RL 20tpm 1. Memantai
tingkat
kesadaran
2. Memberikan
makanan dan
minuman
melalui NGT
3. Mengajarkan
keluarga
memberikan
makanan dan
minuman
melalui NGT
4. Memberikan
minum melalui
oral kepada klien
2 sendok
5. Mengajarkan
kepada keluarga
memberikan
minum melalui
oral kepada klien
6. Meberikan inj.
OMZ
7. Memberikan
infus RL 20tpm

Rabu, 14 januari 2020

no Diagnosa Hari/tgl Implementasi Jam Evaluasi Paraf


Keperawata /tahun/jam
n
1 Resiko Rabu, 1. Mengidektifikasi 10.15 S :-
perfusi 14/01/2020 penyebab O:
serebral tidak jam: 08.20 peningkatan TIK 1. Klien tampak
efektif b/d (mis. Lesi, belum sadar
infark pada edema serebral) 2. GCS 4,
jaringan otak 2. Memonitor tanda M2E2Vafasia
dan hipertensi dan gejala 3. Klien bedrest
peningkatan TIK total
(Tekanan darah 4. TTV
meningkat, TD :170/100 mmHg
bradikardi, pola Nadi : 100x/mnt
napas ireguler, RR : 23x/mnt
kesadran Suhu : 36,7C
menurun) Saturasi oksigen 94%
3. Memonitor MAP : 117mmHg
pernapasan Intake : 400 cc
4. Memonitor Output : 250 cc
intake dan output 5. Klien terpasang
cairan oksigen
5. Meminimalkan A:
stimulus dengan Resiko perfusi serebral
menyediakan tidak efektif
lingkungan P:
tenang Intervensi di lanjutkan
6. Mengevaluasi
kepala 30 derajat
7. Mencegah
terjadinya kejang
8. Mempertahanka
n suhu tubuh
normal
9. Berkolaborasi
dalam pemberian
obat
2 Pola nafas Rabu 1. Memonitor 10.15 S: -
tidak efektif 14/01/2020 frekuensi, irama, O:
b/d hambatan Jam : 08.30 kedalam dan 1. Tampak
upaya napas upaya napas terpasang O2
2. Memonitor NRM 9 liter/mnt
adanya sputum 2. Posisi kepala
3. Memonitor tampak elevasi
bunyi napas 30 derajat
tambahan 3. Tampak pasien
4. Mempertahanka penurunan
n kepatenan jalan kesadaran
napas 4. RR : 23x/mnt
5. Mengevaluasi 5. Saturasi oksigen
kepala 30 derajat 94%
6. Memberi 6. Tidak terdapat
minuman hangat Suara apas
7. Melakukan gurgling
pengisapan 7. Tampak mukosa
lender kurang bibir kering
dari 15 mnt 8. Hasil
8. Memberikan laboratorium
oksigenasi pH : 7,29 mmol/L
NRM 9 L/mnt PCO2: 48 mEq/L
PO2 : 86 mmHg
HCO3 : 24 mEq/L
A:
Pola napas tidak efektif
P:
1. Memonitor
frekuensi, irama,
kedalam dan
upaya napas
2. Memonitor
adanya sputum
3. Memonitor
bunyi napas
tambahan
4. Mempertahankan
kepatenan jalan
napas
5. Mengevaluasi
kepala 30 derajat
6. Memberi
minuman hangat
7. Melakukan
pengisapan
lender kurang
dari 15 mnt
8. Memberikan
oksigenasi

3 Defisit Nutrisi Rabu 1. Memantai 13.00 S :


b/d ketidak 14/01/2020 tingkat Keluarga klien
mampuan Jam : 09.00 kesadaran mengatakan klien masih
menelan 2. Memberikan makan dan minum
makanan makanan dan melalui NGT
minuman O:
melalui NGT 1. GCS 4 :
3. Mengajarkan E2M2Vafasia
keluarga 2. Reflek muntah
memberikan (-)
makanan dan 3. Klien masih
minuman kesulitan dalam
melalui NGT menelan
4. Memberikan 4. Klien makan dan
minum melalui minum melalui
oral kepada klien NGT
2 sendok 5. BAB 1x
5. Mengajarkan konsistensi cair :
kepada keluarga 100cc
memberikan 6. Intake : 400 cc
minum melalui 7. Output : 250 cc
oral kepada klien 8. Memberikan air
6. Meberikan inj. minum sedikit
OMZ demi sedikit
7. Memberikan A:
infus RL 20tpm Defisit Nutrisi
P: Intervensi dilanjutkan
1. Memantai
tingkat
kesadaran
2. Memberikan
makanan dan
minuman
melalui NGT
3. Mengajarkan
keluarga
memberikan
makanan dan
minuman
melalui NGT
4. Memberikan
minum
melalui oral
kepada klien
2 sendok
5. Mengajarkan
kepada
keluarga
memberikan
minum
melalui oral
kepada klien
6. Meberikan
inj. OMZ
7. Memberikan
infus RL
20tpm

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2009). Konsep dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Cahyati, Y. (2011). Perbandingan Latihan Rom Unilateral Dan Latihan Rom


Bilateral Terhadap Kekuatan Otot Pasien Hemipparase Akibat Stroke Iskemik
Di Rsud Tasikmalaya Dan Rsud Kab. Ciamis.

Dewi, Fuji. P. (2017) Efeksifitas Pemberian Posisi Head Up 30 Derajat Terhadap


Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien Stroke Di IGD Rumah Sakit
Pusat Otak Nasional. Universitas Muhammadiyah. Jakarta
Fatkhurrohman, M. (2011). Pengaruh latihan motor imagery terhadap kekuatan otot
ektremitas pada pasien stroke dengan himeparesis di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Bekasi.

Gonce, P. (2002). Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Hasan, dkk. (2018). Studi Kasus Gangguan Perfusi Jaringan Serebral Dengan
Penurunan Kesadaran Pada Pasien Stroke Hemoragik Setelah Di Berikan
Posisi Kepala Elevasi 30 Derajat. Poltekkes Kemenkes Pangkal Pinang

Hermawati. (2017). Analisis Praktik Keperawatan Pada Stroke Dengan Intervensi


Pemberian Posisi Elevasi Kepala Untuk Meningkatkan Nilai Saturasi Oksigen
Di Ruang Unit Stroke RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2017.
Stikes Muhammadiyah Samarinda : (https://dspace.umtk.ac.id) diakses pada 4
Oktober 2018

Jusuf Misbach.2011.Stroke.Jakarta.Badan Penerbit FKUI.

Kementerian Kesehatan RI. (2013). Keputusan Mentri Kesehatan Nomor :


1778/Menkes/SK/XII/2013 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
ICU di RS Jakarta.

Mcphee S.J & Ganong W.F. 2011. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju
Kedokteran Klinis, Edisi 5. Jakarta: EGC

Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan klien Dengan Gangguan Sistem


Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika

Rosjid, C. H., & Nurhidayat, S. (2014). Buku Ajar Peningkatan Intrakranial &
Gangguan peredaran Darah Otak. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Sumirah, dkk. 2019. Pengaruh Elevasi Kepala 30 Derajat Terhadap Saturasi


Oksigen Dan Kualitas Tidur Pasien Stroke. Poltekkes Kemenkes Malang :
http://myjurnal.poltekkes-kdi.ac.id/index.php/HIJP di akses pada tanggal 2
Desember 2019

Soeharto, I. (2015). Serangan Jantung Dan Stroke Hubungannya Dengan Lemak dan
Kolesterol. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Perry & Potter. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC

Perry & Potter. (2006). Buku ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses
Praktek Volume 2, Edisi $. Jakarta : EGC
Price, A.,Wilson. (2012). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai