BEDAH MINOR
Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas Tutorial. Dalam laporan ini
dibahas mengenai Impaksi Gigi & Perikoronitis. Dengan selesainya laporan ini,
maka tidak lupa kami mengucapkan terima kasih khususnya kepada drg. Pebrian
Diki Prestya selaku Tutor Tutorial Blok 14 SGD 1, teman-teman yang sudah
memberi masukan baik langsung maupun tidak langsung, juga pihak-pihak yang
menyediakan sumber yang telah kami satukan.
Demikian laporan ini kami selesaikan, semoga dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Mohon maaf apabila masih terdapat kekurangan disana-sini. Saran-
saran serta kritik yang konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca guna
peningkatan pembuatan laporan pada tugas yang lain di waktu mendatang. Akhir
kata, kami mengucapkan terima kasih.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
ii
2.1.3 Komplikasi Impaksi Gigi ……………………………..…...
12
2.2 Perikoronitis
iii
3.3.1 Alat dan Bahan Odontektomi ……………………………...
23
Bawah ………………………………………………..…… 23
BAB IV PENUTUP
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
molar ke tiga mandibula, biasanya pada pasien muda. Gejala umum yang terjadi
saat perikoronitis adalah jaringan disekitar gigi mengalami pembengkakan,
kemerahan serta sakit pada saat membuka mulut. Sedangkan perikoronitis akut
memiliki gejala sakit yang tajam dan berdenyut, kemerahan, bengkak dan bernanah
(Abses Perikoronal) pada gigi molar ke tiga yang mengalami inflamasi. Abses
perikoronal merupakan abses periodontal rekuren yang terjadi akibat sisa makanan,
plak dan bakteri yang menginvasi pada poket mahkota ketika gigi molar erupsi.
Perikoronitis juga dapat disebabkan karena operkulum pada gigi molar mandibula
yang berkontak dengan gigi molar maksila secara berulang, akibatnya terbentuk lesi
pada operkulum sehingga memudahkan bakteri dan plak masuk kedalam jaringan
periodontal yang akan mengakibatkan inflamasi. Keadaan perikoronitis dapat
membuat penderitanya merasa sangat terganggu karena keadaan yang akut tersebut.
Oleh karena itu perlu dilakukan perawatan pada gigi molar ke tiga yang mengalami
perikoronitis.4
2
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan pembuatan laporan ini adalah
sebagai berikut.
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi impaksi gigi.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi impaksi gigi.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi impaksi gigi.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi perikoronitis.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi perikoronitis.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan faktor risiko perikoronitis.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda & gejala perikoronitis.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi perikoronitis.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan patogenesis perikoronitis.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi perikoronitis.
11. Mahasiswa mampu menjelaskan rencana perawatan perikoronitis.
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan laporan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk menambah wawasan.
2. Untuk mengetahui hal-hal mengenai Impaksi Gigi & Perikoronitis.
3. Untuk memperkaya penulisan dalam bidang Kedokteran/Kesehatan
khususnya mengenai Impaksi Gigi & Perikoronitis.
4. Dapat dijadikan sebagai bahan untuk pembuatan laporan kedepannya yang
lebih luas dan mendalam.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Berikut merupakan faktor yang berkaitan dengan Impaksi Gigi: 6
5
Gambar 1. Impaksi gigi Mesioangular.
2. Impaksi Vertikal
Dalam impaksi vertikal, sumbu panjang gigi yang impaksi sejajar dengan
sumbu Panjang gigi molar kedua. Impaksi ini terjadi dengan frekuensi terbesar
kedua, yaitu sekitar 38% dari semua impaksi molar ketiga bawah, dan
dianggap mudah untuk dihilangkan. 4,5,6,7
3. Impaksi Distoangular
Dalam impaksi distoangular, sumbu panjang dari gigi molar ketiga menyudut
ke arah distal atau posterior, menjauhi gigi molar kedua. Impaksi ini adalah
yang paling sulit untuk dihilangkan karena terdapat bagian gigi yang masuk ke
dalam ramus mandibula, dan pengangkatannya membutuhkan intervensi bedah
yang signifikan. Impaksi distoangular hanya terjadi sekitar 6% dari semua
impaksi molar ketiga bawah. Gigi molar ketiga yang sudah erupsi juga
mungkin berada dalam posisi distoangular. Ketika ini terjadi, gigi ini jauh lebih
sulit untuk dihilangkan dibandingkan dengan gigi erupsi lainnya. Alasannya
6 gigi Distoangular.
Gambar 3. Impaksi
adalah bahwa akar mesial molar ketiga sangat dekat dengan akar gigi molar
kedua. 4,5,6,7
4. Impaksi Horizontal
Dalam impaksi horizontal, sumbu panjang gigi molar ketiga tegak lurus
terhadap gigi molar kedua. Jenis impaksi ini biasanya dianggap lebih sulit
dihilangkan dibandingkan dengan impaksi mesioangular. Impaksi horizontal
terjadi lebih jarang, terjadi sekitar 3% dari semua impaksi molar ketiga
mandibula. 4,5,6,7
7
5. Impaksi Buccoangular
Impaksi yang condong/miring ke arah bukal. Merupakan impaksi gigi molar
ketiga mandibula yang jarang terjadi. 4,5,6,7
6. Impaksi Linguoangular
Impaksi yang condong/miring ke arah Lingual. Merupakan impaksi gigi molar
ketiga mandibula yang jarang terjadi. 4,5,6,7
7. Impaksi Inverted/Terbalik
Impaksi yang terbalik. Merupakan impaksi gigi molar ketiga mandibula yang
jarang terjadi. 4,5,6,7
8 Inverted/Terbalik.
Gambar 7. Impaksi gigi
Klasifikasi oleh Pell & Gregory
Dibagi menjadi dua, antara lain:
A. Berdasarkan hubungannya dengan bidang oklusal (kedalaman impaksi)
1. Kelas A: Permukaan oklusal gigi molar ketiga yang impaksi setinggi
atau hampir sejajar dengan bidang oklusal gigi molar kedua.
2. Kelas B: Permukaan oklusal gigi molar ketiga yang impaksi terletak
antara bidang oklusal dan garis servikal gigi molar kedua.
3. Kelas C: Permukaan oklusal gigi molar ketiga yang impaksi terletak di
bawah garis servikal gigi molar kedua. 5,6,7
Gambar 8. Secara berurutan dari kiri ke kanan: Impaksi Kelas A, Kelas B dan Kelas C.
9
Tiga sistem klasifikasi yang sudah dibahas sebelumnya dapat digunakan bersamaan
untuk menentukan tingkat kesulitan ekstraksi gigi. Sebagai contoh: Impaksi
mesioangular dengan Ramus Kelas I dan Kedalaman Kelas A, biasanya mudah untuk
di ekstraksi.5
Gambar 10. Impaksi Mesioangular dengan Ramus Kelas I dan Kedalaman Kelas A.
10
mesioangular dari gigi molar ketiga rahang atas sehingga membutuhkan pengangkatan
atau ekspansi yang berada pada aspek posterior gigi dan jauh lebih tebal daripada
impaksi vertikal atau distoangular. Selain itu, akses menuju gigi yang mengalami
impaksi mesioangular dari gigi molar ketiga rahang atas jauh lebih sulit jika gigi molar
kedua sudah erupsi. 5
Posisi molar ketiga rahang atas dalam arah buccopalatal juga penting untuk
menentukan kesulitan ekstraksi. Kebanyakan molar ketiga rahang atas mengarah ke
aspek bukal dari prosesus alveolar, ini membuat tulang di atasnya tipis dan oleh karena
itu mudah dihilangkan atau diperluas. Kadang-kadang molar ketiga rahang atas yang
impaksi mengarah ke aspek palatal dari prosesus alveolar. Hal ini membuat gigi jauh
lebih sulit untuk diekstraksi karena jumlah tulang yang harus dihilangkan lebih besar
untuk mendapatkan akses ke gigi yang mengalami impaksi, dan pendekatan dari aspek
palatal berisiko cedera pada saraf dan pembuluh foramina palatine. Kombinasi dari
gambaran radiografi dan palpasi digital klinis pada daerah tuberositas biasanya dapat
membantu menentukan apakah molar ketiga rahang atas berada dalam posisi bukal
atau palatal. Jika gigi mengarah ke aspek bukal, tonjolan yang teraba akan ditemukan
di daerah tersebut. Jika gigi mengarah ke aspek palatal, defisit tulang ditemukan di
daerah itu. Dengan begitu, ahli bedah harus mengantisipasi prosedur yang lebih lama
dan lebih terlibat. 5
Gambar 11. Impaksi Gigi Molar Ketiga Maksila, (A)Impaksi Vertikal, (B)Impaksi
Distoangular, dan (C)Impaksi Mesioangular.
11
2. Kelas II: Impaksi gigi kaninus terletak di labial atau bukal rahang atas. Dibagi
menjadi horizontal, vertikal dan semivertikal.
3. Kelas III: Impaksi gigi kaninus terletak pada kedua bagian yaitu di palatal dan di
labial atau bukal rahang atas. Misalnya posisi mahkota berada di palatum dan
akar lewat di antara akar gigi yang berdekatan dalam prosesus alveolar dan
berakhir di sudut tajam pada permukaan labial atau bukal rahang atas.
4. Kelas IV: Impaksi gigi kaninus terletak dalam tulang alveolar, biasanya dalam
posisi vertikal antara gigi insisivus dan premolar pertama.
5. Kelas V: Impaksi gigi kaninus terletak di daerah tidak bergigi/endentulous di
rahang atas. 8
12
Ini adalah infeksi akut pada jaringan lunak yang menutupi gigi semi-impaksi dan
folikel terkait. Kondisi ini mungkin disebabkan oleh cedera pada operkulum
(jaringan lunak yang menutupi gigi) oleh molar ketiga antagonis atau karena
Gambar 12. Perikoronitis.
jebakan makanan di bawah operkulum, yang mengakibatkan invasi bakteri dan
infeksi pada daerah tersebut. Setelah peradangan terjadi, dan teap bertahan, maka
menyebabkan terjadinya episode akut dari waktu ke waktu. Ini muncul sebagai
rasa sakit yang parah di daerah gigi yang terkena, yang menjalar ke telinga, sendi
temporomandibular, dan daerah submandibular posterior. Trismus, kesulitan
menelan, limfadenitis submandibular, rubor, dan edema operkulum juga termasuk
tanda dan gejalanya. Karakteristik perikoronitis adalah ketika tekanan diberikan
pada operkulum, nyeri hebat dan keluarnya nanah dapat diamati. Perikoronitis
akut sering menyebabkan penyebaran infeksi ke berbagai daerah leher dan wajah.7
C. Karies gigi
Jebakan partikel makanan dan kebersihan mulut yang buruk keberadaan gigi
semi-impaksi, dapat menyebabkan terjadinya karies pada permukaan distal gigi
molar kedua, serta pada mahkota gigi impaksi itu sendiri. 7
Gambar 13. Karies pada permukaan distal gigi molar kedua (kiri) & karies pada area
distal mahkota gigi molar ketiga semi-impaksi (kanan).
13
D. Destruksi dari gigi yang berdekatan karena resorpsi akar serta dukungan tulang
yang menurun dari gigi yang berdekatan
Resorpsi akar gigi yang berdekatan adalah salah satu kondisi yang tidak
diinginkan, yang mungkin disebabkan oleh gigi yang terimpaksi. Hal ini
disebabkan karena adanya tekanan dari gigi impaksi terhadap gigi yang
berdekatan. Kasus ini terutama melibatkan gigi posterior rahang atas dan rahang
bawah. Ini dimulai dengan resorpsi akar distal dan akhirnya dapat benar-benar
menghancurkan gigi. 7
Gambar 14. Resorpsi tulang pada permukaan distal akar molar kedua mandibula,
menghasilkan pocket periodontal (kiri) & resorpsi akar distal molar pertama mandibula kiri,
akibat molar kedua yang terimpaksi (kanan).
Gambar 15. Obstruksi erupsi molar kedua rahang bawah karena impaksi molar ketiga (kiri) &
Insisivus sentral rahang atas impaksi, terhambat karena gigi supernumerary (kanan).
14
F.Perkembangan berbagai kondisi patologis
Keberadaan gigi impaksi dan berbagai kondisi patologis bukanlah fenomena yang
tidak biasa. Seringkali lesi berupa kista berkembang di sekitar mahkota gigi dan
digambarkan pada radiograf sebagai radiolusen dengan ukuran berbeda. Kista ini
mungkin besar dan dapat memindahkan gigi yang terimpaksi ke posisi mana pun
pada rahang. Ketika keberadaan lesi osteolitik seperti itu dipastikan secara
radiografi, mereka harus dihilangkan bersama-sama dengan gigi yang mengalami
impaksi tersebut. 7
Gambar 16. Molar ketiga mandibula impaksi dengan radiolusen yang jelas di daerah distal
(kiri) & Kaninus mandibula impaksi yang dikelilingi oleh lesi (kanan).
2.2 Perikoronitis
2.2.1 Definisi Perikoronitis
Perikoronitis mengacu pada peradangan jaringan lunak dalam hubungannya dengan
mahkota gigi yang tidak erupsi sepenuhnya, termasuk gingiva dan folikel gigi. Kata
perikoronitis berasal dari Bahasa Yunani, Peri berarti "sekitar"; Bahasa Latin, Corona
berarti "mahkota" dan Itis berarti "peradangan." Ia juga dikenal sebagai operkulitis.
Jaringan lunak yang menutupi gigi yang erupsi sebagian dikenal sebagai flap
perikoronal atau operkulum gingiva. Pemeliharaan kebersihan mulut di area tersebut
sangat sulit untuk dicapai dengan metode normal kebersihan mulut. 9
Molar ketiga mandibula paling sering mengalami perikoronitis. Kondisi patologis
ini paling umum terjadi pada orang dewasa muda, meskipun dapat terjadi pada semua
kelompok umur. Kerentanan terhadap perikoronitis sangat besar pada periode antara
usia 16 hingga 30 tahun, dengan insiden maksimum pada usia 21-25 tahun, selama
periode paling umum untuk erupsi gigi molar ketiga. 10
15
2.2.2 Etiologi Perikoronitis
Penyebab paling umum di balik peradangan perikoronal adalah akumulasi plak dan
sisa makanan antara mahkota gigi dan penutup gingiva atau operkulum. Ini adalah
area yang ideal untuk pertumbuhan bakteri dan sulit untuk menjaganya agar tetap
bersih. Spesies bakteri yang dominan dalam perikoronitis antara lain Streptococcus,
Actinomyces, dan spesies Propionibacterium. Bersamaan dengan ini, ada juga bukti
keberadaan bakteri penghasil β-laktamase seperti Prevotella, Bacteroides,
Fusobacterium, Capnocytophaga dan Staphylococcus sp. Terbukti bahwa flora
mikroba perikoronitis sebagian besar merupakan bakteri anaerob. 9
Secara klinis, retromolar pad pada gigi molar yang mengalami impaksi berkontak
dengan gigi antagonisnya ketika mengunyah, sehingga menyebabkan terjadinya
trauma dan membentuk poket yang dalam, yang mana merupakan jalan masuk plak
dan bakteri dan akan menyebabkan inflamasi yaitu berupa perikoronitis. Faktor
predisposisi lain dalam terjadinya perikoronitis adalah siklus menstruasi yang tidak
teratur, virulensi bakteri, anemia, stress, keadaan fisik yang lemah, gangguan
pernafasan, oral hygiene yang buruk, dan trauma yang disebabkan oleh cups gigi
antagonis. Selain itu, diketahui bahwa perikoronitis sering dialami oleh wanita pada
saat pre-menstruasi dan post-menstruasi. Wanita yang juga hamil diketahui mengalami
perikoronitis pada trimester kedua. Lebih lanjut, lingkungan sekitar juga berpengaruh
terhadap terjadinya perikoronitis, termasuk stress dan emosi. Stress menyebabkan
penurunan saliva sehingga menyebabkan penurunan lubrikasi dari saliva dan
meningkatkan akumulasi plak.4
16
Riwayat perikoronitis sebelumnya.
Status kebersihan mulut individu buruk.
Infeksi saluran pernapasan dan radang tonsilitis.4
17
Penyebab paling umum di balik peradangan pericoronal adalah akumulasi dari plak
dan sisa makanan antara mahkota gigi dan gingival flap atau operkulum. Ini adalah
area yang ideal untuk pertumbuhan bakteri dan sulit untuk menjaganya agar tetap
bersih. Spesies bakteri yang dominan dalam pericoronitis antara lain Streptococcus,
Actinomyces, dan spesies Propionibacterium. Bersamaan dengan ini, ada juga bukti
keberadaan bakteri penghasil β-laktamase seperti Prevotella, Bacteroides,
Fusobacterium, Capnocytophaga dan Staphylococcus sp. Terbukti bahwa flora
mikroba pericoronitis sebagian besar merupakan bakteri anaerob. 4
Tingkat keparahan pericoronitis, baik kronis maupun akut, tergantung pada
serangkaian faktor yang terdiri dari interaksi patogen periodontal, respons sistem
kekebalan, sifat mekanis terkait pengunyahan serta derajat impaksi molar ketiga. Pada
keadaan normal, operkulum yaitu mukosa gingiva yang meliputi benih gigi yang
sedang dalam proses erupsi, secara fisiologis akan membuka dan secara lambat laun
akan mengalami atrofi dan dapat menghilang, sehingga memungkinkan gigi untuk
muncul di rongga mulut. Pada gigi bungsu yang mengalami impaksi parsialis,
operkulum menetap dan celah dibawah operkulum menjadi tempat akumulasi debris
yang menjadi media sempurna untuk pertumbuhan mikroorganisme anaerob.
Operkulum juga dapat mengalami trauma gigitan dari molar ketiga rahang atas yang
sudah erupsi sehingga terbentuk lesi berupa ulcer. Ulser dapat menjadi pintu masuk
bagi mikroorganisme sehingga terjadi operkulitis yaitu infeksi operkulum seputar
korona gigi. Infeksi dapat meluas ke daerah perikoronal yaitu seluruh mukosa sekitar
korona gigi, atau disebut pericoronitis. 11
18
submandibular, ruang parapharyngeal, ruang pterygomandibular, ruang infratemporal,
ruang submasseteric dan ruang bukal. Sekuel dari pericoronitis akut adalah
pembentukan abses peritonsillar, selulitis, dan Ludwig Angina. Kondisi tersebut
mungkin memerlukan rawat inap dan bisa menjadi situasi yang mengancam jiwa.4
Ludwig Angina biasanya ditandai dengan demam, malaise, elevasi lidah dan dasar
mulut karena adanya keterlibatan ruang sublingual, kesulitan menelan, bicara cadel
dan pembengkakan seperti papan dari ruang submandibular secara bilateral yang pada
akhirnya melibatkan bagian anterior dari leher. 4
Abses parapharyngeal menyebabkan demam dan malaise, nyeri hebat saat menelan,
dispnea dan penyimpangan laring ke satu sisi. Kondisi ini memerlukan pendekatan
bedah yang mendesak sehingga jalan napas dapat diamankan bersamaan dengan
drainase dan dekompresi dari ruang fascia yang terkena. 4
19
• Pada kasus perikoronitis parah atau jika gejala sistemik hadir, maka pemberian
antibiotik bersama dengan analgesik dianjurkan.
• Berikan instruksi kebersihan mulut kepada pasien dan menyarankan penggunaan
obat kumur chlorhexidine 0,12% dua kali sehari.
• Setelah fase akut telah mereda atau telah terkontrol, perawatan selanjutnya yaitu
mempertimbangkan:
a) Keputusan untuk mempertahankan atau mengekstraksi gigi
(odontektomi) tergantung pada kondisi erupsi gigi apakah tumbuh
menjadi fungsional yang baik dari segi posisi atau tidak.
b) Jika keputusan dibuat untuk mempertahankan gigi, Operculectomy dapat
dilakukan menggunakan surgical scalpel, electrosurgery dan laser.
Sebuah loop elektroda juga dapat digunakan untuk menghilangkan flap.
9
20
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien seorang pemuda berumur 23 tahun bertanya kepada temannya doker gigi
muda yang sedang kuliah profesi kedokteran gigi di FKG UNIMUS, pembicaraannya
sebagai berikut:
Pasien : Ini Bro… Gigiku sakit sama terasa bengkak, makan susah sampai
buka mulut pun susah, kira-kira tau kenapa enggak?
21
Koass : Gigi yang sebelah mana Bro?
Pasien : Gigi belakang kayaknya deh Bro, sebelah kiri bawah sakitnya nyut-
nyutan sampai kepala.
Pasien : Udah sih, kalo engga salah nama obatnya Cataflam, tapi bertahan
cuma 2 jam abis itu sakit lagi.
Koass : Ooh, ini mah giginya berlubang dan tumbuhnya ngga sempurna
Bro. Sini kebetulan aku tinggal satu kasus nih Bro
Pasien : Beneran Bro??! Tapi ini engga diapa-apain kan? Ntar dijadiin
kelinci percobaan lagi, hahaha.
Berdasarkan apa yang dilihat dari gambaran radiografi gigi 38 (molar ketiga kiri
mandibula), dapat dikatakan pasien tersebut mengalami Impaksi Mesioangular
dengan Ramus Kelas 2 dan Kedalaman/Posisi Kelas A, karena ruang yang tersedia
antara batas anterior ramus mandibula dan sisi distal gigi molar kedua kurang dari
22
lebar mesio-distal mahkota gigi molar ketiga, sehingga ruang untuk erupsi gigi molar
ketiga kurang serta permukaan oklusal dari gigi molar ketiga yang impaksi setinggi
atau hampir sejajar dengan bidang oklusal gigi molar kedua.
23
9. Bahan yang digunakan: Betadine antiseptik, pehacain, adrenalin, vaseline,
alkohol 70%, aquades steril, benang non absorbable (silk), cotton pellet dan
tampon.
24
Benang yang digunakan adalah benang hitam 3-0. Jahitan interrupted digunakan
dan dipertahankan selama 7 hari. Dalam kasus impaksi gigi molar ketiga, jahitan
pada bagian distal gigi molar kedua harus ditempatkan pertama.
11. Medikasi-antibiotik, analgesik
12. Instruksi pasca bedah
13. Kontrol
Tahapan ekstraksi gigi molar ketiga dengan Impaksi Mesioangular yaitu antara lain:
Buat insisi/sayatan horizontal, hingga lipatan mucoperiosteal dapat di
refleksikan. Refleksi dimulai pada papilla interdental dari aspek mesial molar
pertama dan berlanjut hingga ke posterior, sepanjang sayatan sampai batas
anterior ramus. 7
Gambar 19. Insisi Horizontal (Envelope Flap) menggunakan scalpel no. #15.
25
Tulang yang menutupi gigi dihilangkan menggunakan bur bulat, sampai seluruh
mahkota terbuka. Setelah itu, dengan menggunakan bur fisur, tulang pada aspek
bukal dan aspek distal dari gigi dihilangkan (teknik guttering). Jika gigi berakar
tunggal, untuk memudahkan pencabutannya, bagian mesial gigi dihilangkan
terlebih dahulu, sedangkan bagian yang tersisa kemudian luksasi. Jika gigi
26
Gambar 24. Pemisahan mahkota dari gigi yang impaksi dengan arah bukolingual, yang mana meluas
sejauh tulang intraradikular.
Gigi dicabut dalam dua tahapan. Pertama-tama akar distal diangkat bersama-
sama dengan bagian mahkota, kemudian setelah meletakkan blade dari elevator
pada aspek mesial gigi, akar lainnya dihilangkan dengan gerakan rotasi ke arah
distal. 7
Gambar 25. Pemisahan gigi dengan memposisikan dan memutar straight elevator pada
groove yang sudah dibuat.
Gambar 26. Luksasi dari segmen distal gigi yang impaksi menggunaka straight elevator dengan
gerakan rotasi ke arah distal.
27
Gambar 27. Luksasi dari segmen mesial gigi yang impaksi menggunakan straight elevator.
Gambar 28. Membuang folike gigi menggunakan hemostat dan kuret periapikal (kiri) &
Lapang pandang area pembedahan setelah dilakukan penjahitan (kanan).
28
Jika ada pembengkakan setelah 24 jam disarankan kumur-kumur dengan air garam
yang hangat.
Pasien isarankan untuk banyak beristirahat.
Pasien disarankan untuk meningkatkan kebersihan mulutnya.
Apabila masih terjadi perdarahan pasien disarankan untuk melakukan kontrol
setelah operasi.
Pasien disarankan untuk minum obat secara teratur sesuai resep yang diberikan.
29
3.4 Kerangka Teori
30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Impaksi gigi molar ketiga baik parsial maupun total, masing-masing dapat
menyebabkan masalah serius dan berpotensi menimbulkan komplikasi ringan sampai
berat yang bahkan dapat mengancam jiwa. Salah satu komplikasi dari gigi molar
ketiga yang impaksi yaitu perikoronitis. Meskipun perikoronitis di sekitar gigi molar
ketiga sebagai suatu penyakit terlihat kecil, tetapi kita tidak dapat mengabaikan
kemungkinan komplikasinya yang akan terjadi. Selain berupa gejala lokal, peradangan
kecil ini dapat berubah menjadi abses yang terlokalisasi atau bahkan dapat menyebar
ke ruang fascial jaringan lunak yang berdekatan, sehingga mengarah ke kondisi yang
mengancam jiwa jika tidak diobati. Diagnosis yang tepat harus dibuat berdasarkan
riwayat kasus secara menyeluruh, pemeriksaan klinis dan evaluasi hasil gambaran
radiografi. Bergantung pada diagnosis, rencana perawatan yang paling tepat harus
benar-benar di implementasikan, sehingga perikoronitis dapat ditangani.
31
4.3 Ayat/Hadist Terkait
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-
baiknya.”
Imam Al Qurthubi Rahimahullah berkata: “Yang dimaksud dengan ()في أحسن تقويم
adalah: memberikannya keseimbangan dan menyempurnakannya. Demikianlah yang
dikatakan oleh kebanyakan ahli tafsir. Dan manusialah sebaik-baik apa yang
diciptakan; Karena sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan segala sesuatu itu
diletakkan di atas wajahnya, dan Dia menciptakan manusia sejajar berdiri tegap dan
baginya lisan, tangan dan jari-jemari yang dipergunakan untuk menggenggam. Abu
Bakar bin Thohir berkata: Manusia dihiasi dengan Akal, yang dipergunakan untuk
menjalankan perintah, bisa membedakan baik dan buruk dengan petunjuk, postur yang
32
tinggi tegap, dia bisa meraih makanan dengan tangannya” dikutip dari Tafsir Al
Qurthubi (20/105). 15
33
DAFTAR PUSTAKA
1. Wihardja R, Setiadhi R. Kondisi Kesehatan Gigi dan Mulut Siswa SDK Yahya.
Jurnal Kedokteran Gigi UNPAD. 2016 Desember;28(3):148-54.
2. Nompa SNHA. Prevalensi Gigi Impaksi Disertai Lesi Jaringan Keras Rongga
Mulut Menggunakan Teknik Radiografi Panoramik di RSGM Kandea UNHAS
Periode 2016-2017. Makassar: Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Hasanuddin. 2017.
3. Amaliyana E, Cholil, Sukmana BI. Deskripsi Gigi Impaksi Molar Ke Tiga Rahang
Bawah di RSUD Ulin Banjarmasin. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi. 2014
September;2(2):134-7.
4. Bustamin F. Prevalensi Insidensi Perikoronitis Terhadap Posisi Impaksi Molar Ke
Tiga Mandibula di RSGM Halimah Dg. Sikati Makassar. Makassar: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 2014.
5. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery 7th
ed. Philadelphia: Elsevier; 2019. h. 160-84.
6. Lam D, Laskin DM. Oral and Maxillofacial Surgery Review: A Study Guide.
Berlin: Quintessece Publishing Co, Inc; 2015. h. 76-89.
7. Fragiskos FD. Oral Surgery. New York: Springer; 2007. h. 121-77.
8. Malik NA. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd ed. New Delhi:
Jaypee; 2012. h. 147-59.
9. Dhonge RP, Zade RM, Gopinath V, Amirisetty R. An Insight into Pericoronitis.
Int J Dent Med Res. 2015;1(6):172-5.
34
10. Wehr C, Cruz G, Young S, Fakhouri WD. An Insight into Acute Pericoronitis and
the Need for an Evidence-Based Standard of Care. Dentistry Journal.
2019;7(88):1-10.
11. Rahayu S. Odontektomi, Tatalaksana Gigi Bungsu Impaksi. E-Journal Widya
Kesehatan dan Lingkungan. 2014;1(2):81-9.
12. Doran J. Operculectomy [Internet]. [Updated: July 29 2019, Cited on: November
27 2019]. Available from: http://www.exodontia.info/Operculectomy.html.
13. Anisa. Mengetahui Kelengkapan Peralatan Odontektomi Molar Tiga Rahang
Bawah di Puskesmas Kecamatan Medan Petisah Tahun 2016. Medan: Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. 2016.
14. Putra PPGAM. Rencana Perawatan Odontektomi Gigi Molar Ketiga Bawah Kiri
Dengan Angulasi Mesioangular, Kedalaman Level A. Jember: Laboratorium
Bedah Mulut RSGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember. 2013.
15. Al-Munajid MS. Ayat ini Tidak Melarang Merapikan Tekstur dan Tatanan Gigi-
gigi [Internet]. [Updated: December 17 2014, Cited on: December 02 2019].
Available from: https://islamqa.info/id/answers/69812/ayat-ini-tidak-melarang-
merapikan-tekstur-dan-tatanan-gigi-gigi.
35