Anda di halaman 1dari 10

DIAGNOSIS KOMUNITAS

Setyawati Budiningsih, Aria Kekalih

Divisi Epidemiologi dan Biostatistik , Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

PENDAHULUAN
Profil dokter masa depan menurut WHO (The Future Doctor) mencakup Care provider,
Decision Maker, Educator, Manager dan Community Leader. Salah satu posisi atau
pekerjaan yang akan dijalani dokter adalah memimpin suatu fasilitas kesehatan. Pada sistim
kesehatan di Indonesia di tingkat primer, dikenal Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
yang bertanggung jawab terhadap masyarakat di area kerjanya, yaitu kecamatan atau
kelurahan. Fungsi dari puskesmas ada 3 :
1. Pusat pengembangan program kesehatan
2. Pusat pelayanan kesehatan primer
3. Pusat pemberdayaan masyarakat

Sebagai pusat pengembangan program kesehatan, maka fasilitas kesehatan perlu melakukan
melakukan Diagnosis Komunitas ( Community Diagnosis), sehingga program kesehatan yang
dilakukan sesuai dengan masalah yang terutama dihadapi oleh komunitas/masyarakat di area
tersebut. Diagnosis komunitas merupakan keterampilan (skill) yang harus dikuasai oleh
dokter , khususnya lulusan fakultas kedokteran Universitas Indonesia, bila bekerja sebagai
pimpinan institusi/unit kesehatan yang bertanggung jawab atas kesehatan suatu
komunitas/masyarakat

POSISI DIAGNOSIS KOMUNITAS DALAM STANDAR KOMPETENSI DOKTER


INDONESIA

Diagnosis Komunitas dikembangkan untuk mendukung area kompetensi dokter khususnya


area ke-7 yaitu tentang Pengelolaan Masalah Kesehatan. Pada penjabaran area kompetensi
ke- 7 ini disebutkan bahwa lulusan dokter mampu mengelola masalah kesehatan individu,
keluarga maupun masyarakat secara komprehensif, holistik, terpadu dan berkesinambungan
dalam konteks pelayanan kesehatan primer. Diagnosis komunitas disebutkan dengan tegas
dalam penjelasannya yaitu lulusan dokter mampu menginterpretasi data kesehatan
masyarakat dalam rangka mengidentifikasi dan merumuskan diagnosis komunitas.

DEFINISI DAN CAKUPAN

Diagnosis komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya suatu masalah dengan
cara pengumpulan data di masyarakat lapangan. Menurut definisi WHO, diagnosis komunitas
adalah penjelasan secara kuantitatif dan kualitatif mengenai kondisi kesehatan di komunitas
serta faktor faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatannya. Diagnosis komunitas ini
menjadi mengidentifikasi masalah kemudian mengarahkan suatu intervensi perbaikan
sehingga menstimulasi suatu rencana kerja yang konkrit. Keterampilan melakukan diagnosis
komunitas merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh dokter untuk menerapkan
pelayanan kedokteran secara holistik dan komprehensif dengan pendekatan keluarga dan
okupasi terhadap pasien. Dalam praktik penerapannya, penggunaan diagnosis komunitas
dalam suatu program kesehatan adalah sebagai berikut :

- untuk berperan sebagai referensi data kesehatan dalam suatu wilayah


- untuk menyediakan gambaran secara keseluruhan mengenai masalah kesehatan pada
komunitas lokal dan penduduknya
- untuk merekomendasikan intervensi yang akan dijadikan prioritas dan solusi
pemecahan masalah yang mampu laksana
- untuk mengindikasi alokasi sumber daya dan mengarahkan rencana kerja di masa
depan
- untuk menciptakan peluang dari kolaborasi inter sektoral dan keterlibatan media
- untuk pembentukan dasar indikator keberhasilan dari evaluasi program kerja
kesehatan.

Oleh karena itu diagnosis komunitas harus disadari bukanlah sebagai suatu kegiatan yang
berdiri sendiri namun adalah bagian dari suatu proses dinamis yang mengarahkan kepada
kegiatan promosi kesehatan dan perbaikan permasalahan kesehatan di dalam komunitas.
Diagnosis komunitas merupakan awal dari siklus pemecahan masalah untuk digunakan
sebagai dasar pengenalan masalah di komunitas, sehingga dilanjutkan dengan suatu
perencanaan intervensi pelaksanaan intervensi serta evaluasi bagaimana intervensi tersebut
berhasil dilakukan di komunitas.
Oleh karena itu diagnosis komunitas TIDAK hanya berhenti pada identifikasi (diagnosis)

masalah, tetapi juga mencakup solusi (treatment) untuk mengatasi masalah berdasarkan

sumber-sumber yang ada. Untuk lebih menjelaskan diagnosis komunitas, dibawah ini

dijelaskan perbedaan antara Kedokteran komunitas (Community Medicine) dengan

Kedokteran RS dan perbedaan antara Diagnosis Komunitas dengan diagnosis klinis

Tabel 1 : Perbedaan antara Kedokteran komunitas dan Kedokteran Rumah Sakit


NO KEDOKTERAN KOMUNITAS KEDOKTERAN RUMAH SAKIT
1.Area pelayanan Populasi di area kerja Pasien yang dating ke fasilitas kesehatan
2.Strategi Aktif dan pasif Pasif, menunggu pasien dating
operasional
3.Organisasi Terdiri atas puskesmas, pustu, Terdiri atas hubungan yang tidak mengikat
posyandu antara pelayanan primer, sekunder dan
tertier
4.Bentuk Komprehensif ( health promotion, Hanya kuratif
pelayanan specific protection, early diagnosis &
prompt treatment, disability-
limitation, rehabilitation
5.koordinasi Ada koordinasi dengan departemen Tidak ada hubungan
Intersektoral kesehatan dan jajarannya
6.Partisipasi Mengikut sertakan masyarakat dalam Partisipasi terbatas
masyarakat program kesehatan
7.Analisis cost- Memberikan high cost- benefit rasio Memberikan poor cost- benefit rasio melalui
benefit melalui minimum-expenditure dan maximum-expenditure dan minimum-result
maximum-result
Suryakantha AH: Community Medicine with Recent Advances, 2nd ed, Jaypee Brothers Medical
Publisher,2010

Tabel 2 : Perbedaan antara Diagnosis komunitas dan


Diagnosis Klinis
NO DIAGNOSIS KLINIS DIAGNOSIS KOMUNITAS
1 Dilakukan oleh dokter Dilakukan oleh dokter atau epidemiologis
2 Fokus perhatian : pasien Fokus perhatian : komunitas / masyarakat
3 Fokus perhatian : hanya orang sakit Fokus perhatian : orang sakit dan sehat
4 Dilakukan dengan memeriksa pasien Dilakukan dengan cara survey
5 Diagnosis didapat berdasarkan keluhan dan
Diagnosis didasarkan atas Riwayat Amaiah
simtom Perjalanan Penyakit ( Natural history of disease)
6 Memerlukan pemeriksaan laboratorium Memerlukan penelitian epidemiologi
7 Dokter menentukan pengobatan Dokter/epidemiologis merencanakan plan of
action
8 Pengobatan pasien menjadi tujuan utama Pencegahan dan Promosi menjadi tujuan utama
9 Diikiuti dengan follow up kasus Diikuti dengan program evaluasi
10 Dokter tertarik menggunakan teknologi Dokter/epidemiologis tertarik dengan nilai2
tinggi statistik
Suryakantha AH: Community Medicine with Recent Advances, 2nd ed, Jaypee Brothers Medical
Publisher,2010
Sama seperti halnya melakukan diagnosis terhadap penderita, maka pelaksanaan diagnosis
komunitas dilakukan dengan mengikuti kaidah kaidah tertentu, agar data (diagnosis) yang
diperoleh dapat dipercaya. Dalam melaksanakan diagnosis komunitas, perlu disadari bahwa
yang menjadi sasaran adalah komunitas (yang terdiri dari sejumlah orang) sehingga sangat
ditunjang oleh pengetahuan epidemiologi, statistik, manajemen dan ilmu ilmu sosial lainnya.

TUJUAN KOMPETENSI DIAGNOSIS KOMUNITAS

Tujuan utama dari pelatihan kompetensi diagnosis komunitas adalah dokter mampu
mengidentifikasi masalah kesehatan di komunitas dan membuat solusi pemecahannya. Secara
khusus, tujuannya adalah dokter mampu :

- mengidentifikasi masalah kesehatan di masyarakat


- mengembangkan instrumen untuk mengidentifikasi masalah kesehatan
- menganalisis permasalahan kesehatan dan mengajukan solusi pemecahannya
- menjelaskan struktur organisasi fasilitas kesehatan tingkat primer
- berkomunikasi secara baik dengan masyarakat
- membuat usulan pemecahan terhadap masalah kesehatan

LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN DIAGNOSIS KOMUNITAS

Langkah langkah untuk melakukan diagnosis komunitas tidaklah sesederhana seperti


melakukan diagnosis pada seorang pasien, karena yang akan menjadi sasaran adalah suatu
komunitas yang terdiri atas sekelompok penduduk yang mempunyai karakteristik yang
(kurang lebih) sama dan tinggal di area yang tertentu. Selain itu, hasil dari diagnosis
komunitas tidak selalu berbentuk penyakit, tetapi bisa masalah-masalah non medis yang
menyebabkan suatu penyakit. Ini disebabkan karena masalah kesehatan dalam komunitas
merupakan akibat dari berbagai determinan sesuai dengan teori Blum yang menyatakan ada 4
determinan yaitu perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan genetik (urutan sesuai
dengan kontribusi terhadap masalah kesehatan).
Langkah-langkah penerapan diagnosis komunitas adalah secara bertahap yaitu

1. Pertemuan awal untuk menentukan area permasalahan


2. Menentukan instrument pengumpulan data
3. Pengumpulan data dari masyarakat
4. Menganalisis dan menyimpulkan data
5. Membuat laporan hasil dan presentasi diseminasi.

Langkah 1. Pertemuan awal untuk menentukan area permasalahan

Pada fase awal pertemuan pendahuluan harus ditentukan tim pelaksana yang berperan
mengelola dan mengkoordinasikan diagnosis komunitas. Tim ini harus mengidentifikasi dana
dan sumber daya yang tersedia untuk menentukan batasan dari diagnosis komunitas.
Beberapa cakupan yang umum untuk dipelajari dalam diagnosis komunitas adalah status
kesehatan, gaya hidup, kondisi tempat tinggal, kondisi sosial ekonomi, infrastruktur sosial
dan fisik, tidak berimbangnya fasilitasi dan akses kesehatan (inequality), termasuk mengenai
pelayanan kesehatan masyarakat dan kebijakan yang sudah ada.

Menurut epidemiologi, penentuan masalah (medis & non medis) di komunitas harus memakai
indikator yang merepresentasikan permasalahan komunitas/masyarakat. Berikut adalah
indikator status kesehatan yang biasa dipakai untuk menggambarkan masalah kesehatan di
komunitas:
1. Angka Kematian ( Mortality rate ): AKK, AKI, AKB, Angka Kematian akibat penyakit
tertentu, dll
2. Angka Kesakitan ( Morbidity rate ): Insiden, prevalen (menyangkut berbagai penyakit)
3. Angka Ke-cacatan ( Disability rate ): Angka absensi, dll

Selain indikator diatas terdapat indikator lain yang sering dipergunakan misalnya :
1. Indikator jangkauan pelayanan kesehatan, misalnya cakupan ibu hamil yg mendapat
pelayanan ANC.
2. Rasio petugas kesehatan-penduduk, misalnya rasio dokter : penduduk
3. Indikator kesehatan lingkungan, misalnya persentase penduduk yang mendapat air bersih
4. Indikator sosio-demografi ( komposisi/ struktur/distribusi, income per capita, angka buta
huruf, dll)
Bila kita mau mengetahui masalah kesehatan suatu komunitas, maka jalan yang paling baik
adalah melakukan survey yang mengumpulkan data-data sesuai indikator diatas. Kegiatan ini
akan memakan waktu lama dan biaya yang banyak. Oleh karena itu sebagai pendekatan awal
ada cara lain yang dapat digunakan yaitu dengan menganalisis laporan penyakit/kematian
yang ada disuatu wilayah. Data ini bisa diperoleh dari hasil penelitian kesehatan atau laporan
tahunan puskesmas (harap diingat bahwa tidak semua orang yang sakit datang ke
puskesmas). Pola penyakit di suatu area biasanya akan selalu sama dalam kurun waktu
tertentu, kecuali bila ada kejadian luar biasa. Dalam situasi ini maka penyakit yang akan
menjadi area diagnosis komunitas dalam pelatihan modul komunitas, tidak selalu harus yang
paling banyak ditemukan. Dalam keadaan tertentu, masalah kesehatan dapat pula ditanyakan
kepada orang orang yang dianggap mempunyai pengetahuan dalam hal ini, misalnya
pimpinan puskesmas, kepala daerah (camat, lurah) atau orang orang yang bergerak dalam
bidang kesehatan (guru, kader). Untuk mendapatkan informasi dari orang orang ini, maka
dapat dipergunakan metoda NGT atau Delphi tehnik.
Bila sudah ditemukan area masalah, maka juga perlu mengetahui berbagai faktor yang
mempengaruhi terjadinya masalah tersebut. Konsep terjadinya penyakit menurut Blum dapat
dipakai untuk membuat kerangka konsep yang menjelaskan mengapa penyakit tersebut
terjadi. Ini akan membantu menentukan data apa yang akan dikumpulkan dari masyarakat
agar mendapatkan masalah yang utama dan hal-hal lain yang diperlukan untuk mengatasi
masalah tersebut.

Langkah 2. Menentukan instrument pengumpulan data

Tergantung data apa yang akan dikumpulkan, maka diperlukan metode pengumpulan data
(instrumen) yang sesuai. Data dapat dikumpulkan melalui observasi (menggunakan cek lis),
wawancara (dengan kuesioner), pemeriksaan (TB, BB, pemeriksaan lab) atau menggunakan
data sekunder dari rekam medis. Bila menggunakan kuesioner, maka kuesioner tersebut
haruslah diuji-coba untuk mengetahui apakah kuesioner itu baik (valid dan reliabilitas) serta
mengetahui realitas pelaksanaan sebenarnya (lama wawancara, situasi lapangan, dll). Untuk
menguji kuesioner sebaiknya dicobakan pada 30 responden.
Langkah 3. Pengumpulan data dari masyarakat

Pada tahap ketiga yaitu pengumpulan data dan analisis, sebaiknya dilakukan dengan
kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Oleh karena itu, latar belakang wilayah yang
dibahas harus dipelajari melalui data statistik dan hasil sensus populasi, misalnya besarnya
populasi, struktur jenis kelamin dan usia masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan dan
masyakarat, pelayanan sosial, pendidikan, perumahan, keamanan publik dan transportasi.
Untuk mengumpulkan data dari komunitas, hal yang dapat dilakukan adalah melakukan
survey, menggunakan kuisioner mandiri (self administered questionnaire), kemudian
wawancara atau fokus grup diskusi atau acara dengan telepon

Untuk memastikan reliabilitas datanya, sebaiknya institusi yang sudah berpengalaman,


seperti institusi pendidikan, dilibatkan dalam diagnosis komunitas. Penentuan sampel harus
direncanakan secara hati hati, sehingga jumlah sampelnya mampu merepresentasi kondisi
lokal komunitas yang dikaji, sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang valid

Agar data yang dikumpulkan merepresentasikan gambaran masyarakat, maka perlu


ditentukan sasaran penduduk yang akan menjadi responden, berapa jumlahnya serta
lokasinya tinggalnya. Sebaiknya penentuan sasaran berdasarkan probability sampling, kecuali
bila terpaksa dapat dilakukan non probability sampling. Hal ini juga berlaku bila responden
diambil dari rekam medis atau pengunjung puskesmas

Strategi menemui responden di lapangan memerlukan persiapan khusus, yaitu mendapatkan


ijin dari kepala daerah setempat. Dalam hal ini, sebaiknya mahasiswa meminta kepala
puskesmas membuat surat kepada kepala daerah setempat menjelaskan bahwa
Puskesmasnya akan melakukan pengumpulan data. Ini dilakukan, agar masalah ijin
pengumpulan data menjadi mudah dan memang kegiatan ini merupakan kegiatan untuk
menunjang puskesmas. Selain itu, bila diperlukan , pimpinan puskesmas dapat dimintakan
bantuannya untuk memfasilitasi agar ada petugas/kader yang membantu mengantar
mahasiswa mengumpulkan data (misalnya kader atau pegawa puskesmas). Bila data berasal
dari rekam medik maka , mahasiswa dapat meminta bantuan pimpinan puskesmas
memfasilitasi agar petugas terkait memahami apa yang akan dilakukan mahasiswa dalam
rangka diagnosis komunitas, dan mahasiswa juga harus menjaga agar rekam medik kembali
tersusun seperti semula dan tidak ada yang hilang, termasuk menjaga kerahasiaan data pasien.
Semua kuesioner (data) yang didapat haruslah diperiksa kelengkapan serta kebenarnya,
sebelum dianalisis.
Rencana mendapatkan data haruslah dibuat seperti proposal penelitian sederhana yang
terdiri atas :
a. Latar belakang
b. Tujuan
c. Metoda
d. Sasaran dan sampel (besar dan cara pemilihan)
e. Instrumen yang dipakai ( observasi, kuesioner atau pemeriksaan)
f. Batasan operasionil data yang diambil

Langkah 4. Menganalisis dan menyimpulkan data

Tahap keempat adalah penentuan kesimpulan diagnosis komunitas yang dihasilkan dari
pengolahan dan interpretasi analisis data yang ada. Hasil diagnosis sebaiknya terdiri atas tiga
aspek yaitu :

- Status kesehatan di komunitas


- Determinan dari masalah kesehatan di komunitas
- Potensi dari pengembangan kondisi kesehatan di komunitas dan area yang lebih luas

Beberapa hal umum yang menjadi sifat hasil analisis data diagnosis komunitas adalah:

- Informasi statistik lebih baik ditampilkan dalam bentuk rate atau rasio untuk
perbandingan
- Tren atau proyeksi sangat berguna untuk memonitor perubahan sepanjang waktu yang
diamati serta perencanaan ke depan
- Data wilayah atau distrik lokal dapat dibandingkan dengan distrik yang lain atau ke
seluruh populasi
- Tampilan hasil dalam bentuk skematis atau gambar dapat digunakan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mudah dan cepat
Langkah 5. Membuat laporan hasil dan presentasi diseminasi

Tahap terakhir adalah presentasi atau diseminasi hasil diagnosis komunitas. Tahap ini
menunjukkan bahwa diagnosis komunitas tidak pernah menjadi akhir dari program kerja.
Diagnosis komunitas harus dilanjutkan dengan usaha untuk mengkomunikasikannya sehingga
memastikan prioritas tindak lanjut yang harus segera diambil. Target pihak-pihak yang harus
dilibatkan dalam mengetahui hasil diagnosis komunitas adalah para perumus kebijakan,
profesional kesehatan serta tokoh tokoh masyarakat di dalam komunitas. Umumnya hasil dari
diagnosis komunitas dapat di diseminasi melalui berbagai forum yaitu misalnya presentasi
pada pertemuan dewan kesehatan masyarakat atau tokoh masyarakat dan forum khusus
organisasi swadaya masyarakat, dalam rilis media massa atau satu seminar khusus mengenai
promosi kesehatan.

PELATIHAN KOMPETENSI DIAGNOSIS KOMUNITAS DALAM KURIKULUM


PENDIDIKAN SARJANA KEDOKTERAN UMUM

Dalam pelatihan kompetensi ini di fakultas kedokteran, kita menggunakan lahan pendidikan
puskesmas atau pusat pelayanan primer lain beserta komunitasnya. Tahapan kerjanya adalah:

1. Menentukan area masalah yang dihadapi puskesmas. Area masalah yang dimaksud
bisa diambil dari program program yang dilaksanakan di puskesmas. Untuk itu ada
beberapa sumber untuk menentukan area yaitu melihat data jangkauan pelayanan atau
pencapaian program serta menanyakan kepada pimpinan puskesmas yang dianggap
sebagai informan kunci
2. Menentukan masalah yang spesifik yang ada di area tersebut. Cara menentukannya
adalah dengan menanyakan kepada dokter puskesmas atau penanggung jawab
program yang bersangkutan
3. Membuat proposal sederhana untuk merumuskan langkah langkah metode diagnosis
komunitas mencakup sasaran, sampel, instrumen yang dipakai dan batasan
operasional data yang akan diambil
4. persiapan pengumpulan data di lapangan atau dari pengunjung puskesmas
5. menganalisis data secara deskriptif dengan menggunakan program analisis. Dalam
diagnosis komunitas ini uji statistik inferens tidak penting untuk dilakukan
6. membuat laporan untuk diseminasi ke pimpinan dan pengelola program terkait di
puskesmas

REFERENSI

1. Suryakantha AH. Community Medicine With Recent Advances. Jaypee Brothers,


Medical Publishers; 2010. 904 p.
2. Indonesia KK. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran
Indonesia [Internet]. 2012 [cited 2014 May 5]; Available from:
http://www.pkfi.net/file/download/Perkonsil%20No%2011%20Th%202012%20Ttg%
20Standar%20Kompetensi%20Dokter%20Indonesia%20%202012.pdf
3. World Health Organization. City Health Profiles: how to report on health in your city.
ICP/HSIT/94/01 PB 02. Available at: www.euro.who.int/document/wa38094ci.pdf
4. Garcia P, McCarthy M. Measuring Health: A Step in the Development of City Health
Profiles. EUR/ICP/HCIT 94 01/PB03. Available at:
www.euro.who.int/document/WA95096GA.pdf
5. Matsuda Y, Okada N. Community diagnosis for sustainable disaster preparedness.
Journal of Natural Disaster Science. 2006;28(1):2533.
6. Bennett FJ, Health U of ND of C. Community diagnosis and health action: a manual
for tropical and rural areas. Macmillan; 1979. 208 p.

Anda mungkin juga menyukai