KEPERAWATAN PALIATIF
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
KURNAESIH (214201446164)
UNIVERSITAS NASIONAL
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan nikmat sehat
wal’afiat kepada kita semua baik sehat jasmani maupun rohani, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang bertemakan PRINSIP KOMUNIKASI DALAM
KEPERAWATAN PALIATIF.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya
atas segala kekurangan dan kesalahan-kesalahan dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berjalan sesuai dengan apa yang
diharapkan. Demikian makalah ini kami buat, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan
terimakasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................33
3.2 Saran..................................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................36
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kemungkinan menyembuhkan dan takut mengalami penyesalan di masa depan jika
mereka tidak menuntut perawatan kuratif lebih lanjut.
Masalah keperawatan dalam komunikasi termasuk rasa takut, medis dan masalah
hukum. Salah satu kekhawatiran adalah anggapan yang membawa masalah-masalah yang
berkaitan dengan perencanaan perawatan yang sekarat atau perawatan lanjut akan
menyebabkan tekanan emosional. Perawat dapat mengantisipasi konflik antara pasien
dan keluarga. Mereka mungkin memiliki kekhawatiran tentang medis dan masalah
hukum terkait dengan ruang lingkup praktik mereka. Namun, perawat sering kali
menyediakan layanan kesehatan pertama yang mengidentifikasi masalah. Berkenaan
dengan perencanaan perawatan lanjutan, tujuan perawatan, konflik antara keinginan
pasien dan keluarga, dan penggunaan langkah-langkah mempertahankan hidup. Selain
itu, Fallowfield menyarankan bahwa beberapa dokter percaya perawat lebih mampu
berbicara dengan pasien dan keluarga daripada mereka. Namun, banyak perawat yang
merasa tidak nyaman dengan keterampilan komunikasi mereka, merasakan tekanan
waktu yang terlalu sedikit, atau merasa terancam oleh percakapan seperti itu. Namun,
dalam pengalaman kami, sebagian besar konsultasi perawatan paliatif dihabiskan untuk
diskusi tentang tujuan perawatan.
Di seberang spektrum perawatan paliatif, komunikasi terjadi pada saat-saat kritis.
Tergantung pada prognosis pasien, komunikasi ini dapat terjadi dalam waktu yang lama
atau waktu singkat. Komunikasi awal terdiri dari pengenalan perawat dan pasien,
mungkin pada saat diagnosis awal dari penyakit yang berpotensi mengancam nyawa.
Selama waktu ini, pasien dan perawat saling mengenal lain. Tugas perawat pada tahap ini
adalah untuk memperoleh kepribadian dan mengatasi gaya dan untuk menggali
pemahaman pasien tentang penyakitnya. Selain itu, perawat mengidentifikasi apa saja
perencanaan perawatan lanjut yang sudah ada dan menentukan prioritas dan tujuan
pasien. Tugas pasien semakin dikenal perawat sebagai anggota tim perawatan kesehatan.
Komunikasi ini dapat berjalan dengan lancar sampai kondisi pasien perubahan, pada saat
mana fokus perawatan dapat berubah. Saat ini titik, pasien mencari kepercayaan dan
jaminan dari perawat, termasuk keterlibatan berkelanjutan. Belakangan, mungkin ada
diskusi berita buruk, di mana realitas situasinya ditujukan dan tujuan bersama ditetapkan.
Selama waktu ini, konflik dapat dinegosiasikan atau perawatan yang mempertahankan
hidup dibahas. Perawat mungkin menjadi bagian dari diskusi ini; jika tidak, perawat
nantinya dapat berfungsi untuk memperkuat informasi. Akhirnya, seperti pasien sedang
sekarat, komunikasi dengan pasien dan keluarga sering berfokus pada isu-isu seperti
2
dukungan keputusan, lanjut jaminan bahwa kenyamanan akan dipertahankan, dan
antisipatif berduka. Komunikasi dengan anggota keluarga terus selama kesedihan
antisipatif dan, setelah kematian para sabar, selama berkabung.
Dalam spektrum perawatan kesehatan, perawat dipercaya anggota tim perawatan
kesehatan pada saat diagnosis, selama pengobatan, dan di tahap akhir kehidupan. Melalui
efektif komunikasi, perawat memiliki peran penting dalam mendukung sabar. Memang,
perawat mungkin memiliki kesempatan terbaik untuk melakukannya pelajari harapan,
ketakutan, mimpi, dan penyesalan pasien dan ciptakan sebuah lingkungan penyembuhan.
Banyak perawat yang tidak memilikinya pelatihan dalam komunikasi sebagai bagian dari
pendidikan mereka juga kemewahan untuk bekerja sama dengan disiplin ilmu kesehatan
lainnya untuk mempelajari keterampilan ini. Bab ini mengulas fundamentalnya unsur
komunikasi dan peran perawat dalam berkomunikasi dengan pasien, memfasilitasi
komunikasi proses dalam perencanaan perawatan lanjutan, membantu menetapkan
tujuan, dan menyampaikan kabar buruk. Diskusi tentang peran keperawatan di perawatan
kolaboratif dan resolusi konflik juga disertakan.
1.3 TUJUAN
1) Untuk mengetahui pengertian komunikasi.
2) Untuk mengetahui perspektif sejarah paliatif.
3) Untuk mengetahui dan memahami prinsip komunikasi dalam perawatan paliatif.
4) Untuk mengetahui dan memahami teknik komunikasi dengan benar.
5) Untuk mengetahui dan memahami pentingnya dalam komunikasi.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
digunakan pada saat perawat melakukan pengkajian, dan penyuluhan kesehatan dan
perencanaan perawatan (Setianti, 2007).
Komunikasi terapeutik didefinisikan pula sebagai komunikasi yang bertujuan untuk
menumbuhkan rasa percaya diri seseorang terhadap penyampaian pesan, sehingga terbina
hubungan yang saling percaya (Arwani, 2002).
Sedangkan menurut Indrawati, komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan
pasien (Fatmawati, 2010).
5
tren adalah proses bersyarat yang mendukung gaya koping individu pasien. Ini
memungkinkan perawatan untuk mengikuti kepribadian individu pasien, terutama dalam
hal tingkat penerimaan pasien atau penolakan proses kematian.
Mengingat kebutuhan ini untuk mengidentifikasi dan memperlakukan setiap pasien
secara individual, keterampilan komunikasi sangat penting untuk memberikan perawatan
yang optimal. Menariknya, perubahan dalam teori komunikasi telah terjadi secara
bersamaan. Penelitian telah menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi, seperti
keterampilan lainnya, dapat diperoleh oleh penyedia layanan kesehatan. Oleh karena itu,
pendidikan komunikasi harus dimulai pada setiap tingkat pendidikan untuk keperawatan,
terlepas dari tingkat di mana perawat memasuki praktik — pendidikan tingkat asosiasi,
bujangan, master, atau postmaster. Namun, ada juga kebutuhan untuk menyediakan
pendidikan berkelanjutan dalam komunikasi untuk perawat saat ini dalam prakteknya.
6
Jadi, komunikasi merupakan alat sentral dalam pelayanan kesehatan yang mana
komunikasi digunakan untuk mencapai berbagai tujuan untuk membantu pasien dalam hal
menerima berita buruk, mengendalikan emosi akibat dari penyakit yang sifatnya
mengancam jiwa, memahami dan mengingat informasi yang kompleks, memahami
mengenai prognosis penyakit, mengatasi dan membangun kepercayaan untuk
keberlangsungan hubungan jangka panjang secara klinis, membuat keputusan mengenai
pengobatan, dan menerima perilaku mengenai promosi kesehatan (Owen & Jeffrey,
2008). Secara khusus dalam pelayanan paliatif, komunikasi yang baik dan ketrampilan
interpersonal menjadi hal yang sangat penting, hal ini untuk membangun rasa percaya dan
keterbukaan ( Bradley & Brasel, 2008).
7
hayat. Kondisi menjelang ajal dapat terjadi dalam kesendirian, mekanikal atau
impersonal.
B. MODEL KOMUNIKASI DALAM PERAWATAN PALIATIF
Memahami keinginan pasien disaat menjelang akhir hayat akan mencegah
petugas kesehatan melakukan intervensi yang tidak diinginkan dan sekaligus
merupakan upaya menghargai harkat dan martabat serta otonomi pasien. Akibat
proses interaksi antara petugas kesehatan-pasien merupakan hal dinamis sehingga hal
ini mendorong para ilmuan untuk melakukan riset mengenai upaya pengembangan
model komunikasi yang tepat seperti bagaimana model pesan yang disampaikan dapat
mempengaruhi keyakinan pasien mengenai kesehatan serta perilakunya. Berikut
beberapa model komunikasi yang dapat diterapkan dalam perawatan paliatif terutama
pada kondisi menjelang akhir hayat ( Candrian,2015 )
1. An Interpersonal Approach
Komunikasi model interpersonal menitik beratkan pada pentingnya perspektif
mengenai dimensi perawatan yang terkoordinasi pada kondisi menjelang akhir hayat.
Namun, model ini mendapat kritikan sebagaimana dipahami bahwa komunikasi
merupakan proses transmisi ide dari pasien sebagai sender ke petugas kesehatan
sebagai receiver, atau secara sederhan dipahami sebagi proses pertukaran pesan atau
informasi, atau dimana seseorang menyampaikan sedangkan yang lainnya
mendengarkan. Sayangnya, pemahaman yang spesifik mengenai model ini kadang
menyebabkan ketidakmampuan para petugas kesehatan melakukan mediasi, pada
kondisi plural atau majemuk san interdependensi.
Sangat penting adanya untuk meningkatkan awasan melalui interaksi yang
produktif dan sensitive antara petugas kesehatan dan pasien. Memberikan
kesempaatan untuk memilih merupakan hal yang sangat produktif dalam interaksi
secara interpersonal, yang mana hal tersebut memberikan perhatian khusus terhadap
celah atau kesenjangan dalam pola komunikasi saat ini. Ruang kesenjangan tersebut
akan menarik perhatian kita dalam memahami bagaimana pengalaman tentang hidup
dan kematian itu terbentuk menjadi sangat penting, bagaimana pergeseran perhatian
kita terhadap kesenjangan yang ada menjadi jalan untuk memehami bagaimana
pemahaman itu terbentuk dan dikomunikasikan selama berinteraksi. Sehingga
wawasan kita akan meningkat melalui interaksi kita ditatanan klinis, serta ide tentang
8
kehidupan dan kematian akan menjadi suatu pemahaman hingga akhirnya kita
memahami mengapa hal tersebut harus dipahami.
9
budaya tidak terbatas pada definisi secara antropology. Akan tetapi budaya dipahami
sebagai cara hidup termasuk ide mengenai pengobatan, kepercayaan tentang sehat dan
sakit, dan bahasa yang digunakan untuk menjelaskan tentang proses kematian, serta
institusi dan system pelayanan kesehatan yang membentuk bagaimana kita berpikir
dan merasakan. Jadi budaya merupakan berbagai hal yang mencakup praktik budaya,
arsitektur seperti ruangan pada rumah sakit atau hospis secara fisik dan materi.
Pendekatan ini mencoba untuk mendefinisikan dan menamai segala hal
termasuk status fisik dan emosional. Hal yang menarik dimana bahasa membentuk
hubungan serta membedakan hal tentang hidup, mati, dan perawatan. Contoh dimana
kondisi sulit untuk menamai akan kesehatan, sakit, dan kematian. Apakah dapat
diterima bila mengatakan bahwa “dia telah pergi” atau ”dia telah mati” pada keluarga.
Hal ini menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan untuk mengatakan “mati” dalam
konteks social menjadi hal yang sulit untuk menggambarkannya apa yang akan
dinilai. Olehnya, Pendekatan Social Cultural mengalami kesulitan untuk
mengembangkan bahasa alternative dalam bidang perawatan secara medis maupun
tentang kematian. Sehingga pendekatan tersebut memberikan perspektif bahwa inti
dari berbagai krisis komunikasi adalah makna dan permaknaan. Dalam memaknai
sesuatu maka pemaknaan yang beragam terhadap sesuatu kemungkinan masih sering
ditemukan dan bertahan dalam suatu budaya. Akan tetapi, definisi mengenai kematian
dan kondisi menjelang akhir hayat juga dapat berubah, di negosiasikan, dan kadang
bersifat sementara. Olehnya, memahami secara kompleks bagaimana definisi tentang
kematian dan kondisi menjelang akhir hayat menjadi suatu masalah tersendiri.
Sehingga masalah bukanlah pada orangnya tapi pada bagaimana cara orang tersebut
berbahasa dan menyampaikan pesan yang menjadi masalah. Perbedaan ini menjadi
penting untuk memahami budaya dan dinamika budaya itu sendiri dan hubungan
sentimental antara bidang kesehatan dan bahasa.
Memahami budaya terkait dengan komunikasi pada kondisi akhir hayat
termasuk bagaimana penggunaan bahasa dalam pelayanan kesehatan mencerminkan
hubungan dan sekaligus perbedaan tentang apa dan siapa kita dalam nilai sosial.
Olehnya, pemahaman bahasa dalam bentuk tulisan dan lisan merupakan tantangan
awal untuk menghasilkan sebuah pemaknaan, bagaimana makna tersebut dihasilkan.
Pemahaman peran budaya dalam pelayanan paliatif merupakan hal yang sangat
mendasar.
10
4. A Multi-Method Approach
Critical dan dialogic perspective merupakan bagian dari model komunikasi
dengan pendekatan multi-method. Pendekatan ini berfokus pada bagaimana seseorang
melakukan konstruksi ide dan mengemukakan apa yang mereka maknai tentang
sesuatu seperti arti sebuah kesehatan dan penyakit terminal. Critical approaches
bermula dari ontology dasar mengenai persepsi kita yang menggambarkan realitas
kita sebagaimana pemaknaan kita berdasarkan pada pengalaman dan kejadian, dan
pemaknaan tersebut didapatkan dari proses interaksi antara pengalaman dan kejadian
nyata. Akan tetapi, critical approaches juga dapat bermula dari asumsi secara
epistemology. Asumsi secara epistemology menitik beratkan pada pertanyaan
mengenai “Bagaimana kita mengetahuinya, dan bagaimana kita dapat
mengetahuinya”. Sebagai contoh, setiap oran memiliki cara pandang yang berbeda
mengenai kondisi akhir hayat dan membuat keputusan untuk dapat meninggal dengan
baik. Beberapa di antara mereka mungkin ingin tahu lebih detail mengenai kondisinya
serta lama perkiraan untuk dapat bertahan hidup. Namun mungkin sebagian orang lagi
lebih cenderung mengikuti pengalaman seseorang yang diceritakan padanya termasuk
bagaimana mempersiapkan kematian. Sehingga cerita yang disampaikan akan
menjadikan seseorang tahu dengan cara yang berbeda dan juga bagaimana ia akan
mempersiapkan kematiannya. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa kita menjadi
sepakat dengan apa yang menjadi ide majemuk secara ril adalah hal yang serupa
dengan bagaimana meyakini tentang pemahaman yang lainnya dan tahu apa yang kita
akan lakukan selanjutnya, segitupun sebaliknya.
Sedangkan Dialog Approach berupaya mencari sesuatu yang dapat
menginspirasi proses diskusi yang mana terlihat sebagai sesuatu yang tidak eksis,
sehingga pendekatan ini berbeda dengan critical approach. Secara khusus, untuk dapat
menstimulasi proses diskusi dengan pandangan yang berbeda termasuk bagaimana
mendefinisikan pengalaman mengenai masa akhir hayat, pendekatan ini melihat
proses interaksi sebagai sesuatu yang tiada henti. Komunikasi dengan pendekatan
dialogis ini dapat membantu untuk mengeksplorasi berbagai cara orang membentuk
argument atau alasan yang rasional dan memahami kematian dan kondisi menjelang
akhir hayat merupakan sesuatu pengalaman yang tidak ada akhirnya selama proses
interaksi.
Interaksi dalam pendekatan dialogis menjadi hal yang penting dalam
komunikasi mengenai isu akhir hayat sebab kondisi sulit, terutama saat
11
mengumukakan pendapat dan untuk menyampaikan vde terkadang harus dikontrol
dan daikendalikan untuk menstabilkan suasana sekaligus untuk berbagi makna
tentang sesuatu pada partisipan. Sebagai contoh, disaat seseorang mengatakan bahwa
ia tidak takut akan kematian, terkadang kita berasumsi bahwa ia hanya mencoba
untuk menyangkal akan kematian. Untuk memahami komunikasi di akhir hayat,
evaluasi secara kritis mengenai masa-masa sulit menjadi hal yang penting sebab
masa-masa tersebut dimana seseorang berupaya untuk menemukan kata yang tepat
untuk dapat menjelaskan mengenai apa yang dipikirkannya dan menjadikannya
masuk akal.
Kombinasi pandangan secara kritis dan dialogis memberikan pemahaman
yang berbeda dalam memahami pengalaman masa-masa akhir hayat. Melalui
pendekatan ini pemahaman dikarakteristikan sebagai bentuk pendekatan yang lebih
mengedepankan interpretasi . secara singkat bahwa pendekatan multi-method
berfokus pada bagaimana makna dinegosiasikan dan diproduksi dalam konteks
budaya selama proses interaksi berlangsung.
12
selama masa mendampingi pasien akan menyebabkan timbulnya masalah finansial,
dimana kemungkinan akan kehilangan asset atau property untuk pembiayaan tersebut.
Situasi tersebut dapat memicu timbulnya kecemasan, stress dan kedukaan pada
anggota keluarga disaat pasien dalam tahap penyakit terminal.
Tingkatan mekanisme koping dan kondisi kedukaan termasuk berduka
antisipatif akibat kehilangan sesuatu secara pribadi maupun kehilangan pada orang
terdekat dapat mempengaruhi komunikasi. Komunikasi terbuka sangat penting untuk
membantu mengatasi masalah tersebut dengan melibatkan keluarga serta membantu
keluarga untuk mengatasi hal tersebut.
O’Connor, Lee & Aranda (2012) menambahkan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi komunikasi di pelayanan perawatan paliatif yaitu perubahan kondisi
dan lingkungan kerja. Sekalipun progress suatu penyakit dapat diperkirakan dan
mempersiapkan serta menyusun rencana perawatannya, akan tetapi kebanyakan
pasien dan keluarganya sangat tidak siap bila mendadak terjadi perubahan kondisi
pasien yang semakin memburuk sehingga mereka tidak bisa berpartisipasi dalam
membuat keputusan mengenai rencana penanganan selanjutnya.
Faktor yang berkenaan dengan lingkungan kerja mungkn dapat menjadi
sebagai barrier dalam melakukan komunikasi yang baik terutama saat perawatan
menjelang akhir hayat. Kurangnya kerjasama dan kekompakan dalam tim kerja maka
anggota tim kemungkinan tidak dapat melakukan komunikasi dengan baik dan
menyampaikan informasi yang mungkin sangat penting untuk anggota tim lainnya,
yang mana informasi tersebut dapat membantu dalam pengambilan keputusan.
Sebagai perawat, komunikasi dalam pelayanan perawatan paliatif dapat
menjadi hal yang sangat sulit sekaligus menantang seperti sistem pelayanan kesehatan
menciptakan lingkungan komunikasi yang kompleks untuk akses pasien serta
pelayanan paliatif. Kurangnya pemahaman mengenai perawat paliatif masih eksis di
beberapa penyedia layanan kesehatan, hal ini menjadikan para praktisi perawatan
paliatif harus menyediakan sistem Pendidikan berejenjang (Wittenberg-Lyles,
Goldsmith & Platt, 2014).
Ada dua framework yang telah dikembangkan untuk membantu tenaga
kesehatan professional untuk mengenali mengapa pasien dan bahkan tenaga kesehatan
memasang barrier selama komunikasi (Nicol & Nyalanga, 2014). Framework tersebut
dapat diingat dengan singkatan FEARS (fears, environment, attitudes, responses,
skills) dan FIBS (fears, inadequate skills, beliefs, support). FEARS digunakan untuk
13
mengenali potensi barrier dan pihak pasien sedangkan FIBS digunakan untuk
mengenali kemungkinan barriers pada tenaga kesehatan professional.
D. KETERAMPILAN KOMUNIKASI DALAM SETTING PERAWTAN
PALIATIF
1. Keterampilan Dasar Dalam Berkomunikasi
Komunikasi pada pasien mencakup dua hal yang sangat sering dan penting
untuk dilakukan yaitu komunikasi mengenai informasi kesehatan pasien dan dialog
yang berpusat pada perasaan dan emosi pasien, yang mana dialog tersebut juga
merupakan bagian dari tindakan terapi. Diawal percakapan lebih sering membahas
mengenai ststus dan kondisi kesehatan pasien yang mencakup perkembangan
penyakitnya, dan pertemuan selanjutnya biasanya sudah lebih focus pada terapi.
Beberapa hal yang mengenai elemen dasar dalam komunikasi efektif, yang hal
tersebut menjadi penting dalam proses dialog atau komunikasi terapeutik. CLASS
protocol mencakup lima komponen dasar dan krusial dalam wawancara terhadap
pasien, dimana CLASS merupakan singkatan dari kelima komponen dasar tersebut
yaitu: Context (konteks secara fisik maupun setting), Listening Skill,
Acknowledgement of the patient’s emotions, Strategy for clinical anagement, dan
Summary.
a) C (Context atau setting)
adalah konteks atau setting secara fisik dan termasuk lima komponen utama
yaitu menyediakan ruang yang memadai, bahasa tubuh, kontak mata, sentuhan,
dan pengantar atau perkenalan. Menyediakan ruangan yang memadai dan tetap
memperhatikan privacy pasien.
Selama wawancara sangat penting menjaga jarak yang nyaman dengan pasien.
Jarak antar perawat-pasien dalam wawancara dapat berbeda makna dalam
perspektif budaya, namun jarak yang ideal yaitu 2-3 kaki. Pada jarak tersebut
seorang perawat dapat menunjukkan kedekatan dengan pasien sekaligus kesiapan
untuk mendiskusikan hal yang sifatnya pribadi.
Bahasa tubuh merupakan hal yang dapat memberikan makna berbeda dengan
pesan yang disampaikan. Upayakan dalam melakukan komunikasi kondisi dalam
keadaan rileks, duduk dengan posisi nyaman dengan kedua kai berada di atas
lantai tidak dalam keadaan tergantung. Biarkan bahu rileks dan letakkan kedua
tangan anda di atas lutut. Posisi tersebut dalam term psychotherapy dikenal
dengan istilah posisi netral.
14
Upayakan menjaga dan mempertahankan kontak mata selama berkomunikasi
terutama saat pasien berbicara. Jika pasien mungkin menangis atau marah, maka
perlu untuk mengalihkan pandangan sejenak.
Sentuhan merupakan hal yang sangat membantu selama wawancara, namun
tetap mempertimbangkan beberapa hal seperti : sentuhan dilakukan pada area
yang tidak terpasang alat medikasi atau luka, perawat merasa nyaman untuk
melakukan sentuhan, pasien tidak menunjukkan respon atau reaksi menolak
dengan sentuhan yang dilakukan.
Pastikan pasien mengenal siapa anda dana pa yang anda lakukan. Upayakan
perawat memberikan salam atau dengan berjabat tangan dengan pasien lebih
dahulu, lalu pada keluarga pasien atau pendampingnya. Hal ini untuk
menunjukkan bahwa pasien merupakan subjek yang penting dalam pertemuan
antara perawat-pasien.
b) Listening Skills
Saat memulai dialog dengan pasien, sebagai seorang professional harus
memastikan bahwa ia melakukan wawancara atau dialog dengan memiliki
keterampilan mendengar yang baik. Secara umum ada empat poin yang sangat
esensial dari keterampilan mendengarkan yaitu pertanyaan terbuka, teknik
fasilitasi, klarisikasi, dan mengendalikan waktu dan interupsi.
Dalam komunikasi terapeutik, dimana perawat mencoba sebagi bagian dari
support sistem pasien, maka pertanyaan terbuka merupakan hal yang sangat
esensial untuk menulusuri akan pengalaman yang dirasakan oleh pasien
mengenai kondisi sakitnya.
Hal pertama dan merupakan hal sangat penting dari teknik fasilitasi dalam
komunikasai antar perawat-pasien adalah diam. Jika perawat mampu
memberikan waktu ntuk kondisi diam pasien maka memungkinkan pasien akan
mengungkapkan atau mengekspresikan apa yang dipikirkannya.
Ada beberapa teknik fasilitasi lainnya yang dapat dilakukan selama
berkomunikasi dengan pasien yaitu menganggukan kepala, berhenti sejenak saat
berbicara, tersenyum dan memberikan respon seperti “hmm”. Untuk
menunjukkan pada pasien bahwa perawat memperhatikan dan mendengarkan
perkataan pasiennya yaitu dengan melakukan pengulangan satu atau dua kata
terakhir yang diucapkan pasien. Pengulangan merupakan suatu bentuk dari teknik
fasilitasi. Terapeutik dimana perawat mencoba sebagai bagian dari support sistem
15
pasien ,maka pertanyaan terbuka merupakan hal yang sangat esensial untuk
menelusuri akan pengalaman yang di rasakan oleh pasien mengenai kondisi sakit
nya.
Hal yang pertama sekaligus merupakan hal sangat penting dari tehnik fasilitas
antara perawat pasien adalah diam jika pasien sedng berbicara upayakan tidak
memotong pembicaraaan nya tunggulah pasien berhenti berbicara sebelum anda
memulai berbicara ,hal ini merupakan aturan sederhana tapi sering diabaikan
sehingga pasien merasa tidak nyaman bila perawat atau tenaga kesehatan lainnya
tidak mau mendengarkannya dengan saksama menganai keluhannya ,diam juga
kondisi dimana pasien berpikir atau merasakan sesuatu yang penting .jika
perawat mampu memberikan waktu untuk kondisi diam pasien amak memungkin
kan pasien akan mengungkapkan apa yang di ekspresikan .
Selain diam sejenak ada beberapa tehnik fasilitas yang dapat di lakukan
selama komunikasi yaitu menganggukan kepala ,berhenti sejenak,tersenyum atau
memberikan respon “YA”,”HMMT” atau “apa lagi “untuk menunjukan pada
pasien bahwa perawat memperhatikan dan mendengarkan perkataan pasien nya
yaitu dengan melakukan pengulangan 1 atau 2 kata terakhir yang di ucapkan
pasien,pengulangan merupakan suatu tehnik fasilitas sebagai contoh pasien
mengatakan “saya merasakan dari hari –kehari semakin letih”, jadi sebagai
perawat dapat menanyakan dengan pengulangan (reiteration) “apa yang bapa
maksud semakin lelah”.
c) Acknowledge
Respon empatik merupakan tehnik yang sangat baik selama proses komunikasi
yang penuh emosional .respon empati tidak membutuhkan perasaan pribadi dari
petugas jika pasien merasa sedih maka tidak seharus nya kita merasa sedih juga
.terdapat 3 tahapan dalam melakukan respon empati,yaitu :
1. mengidentifikasi emosi yang di ekspesikan oleh pasien.
2. mengidentifikasi penyebab terhadap kondisi emosional pasien
3. melakukan respon berdasarkan pernyataan pasien yang telah di kemukakan
dengan menghubungkan hal-hal pada bagian 1 dan 2
d) strategi manajemen
Manajemen strategi yang dapat di jadikan sebagai pedoman :
1. tentukan apa yang akan di nilai sebagai strategi medis yang optimal
16
2. melakukan penilaian dalam pikiran anda sendiri atau dengan menanyakan
pada pasien mengenai harapan pasien mengenai kondisi,pengobatan dan hasil
yang ingin di capai .
3. mengusulkan strategi mengingat kesimpulan anda dari langkah 1 dan langkah
2 lalu ajukan strategi .
4. kaji respon pasien dengan membuat catatan kemajuan pasien dalam
membentuk sebuah rencana aksi (tahap ini sering di definisikan sebagai
precontemplation ,kontemplasi ,dan pelaksanaan atau penguatan ).
e) Summary
Sumarry dalam wawancara adalah waktu yang penting untuk menekan mengenai
pengobatan pasien.3 hal yang penting untuk di ketahui:
1. ikhtisar atau pengulangan poin utama yang di bahas dalam dialog
2. memberikan kesempatan pada pasien untuk mengajukan pertanyaan
3. merencanakan pertemuan atau interaksi berikutnya
17
informasi tersebut. Percakapan mengenai perawatan akan menjadi sangat sulit bagi
dokter perawat. Pasien dan keluarga pasien disaat proses pengobatan tidak berjalan
sesuai yang diharapkan, dimana pengobatan tidak dapat lagi untuk mengobati atau
mengontrol penyakit pasien (Gordon, 2003). Beberapa isu dalam komunikasi yang
biasanya sulit untuk dilakukan seperti ketidak pastian prognosis penyakit. (berapa
lama bagi kemungkinan waktu yang dimiliki oleh pasien untuk bertahan hidup),
kematian (dimana dan bagaimana saya akan meninggal), mengenai harapan (saya
tidak boleh kehilangan harapan namun apa yang saya akan harapkan). Mendiskusikan
hal mengenai ketidak pastian prognosis pasien merupakan hal problematic bagi dokter
karena sulit untuk memperkirakan kapan pasien akan meninggal, kemungkinan hanya
akan memberikan harapan yang palsu disaat pasien sedang menghadapi masa akhir
hayatnya, dan kemungkinannya hanya akan memberikan gambaran yang bisa
mengenal kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
18
petugas kesehatan telah memahami persepsi pasien, orang terdekat atau keluarga
mengenai situasinya sebelum berita buruk tersebut disampaikan. Invitation adalah
strategi untuk mengundang pasien, orang terdekat atau keluarga untuk ingin tau lebih
banyak lagi mengenai informasi secara detail. Knowledge berarti kondisi dimana
petugas kesehatan memberikan beberapa pertanda pada mereka bahwa berita buruk
tersebut akan segera disampaikan. menggunakan bahasa dan kalimat yang sederhana,
menghindari penggunaan istilah medis dan memberikan informasi dalam sekmen
yang lebih singkat untuk membantu mereka mengolah dan memahami informasi yang
disampaikan. Tunjukkan rasa empati dengan mengidentifikasi dan merespon emosi
yang timbul pada pasien atau keluarga yang selanjutnya akan membantu memvalidasi
perasaan mereka. Selanjutnya pada tahap akhir lakukan summary atau ringkasan
komunikasi yang telah dilakukan dan tetap memberikan kesempatan untuk
mengajukan pertanyaan atau butuh penjelasan mengenai rencana pengobatan atau
perawatan selanjutnya yang akan disetujui dan diikuti oleh pasien dan keluarganya.
Stategi lain untuk menyampaikan berita buruk yaitu the PRAPARED strategi
(O’Connor, Lee& Aranda, 2012). Strategi tersebut menyediakan panduan bagaimana
mengkomunikasikan prognosis dan isu-isu lainnya mengenai akhir hayat terkhusus
pada pasien dewasa dan keluarganya. PRAPARED merupakan singkatan dari Prepare
for the discussion, Relate to the person, Elicit patient and caregiver preferences,
Provide information, Acknowledge emotions and concerns, Realistic hope, Encourage
questions, dan Document.
19
antara kejujuran secara realistik dengan memberikan jaminan dukungan perawatan
dan bantuan. Encourage questions, memberikan kesempatan untuk bertanya, dan hal
ini dapat dilakukan dengan memberikan informasi dan penjelasan ulang untuk
memastikan bahwa mereka telah memahami informasi yang telah diberikan dan siap
untuk proses komunikasi selanjutnya. Tahap akhir yaitu summary, Ringkasan
komunikasi harus di Dokumentasikan dalam catatan rekam medik pasien, dan
komunikasi oleh petugas kesehatan lainnya yang dianggap penting jika harus
dimasukkan dalam dokumentasi.
20
menyebabkan penyampaian berita buruk menjadi pengalaman yang membuat
seseorang sangat stress.
21
Merencanakan kontrak/kesepakatan yang meliputi lokasi, kapan, dan
lama pertemuan; bahan/materi yang akan diperbincangkan; dan
mengakhir hubungan sementara.
Tiga kegiatan utama yang harus dilakukan perawat pada fase orientasi ini
sebagai berikut.
1) Memberikan salam terapeutik
Contoh : “Assalamualaikum, selamat pagi”, dan sebagainya.
2) Evaluasi dan validasi perasaan klien
Contoh : “Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Ibu tampak segar hari
ini”.
3) Melakukan kontrak hubungan dengan klien meliputi kontrak
tujuan interaksi, kontrak waktu, dan kontrak tempat.
Contoh : “Tujuan saya datang ke sini adalah membantu Ibu
menemukan masalah yang membuat Ibu selalu merasa tidak
nyaman selama ini”, “Menurut Ibu, berapa lama waktu yang akan
kita butuhkan untuk tujuan ini? Bagaimana kalau 15 menit?”,
“Untuk tempat di dalam ruang ini saja atau di taman belakang?”
c) Fase kerja
Fase ini adalah fase terpenting karena menyangkut kualitas hubungan
perawatklien dalam asuhan keperawatan. Selama berlangsungnya fase kerja
ini, perawat tidak hanya mencapai tujuan yang telah diinginkan bersama,
tetapi yang lebih bermakna adalah bertujuan untuk memandirikan klien. Pada
fase ini, perawat menggunakan teknik-teknik komunikasi dalam
berkomunikasi dengan klien sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
(sesuai kontrak).
Contoh : “Saya akan memasukkan jarum infus ini ke pembuluh darah di
tangan ibu”, “Ibu akan merasakan sakit sedikit dan tidak perlu khawatir”.
d) Fase Terminasi
Pada fase ini, perawat memberi kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan keberhasilan dirinya dalam mencapai tujuan terapi
dan ungkapan perasaannya. Selanjutnya perawat merencanakan
tindak lanjut pertemuan dan membuat kontrak pertemuan
selanjutnya bersama klien. Ada tiga kegiatan utama yang harus
22
dilakukan perawat pada fase terminasi ini, yaitu melakukan
evaluasi subjektif dan objektif; merencanakan tindak lanjut
interaksi; dan membuat kontrak dengan klien untuk melakukan
pertemuan selanjutnya.
Contoh : komunikasi dalam fase terminasi ini sebagai berikut.
a) Evaluasi subjektif dan objektif
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita diskusi tentang masalah
yang Ibu hadapi?”
“Coba sebutkan masalah yang Ibu hadapi terkait dengan
keluarga Ibu!
23
Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan.
Hindarkan gerakan yang tidak perlu.
Anggukkan kepala jika klien membicarakan hal penting atau
memerlukan umpan balik.
Condongkan tubuh ke arah lawan bicara.
Contoh :
K : Saya merasa kecewa dengan keadaan saya yang sekarang sus, saya merasa
tidak berguna untuk keluarga saya.
P : (Tatap mata klien, berdampingan dengan klien) kenapa berbicara seperti
itu? Coba suster mau denger alasannya?
24
c) Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang
spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik
yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien.
Contoh :
K : Saya kemarin sedih saat suster libur kerja, saya tidak punya
teman. P : Kenapa harus sedih? Kan banyak suster-suster yang lain?
d) Mengulang (restating/repeating)
Maksud mengulang adalah teknik mengulang kembali ucapan klien
dengan bahasa perawat. Teknik ini dapat memberikan makna bahwa perawat
memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya
dimengerti dan mengharapkan komunikasi berlanjut.
Contoh:
K : “Saya tidak nafsu makan, seharian saya belum makan.”
P : “Bapak mengalami gangguan untuk makan?”
e) Klarifikasi (clarification)
Teknik ini dilakukan jika perawat ingin memperjelas maksud
ungkapan klien. Teknik ini digunakan jika perawat tidak mengerti, tidak jelas,
atau tidak mendengar apa yang dibicarakan klien. Perawat perlu
mengklarifikasi untuk menyamakan persepsi dengan klien.
Contoh :
“Coba jelaskan kembali apa yang Bapak maksud dengan kegagalan hidup? ”
f) Memfokuskan (focusing)
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan
sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus
pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika
pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru. Perawat membantu klien
membicarakan topik yang telah dipilih dan penting.
Contoh:
K : “Ya, beginilah nasib wanita yang teraniaya seperti saya. Tapi, saya pikir
untuk apa saya pikirkan sakit ini?”
25
P : “Coba ceritakan bagaimana perasaan ibu sebagai wanita.”
g) Merefleksikan (reflecting/feedback)
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan
menyatakan hasil pengamatannya sehingga dapat diketahui apakah pesan
diterima dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh
syarat nonverbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering
membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah
memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh :
“Ibu tampak sedih.”
“ Apakah Ibu merasa tidak senang apabila Ibu ….”
i) Diam (silence)
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisasi pikirannya. Penggunaan metode diam memerlukan
keterampilan dan ketetapan waktu. Diam memungkinkan klien untuk
berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisasi pikirannya, dan
memproses informasi. Bagi perawat, diam berarti memberikan kesempatan
klien untuk berpikir dan berpendapat/berbicara.
Contoh:
26
K : Saya jengkel kepapada suami saya.
P : Diam(memberi kesempatan klien).
K : Suami saya selalu telat pulang kerja tanpa alasAn yang jelas, kalau saya
tanya pasti marah.
l) Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan
orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Sering
kali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, dan teknik
komunikasi ini harus dilakukan tanpa pamrih.
Contoh :
“Saya ingin Anda merasa tenang dan nyaman.”
27
m) Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih
topik pembicaraan. Perawat dapat berperan dalam menstimulasi klien untuk
mengambil inisiatif dalam membuka pembicaraan.
Contoh :
“Adakah sesuatu yang ingin Ibu bicarakan?”
“Apakah yang sedang Ibu pikirkan?”
“Dari mana Ibu ingin mulai pembicaraan ini?”
o) Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan serta menerima ide dan
perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
Contoh :
“Bagaimana menurutmu?” atau “Bagaimana perasaanmu?”
Dengan teknik ini , dapat diindikasikan bahwa pendapat klien adalah
berharga.
p) Humor
Humor yang dimaksud adalah humor yang efektif. Humor ini bertujuan
untuk menjaga keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi. Perawat harus
hati-hati dalam menggunakan teknik ini karena ketidaktepatan penggunaan
waktu dapat menyinggung perasaan klien yang berakibat pada
ketidakpercayaan klien kepada perawat.
Contoh :
28
“kamu bisa saja, saya fikir kamu asyanti ternyata bukan haha”
29
dalam keperawatan, berbagi informasi memberdayakan pasien untuk membuat keputusan.
Selain itu, kedekatan perawat dalam peran pengasuhan langsung di samping tempat tidur
memberi banyak kesempatan bagi perawat untuk menciptakan pertemuan komunikasi
yang positif. Banyaknya peluang untuk memulai dialog tentang kematian dan kematian
termasuk, di samping pertemuan yang direncanakan, saat-saat privasi antara perawat dan
pasien selama mandi, makan, dan kegiatan perawatan diri.
Pada tingkat praktik master atau tingkat lanjut, keterampilan komunikasi keperawatan
kritis termasuk diskusi diagnosis, pilihan pengobatan, dan prognosis; pengiriman berita
buruk ketika penyakit berkembang; transisi ke perawatan paliatif; diskusi tentang
pengobatan yang mendukung kehidupan; fasilitasi pertemuan keluarga; diskusi tentang
pilihan postdeath seperti otopsi atau donasi organ; dan dukungan duka dan dukacita.
Namun, masalah konsultasi yang digunakan adalah penting bagi APN. Dalam model
medis terutama digunakan dalam pengaturan akademik, fokusnya adalah pada keahlian
dalam perawatan paliatif. Dalam model keperawatan, fokusnya adalah pada pembinaan
atau pendampingan, tergantung pada budaya dan lingkungan dari pengaturan kerja.
Komunikasi selama periode akhir masa hidup sangat penting. Para pemain yang
terlibat dalam proses komunikasi termasuk pasien, perawat dan penyedia layanan
kesehatan, dan keluarga atau orang-orang pendukung. Setiap orang memiliki kebutuhan
yang berbeda, terkait dengan gaya komunikasi pribadi dan gaya belajar. Gaya komunikasi
bervariasi berdasarkan pola bicara, nada, intensitas, amplitudo, dan ucapan. Gaya belajar
30
termasuk melihat, mendengar, melakukan, atau campuran dari ketiganya. Oleh karena itu,
mungkin perlu menggunakan variasi diskusi verbal, bahan tertulis, dan video.
Ada beberapa kebutuhan pasien, termasuk manajemen gejala, dukungan dari keluarga
dan teman, pemenuhan keluarga atau harapan budaya, mencapai makna, dan menjaga
martabat dan kontrol. Kebutuhan komunikasi diskrit pasien yang terkait dengan masalah
ini termasuk memperoleh informasi, mensintesis informasi, membuat keputusan, dan
mencoba mempertahankan rasa kontrol. Perawat berfungsi untuk menilai bidang-bidang
ini, terutama pada saat stres, ketika pemrosesan informasi mungkin terganggu.
Sebagaimana dijelaskan Pasacreta dan rekan-rekannya, seseorang yang agak cemas
mungkin dapat memproses informasi dan, pada kenyataannya, mungkin cukup kreatif.
Memang, kecemasan ringan membantu sebagian besar orang melakukan pekerjaan
mereka dengan waspada terhadap masalah, mengidentifikasi masalah, dan memfasilitasi
solusi kreatif. Beberapa pasien mengalami kecemasan ringan hanya dengan berpartisipasi
dalam pertemuan kesehatan preventif. Dalam situasi ini, perawat dapat memberikan
informasi kesehatan dasar. Namun, ketika kecemasan meningkat ke tingkat yang sedang,
seperti yang sering terjadi dengan menerima berita tentang perkembangan penyakit,
pemrosesan informasi menjadi selektif. Dalam hal pasien, ini berarti bahwa ketika sesuatu
yang menakutkan atau mengancam dikomunikasikan, pasien mungkin tidak dapat
memperoleh banyak informasi. Sebagai contoh, seorang pasien mungkin diberitahu
bahwa film x-ray terlihat tidak normal. Pada saat itu, pasien memiliki kesadaran yang
meningkat dan mungkin memikirkan kemungkinan masalah. Dalam hal ini, perawat
memberikan dukungan kepada pasien dalam memungkinkan pasien untuk melepaskan
kekhawatiran dan mengulangi informasi yang telah disediakan oleh tim.
Dalam kasus kecemasan dan panik yang parah, seperti ketika mendengar berita buruk
dalam bentuk prognosis pendek atau kurangnya pilihan, pemrosesan informasi pasien
mungkin benar-benar terganggu. Ini terjadi ketika pasien diberi diagnosis terminal.
Segera setelah dokter atau perawat praktik lanjutan (APN) memberikan berita buruk
tentang gravitasi semacam itu, pasien mungkin tidak dapat mendengar hal lain. Ia
mungkin telah mengalami syok atau panik tentang berita dan tidak dapat memahami
informasi lainnya. . Ini penting untuk waktu komunikasi lebih lanjut dan tindak lanjut dari
peristiwa semacam itu. Perawat memiliki peran penting dalam memvalidasi reaksi pasien
31
dan menawarkan dukungan dalam menentukan informasi lebih lanjut apa yang mungkin
diperlukan pasien.
32
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Komunikasi merupakan pertukaran informasi yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih dengan maksud dan tujuan tertentu. Sedangkan, menurut KBBI komunikasi
merupakan pengiriman dan penerimaan informasi, berita, atau pesan yang dilakukan oleh
dua orang atau lebih sehingga maksud atau pesan tersebut dapat dipahami.
Seseorang dengan penyakit kronis atau dengan penyakit terminal akan mengalami
rasa berduka dan kehilangan. Sebagai seorang perawat kita harus mampu memahami hal
tersebut. Komunikasi dengan klien penyakit terminal dan kronis merupakan komunikasi
yang tidak mudah. Perawat harus memiliki pengetahuan tentang penyakit yang mereka
alami serta pengetahuan tentang proses berduka dan kehilangan. Dalam berkomunikasi
perawat menggunakan konsep komunikasi terapeutik.
Untuk pasien yang dirawat oleh seorang dokter yang tidak komunikatif atau tidak
efektif, kematian bisa menjadi pengalaman yang mengisolasi, cemas, menakutkan, dan
tidak percaya yang diterjemahkan ke dalam rasa ditinggalkan. Dalam situasi seperti itu,
keluarga mengalami kesedihan yang kompleks dan berkabung dan peningkatan stres.
Bagi perawat, komunikasi tidak langsung dan kurangnya pengungkapan kebenaran dalam
proses yang sekarat ini menghasilkan stres yang lebih besar, kecemasan, dan komunikasi
tidak autentik, yang diterjemahkan menjadi rasa bersalah, konflik internal, dan rasa gagal.
Mengingat kebutuhan ini untuk mengidentifikasi dan memperlakukan setiap pasien
secara individual, keterampilan komunikasi sangat penting untuk memberikan perawatan
yang optimal. Menariknya, perubahan dalam teori komunikasi telah terjadi secara
bersamaan. Penelitian telah menunjukkan bahwa keterampilan komunikasi, seperti
keterampilan lainnya, dapat diperoleh oleh penyedia layanan kesehatan. Oleh karena itu,
pendidikan komunikasi harus dimulai pada setiap tingkat pendidikan untuk keperawatan,
terlepas dari tingkat di mana perawat memasuki praktik pendidikan tingkat asosiasi,
bujangan, master, atau postmaster. Namun, ada juga kebutuhan untuk menyediakan
pendidikan berkelanjutan dalam komunikasi untuk perawat saat ini dalam prakteknya.
33
Pada Prinsip Komunikasi Dalam Perawatan Paliatif
Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut, komunikasi harus ditandai dengan sikap saling
menerima, saling percaya, dan saling menghargai, perawat harus memahami,
menghayati nilai yang dianut pasien, perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan
pasien baik fisik maupun mental, perawat harus menciptakan suasanan yang
memungkinkan pasien memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun
tingkah lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-
masalah yang dihadapi, perawat mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun masalah, mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya, memahami arti empati sebagai tindakan yang
terapetik, kejujuran dan komunikasi terbuka, mampu berperan sebagai role mode agar
dapat menunjukan dan menyakinkan orang lain tentang kesehatan, altruisme,
mendapatkan kepuasaan dengan menolong orang lain secara manusiawi, dan
bertanggung jawab.
34
h) Memberi informasi (informing)
i) Diam (silence)
j) Identifikasi tema (theme identification)
k) Memberikan penghargaan (reward)
l) Menawarkan diri
m) Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
n) Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
o) Refleksi
p) Humor
3.2 SARAN
Untuk tim medis seperti perawat, dokter, dan instasi kesehatan lainnya kami berharap
dapat bekerja sama untuk meningkatkan cara berkomuniaksi dengan baik tanpa harus
menyinggung perasaan klien dan utaman keluhan klien tanpa harus memandang siapa dia
agar tujuan utama dapat tercapai dengan baik. Harapan untuk pasien supaya pasien dapat
mengerti dan memahami tim kesehatan yang bekerja dengan sebaik mungkin agar
komunikasi yang terjaga dapat terlaksana dengan baik tanpa hambatan.
35
DAFTAR PUSTAKA
36