Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

SKENARIO 2
“Nenek Sakit Perut, Bikin Dahi Dokter Berkerut”

Pembimbing: dr. Oky Rahma Prihandani, Sp.A, M.Si. Med


Disusun oleh:
Kelompok 6 Blok 1
Pertemuan I
Moderator : Qorry Aina (H2A018065)
Sekeretaris : Ega Anggun Ardiati (H2A018061)
Pertemuan II
Moderator : Erika Putri Liandra (H2A018057)
Sekeretaris : Zulva Safiira (H2A018058)
Anggota
1. Delanaura Puspitasari A. (H2A018056)
2. Shintya Azza Salsabila (H2A018059)
3. Safira Ardiani (H2A018060)
4. Istiqomah Albaniyah Arif (H2A018062)
5. Radita Oktaverina Putri (H2A018063)
6. Salma Nadya Elviana (H2A018064)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2018
SKENARIO 2.
“Nenek Sakit Perut, Bikin Dahi Dokter Berkerut”

Seorang perempuan berusia 71 tahun, lulusan SD dan suku Jawa, datang ke


tempat praktik dokter A dengan keluhan sakit perut sejak enam bulan yang lalu.
Pasien sudah berobat ke dukun karena menduga sakitnya diguna-guna. Dokter
melakukan penggalian informasi dengan memberi beberapa pertanyaan kepada
pasien:
Pasien : “Sugeng enjang Dok, rasane wetengku lara, jare dukun aku disantet”
Dokter : “Eyang, perkenalkan saya dokter yang bertugas saat ini, ada yang bisa
saya bantu?” (memberi senyum ramah)
Pasien : “Ora mudeng Dok, aku jaluk diperiksa, terus disuntik, ben ndang mari”
Dokter : “Eyang sudah disuntik? Mengapa Eyang disuntik? Siapa yang
menyuntik?”
Pasien : “Pokoke aku jaluk suntik ya, Dok!”
Dokter : (dokter mulai khawatir, dokter tidak memahami maksud dan tujuan
pasien)
Dokter kesulitan menggali informasi terkait keluhan yang dialami pasien.
Dokter mencari keluarga pasien yang mampu berbahasa Indonesia untuk
mempermudah penggalian informasi.

STEP 1 – KLARIFIKASI ISTILAH


1) Praktik : pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori;
pelaksanaan pekerjaan; perbuatan menerapkan teori
2) Pasien : orang sakit (yang dirawat dokter); penderita (sakit)
3) Dukun : orang yang mengobati, menolong orang sakit, memberi jampi-
jampi (mantra, guna-guna, dan sebagainya)
4) Guna-guna : jampi-jampi
5) Santet : sihir
6) Suntik : memasukkan cairan obat ke dalam badan dengan jarum
STEP 2 – IDENTIFIKASI MASALAH
1) Mengapa dokter mengalami kesulitan saat menggali informasi?
2) Apa saja faktor yang membuat masyarakat tidak datang langsung berobat ke
dokter?
3) Apakah yang dilakukan dokter pada kasus tersebut sudah sesuai prosedur
komunikasi efektif dokter-pasien?
4) Bagaimana pandangan Islam mengenai perdukunan?
5) Apakah seorang dokter wajib menguasai bahasa daerah?
6) Bagaimana pengaruh budaya terhadap pola pikir masyarakat mengenai
kesehatan?
7) Apa saja faktor yang memengaruhi komunikasi dokter-pasien?
8) Bagaimana komunikasi efektif yang seharusnya terjadi antara dokter-pasien?

STEP 3 – CURAH PENDAPAT


1) Mengapa dokter mengalami kesulitan saat menggali informasi?
Salah satu anggota Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia
(PAPDI), dr. Khie Chen yang dikutip Dianne Berry (2007) mengemukakan
bahwa terjadinya sengketa medis lebih sering disebabkan karena adanya
perbedaan persepsi antara dokter dan pasien mengenai penyakit, adanya
ekspektasi yang berlebihan dari pasien terhadap dokter, adanya perbedaan
bahasa, perbedaan makna pesan dokter dengan pasien, dan/atau ketidaksiapan
dokter untuk menjalin komunikasi yang empatik (Arianto, 2012).
Dalam KODEKI (2012) Pasal 8 tentang Profesionalisme Ayat 1:
Seorang dokter yang akan menjalankan praktik wajib memiliki kompetensi dan
kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku sebagai prasyarat sekaligus
kesinambungan profesionalisme.

2) Apa saja faktor yang membuat masyarakat tidak mau langsung berobat
ke dokter?
a. Faktor Sosial Budaya
Bergantung suku dan kebudayaan yang berkembang di lingkungan
masyarakat sekitar. Kepercayaan dimiliki orang tertentu apalagi terhadap
kesehatan sangat dipengaruhi budayanya. Kepercayaan mistik sangat kuat
dan memengaruhi kebudayaan Jawa.
b. Faktor Agama
Pandangan bagaimana bersikap terhadap hal yang dilarang agama,
memercayai hal-hal mistik karena kurangnya iman dan taqwa pada Allah
SWT.
c. Faktor Pendidikan
Pendidikan berperan penting dalam perilaku masyarakat dalam
menentukan tindakan yang akan dilakukan masyarakat memahami arti
kesehatan dan lingkungannya. Masyarakat lebih percaya dengan mudah
memahami cara penyembuhan dukun daripada tenaga medis karena
rendahnya pendidikan mereka. Biasanya mereka takut untuk disuntik dan
minum obat, padahal belum tentu jika datang ke dokter pasti akan disuntik.
d. Faktor Ekonomi
Kebanyakan masyarakat yang melakukan pengobatan adalah
kalangan menengah bawah, keterbatasan biaya menjadi alasan yang paling
mendasar dalam pemilihan pengobatan melalui dukun.

3) Apakah yang dilakukan dokter sudah sesuai prosedur komunikasi efektif


dokter-pasien?
Belum sesuai karena komunikasi efektif ada beberapa faktor, yaitu latar
belakang, budaya, pendidikan, bahasa, sikap, perilaku, waktu, tempat,
lingkungan fisik, dan lingkungan nonfisik. Sedangkan pada skenario tersebut,
dokter tidak memahami bahasa yang digunakan oleh pasien, sehingga tidak
tercipta komunikasi efektif dokter dengan pasien.
Berdasarkan hasil Konsil Kedokteran Indonesia (2006), yang perlu
diperhatikan dalam meningkatkan komunikasi efektif antara dokter dan pasien
adalah:
a. Sikap profesional dokter; menunjukkan kemampuan dokter dalam
menyelesaikan tugas-tugas sesuai peran dan fungsinya, mampu mengatur
diri sendiri, mampu menghadapi berbagai tipe pasien, dan mampu
bekerjasama. Dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap profesional
penting untuk membangun rasa nyaman, aman, dan percaya pada dokter
yang merupakan landasan berlangsungnya komunikasi secara efektif
(Silverman, 1998).
b. Pengumpulan informasi yang di dalamnya terdapat anamnesis yang akurat.
c. Penyampaian informasi yang akurat.
d. Proses langkah-langkah komunikasi yang terjadi dari salam, ajak bicara,
menjelaskan, dan mengingatkan pasien.
Sudah sesuai karena komunikasi dokter pasien merupakan salah satu
kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi yang efektif
diharapkan dapat mengatasi kendala yang dialami oleh kedua belah pihak.
Kurtz (1998) menyatakan bahwa komunikasi efektif justru tidak
memperlakukan waktu yang lama. Komunikasi efektif dokter-pasien pada kasus
tersebut sudah sesuai prosedur dikarenakan dokter sudah meminta anggota
keluarga pasien untuk membantu menjelaskan keluhan pasien. Hal tersebut
sudah menjadi komunikasi yang efektif.

4) Bagaimana pandangan Islam mengenai perdukunan?


 HR. Bazzar dengan sanad Jayyid
Dari Imam bin Husein ia berkata, Rasulullah bersabda: “Bukan dari
golongan kami orang yang menentukan nasib sial dan untung berdasarkan
burung dan lainnya, yang bertanya dan yang menyampaikannya, atau yang
melakukan praktik perdukunan dan yang meminta untuk didukuni atau yang
menyihir atau yang meminta dibuatkan sihir, dan barangsiapa yang
mendatangi dukun dan membenarkan apa yang ia katakana, maka
sesungguhnya ia telah kafir pada apa yang telah diturunkan kepada
Muhammad.”
 HR. Muslim dan Ahmad
“Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung/dukun kemudian ia
bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka sholatnya tidak akan diterima
empat puluh malam.”
 Dari Aisyah RA bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya para malaikat turun di awan, mereka menceritakan
urusan yang telah ditetapkan oleh Allah di langit, maka setan-setan mencuri
dengar, sampai mereka bisa mendengar kemudian mereka wahyukan
kepada para dukun, maka dukun-dukun itu berbohong bersama kalimat itu
seratus kebohongan dari diri mereka sendiri.”
 Riwayat Tirmidzi 1460 dan ia berkata ini hadits mauquf, juga diriwayatkan
al-Hakim 4/360)
Diriwayatkan dari Jundub bin Ka’ab al-Azdi bahwa Rasulullah
SAW bersabda dalam hadits marfu’: “Hukuman bagi para tukang sihir
adalah dipenggal kepalanya dengan pedang.”

5) Apakah dokter wajib menguasai bahasa daerah?


Tidak wajib, bisa dengan cara menggunakan media atau sarana tertentu
karena sulitnya atau kendala komunikasi dengan pasien. Inilah salah satu cara
membantu dokter menggali informasi pasiennya dengan cara presentasi (suara,
tubuh), representasional (buku, foto), teknologi (televisi), dan ada saluran yang
menghubungkan komunikator dan menampung medium misalnya vokal-
auditori atau gestural-visual.
Menurut KODEKI (2012) Pasal 12 tentang Pelayanan Kesehatan
Holistik Ayat 2: Setiap dokter wajib menghargai kearifan lokal dan berperan
sebagai agen pe-ubah ke arah masyarakat lebih baik, damai, adil dan sejahtera
berkat kepemimpinan transformatif yang dimilikinya, sesuai dengan
kompetensi dokter yang tertera dalam dokumen pendidikan kedokteran sejagat.

6) Bagaimana pengaruh budaya terhadap pola pikir masyarakat mengenai


kesehatan?
Budaya berkaitan dengan kesehatan. Budaya bagi masyarakat
mengartikan apa yang baik dan buruk, serta apa yang sehat dan tidak sehat.
Secara langsung budaya memengaruhi kebiasaan sehari-hari. Antara lain cara-
cara budaya memengaruhi kesehatan:
- Budaya berhubungan dengan kebiasaan atau praktik sosial yang diambil
dalam penambahan dan pengurangan resiko
- Budaya berhubungan tipe intervensi yang dapat diterima
- Budaya berhubungan dengan respons terhadap penyakit dan intervensinya
- Budaya berkaitan dengan respons terhadap gejala, seperti tingkat urgansi
mengenai gejala-gejala, mencari peralatan, serta mengkomunikasikan
gejala.
Contohnya pada kasus kali ini, pasien dalam menyikapi respons
terhadap gejala atau keluhan yang dialaminya, lebih melakukan untuk
melakukan perawatan ke dukun daripada berobat langsung ke medis.

7) Apa faktor yang memengaruhi komunikasi dokter-pasien?


Komunikasi kesehatan melibatkan dokter, pasien, dan keluarga adalah
komunikasi yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan kesehatan atau klinikal.
Pasien datang berobat menyampaikan keluhannya, didengar, dan ditanggapi
oleh dokter sebagai respons dari keluhan tersebut. Seorang pasien memiliki
harapan akan kesembuhan penyakitnya, sedangkan seorang dokter mempunyai
kewajiban memberikan pengobatan sebaik mungkin. Efektivitas komunikasi
yang baik antara kedua belah pihak akan berdampak pada kesehatan yang lebih
baik, kenyamanan, kepuasan pada pasien, dan penurunan resiko malpraktik,
serta perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dokter-pasien.
Faktor yang memengaruhi komunikasi dokter-pasien:
- Karakteristik dokter
- Karakteristik pasien
- Perbedaan kedua belah pihak: pendidikan, sosial budaya
- Faktor situasional
8) Bagaimana komunikasi efektif yang seharusnya terjadi antara dokter-
pasien?
Cara komunikasi efektif dokter-pasien:
1. Yakinkan tentang apa yang akan dikomunikasikan
2. Menggunakan bahasa yang jelas dan akurat
3. Menggunakan media yang akurat
4. Menciptakan suasana komunikasi yang baik
5. Mendengarkan pasien dengan penuh perhatian
6. Melakukan feedback
7. Yakin apa yang dilakukan tidak kontradiksi (ekspresi verbal harus sesuai
dengan nonverbal)
Agar terjadi hubungan dokter-pasien yang baik, diperlukan kemampuan
dokter untuk berkomunikasi dengan benar. Untuk itu, seorang dokter dituntut:
1. Memiliki kemampuan berbicara yang jelas dan lugas
2. Memiliki keinginan dan kemampuan untuk mendengarkan
3. Memahami latar belakang, pandangan pasien tentang diri dan masalahnya
4. Adanya empati.

STEP 4 – SKEMA

Interaksi Dokter-Pasien

Agama Hubungan
Dokter-Pasien
Komunikasi
Etika Sosiologi
Dokter-Pasien Profesionalisme
Kedokteran Medis

Elemen
Tujuan
Bagaimana
Hambatan
STEP 5 – SASARAN BELAJAR
1) Hubungan dokter-pasien
2) Etika kedokteran (profesionalisme)
3) Komunikasi efektif dokter-pasien (elemen, tujuan, bagaimana, hambatan)
4) Antropologi budaya (sosiologi medis)
5) AIK (perdukunan)

STEP 6 – BELAJAR MANDIRI

STEP 7
1) HUBUNGAN DOKTER-PASIEN
Hubungan dokter-pasien adalah hubungan profesionalitas yang tercipta
antara dokter pasien.
Teori Hubungan Dokter Pasien (Daldiyono, 2007)
- Bersifat religius
- Bersifat paternalistik: memandang pasien sebagai orang yang membutuhkan
bantuan
- Bersifat penyedia jasa dan konsumen
- Bersifat kemitraan: saling membutuhkan
Faktor yang memengaruhi:
1. Sosial budaya
2. Pendidikan
3. Usia dan sikap dokter pada pasien
4. Pengalaman medis dari dokter tersebut
Hubungan Dokter Pasien (Sri Praptiningsih):
1. Engineering: dokter bersikap profesional dan objektif.
2. Paternalistik: dokter merupakan orang yang mempunyai tanggung jawab
secara moral/profesional.
3. Kontak Sosial: kerja sama dokter-pasien.
THE VEATCH MODEL (Robert Veatch, 1972), ada 4 kemungkinan
hubungan yang terjadi:
1. An Engineering Models
Dokter berasumsi bahwa pelayanan kesehatan adalah perusahaan
yang bebas nilai dengan tugas pokok menjelaskan seluruh fakta yang
relevan dengan pasien tanpa melibatkan dokter dalam pengambilan
keputusan, hal ini dinilai Veatch “impractical” dan salah sebab meng-
exclude peran dokter.
2. A Priestly Model
Dokter dipandang sebagai figure religius yang ahli dalam soal etika
dan seluruh persoalan yang muncul dalam relationship,
Veatch kurang setuju karena otonomi pasien sebagai individu terhapus.
3. A Collegial Model
Dokter dan Pasien melihat hubungan mereka sebagai hubungan
kolegial yang memiliki tujuan yang sama yakni: Good Health, Veatch
memilih/ menyukai model ini tetapi merasa tidak realistis berkait dengan
soal etnik, kelas, dan berbeda nilai antara Dokter dan Pasien.
4. A Contractual Model
Dokter dan Pasien berinteraksi dengan pengertian bahwa ada
kewajiban dan keuntungan yang diharapkan bagi keduanya. Menurut
Veacth dengan hubungan kontraktual ada sharing dimana D memahami
bahwa P harus menjaga kebebasan dalam melakukan kontrol atas kehidupan
dan harga diri ketika pilihan yang bermakna telah dibuat.
Ada beberapa tipe dokter dalam pemberian pelayanan medis yang
berpengaruh terhadap komunikasinya dengan pasien:
1. Dokter enggan menjawab walau pasien bertanya
2. Dokter yang bersedia menjawab apabila ditanya dan hanya menjawab
sebatas pertanyaan pasien.
3. Dokter yang bersedia menjawab pertanyaan, mau bertanya serta
menambahkan informasi lain sesuai tujuan kesehatan pasien.
Adanya berbagai tipe karakter dokter, pasien diharapkan dapat berpikir
kritis terhadap dokter dengan cara:
1. Menjadi pasien yang cerdas, sebelum berkunjung mempersiapkan diri untuk
menjelaskan riwayat kesehatan sejujurnya.
2. Mempersiapkan hal-hal yang perlu dibicarakan.
3. Hal-hal yang perlu diketahui pasien misalnya; keahlian, macam pelayanan
media yang diperoleh, jam praktik, dan sebagainya.

2) ETIKA KEDOKTERAN (PROFESIONALISME)


Menurut Arnold dan Stern (2006) memberikan definisi bahwa
profesionalisme bagi seorang dokter ditunjukkan melalui sebuah dasar
kompetensi klinis, kemampuan berkomunikasi, pemahaman etika, dan
hukum yang dibangun oleh harapan untuk melaksanakan prinsip-prinsip
profesionalisme. Menurut mereka, yang menjadi dasar dari profesionalisme
seorang dokter adalah clinical competence atau kompetensi klinis,
communication skills atau kemampuan berkomunikasi, dan ethical and
legal understanding atau pemahaman hukum dan etik kedokteran.
Sedangkan yang menjadi pilarnya meliputi 4 aspek, yaitu:
a) Exellence (keunggulan)
Dokter senantiasa terus belajar untuk meningkatkan kemampuan dan
pengetahuan
b) Accountability (akuntabilitas)
Dokter hendaknya dapat mempertanggungjawabkan tindakan yang telah
dibuat serta menerima konsekuensinya.
c) Altruism (altruisme)
Dokter hendaknya mendahulukan kepentingan pasien di atas
kepentingan pribadi. Komunikasi yang baik, dan menghormati
kebutuhan pasien.
d) Humanism (humanisme)
Dokter memiliki rasa peri kemanusiaan yang meliputi rasa hormat, rasa
kasih sayang, empati, serta kehormatan dan integritas.
Kodeki adalah landasan dokter dalam beretika. Masalah pribadi
dokter berpengaruh pada hubungan dokter-pasien.
Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia tahun 2012 pasal 8:
“Seorang dokter wajib dalam setiap praktik medisnya memberikan
pelayanan secara kompeten dengan kebebasan teknis dan moral
sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas
martabat manusia.”
Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia tahun 2012 pasal 2:
“Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan
profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional
dalam ukuran yang tertinggi.”
Berdasarkan Konsil Kedokteran Indonesia (2006), sikap
professional seorang dokter ditunjukkan ketika:
a. Dokter berhadapan dengan tugasnya (dealing with task), yang berarti
mampu menyelesaikan tugasnya sesuai peran dan fungsi.
b. Mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu, pembagian tugas
profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain (dealing with one self).
c. Mampu menghadapi berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja
sama dengan profesi kesehatan yang lain (dealing with others).

3) KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER-PASIEN


Lima hukum komunikasi yang efektif (REACH):
a. Respect: sikap menghargai mengacu dalam proses menghargai setiap
individu yang menjadi sasaran pesan yang di sampaikan oleh
komunikator.
b. Empathy: kemampuan individu untuk menempatkan diri pada situasi
atau kondisi yang di hadapi oleh oranglain.
c. Audible: makna dari audible adalah dapat di dengarkan atau di mengerti
dengan baik oleh penerima.
d. Clarity: kejelasan terkait dengan kejelasan dari pesan itu sendiri
sehingga tidak menimbulkan multi interprestasi atau sebagai penafsiran
yang berlebihan.
e. Humble: sikap rendah hati yang mengacu pada sikap yang penuh
melayani, sikap menghargai, mau mendengar dan menerima kritikan,
tidak sombong dan tidak rendahka oranglain, berani mengakui
kesalahan dan rela memaafkan, lemah lembut dan penuh pengendalian.
Menurut Kurtz (1998) komunikasi antara dokter-pasien yaitu
komunikasi dimana dokter-pasien berkomunikasi secara singkat (tidak
memerlukan banyak waktu) sehingga dapat diterima seefisien mungkin dan
dokter dapat menggali informasi seefektif mungkin.
Menurut Kurzt (1998), ada 2 pendekatan komunikasi yang
digunakan dalam dunia kedokteran, yaitu:
a) Disease centered communication style atau doctor centered
communication style: berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha
menegakkan diagnosis
b) Illness centered communication style atau patient centered
communication style: berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang
penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman yang unik.
Elemen-elemen yang terdapat dalam komunikasi menurut Gorden
(1978) adalah:
1. Komunikator: orang yang menyampaikan pesan
2. Pesan: ide atau informasi yang disampaikan
3. Media: sarana komunikasi
4. Komunikan: pihak yang menerima pesan
5. Umpan balik: respons dari komunikan terhadap pesan yang diterimanya
Tujuan komunikasi untuk mengarahkan proses penggalian riwayat
penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih memberikan dukungan pada
pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi keduanya (Kurtz,
1998).
Langkah-langkah komunikasi efektif dokter pasien menurut Konsil
Kedokteran Indonesia (2006):
1. Sikap profesional dokter, menunjukkan kemampuan dalam
menelesaikan tugas sesuai pran dan fungsinya.
2. Pengumpulan informasi, yang didalamnya terdapat proses anamnesis
3. Penyampaian informasi yang akurat
4. Proses langkah-langkah komunikasi, yaitu salam, ajak bicara pasien,
menjelaskan pada pasien, dan mengingatkan pasien.
Salah satu anggota Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia
(PAPDI), dr. Khie Chen yang dikutip Dianne Berry (2007) mengemukakan
bahwa terjadinya sengketa medis (hambatan) lebih sering disebabkan
karena adanya perbedaan persepsi antara dokter dan pasien mengenai
penyakit, adanya ekspektasi yang berlebihan dari pasien terhadap dokter,
adanya perbedaan bahasa, perbedaan makna pesan dokter dengan pasien,
dan/atau ketidaksiapan dokter untuk menjalin komunikasi yang empatik
(Arianto, 2012).

4) ANTROPOLOGI BUDAYA (SOSIOLOGI MEDIS)


Menurut Hasan dan Prasad antropologi budaya adalah cabang ilmu
mengenai manusia yang mempelajari aspek biologi dan kebudayaan
manusia.
Dalam jurnal ilmu kesehatan masyarakat ada tiga perspektif
antropologi medis:
1. Etno medicine
2. Ilmu ekologi kesehatan
3. Ilmu antropologi kesehatan
Hubungan antara budaya dan kesehatan modern:
1. Perbedaan perspektif
2. Pengalaman masalah tersebut
3. Perawatan masalah tersebut
Pada umumnya anggota masyarakat ingin menjadi orang yang sehat.
Namun, musibah sakit sering kali dating tanpa diketahui asal-usulnya.
Dengan hadirnya penyakit dalam dirinya, menyebabkan dirinya berada pada
posisi yang tidak mampu melaksanakan kegiatan sosial. Oleh karena itu,
sangat wajar jika dikatakan bahwa peran sakit merupakan salah satu bentuk
penyimpangan terhadap ketegangan dalam system sosial secara umum
(Sudarma, 2009).
Menurut Cockerham dan Ritchey (1997), sosiologi medis mengkaji
penyebab dan konsekuensi sosial kesehatan dan penyakit.
Selain itu, menurut Straus, ia membedakan antara sosiologi
mengenai bidang medis dan sosiologi dalam bidang medis. Straus
menjabarkan beberapa faktor yang menjadi pokok kajian sosiologi medis.
a) Struktur Organisasi: sistem perilaku di bidang medis mempunyai
struktur organisasi, yang dapat berbeda satu dengan yang lain.
b) Hubungan Peran: tidak hanya hubungan tenaga medis dengan pasien,
melainkan mencakup segala bentuk hubungan peran yang terkait dengan
kegiatan medis.
c) Sistem Nilai: dalam berbagai aturan yang dijunjung tinggi di bidang
medis tercantum berbagai nilai penting, contohnya adalah lafal sumpah
dokter
d) Ritual: segala tata cara yang ada di kegiatan medis
e) Fungsi: peran berbagai kegiatan dalam menunjang keberadaan dan
kesinambungan kesehatan individu dan masyarakat.

5) AIK (PERDUKUNAN)
 HR. Muslim dan Ahmad
“Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung/dukun kemudian
ia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka sholatnya tidak akan
diterima empat puluh malam.”Dukun merupakan teman syaitan yang
mana mendapat berita dari syaitan yang mencuri dari langit.

 Riwayat Tirmidzi 1460 dan ia berkata ini hadits mauquf, juga


diriwayatkan al-Hakim 4/360)
Diriwayatkan dari Jundub bin Ka’ab al-Azdi bahwa Rasulullah
SAW bersabda dalam hadits marfu’: “Hukuman bagi para tukang sihir
adalah dipenggal kepalanya dengan pedang.”
 QS. Asy-Syu’araa’ ayat 221-224

Artinya: Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-


syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang
banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu,
dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta. Dan penyair-
penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat.

 QS. An-Naml ayat 65

Artinya: Katakanlah: "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang


mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah", dan mereka tidak
mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Al-Quran dan Hadist


2. Fournalistyawati, Endang. Jurnal Psikogenesis Vol.1 No.1. Komunikasi yang
Relevan dan Efektif antara Dokter dan Pasien. UNYARSI. 2012
3. Handayani, Tutut. Ta’dib Vol.XVI No.02. Membangun Komunikasi Efektif
untuk Meningkatkan Kualitas dalam Proses Belajar Mengajar. IAIN Raden
Fatah Palembang. 2011
4. Interaksi Dokter Pasien diakses pada 24 Oktober 2018 jam 22.12 tersedia di
http://alhada-fisip11.web.unair.ac.id/
5. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Komunikasi Efektif Dokter Pasien. Jakarta:
KKI
6. Rosmalia, Dewi dan Yustiana Sriani. Sosiologi Kesehatan. 2017: Dinas
Kesehatan
7. Setyawan, F.E.B. 2017. Komunikasi Medis Hubungan Dokter Pasien. Malang:
UMM
8. Siswosaputro, Andi Yok dan Dahlia Herawati. Majalah Kedokteran Gigi Vol.
19 No.2. Hubungan Dokter Pasien Sesuai Harapan Konsil Kedokteran
Indonesia. UGM. 2012 [diakses pada 24 Oktober 2018 jam 21.45 tersedia di
jurnal.ugm.ac.id/mkgi/article]
9. Wahid, Syarifudin. 2017. Etika dan Profesionalisme di Bidang Kedokteran.
UNHAS

Anda mungkin juga menyukai